Dentuman musik DJ terdengar riuh di telinga. Tampak pemandangan memanjakan mata pada lantai dansa Lautan insan meliuk-liukkan tubuhnya secara berpasangan bahkan kehadirannya pun tidak bisa lagi terbiak. Tidak berpengaruh kepada dua orang pria yang sedang duduk bersandar di depan kursi bartender dengan gelas minuman wine yang di genggam masing-masing.
"Bro,. Gimana ada kemajuan gak???" tanyanya penuh mata selidik layaknya seorang yang sedang mengintrogasi
Bima menggeleng lesu sambil menikmati wine terakhirnya di dalam gelas.
"Belum juga!!! Yah gimana sih. Sia-sia dong usaha Lo selama ini"
Sudah sebulan berlalu, pengobatan yang Bima lakukan atas saran sahabatnya pada Rumah sakit terkemuka di Jakarta bahkan hingga detik ini tidak membuahkan hasil. Apalagi kalau bukan untuk menyembuhkan masalah gangguan hormonal (impoten) yang di deritanya. Berbagai macam cara jitu sudah Axel sarankan agar Bima lakukan. Terkecuali mendatangi dukun, Bima langsung saja menolak. Karena Bima tidak percaya hal-hal yang begituan apalagi berbau kemusrikan. 1.000 satu cara Apa pun akan dilakukan dan di jabani untuk menemani sahabatnya itu, demi dapat membuat junior sahabatnya berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
"Udalah xel, percuma!!! Mungkin ini uda takdir kali. Gue juga uda pasrah!!! "
"CKkkCkkk, jangan nyerah dong. Bro.. Btw elo uda coba ngomong sama Ayana tentang masalah ini, belum??"tanyanya memastikan
Pergerakan Bima terhenti, pasalnya ia ingin menuangkan wine kembali ke gelas yang telah kosong kepunyaannya. Mentah sudah!! Membuatnya tak selera, jika harus membahas tentang masalah pribadi menyangkut rumah tangganya.
"Aku tidak ingin membahasnya!! " ucapnya sambil meletakkan gelas kosong dengan sangat keras sehingga membuat orang yang di sekitar mereka seketika menoleh ke sumber suara. Sekarang mereka menjadi pusat perhatian. Membuat Bima tak nyaman dan ingin pergi meninggalkan tempat itu. Axel sudah tau akan seperti ini kejadiannya. Jika harus di singgung tentang isterinya ia menjadi sangat sensitive.
"Bim.. Lo mau kemana?? "
Ia mencekal pergerakan Bima yang hendak pergi meninggalkannya. "Bukan urusan Lo!!! "ujarnya ketus sembari menarik kasar tangannya agar terlepas dari cengkraman sahabatnya.
"Bima.. Bima....kasian bener nasib Lo!! Sabar ya Bim" ucapnya nanar Menatap punggung Bima yang semakin lama menjauh dari jangkauannya.
"Aduhh.... " ringisnya bersamaan
Di persimpangan jalan menuju pintu keluar, Bima tidak sengaja bertabrakan dengan wanita cantik yang tidak kalah sexy dari wanita lain yang berada di tempat itu.
"M-mmaafff maass, saayaa gak sengajaaa.. "katanya terbata menunduk tidak berani menatap mata heazel milik pria itu
"Makanya kalau jalan itu pake mata... "umpatnya lalu melangkah pergi.
"Din, ngapain berdiri kaya patung di situ. Ayo!!! "
"Iya mbak..." Dengan patuh ia mengikuti langkah wanita yang membawanya ke tempat itu. Sempat terhenti sejenak ulah pria yang di tabrak barusan saja.
Arrrrghhhh.... Bima memukul setirnya berulang-ulang kali setelah masuk ke dalam mobil. Ntah setan apa yang merasuki tubuhnya saat ini yang jelas pengaruh alkohol yang sempat menguasainya, hilang seketika akibat kembali mengingat wanita yang sangat di cintainya.
Dering ponsel terdengar, layar yang semula redup kini pun menyala. Menghentikan aktivitas pelampiasan yang belum usai tersalurkan. Melirik sekilas, siapakah gerangan orang yang lancang menghubunginya di waktu yang tidak tepat begini. Matanya membulat!! Panjang umur, orang yang di bicarakan seakan terdetak, jika ia baru saja menjadi topik pembahasan bersama sahabatnya. Seolah ia dapat membaca pikiran Bima yang sangat merindukannya. Mengembania mendial tombol answer.
"H-hallo Sayangg... "
"Kenapa kamu lama banget ngangkat teleponnya"
Bima sudah tau pasti Ayana akan marah jika dirinya tidak mengangkat panggilannya sesegera mungkin.
"Ia sayang tadi aku ke toilet sebentar. Handpone aku tertinggal di ruang kerja. Maaf yah!! " dustanya
"Oh, gitu!! Ehmm.. Aku cuman mau bilang aku pulang besok. Kamu jangan kemana-mana. Jemput aku di bandara. Oke. See you.. Byee" ucapnya sebelum mematikan sambungan
"Hallo... Sayang..'' panggilnya yang tidak kunjung mendapat balasan karena sambungan telephone sudah di matikan sepihak di sebrang sana yang durasinya tidak lebih dari 5 menit. Bukan sering malah hampir setiap kali Bima menghubunginya, ia akan melakukan durasi waktu yang sama seperti sekarang ini saat berada di luar kota. Ntah suatu kebetulan atau memang unsur kesengajaan darinya, Bima tidak tau pasti. Yang jelas ia tidak mau berfikir negatif dulu sebelum ada bukti akurat membenarkan tentang hal itu, untuk menghindari keributan.
Ia mempacu laju kendaraannya membela jalan ibu kota yang tidak begitu macet seperti biasanya. Untuk mengisi ke kosongan hati Bima menyalakan audio music, memilih lagu kesukaan yang menjadi favorite dia dan wanitanya. Dengan irama dan lantunan lagu yang terdengar seolah memutar kenangan indah kala dirinya pertama kali bertemu dengan sang kekasih hati. Perjalanan pulang kali ini sedikit berbeda karena Bima merasa kehadiran isterinya berada di sampingnya karena iringan lagu tersebut.
Tidak terasa sampailah dirinya di depan sebuah rumah mewah milik keluarga Mahendra yang di huni selama berpuluh tahun lamanya. Mulai sejak lahir.
"Ehmmm, " suara deheman mengejutkan Bima yang baru saja sampai di ambang pintu
Padahal lampu sudah padam, dan hari sudah sangat larut Bima fikir orang di dalam sudah tidur semua, bahkan ia yakin tidak ada satu pun yang terjaga. Ia datang juga tidak menimbulkan keributan, tapi bagaimana mungkin.
"Mama??? " lirihnya memanggil
"Baru pulang..!! Mana isteri kamu?? Kok gak ikut balik" sambil celingukan mencari sesuatu
Dereta pertanyaan memenuhi telinga Bima. Baru saja ia merasakan ketenangan sesaat di dalam mobil. Dan sekarang ia harus di hadapkan dengan ibunya yang terus menerus menjadi bumerang dalam rumah tangganya. Wajar saja jika Ayana selalu tidak betah di rumah. Bukan menjadi tempat berlindung, malah menjadi seperti neraka.
"Maksud Mama Ayana.. "
"Ya.. Iyalah mana lagi kalau bukan dia isteri kamu itu"
"Besok dia baru balik. Uda yah Bima capek, mau istirahat" katanya meneruskan langkahnya melewati Vivi-ibunya menuju anak tangga yang akan membawanya ke lantai atas tempat di mana kamarnya berada
"Kamu gak curiga sama dia. Apa gak takut kalau Ayana ada main di luar sana!! "
Degg... Jantung Bima seakan berhenti berdetak. Begitu pula angkah Bima. Bagaimana mungkin ibunya memiliki fikiran senegatif itu pada isterinya, menantunya sendiri. Seketika Bima menoleh dan berjalan ke belakang mensejajarkan pandanganya di depan Vivi.
"Kenapa kamu gak suka?? Mama ngomong kayak gitu. Atau kamu mau melawan Mama sekarang"
Bima sengaja menjatuhkan kunci mobilnya ke lantai. Sehingga menimbulkan bunyi dentingan kecil.
"Gak usah salah paham,Ma.. Bima cuman mau ambil kunci mobil yang jatuh tertinggal" ucapnya seraya berjongkok mengambil benda tersebut.
Ia kembali bangkit melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Sebenarnya bukan ia tidak mau melawan perkataan Vivi yang dinilai begitu merendahkan isterinya di hadapannya. Bisa saja ia lakukan, tapi tidak untuk sekarang. Ia tidak mau membuat keributan di tengah malam. Lebih baik ia diam. Karena diam adalah emas kata pepatah lama.
"Dasar anak aneh. Semenjak ia bergaul dengan wanita s!*lan itu. Ia jadi pembangkang seperti sekarang. Huuuh" ucapnya ngedumel sebelum masuk kembali ke kamar miliknya.
Like and vote yah, BESTie...
Pintu kamar di banting begitu keras, Bima meletakkan bobot tubuh di atas bibir ranjang. Pikirannya kalut, Sekarang ia malah terpengaruh perkataan yang di lontarkan Vivi padanya. Rasanya mustahil mengingat perjalanan cinta mereka yang begitu rumit, mana mungkin Wanitanya tega mengkhianatinya. Kepalanya berputar seakan mau pecah. Bima meremas kuat rambut miliknya, menyalurkan emosinya di sana.
"Arrghhhh... Tidak-tidak aku tidak boleh berfikir negatif seperti itu. Ayana di sana bekerja bukan untuk bermain-main. Pekataan Mama tidak sepenuhnya benar. Aku yakin Ayana hanya mencintai satu orang pria. Dan itu adalah.. Aku. " ujarnya meyakinkan
Hingga perlahan-lahan matanya terpejam, seakan semua beban masalahnya lenyap seketika. Beralih ke dunia mimpi indah bersama seorang yang bernama Ayana dan kedua buah hatinya. Senyum mengembang terukir di sudut bibir mereka masing-masing. Bima telah menemukan kebahagiaan bersama keluarga kecilnya, namun sayang itu hanya sebatas mimpi.
***** Tempat lain di waktu yang sama
"Sayang... " panggilnya dengan nada manja
"Heeemm... Iya sayang..!!! "sahutnya sembari mendongakkan pandangannya ke arah pria yang memanggilnya
"Kenapa sih kamu mesti balik besok. Kenapa gak lusa aja!!!" ucapnya sembari memainkan anak rambut yang menghalangi wajahnya yang cantik
Saat ini mereka masih saling bermesraaan di dalam sebuah apartemen yang baru saja mereka beli beberapa hari yang lalu. Tempat yang akan menjadi basecamp utama mereka saat bertemu di lain waktu.
"Ya gak bisa dong sayang!! Uda 4 hari aku ninggalin rumah mewah itu, demi bayi aku yang satu ini ( menarik ujung hidungnya yang mancung). Ntar mereka curiga lagi kalau aku ada apa-apa di luar!!! Kan kamu tau sendiri perlakuan keluarga Mahendra seperti apa. Mereka mau nerima aku sebagai menantunya aja, syukur.. . "ujarnya menyadarkan.
Ingatan pria itu seakan berputar jauh menembus masa lalu yang juga mengaitkannya masuk ke dalam kehidupan keluarga kolongmerat itu. Yang sampai detik ini menjadi ladang cuan bagi mereka berdua.
"Gimana masih ingat kan?? Ingat dong... Masa lupa"celetuknya mengejek
"I-iya ingat lah. Kan aku belum tua juga!!!. Aku ingat atas ide gila kamu itu aku rela make wig berjam-jam hanya untuk minta restu keluarga sombong dan angkuh itu. Kalau bukan karena butuh harta mereka ogah, gue ngelakuinnya" ujarnya merasa kesal jika harus mengingat kejadian itu
Untuk mendekati Keluarga Mahendra bukan perkara gampang, bukan seperti makan cabai yang habis makan terus sang empu merasakan pedas di mulutnya. Awalnya mereka menentang hubungan wanitanya dengan sang anak milyader tersebut. Apa lagi kalau bukan karena faktor ekonomi, bagi mereka Ayana tak cukup pantas untuk bersanding dengan anak semata wayangnya. Berbagai macam permasalahan datang mencoba menggoyahkan cinta palsu mereka. Dan pada akhirnya ego keluarga Mahendra bisa runtuh seketika, karena Ayana menjalankan rencana licik untuk mengambil hati mereka. Ternyata berhasil, tidak sesulit yang ia fikirkan. Sekarang ia sudah menjadi nyonya Mahendra, lebih tepatnya nyonya Ayana Mahendra dan sudah sebulan ia mendapat gelar tersebut. Dunia seperti sudah berada dalam genggamannya sekarang.
"Elleh.. Elleh.. Lucunya kalau lagi marah"
Ayana mencubit pipi pria itu gemas. Yang Langsung saja di balasnya dengan cumbuan ringan yang membangkitkan kembali hasrat birahi yang tadi sudah tersalur ingin lagi dan lagi.
****
"Mbak, saya sebenarnya mau hendak di bawa kemana sih!! Kenapa tempatnya seperti ini dan kenapa juga saya harus make pakaian terbuka juga" tanyanya dari sekian banyak pertanyaan yang ada di pikirannya hanya itu dulu yang tercetus dari bibir tipisnya.
Dini bingung apa yang harus di lakukannya sekarang. Di Satu sisi ia memang sangat butuh pekerjaan untuk membiayai pengobatan Bapak di kampung. Namun sebaliknya ia merasa sangat tidak nyaman berada di tempat itu dan berniat untuk kabur. Tapi ia tidak tau seluk beluk jalan di kota Jakarta. Apa lagi keberadaannya masih baru di kota tersebut.
"Uda ikuti saja jangan banyak tanya. Kau hanya perlu memperhatikan langkahku agar tidak tertinggal begitu jauh seperti tadi" pintahnya
"Heyy xel... " panggilnya sembari melambaikan tangan di udara
"Wop, .. Mbak Mira, Baru nongol.. kemana saja!!! "
"Biasalah... sibuk !!! Lo katanya bawa temen, mana orangnya??? "
"Baru aja cabut, Kelamaan nungguin mbaknya. Keburu kabur deh tuh orang. Takut kali yah ngeliat mbak!! "
"Apaaan!!! Lo kata gue hantu , hhahahha" ucapnya mencairkan suasana agar tidak terlalu tegang. Mereka berdua tertawa ringan. Dengan Dini yang masih berdiri berjarak di belakang sepasang insan yang bahkan kehadiraannya belum di sadari pria bernama Axel itu karena masih terfokus pada lawan bicara yang ada di sebelahnya.
"Oh, iya.. Gue kemari mau ngenalin Lo sama stok berlian bening di rumah bordir gue. Din... Sini!!! "
Axel menautkan alisnya sebelum menoleh pada sosok wanita yang berjalan mendekatinya.
"Nah, ini dia!!! Xel kenalin dia Dini. Dini kenalin dia Axel klien langganan mbak Mira yang paling dermawan dan gak pelit cuan"
Axel tersenyum mendengar pujian Mira yang di nilai terlalu berlebihan. Wanita 35 tahun itu mengambil sebatang n! Ko t!N di saku tas kecil yang di bawa, menyalakannya, dan di hisap seketika. Tangan kirinya tidak ia biarkan menganggur, di tuangkan botol wine yang masih tersisa di gelas baru yang sudah tersedia di dekatnya.
Dini menggeleng sembari membungkam mulutnya tak percaya. Ternyata Mbak Mira yang di kenalnya dulu di kampung sudah berubah 100% setelah lama menetap di ibu kota, dengan alasan bekerja.
"Aku booking Dini sekarang!!! Berapa tarif yang mbak kenakan untuknya!!! " ujarnya to the point
Axel tau maksud wanita yang ada di sampingnya, jika ia memuji dirinya pasti Mira menyimpan makna tersembunyi di balik kata-katanya itu. Mengenalnya sudah cukup lama, Axel sudah paham apa yang diinginkannya. Lembaran kertas berharga yang berwarna merah pada nominal tertinggi di negaranya. Ia tau yang Mira butuhkan.
"Tidak banyak !!! Hanya 25 juta saja... "
Axel tersenyum kecut. Walaupun dirinya masih sedikit terpengaruh minuman alkohol. Ia masih bisa berfikir secara logika. Dan terbukti, dugaannya tak jauh dari kata meleset.
"Deal... " ucapnya menyanggupi tanpa ada transaksi tawar-menawar
Axel bangkit dari tempat duduknya. Mencoba mendekati gadis cantik yang sejak tadi hanya berdiam diri di belakang Mira, saait ini ia ingin menyentuh gadis 25 juta yang sudah menjadi miliknya untuk malam ini.
"Eiitsss... Mau kemana??? "
Wanita itu mencegah pergerrak Axel yang akan menghampiri Dini, tepat berdiri di hadapannya.
"DP dulu, baru ambil barang!!! "
Mira menautkan jarinya membentuk "saranghae" ala-ala korea yang di gosok perlahan. Sehingga membuat pria itu berdecak kesal.
"Nih ambil!!! Sebagai jaminan" ucapnya seraya memberikan kunci mobil yang baru saja di rogoh di saku celananya
"Apa ini... Gue butuh duit!!! Bukan yang beginian" berontaknya
Axel hanya tersenyum tak menghiraukan apa yang Mira katakan, melambaikan tangan diudara tanda perpisahan.. Walaupun sempoyongan tenaganya masih kuat menarik pergelangan tangan Dini. "Mbak... Tolong saya mbak.. Mbak Mira... " teriaknya kencang memohon pertolongan
Tapi apa daya, orang yang di panggilnya hanya menatap dirinya tanpa ada pergerakan sedikitpun untuk membantunya.
"Mas... Lepaskan saya mas... Saya mohon, lepaskan saya..." lirihnya sembari memberontak, Ia tidak tau lelaki itu akan membawanya kemana, saat ini ia harus melepaskan diri bagaimana pun caranya. Seluruh upaya telah ia lakukan Namun tenaga Dini tidak sekuat pria yang menariknya.
"Suiittsss, tenang sayang... Jangan takut, aku gak akan nyakitin kamu kok. Tenang yah!!! bentar lagi kita nyampek okey" Pria itu mencoba menenangkan Dini.
" Gak... Saya gak mau ikut... Tolong mas.. Lepaskan saya" Semakin Dini memberontak. Axel semakin gencar menarik pergelangan tangannya, membuat wanita itu sesekali meringis kesakitan. Hingga sampailah mereka berdua di depan pintu kamar yang sudah di siapkan terkhusus untuk Axel yang biasa selalu di gunakan untuk sekedar bersenang-senang menghabiskan malam. Pintu tidak memakai kunci manual melainkan dengan sebuah kartu yang berbentuk seperti ATM. Ditempelkan dan secara otomatis akan terbuka. Dini belum pernah melihat benda secanggih itu, maklum saja ia hanya orang desa.
"Ayo masuk sayang... "
"Jangan tarik-tarik saya, Awww sakit tau!!!" ringisnya untuk kesekian kali
Dini berhasil menghempaskan kasar cekalan lelaki itu. Sepertinya ia sengaja melonggarkan genggamannya saat sudah berada di dalam ruangan karena ia mengira Wanita itu tidak akan kabur melihat pintu yang sudah terkunci. Kamar mewah dengan desain interior klasik yang luasnya tiga kali lipat dari kamarnya di kampung. Lengkap dengan furniture dan peralatan elektronik lainnya yang mungkin jika di hitung total keseluruhannya dapat mencapai belasan juta rupiah. Dini berdecak kagum melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Benar-benar menakjubkan.
Tidak.. Tidak apa yang aku fikirkan!! Sekarang nyawaku sedang terancam, bisa-bisanya memdominasi hal yang tidak terlalu penting. Bagaimanapun caranya aku harus bisa keluar dari tempat ini" batinnya menggeleng
"Sayaang.. Kok diam aja!! Kenapa?? Bingung yah mau gaya apa?? "
Lelaki itu tiba-tiba memeluknya dari belakang tanpa permisi, membuat Dini terpekik kaget dengan tindakannya itu. Bau alkohol menyengat di indra penciuman Dini begitu mengusiknya karena jarak mereka yang dekat tanpa meninggalkan spasi secenti pun. Dini juga bisa merasakan deru nafas yang berhembus menerpa kulit wajahnya. Semakin Menambah rasa tidak nyaman berada di ruangan itu. Jika lama-kelamaan Dini tidak bertindak ia akan menjadi mangsa pria ku rang a jar itu seterusnya.
"Apa yang kamu lakukan!!! Lepaskan.. Lepaskan saya... " teriaknya tak karuan, bukan hanya geli. Dini juga merasa jijik saat pria asing itu mengendus-endus leher jenjangnya. Ia seperti di lecehkan sebelah pihak. Malang benar nasib Dini, niat hati ingin mencari pekerjaan di ibu kota malah berakhir seperti sekarang. Ia menyesali semua kebodohannya. Semua ini karena tipu muslihat dari wanita bernama Mira yang mengiming-imingi Dini pekerjaan berpenghasilan besar yang akan mampu membiayai semua pengobatan Bapaknya di rumah sakit. Tega sekali wanita itu membohonginya. Cairan bening lolos begitu saja membasahi pipihnya. Ia sudah tidak tahan untuk menahan tangisnya lagi. Cobaan demi cobaan datang kepadanya tanpa menyisahkan jarak sedikit pun. Takdir kehidupan seolah mempermainkan hidupnya. Dadanya sesak seperti onggakan batu mengapitnya. Mungkinkah ia harus mengambil jalan buntu memberikan kehormatannya kepada orang yang tidak di kenal sama sekali.
Pria itu melepaskan pelukannya, tidak nyaman dengan posisi yang sekarang dilakukan. Ia ingin lebih dari sekedar hal itu. Lantas ia membalikkan tubuh Dini dengan kasar. Membuat sang empu kembali terkejut dan meringis menahan sakit dari efek tidakannya.
"Kenapa kamu menngis.. Apa aku menyakitimu?? " ucapnya memicingkan mata memandang setiap jengkal wajah cantik yang di hadapnnya tak lupa ia menyapu menggunakan telapak tangannya yang ukurannya dua kali lipat dari kepunyaan Dini.
Dini memejamkan matanya ketakutan, ia tidak berani menatap mata pria yang mencoba menggodanya. Dini sudah pasrah dengan apa yang akan di lakukan pria itu. Demi keluarganya, juga kesembuhan Bapaknya di Rumah Sakit ia rela menyerahkan kehormatannya.
Axel mendorong tubuh Dini ke belakang sehingga tubuhya terjatuh di bibir ranjang empuk yang sudah di hiasi kelopak bunga mawar yang harumnya semerbak berterbangan saat Dini menindihnya.
"Argghh.. " ringisnya sembari membuka perlahan kelopak matanya. Ia di suguhkan dengan pemandangan yang belum pernah ia lihat selama ini. Bagaimana tidak Axel sudah bertelanjang dada membuka kemeja yang di kenakannya dan membuang ke sembarang arah. Dini memperhatikan gerak-geriknya yang tak sengaja terekam jelas di kedua matanya. Untuk menghindari dosa yang semakin menjerumuskannya, Ia segera menutup matanya kembali.
Pengaruh alkohol belum sepenuh lepas dari tubuhnya, Axel merasakan nyeri di tengkuk lehernya tapi di paksakan untuk menikmati wanita 25 juta yang sudah terlanjur kenak DP tersebut. Ia masih sadar dengan tindakan yang di lakukannya.
******
"Bim, mau kemana pagi-pagi begini uda rapi???"
Langkah Pria itu seketika terhenti kala seorang wanita paruh baya menyapanya dengan berdiri menghadang di hadapannya. Bima tidak tau apa yang di inginkan ibunya saat ini.
"Mau pergi keluar. Uda yah Ma Bima gak mau ribut sekarang!!! " ujarnya menerobos memilih sisi lain untuk melanjutkan langkahnya yang tertunda. Tapi wanita itu tidak kehabisan akal, ia sangat yakin kali ini Bima pasti akan mendengarkannya
"Kamu gak sarapan dulu, Mama uda masakin makanan kesukaaan kamu Lo" bujuk Vivi dengan secercah harapan
"Bima pamit Ma, .. " katanya berangsur pergi
"Bim.. Bima.. " bahkan berteriak pun Vivi, anak lelakinya tidak mau menghiraukan seruannya. Bener-bener anak durhaka.
"Ada apa sih, Ma. Pagi-pagi uda ribut!!! "ucap Bastian menghampiri isterinya yang tampak terlihat kesal
"Iya Vi, ada apa sih ribut-ribut" timpal Diah-Kakak ipar Vivi
Diah dan anak semata wayangnya Radit memang tinggal di rumah megah keluarga Mahendra. Sejak suaminya meninggal ia memang sangat bergantung pada keluarga tersebut.
"Ada apa Ma??? "tanya Radit sedikit berbisik yang juga penasaran dengan apa yang terjadi. Diah hanya menggidikkan bahu sebagai kode tidak tau pada Radit.
"Bima pergi nyelonong begitu aja, Pa. Dia bahkan gak ngidahkan sahutan Mama. Padahal Mama uda capek-apek masak makanan kesukaan dia. Lah malah dia langsung pergi gitu aja"
"Ini semua karena wanita itu!!! ada gak nya dia di rumah sama aja, membawa pengaruh buruk. " ujar Diah memprovokasi
Radit membenarkan perkataan ibunya, dengan mengganggukkan kepala.
"Mbak benar... . Semenjak wanita itu masuk ke keluarga kita, rasa sayang Bima menjadi berkurang ke saya. Wanita itu sudah mencuci otak Bima menjadi seperti ini. "
"Kalian berdua apa-apaan sih.. Gak ada yang salah di rumah ini. Sudah-sudah!!! Lebih baik kita balik ke meja makan. Memburuh waktu untuk sarapan. Ntar papa sama Radit telat ke kantor"
Bastian melangkah menuju meja makan yang diikuti Diah dan Radit. Sementara Vivi sudah tak berselera. Ia memutuskan untuk kembali ke kamar untuk istirahat.
*****
Bima mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, ke khawatirannya tidak begitu beralasan karena panggilan telepon yang tiba-tiba terputus dari sebrang sana. Tak sampai 15 menit, sampailah Bima di sebuah Apartemen yang menjadi tujuan utamanya.
Segera Turun dari mobil berlari kecil menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas. Dimana keberadaan seseorang tengah membutuhkan pertolongannya.
Dengan nafas yang masih memburu tak beraturan, sampailah ia di depan pintu Apartmen tempat tinggal sahabatnya. Bahkan ia sudah tak peduli akan hal itu.
"Xel... Xel.. Axel" panggilnya sembari mengetuk pintu berulang kali namun tidak ada jawaban di dalam sana. Bima menekan knop pintu, alhasil pintu kebuka. Kondisi apartemen milik Axel tidak terkunci.
"Axelll.. axel... "serunya melangkah masuk mencari sesosok pria yang ia cari. Matanya menangkap makhluk cantik yang tengah di ikat di atas ranjang dengan mulut yang terbungkam.
"Siapa kamu..??? Dimana Axel... "tanya Bima pada wanita itu
"Ehmnvvkjgvbhbnjkjhb" racaunya tak jelas karena kondisi mulut di lakban
Bima mendekati gadis cantik bergaun biru tersebut. Tapi langkahnya terhenti ketika mendengar pintu di banting keras dari arah luar. Sigap ia berlari ke asal sumber suara, ironisnya pintu tertutup dengan sendirinya. Bahkan sekarang ia tengah terperangkap di dalam apartemen bersama wanita asing yang tidak di kenalnya.
"Buka pintunya.. Buka...!!! Siapapun tolong kami, ada orang di dalam sini. Buka..." teriak Bima sembari memukul keras pintu yang sudah tertutup rapat dan terkunci.
Sekeras apapun Bima berteriak tidak akan ada orang yang dapat mendengar karena ruangan itu kedap suara. Dreettt... Ponsel pintar miliknya bergetar ada pesan masuk dari seseorang. Mata Bima terblalak, pesan itu dari Axel. Orang yang di khawatirkan keadaannya.
"Apa ini Xel, bukannya kau dalam keadaan tidak baik. Kau berbohong padaku. Argggghhhh.... "
Bima kesal membanting benda pipih berlogo apple bekas gigitan orang itu hingga hancur berserak di lantai. . Dini yang mendengar dan melihat adegan itu memejamkan matanya ketakutan sembari berdoa kepada yang maha kuasa agar kiranya selamat dari orang asing yang sedang mempermainkan takdirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!