NovelToon NovelToon

Alexander, The Hidden CEO

PROLOG - HAPPY BIRTHDAY

"Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday, happy birthday. Happy birthday to youuu!!" semua orang di dalam ruangan tersebut tampak bernyanyi dengan kencang dan memperlihatkan wajah penuh kebahagiaan.

Hari ini, tepat lima belas tahun usia seorang gadis cantik yang merupakan putri bungsu Keluarga Willfred, Pearly Hazel Willfred. Gadis cantik dengan mata bulat dan manik berwarna abu abu kecoklatan. Gaun cantik tersemat dengan begitu indah di tubuh rampingnya.

Pearl, begitu biasa ia dipanggil, bagai mutiara di dalam Keluarga Willfred, yang sangat dijaga dan disayangi. Semua keinginannya selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya dan kakak laki lakinya. Ia hidup berkelimpahan dan semua terasa begitu sempurna baginya.

"Tiup lilinnya, sayang. Tapi sebelum itu berdoa dulu dan ucapkan keinginanmu," ucap Mom Lady, Ibu Pearl.

Pearl tersenyum dengan cantik. Ia memejamkan mata dan mengucapkan keinginannya di dalam hati. Setelah itu, ia berdiri tepat di depan kue ulang tahun dengan lilin bertuliskan angka lima belas.

Suara petir menggelegar di luar dan hujan deras yang turun seakan tak mengganggu acara perayaan ulang tahun Pearl karena cuaca dingin di luar, sama sekali tak menghilangkan kehangatan di dalam rumah.

Baru saja Pearl ingin meniup lilin yang ada di atas kue ulang tahunnya, seorang petugas penjaga keamanan yang biasa berada di pos depan Mansion berlari ke dalam dengan wajah yang sulit untuk diartikan.

"Tuan Willfred," sapa petugas penjaga keamanan bernama Bobby tersebut.

Seketika acara peniupan lilin itu terhenti sejenak. Tuan Willfred yang melihat salah satu pegawainya itu pun melangkah mendekat.

"Ada apa?" tanya Tuan Willfred dengan wajah yang menatap tajam ke arah Bobby.

"Maaf mengganggu acara ulang tahun Nona muda, tapi di luar ada tamu," jawab Bobby.

"Tamu?"

"Seorang gadis, Tuan. Usianya sepertinya sama dengan Nona Muda," jelas Bobby lagi.

"Apakah itu mungkin sahabatmu, sayang?" tanya Mom Lady sambil merangkul putrinya.

"Diana sedang pergi keluar negeri, Mom. Atau mungkin ia kembali untuk memberi kejutan padaku?" tanya Pearl dengan wajah gembira penuh senyuman.

Tuan Willfred dan Nyonya Lady pun meminta Bobby untuk mengijinkan gadis itu masuk. Namun sebelum Bobby sempat memutar tubuhnya, gadis itu tampak sudah melangkahkan kaki ke depan pintu.

Seluruh anggota keluarga tampak memperhatikan sosok seorang gadis di ambang pintu. Gadis itu menggunakan gaun selutut yang telah basah karena kehujanan, sambil memeluk sebuah kantong plastik berwarna putih. Gadis itu terlihat sangat kotor dan berantakan dengan penampilannya saat ini.

Gadis itu mengangkat wajahnya dan memindai ke sekeliling rumah. Ia melihat betapa besar dan indah rumah itu. Ia juga melihat seorang gadis dengan gaun cantik dan penampilan yang begitu anggun, tengah berdiri di belakang sebuah kue ulang tahun yang lilinnya masih menyala.

"Itu adalah tempatku, itu seharusnya adalah posisiku. Aku yang seharusnya berdiri di sana, menikmati harta dan kasih sayang itu, bukan dia," batin gadis itu.

"Mom, siapa dia?" bisik Pearl pelan di telinga Ibunya.

"Mommy tidak tahu, sayang," jawab Mom Lady.

Sementara itu, Tuan Willfred dan putra pertamanya, Brian Patrick Willfred, melangkah mendekat. Nyonya Lady pun menggandeng tangan Pearl untuk mengikuti langkah suami serta putranya, meninggalkan kue ulang tahun dengan lilin yang masih menyala di atasnya.

"Siapa kamu dan apa keperluanmu?" tanya Tuan Willfred.

"Selamat malam, Tuan. Maaf mengganggu acara keluarga anda. Perkenalkan nama saya Merva. Saya adalah .... putri kandung anda."

Ucapan Merva seketika membuat semua yang ada di sana terdiam. Brian yang pertama kali tersadar dari lamunannya.

"Jangan asal bicara dan mengaku sebagai putri Keluarga Willfred. Apa kamu memiliki bukti untuk semua yang kamu katakan?" tanya Brian.

"Maaf jika saya membuat anda semua kaget dan tentu tak percaya. Namun, saya membawa bukti akan apa yang saya ucapkan," Merva mengeluarkan sebuah map dari dalam kantong yang ia pegang, kemudian memperlihatkannya pada Brian.

"Di dalam adalah akte kelahiranku. Aku lahir tepat hari ini, sama seperti putri anda," ucap Merva.

"Tanggal kelahiran yang sama bukan berarti bahwa kamu adalah putri kandung keluarga Willfred. Kalau seperti itu, semua orang juga pasti akan mengaku," ujar Brian dengan tatapan tajam.

Merva kembali mengeluarkan sebuah map yang menyatakan bahwa golongan darah yang ia miliki sama seperti kedua orang tua kandungnya, yakni Tuan Willfred dan Nyonya Lady. Namun lagi lagi Brian tak menerima alasan itu. Hingga akhirnya Merva mengeluarkan sebuah gelang kecil berbentuk bulat berwarna silver, dengan bunga cantik berwarna pink sebagai pemanisnya.

"Gelang itu ...," gumam Nyonya Lady.

"Maaf jika aku harus melakukan ini," Merva membuka rok gaun terusan yang ia kenakan, dan menunjukkan tanda lahir yang ia miliki di pahha kanannya, serta sebuah foto di mana Nyonya Lady sedang berfoto bersama seorang bayi dengan tanda lahir yang sama seperti yang dimiliki oleh Merva.

"Dan wanita yang ada di sebelah anda ini adalah ibu angkatku, wanita yang telah menukarku dengan bayi lain yang saat ini menjadi putri anda," ucap Merva menjelaskan.

Nyonya Lady terdiam. Ia mengingat saat ia melahirkan. Bayi yang ia lahirkan memang memiliki tanda lahir seperti yang dimiliki oleh Merva. Namun saat itu ia mengalami perasaan panik dan gelisah saat tak menemukan bayinya sesaat setelah keluar dari kamar mandi, padahal bayinya baru saja dibawa keluar oleh seorang perawat.

Ia bahkan berteriak dengan kencang hingga suaminya yang keluar sebentar untuk membeli kopi pun langsung berlari menemuinya. Wanita di sampingnya adalah pengasuh putranya, Brian. Nyonya Lady memberhentikan wanita itu dengan tidak hormat ketika wanita pengasuh itu membuat Brian terjatuh saat menemaninya bermain di taman rumah sakit, yang akhirnya membuat Brian mendapatkan beberapa jahitan.

"Putriku ...? Mungkinkah?" Nyonya Lady melepaskan genggaman tangannya dari tangan Pearl, membuat gadis yang sedang merayakan ulang tahunnya itu hanya terdiam melihat ke arah tangannya yang tak digenggam lagi oleh Ibunya.

Tuan Willfred dan Brian tentu tidak percaya begitu saja dengan semua yang dikatakan oleh Merva. Berbeda dengan Nyonya Lady yang memiliki sifat perasa dan begitu lembut, ia tentu akan langsung percaya hanya dengan cerita yang terkesan melankolis.

"Mom, berhenti!" ujar Brian.

"Mommy ingin melihat putri Mommy dari dekat, Brian. Lihatlah, pakaiannya basah. Ia pasti kedinginan," ucap Nyonya Lady.

Hati Pearl begitu sakit ketika dengan mudah Ibunya mengakui gadis lain sebagai putrinya, sementara dirinya ditinggalkan begitu saja. Ia memutuskan untuk pergi dari sana, kembali ke kamar tidurnya dengan perasaan kacau.

"Kita akan melakukan test DNA untuk membuktikan semua ucapanmu itu. Apa kamu berani melakukannya?!" tanya Tuan Willfred.

🧡 🧡 🧡

TERSISIH

"Aku akan melakukannya. Aku sangat yakin apa yang kukatakan adalah kebenaran," ucap Merva dengan berani. Ia tak akan membiarkan siapa pun mengambil tempatnya, posisinya, harta dan kasih sayang yang seharusnya adalah miliknya.

Malam itu juga, di tengah hujan deras, mereka pergi ke rumah sakit untuk melakukan test DNA. Mereka pergi berempat dan meninggalkan Pearl seorang diri. Hari itu, tepatnya malam itu, adalah malam yang begitu menyakitkan bagi Pearl. Ia bahkan tak sempat meniup lilin di atas kue ulang tahunnya.

Doa yang ia panjatkan sebelum meniup lilinnya pun kini telah menguap hilang terbawa angin malam yang begitu dingin. Air mata membasahi pipinya dan tangisan seakan menutup malam itu dengan kesedihan di dalam hatinya, meskipun ia belum tahu apakah yang dikatakan oleh gadis tadi adalah kebenaran atau bukan.

*****

Beberapa hari kemudian, hasil test DNA itu pun keluar. Tuan Willfred membayar mahal agar hasil tersebut bisa keluar lebih cepat, dari yang biasanya memakan waktu hingga empat belas hari, kini hanya tiga hari saja.

Asisten pribadi Tuan Willfred yang bernama Theo, mendatangi rumah sakit dan mengambil hasilnya. Setelah itu, ia membawa hasil itu langsung ke Kediaman Keluarga Willfred.

Selama proses menunggu hasil test tersebut, Merva tinggal di Kediaman Keluarga Willfred. Ia mengatakan bahwa ia tak ingin kembali pada keluarganya karena Keluarga Willfred adalah keluarganya yang sebenarnya. Nyonya Lady yang mempercayai bahwa Merva adalah putrinya pun tentu saja mengijinkannya. Berbanding terbalik dengan sikap Tuan Willfred dan Brian yang justru lebih menyayangi Pearl.

"Ini hasilnya, Tuan," Theo memberikan amplop berwarna putih dengan logo rumah sakit didi sisi atas sebelah kiri. Amplop tersebut masih tersegel dengan rapi karena Theo pun tak akan berani untuk membukanya.

Merva melirik ke arah Pearl yang sedang duduk sambil meremas kedua tangannya. Ia bisa melihat bagaimana gadis itu takut dengan hasil yang mungkin saja membuat statusnya bukan lagi putri Keluarga Willfred.

"Ayo cepat buka, sayang," pinta Nyonya Lady tak sabar.

"Hmm ...," Tuan Willfred pun membuka hasil test DNA tersebut di depan seluruh anggota keluarganya.

Kertas yang berada di dalamnya pun dibaca oleh Tuan Willfred, membuat Nyonya Lady dan yang lainnya semakin tidak sabar.

"Katakan padaku, apa hasilnya?" tanya Nyonya Lady.

"Sembilan puluh sembilan koma sembilan persen, dia memang putri kandung kita," ucap Tuan Willfred.

Nyonya Lady yang mengetahui itu pun langsung memberikan pelukan kepada Merva. Ia bahkan mencium pipi kiri dan kanan Merva, membuat Pearl kini hanya bisa terdiam dan melihat saja.

Tuan Willfred dan Brian yang juga ada di sana, melihat bagaimana Pearl hanya bisa memandangi ibunya yang memeluk gadis lain, yang ternyata adalah anak kandungnya.

"Aku bukan siapa siapa di sini," batin Pearl dalam hati.

Tuan Willfred memegang tangan Pearl dan menggenggamnya, "Pearl, jangan bersedih. Bagaimana pun juga, kamu akan selalu menjadi putri kami. Kamu telah mengisi hidup kami dengan senyum dan tawamu. Jangan merasa kecil hati akan hal ini. Kami menyayangimu."

"Benar, Pearl. Kakak akan selalu menyayangimu," ucap Brian.

Nyonya Lady melepaskan pelukannya dari Merva dan menyadari bahwa putrinya yang lain kini telah bersedih. Ia langsung memutar tubuhnya dan memeluk Pearl.

"Mommy akan selalu menyayangimu, Pearl. Kamu akan selalu menjadi mutiara kami. Tetaplah tinggal di sini dan menjadi bagian dari keluarga ini, karena kamu akan selalu menjadi putri kami. Merva pasti akan setuju dengan hal ini, bukan begitu sayang?" tanya Nyonya Lady pada Merva.

"Siallann! Bagaimana bisa mereka tetap mengijinkannya tinggal di sini. Semua ini adalah milikku dan tak akan kubiarkan siapa pun mengambilnya lagi. Aku akan mengalah kali ini, tapi lihat saja nanti," batin Merva di dalam hatinya.

"Tentu saja, Mommy. Biarkan Pearl tinggal di sini. Ia bisa menjadi sahabat sekaligus saudaraku," ucap Merva.

Hal itu langsung menghangatkan hati Nyonya Lady, yang kembali memeluk Merva karena melihat betapa lembut dan penyayang putri kandungnya itu.

"Kita akan merayakan ini dengan makan siang bersama di luar, bagaimana?" tanya Nyonya Lady yang begitu antusias.

"Baiklah, kita akan makan siang di luar," ucap Tuan Willfred untuk menyenangkan istrinya.

Tuan Willfred dan Brian masih bersikap canggung pada Merva, meskipun hasil test DNA telah menunjukkan bahwa benar Merva adalah putri dan saudara kandung mereka. Tuan willfred melangkah ke ruang kerja bersama Theo untuk menyelesaikan beberapa hal, sementara Brian kembali ke kamar tidurnya.

"Mom, maukah Mommy menemaniku memilih pakaian untuk makan siang bersama nanti?" ajak Merva.

"Tentu saja Mommy akan menemanimu," ucap Nyonya Lady yang langsung bangkit dari duduknya. Merva menggandeng tangan ibunya itu dan mengajaknya ke dalam kamar tidur yang ia tempati.

Sementara itu, Pearl kini hanya duduk diam sendiri di sofa. Ia tiba tiba kembali merasa tersisih dan kesepian, meskipun keluarganya mengatakan tetap menyayanginya.

*****

Makan siang bersama diadakan di ruang VIP sebuah restoran mewah. Mereka masuk ke dalam dan semua makanan sudah terhidang di atas meja. Tuan Willfred memang tak suka menunggu, oleh karena itulah makanan harus sudah siap saat ia datang. Semua makanan yang ada di atas meja dipesankan oleh Nyonya Lady.

Namun, mata Pearl menangkap bahwa semua makanan yang ada di atas meja tersebut tidak seperti yang biasa mereka makan. Ntah mengapa seluruh keluarganya makan dengan lahap, sementara dirinya hanya bisa menatap saja. Mereka seperti tak menghiraukan Pearl.

"Pearl, kamu tidak makan?" tanya Tuan Willfred.

"Aku tidak lapar," jawab Pearl.

Brian terdiam dan baru tersadar mengapa Pearl tak ikut makan bersama mereka, "Mom, mengapa Mommy memesan semua makanan yang mengandung seafood? Mommy tahu Pearl alergi kan?"

Tuan Willfred dan Nyonya Lady baru menyadari akan hal itu.

"Ya ampun, Mommy lupa. Mommy hanya ingin memberikan Merva makanan yang ia inginkan. Ia mengatakan bahwa selama ini ia tak pernah makan makanan yang ia sukai. Bukankah kalian juga suka seafood? Biar nanti Pearl Mommy pesankan yang lain saja. Kalian lanjutkan makan saja," ucap Nyonya Lady.

Untuk kesekian kalinya, Pearl merasa dirinya tersisih. Wanita yang ia anggap sebagai ibu kandungnya, kini hanya bagaikan orang asing yang tak mengenalnya.

"Tak perlu, Mom. Pearl tidak lapar," ucap Pearl.

"Jangan menolak apa yang diberikan Mommy. Ia sangat menyayangimu. Kamu akan menyakitinya jika menolak pemberiannua, aku tak suka," ucap Merva yang langsung memeluk lengan Nyonya Lady.

"Kamu mau makan apa, Pearl? Pilih sendiri ya," ucap Nyonya Lady.

"Aku akan melihat menunya di luar saja," ucap Pearl.

Pearl pun keluar dari ruangan, meninggalkan empat orang yang memang sejatinya adalah anggota keluarga, sementara dirinya hanyalah orang asing.

Pearl akhirnya tak memesan apapun, ia malah memilih keluar dari restoran dan melangkahkan kakinya. Ia hanya ingin sendiri saat ini.

🧡 🧡 🧡

KEMBALI KE KELUARGA ASAL

Kepergian Pearl dari restoran membuat kegaduhan. Hal itu membuat Nyonya Lady jadi menyalahkan dirinya sendiri, hingga jatuh pingsan. Pearl yang pulang sendiri ke Kediaman Keluarga Willfred, kaget dengan kondisi ibunya itu.

"Mom ...," Pearl menapaki beberapa anak tangga ingin melihat kondisi ibunya, tapi Merva langsung menyusulnya.

"Kamu jahat! Kamu membuat Mommy pingsan. Kamu sengaja ya melakukan itu? Apa kamu tidak suka aku ada di sini? Kamu takut aku mengambil milikmu?" Merva kini mulai menangis hingga pipinya basah.

Ia memegang sebelah bahu Pearl agar gadis itu menoleh ke arahnya. Pearl yang merasakan pegangan di bahunya pun segera menoleh, "Apa maksudmu?"

Namun, ketika melihat ada seseorang yang datang, Merva berpura pura jatuh dari tangga, hingga menimbulkan suara yang sedikit kencang.

"Ahhhh ...," Merva meringis kesakitan ketika merasakan kakinya terkilir.

"Merva," Pearl ingin mendekati Merva dan membantunya, tapi Brian yang baru datang dari area belakang rumah langsung mendekati Merva.

"Kamu tidak apa apa?" tanya Brian yang baru kali ini menunjukkan kekhawatiran pada Merva.

"Kakiku sakit, Kak. Kak, apa lebih baik aku pergi saja?" tanya Merva.

"Apa maksudmu?" tanya Brian.

"Pearl tidak menyukai keberadaanku di sini dan aku tak ingin dianggap mengambil posisinya. Apa lebih baik aku pergi saja? Aku juga membuat Mommy pingsan ... ini semua karena keberadaanku di sini," Merva menitikkan air mata sambil memegang bagian kakinya yang terkilir.

Dari lantai atas, tampak Nyonya Lady yang sepertinya sudah sadar. Ia melihat bahwa Pearl sudah kembali. Ia tersenyum, tapi matanya menangkap sosok Merva yang berada di lantai dengan Brian di dekatnya.

"Kamu terjatuh?" tanya Nyonya Lady.

"Hanya terkilir saja, Mom. Sepertinya aku kurang hati hati saat menaiki tangga tadi. Apa Mommy sudah sehat? Aku sangat mengkhawatirkan Mommy," ucap Merva.

Nyonya Lady memeluk putri kandungnya itu dengan erat, "Terima kasih sudah mengkhawatirkan Mommy. Maaf jika selama ini Mommy tak ada untukmu, tapi yakinlah bahwa mulai hari ini, Mommy akan selalu ada untukmu dan menyayangimu."

Pearl melihat betapa bahagia menjadi Merva, seperti dirinya dulu. Namun, kini ia bukanlah siapa siapa. Ia hanya orang asing yang tak sengaja diangkat anak oleh Keluarga Willfred. Sudah seharusnya ia sadar diri dan mundur dari apa yang bukan miliknya.

*****

Di dalam kamar tidurnya, Pearl duduk di tepi tempat tidurnya. Ia melamun sendiri. Di dalam kepalanya, ia mulai berpikir dan berencana, apa yang harus ia lakukan setelah ini. Tak mungkin ia terus berada di sana karena ia bukan putri kandung Keluarga Willfred.

Saat makan malam bersama, Pearl memberanikan diri untuk berbicara.

"Dad, Mom, bolehkah aku mengatakan sesuatu?" tanya Pearl.

"Ada apa, Pearl? Katakanlah," ucap Tuan Willfred.

"Terima kasih sudah menyayangiku, terima kasih sudah menjagaku, meski ternyata aku bukanlah putri kandung kalian. Maafkan aku jika selama ini aku berbuat salah atau menyakiti kalian," ucap Pearl.

"Apa maksudmu, Pearl? Kamu tak perlu mengatakan itu, kamu akan selalu menjadi putri kami," ucap Tuan Willfred lagi.

"Ini bukan tempatku lagi, Dad. Aku akan kembali kepada keluargaku yang sebenarnya. Mereka juga pasti merindukanku, seperti kalian pada Merva."

"Akhirnya ia sadar diri dan mau meninggalkan tempat ini. Seharusnya itu kamu lakukan sejak tadi siang. Kamu tidak perlu kembali ke sini," batin Merva.

"Kamu yakin? Kamu masih bisa tinggal di sini, Pearl. Kami menerimamu dengan tangan terbuka," ucap Nyonya Lady.

"Terima kasih banyak. Bolehkah aku meminta satu hal lagi?" tanya Pearl.

"Tentu saja, Pearl. Katakanlah," ucap Tuan Willfred.

"Bolehkah aku tetap bersekolah? Sampai aku menemukan sekolah baru nantinya."

"Kamu akan tetap bersekolah di sana sampai kamu lulus, sayang. Dad akan membayar biaya sekolahmu. Jangan khawatir akan hal itu," ucap Tuan Willfred.

"Thank you, Dad."

Merva tak suka jika Pearl masih bisa bersekolah, apalagi sekolah yang mahal karena khusus untuk anak anak orang kaya.

*****

Pearl membawa sebuah koper yang berisi pakaian dan buku buku sekolahnya. Ia menggunakan taksi online untuk mengantarkannya ke sebuah rumah, sesuai dengan alamat yang diberikan olen Merva. Saat Pearl memutuskan untuk kembali pada keluarga asalnya, Merva dengan cepat memberikan alamatnya.

Ia berdiri di depan sebuah rumah yang terlihat begitu tua dan kecil. Halaman rumah tersebut penuh dengan sampah yang berserakan, membuatnya enggan untuk masuk. Namun tiba tiba seorang wanita paruh baya dengan sebagian rambut yang telah memutih keluar dari dalam rumah itu sambil berteriak.

"Gadis itu memang tidak tahu diuntung! Sudah bagus aku mau merawatnya, masih kabur saja!" gerutu Sarah. Wanita itu menghentikan langkahnya ketika melihat keberadaan Pearl di depan rumahnya.

"Ben!" Sarah memanggil suaminya yang masih berada di dalam rumah agar segera keluar.

Ben yang masih dalam keadaan setengah mabuk, keluar dari dalam rumah. Pakaiannya terlihat robek di beberapa bagian dan mata pria itu terlihat memerah. Ia menatap ke arah Sarah yang memanggilnya.

"Ada apa memanggilku?" tanya Ben.

"Sepertinya mereka sudah kembali bertukar tempat," jawab Sarah.

Prangggg!!!

Ben membanting botol minuman yang ia pegang ke lantai batu yang ia pijak saat ini, "perempuan lagi?! Apa kamu tidak bisa melahirkan anak laki laki, hah?! Aku tak butuh anak perempuan, aku hanya ingin anak laki laki. Anak perempuan itu tak ada gunanya, sama sepertimu yang tak ada gunanya di rumah ini!" ujar Ben.

Baru sampai di sana, Pearl sudah merasakan sakit hati yang luar biasa. Keluarganya tak menyambut dirinya seperti Keluarga Willfred menyambut Merva. Mungkin hal ini jugalah yang membuat Merva pergi dari rumah dan mencari orang tua kandungnya.

Sarah yang mendengar itu pun berdecak kesal, "Memangnya kamu itu berguna?! Dasar tua bangka tak tahu diuntung!"

Setelah perdebatan itu, Sarah langsung membuka pintu pagar kecil itu dan menarik koper serta tangan Pearl. Ia mendorong koper yang dibawa Pearl ke samping, kemudian meminta Pearl untuk membantunya.

"Daripada kamu berdiri diam seperti itu, lebih baik kamu membersihkannya! Sudah beberapa hari rumah ini tidak dibersihkan. Kamu sudah cukup hidup nyaman selama lima belas tahun, sekarang kembalilah pada kenyataan!" ucap Sarah yang melemparkan sebuah pengki kecil dan sebuah sapu. Ia menyuruh Pearl untuk membersihkan halaman depan yang penuh dengan sampah.

"Apakah kehidupan seperti ini yang seharusnya kujalani? Aku ingin pulang," gumam Pearl pelan, tapi masih terdengar oleh Sarah.

"Tidak usah menangis! Jangan menjadi cengeng dan manja. Setelah pekerjaan ini selesai, segera bersihkan bagian dalam. Aku mau tidur! Oya kamarmu di sana," Sarah menunjuk sebuah pintu kayu berwarna coklat dengan beberapa bagian yang sudah terkelupas.

Hati Pearl terasa sangat sakit sekali. Kehidupannya langsung berubah seratus delapan puluh derajat dalam semalam.

"Aku merindukan Daddy, Mommy, dan Kak Brian," batin Pearl.

🧡 🧡 🧡

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!