NovelToon NovelToon

The Class Meeting

Jentikan Jari

Klik..klik

Bunyi ibu jari dan jari tengah lalu jari telunjuk tangan kiri bersentuhan dua kali menimbulkan bunyi seperti memanggil burung.

Tiba-tiba Marcel dan pacarnya Marcya berada di sebuah taman tahun 70an. Dimana orang-orang disekitarnya masih menggunakan celana cutbray dan juga kemeja lengan pendek.

Pada tahun 90an dikenal dengan sebutan kemeja junkis. Kaos yang pas di badan.

Sesuatu berubah dalam hidup Marcel dan Marcya. Tangannya serasa terkena arus listrik yang kuat. Namun anehnya, tubuh Marcel mampu menahan rasa sakit akibat sengatan tersebut.

Di tengah kericuhan saat Marcel berusaha menghentikan sengatannya dengan membungkus tangannya dengan kain, sengatannya berhenti dengan sendirinya.

Cahaya biru yang muncul tadi tiba-tiba menghilang. Tidak tahu kemana perginya.

Dia menggerakkan tangannya, tidak terjadi apa-apa. Dia menjentikkan jari kirinya seperti memanggil burung dua kali. Dan disinilah mereka berdua terdampar.

Tepatnya pada tahun 70an.

Taman tampak sepi. Ada jam besar di tengah taman yang menunjukkan pukul 10 pagi. Marcya masih shock saat menyadari keberadaannya sekarang. Itu adalah tempat asing pertama yang dia kunjungi.

Wajahnya menunjukkan ketakutan dan kecemasan yang luar biasa. Marcel dengan cepat meletakkan tangannya di bahunya. Memberikan ketenangan pada pikirannya. Ia membimbing Marsya menuju bangku taman.

"Tenangkan dirimu sejenak. Itu yang kita perlukan saat ini."

"Oke, sayang."

Jawab Marcya dengan badannya yang masih menggigil ketakutan.

Seperempat jam kemudian orang-orang datang. Mereka duduk di tempat yang mereka suka. Dekat danau adalah pilihan terbanyak. Marcya pun pindah ke dekat danau. Rasa penasaran Marcya mengubah kegelisahannya. Kebingungan yang terjadi sebelumnya menghilang dalam sekejap.

Tidak banyak perbedaan dalam kehidupan sekarang, dimana saat ini Marcya tersesat. Sama seperti taman biasa.

"Hai.. bolehkah kami bergabung denganmu?"

"Ya kamu bisa."

+++

"Marcel...aku ingin minum, aku haus sekali." Marcya berbicara tentang tenggorokannya yang kering. Marcel bingung harus mencarinya ke mana. Sedangkan dia dan Marcya baru muncul di tahun ini.

Marcel berjalan mondar-mandir sambil berpikir keras. Akhirnya ia memutuskan untuk meminta air kepada seseorang yang sedang berkunjung ke taman tersebut.

"Halo? Permisi, bolehkah saya meminta bantuan?"

"Ya, bisa. Ada yang bisa saya bantu?"

"Pacarku haus. Aku tidak punya uang. Bolehkah aku minta minumanmu?"

"Ya, tentu. Ini untuk pacarmu."

"Terima kasih banyak. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu."

"Terima kasih kembali." Marcel mendekati pacarnya. Dia menyodorkan sebotol air mineral kepada Marcya.

"Ini sayang, air minum."

"Terima kasih sayang."

Marcya melihat Marcel meminta air mineral kepada pengunjung di seberang sana. Ini adalah pertama kalinya Marcel meminta sesuatu kepada seseorang. Selama ini Marcel selalu hidup mandiri. Tidak ingin merepotkan orang lain. Hari ini Marcel benar-benar sedang diuji mentalnya.

"Bagaimana sayang? Kamu sudah tidak haus lagi kan?"

Marcel bertanya pada Marcya.

"Tidak, aku tidak haus lagi. Terima kasih."

"Ya."

Marcel melihat sekeliling taman. Hari sudah sore.

Flash back..

Tentang kenapa mereka bisa datang ke tahun ini.

**Hmm.. Haruskah aku menjentikkan jariku lagi?**

Marcel menggandeng tangan Marcya dengan erat.

**Saya akan melakukannya lagi. Semoga menjadi lebih baik.**

Marcya dan Marcel saling berpandangan.

Marcel menjentikkan jarinya dua kali.

klik..klik..

Mereka menghilang begitu saja. Tidak ada asap atau angin yang bertiup.

+++

Marcel menutup matanya. Nyalinya belum berani melihat dimensi apa yang baru saja dilewatinya.

Marcel membuka matanya perlahan. Tangannya masih menggenggam erat tangan Marcya.

Marcel melihat sekeliling. Mereka berada di kamar tidur yang terlihat seperti kamar tidur pasangan suami istri.

Mata Marcya mengerjap tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Di dalam kamar terdapat bingkai foto keluarga. Sepertinya ayah, ibu dan anak perempuannya berusia sekitar 4 tahun

....Dalam memori dengan Jannet.

Putriku tercinta..

Prancis, 08 Desember 1797....

Apa?!?!

Marcel dan Marcya saling berpandangan.

Marcya menepuk pipinya lalu mencubit lengannya kuat-kuat.

"Aduh!"

Sungguh menyakitkan. Marcya tidak sedang bermimpi. Matanya masih terbuka lebar melihat kenyataan ini.

Bagaimana mungkin?!

Marcel pun kaget dengan kejadian ini.

Segera dia menenangkan emosinya.

Marcel maju selangkah menuju tempat tidur yang terdapat kelambu di keempat sisinya.

Dia menyentuh seprai putih bersih.

**Hmm.. masih bersih. Tidak ada debu yang menempel di seprai.**

Marcel bergerak maju. Ada cermin oval yang diukir di semua sisi, di samping kasur.

Cermin antik tua.

Mungkin di era modern Marcel ia tidak akan menemukan cermin antik seperti itu.

Dia menyentuh cermin oval. Bersih juga. Terlihat terawat dengan baik.

Marcel tanpa sengaja melihat ke cermin...

Apa????!!!

Marcel melihat wajah orang lain di cermin.

Dia menyentuh pipinya. Di cermin dia tampak menyentuh pipinya.

Ditariknya kuat-kuat tangan Marcya hingga tubuhnya berdiri di depan cermin.

Marcya melongo melihat dirinya dengan wajah orang lain juga.

Kembali ke wajahnya. Memang benar dia memang demikian.

Marcya memandang Marcel dengan penuh tanda tanya.

Lalu meraih jemari Marcel. Jari Marcel menekan. Tidak ada yang keluar.

"Sayang, cepat jentikan jarimu kembali."

Marcya mencoba menjentikkan jari Marcel.

Marcel menarik jarinya dengan cepat.

"Jangan sekarang! Ayo kita lihat rumahnya dulu. Ayo bersenang-senang."

"Bagaimana jika kita tidak bisa kembali ke dunia nyata lagi?"

"Maksud kamu?"

"Jika kekuatan jarimu sudah hilang? apa yang harus kita lakukan?"

Marcel terdiam mendengar perkataan Marcya.

**Perkataan Marcya juga benar.**

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Marcel seperti orang yang kehabisan akal.

"Jentikkan jarimu lagi."

Marcel memandangi jari-jarinya dengan perasaan campur aduk. Antara kagum, heran, dan ragu.

Kemudian Marcel menoleh ke Marcya.

Marcia bergerak,

Dia mengambil satu langkah ke depan dan meraih pergelangan tangan Marcel dan menggenggamnya erat.

Dengan penuh keberanian ia menjentikan ibu jari dan jari tengahnya.

klik..klik..

Kali ini Marcel membuka matanya. Tidak ada apa pun yang dapat dilihatnya. Karena semuanya terjadi begitu cepat.

Dalam beberapa detik, mereka mendarat di bandara.

Bandara Internasional Auckland Terbatas.

Sekali lagi Marcya dan Marcel saling berpandangan. Apa yang akan mereka lakukan di sini? Marcel menarik tangan Marcya menuju tempat parkir. Marcel melihat ke kaca spion. Dia melihat wajahnya di cermin, berubah lagi. Wajah warga negara Selandia Baru. Itu wajah baru Marcya.

Dapur Cantik

Marcel pun melihat wajahnya di kaca spion.

"Ya Tuhan, apakah itu benar-benar aku?"

Keduanya saling memandang. Masih tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Sayang, jentikan jarimu lagi."

tanya Marcya.

"Mengapa?"

Tiba-tiba Marcel menjadi linglung. Ia sangat terkejut dengan kejadian ini.

“Kita harus menemukan rumah kita secepatnya. Sebelum jarimu menjadi normal kembali.”

"Apakah instingmu mengatakan demikian?"

"Ya! Cepatlah."

Namun yang terjadi sebenarnya, Marcya hanya berjudi dengan keberuntungan.

Saat manusia sedang kebingungan, nalurinya menjadi kurang tajam.

"Ayo cepat."

"Oke."

Marcel menjentikkan jarinya.

klik.. klik..

Marcya dan Marcel saling berpelukan. Dengan kedua pasang mata mereka melihat sekeliling.

"Bukan rumah kita."

kata Marcya.

"Ya. Ini seperti zaman Elvis Presley."

Marcel melihat gitar di kursi. Gitar klasik versi lama.

"Jetikkan jarimu lagi, sayang!"

"Apakah kamu serius?"

"Ya! cepat!"

Kali ini naluri Marcya membenarkan keraguannya sebelumnya.

**Anda kurang beruntung.**

bisik malaikat di atas bahunya.

Marcel menjentikkan jarinya.

klik.. klik..

Kamar tidur eksklusif.

Kasur besar berukuran king size. Dengan

kamarnya luas juga.

Tidak ada satu pun foto keluarga di sini

Hanya ada arloji di meja lampu.

Marcya perlahan mendekati meja kecil itu.

Dia mengambil arloji yang tergeletak begitu saja.

Rolex... jam tangan yang tidak menggunakan baterai.

stainless steel masih mengkilat seperti baru.

Marcya menaruh kembali jam tangan Rolex

Di atas meja. Sama persis dengan aslinya..

Marcya melihat sekeliling.

Ternyata Marcel ada di

balkon.

Tirai jendela yang tinggi berkibar tertiup angin.

Marcya mendekati pacarnya.

"Wah, pemandangan yang sangat indah."

kata Marcya.

"Ya... sangat cantik."

Marcel menanggapi perkataan Marcya.

Marcel memeluk Marcya dari belakang.

"Sepertinya ini rumah kita, sayang."

“Hhmm… Apakah kamu merasa nyaman di sini?”

“Mari kita coba beberapa hari dulu.”

"Iya, ayo kita coba dulu."

Di bawah balkon ada pantai yang terlihat

jelas. Dengan pohon palem di pantai.

Pantai ini tidak ramai pengunjung.

Hanya sedikit yang ada di sana.

Marcel mencium kening Marcya.

Menatap Marcya dalam-dalam. Untuk sementara mereka bisa tenang. Meski tidak tahu apa yang akan terjadi besok.

Setidaknya mereka berada di tempat yang aman.

Dan naluri Marcya pun mengatakan bahwa mereka adalah penghuni rumah ini.

Mereka berdua menikmati pemandangan pantai selama beberapa waktu.

Hari sudah hampir senja, Marcel menggandeng tangan Marcya masuk ke dalam kamar.

Marcel menutup jendela.

"Aku ingin melihat ruangan lain."

kata Marcya.

"Mari kita lihat."

Jawab Marcel.

Mereka berdua membuka pintu kamar perlahan.

Ada ruang makan besar di depan kami.

Ruang makannya lengkap dengan dapur yang bersih.

Ada sebuah bar kecil di depan dapur.

Marcya berlari menuju dapur.

Seperti wanita lain yang menyukai dapur.

Hal pertama yang dibuka adalah lemari es.

Kulkas penuh dengan makanan, minuman, dan makanan ringan. Tersedia juga sayur dan buah.

"Lihat sayang. Ada banyak makanan di sini."

Marcel mendekati pacarnya.

"Sayang, ayo makan sekarang. Perutku sangat lapar."

"Ayolah, aku juga lapar."

Marcya dan Marcel makan bersama di ruang makan.

Marcya dan Marcel telah menghabiskan makanan mereka lalu Marcya mencuci piring kotor.

Dapur berada di belakang ruang makan. Dapur minimalis dengan desain interior elegan. Penuh dengan perabotan eksklusif.

Marcya menyukai dapur ini hingga membuatnya ingin tinggal lebih lama.

Marcel memanggilnya dari ruang tamu.

"Sayang, lihat ini. Aku menemukan sesuatu yang menarik. Cepat kemari."

"Ya, tunggu sebentar."

teriak Marcia.

Marcya segera membereskan meja makan. Setelah itu pergi ke ruang tamu.

"Apa itu?"

Marcia bertanya.

“Lihat ini. Aku menemukan buku harian.”

"Berikan padaku..."

Marcya mengambil buku harian unik itu. Membukanya lalu dibaca.

...Dear diary.

Hari ini hari Sabtu jam 9 pagi aku pergi ke taman bersama kekasihku Rafael. Tadi malam Rafael kembali dari London. Kesibukannya di negara tersebut membuat Rafael ingin kembali ke negara tercintanya.

Kesibukan Raphael menyita seluruh waktunya. Sampai dia tidak bisa menelponku dalam waktu yang lama. Rafael meninggalkan pekerjaannya dan memutuskan untuk pulang.

Tidak peduli lagi dengan pekerjaannya padahal itu bisa membuatnya punya banyak uang. Pekerjaan itu membuatnya stres. Rafael merasa lebih bahagia di sampingku.

Saya sangat senang dengan keputusannya. Tak tega melihatnya harus bekerja siang dan malam. Sedangkan aku sudah mempunyai rumah besar peninggalan nenek.

Usaha persewaan rumah juga ada di beberapa tempat. Aku pikir semua itu cukup untuk membiayai hidup kami.

"Sayang, sepertinya ini diary milik Chaterine.."

"Ya, benar. Tapi di mana mereka?"

Marcya memandang Marcel. Mereka teringat sesuatu, tiba-tiba Marcya berlari menuju cermin yang ada di dinding ruang tamu.

Untuk kedua kalinya Marcya menatap kaca berbingkai modern itu dengan heran.

Wajah di cermin itu seperti wajah di foto diary!!

Marcel mengelus punggung Marcya. Menenangkan perasaan kesal yang berulang.

"Sudahlah. Aku yakin semuanya akan berlalu. Dan kita akan kembali ke rumah kita."

"Tetapi.."

Marcel menempelkan telapak tangannya ke pipi Marcya.

"Aku masih di sisimu. Tenanglah..."

"Baiklah. Aku ingin tidur. Aku bingung sekali."

"Tidurlah. Aku akan duduk di sofa kamar bersamamu."

Marcya menganggukkan kepalanya. Lalu berjalan ke kamar. Marcel mengikuti di belakang punggungnya sambil membawa botol minuman dan makanan ringan dari lemari es.

Marcya segera naik ke tempat tidur. Di bawah selimut tebal dan AC dingin.

Akhirnya Marcya tertidur.

Marcel memandang kekasihnya. Belum jelas apa yang akan terjadi besok.

Marcel menghela napas. Menghirupnya dalam-dalam. Pikirannya masih bingung. Tidak tahu harus berbuat apa. Yang paling mengganggu Marcel adalah tidak mengetahui apakah jari-jarinya akan tetap sama selamanya atau tidak.

Marcel juga tertidur. Dengan posisi duduk dan tangan masih memegang ponsel yang terdapat di meja ruang tamu.

Ada foto Rafael dan seorang wanita cantik di wallpaper ponselnya. Wanita itu adalah Catherine. Orang yang menulis di buku harian tadi.

+++

Ini sudah sore. Marcya terbangun dari tidurnya. Melihat Marcel tertidur di sofa.

. Mengapa Marcel tidur di sana? kasurnya berukuran king. Dia bisa tidur di sana

Marcya ingin membangunkannya.

Melihat wajahnya yang masih terlihat lelah. Marcya jadi mengurungkan niatnya.

Dermaga Pantai

Marcya berjalan di koridor samping rumah yang terhubung dengan pantai di belakang rumah.

Ada dermaga kecil di ujung koridor.

Marcya berlari melewati dermaga menuju pantai.

Sesampainya di sana, Marcya berdiri memandangi keindahan laut. Suara deburan ombak terdengar menderu-deru di telinga.

Deburan ombak menerjang dermaga hingga kaki kecil Marcya hanyut.

Burung camar terbang di tengah pantai. Rumah ini sangat indah. Rumah minimalis dengan pemandangan pantai di belakang memberikan ketenangan jiwa.

Marcya dan Marcel yang terjebak di dimensi lain menimbulkan kebingungan di pikiran mereka.

Menikmati indahnya pantai di sore hari, menghilangkan kekhawatiran Marcya meski hanya sesaat.

Pohon palem melambai tertiup angin. Seolah mengundang hati untuk bersama mereka. Melayang bebas tanpa beban.

Tiba-tiba Marcel memeluknya dari belakang. Suara ombak yang keras membuat Marcya tak mendengar langkah Marcel.

"Indah sekali pantai ini seindah dirimu."

Marcya memegang punggung tangan Marcel dengan kedua jarinya.

Lalu cium dia dengan hangat.

Seketika darah Marcel mengalir deras. Jantungnya berdebar indah menyanyikan lagu kesukaannya. Marcel mencium rambut Marcya.

Cinta tidak memandang tempat. Moments aneh selama beberapa hari membuat mereka tidak berpikiran untuk mandi.

"Sebaiknya kita mandi dulu. Bau keringat di mana-mana."

"Iyaa."

Marcya dan Marcel bergandengan tangan menuju rumah.

Ketika mereka tiba, mereka mendengar bel berbunyi.

Tteettt...

Marcya dan Marcel saling berpandangan.

Marcel bergerak menuju pintu. Lalu pintu dibuka.

"Permisi.. kami dari pihak jasa pengiriman barang. Kami punya paket untuk anda?"

Marcel sedikit ragu menerima paket itu.

"Oke terima kasih."

"Terima kasih kembali."

Kurir paket pergi dan berlalu dari pekarangan rumah.

Marcel masuk ke dalam. Dan menyerahkan paket itu pada Marcya.

"Coba buka. Apa isinya?"

Marcya membaca nama pengirimnya.

"Zulberg. Untuk adikku tercinta Chaterine."

Marcya membaca nama pengirim..

Dia membuka bungkusan tersebut.

"Wow.."

kata Marcya.

Marcya mengambil kalung liontin berwarna tosca gelap.

"Sangat cantik.."

Marcya memuji keindahan liontin itu.

"Ya, kamu benar. Sangat cantik."

“Dari saudara perempuan Chaterine.”

"Cobalah."

"Tidak. Itu bukan milikku."

Marcel tertawa menyadari kenyataan yang menjebak mereka dalam situasi aneh ini.

Marcya menatap wajah Marcel lekat-lekat. Marcya bisa melihat Marcel berusaha lari dari perasaannya yang sebenarnya.

Sangat kreatif. Alihkan masalah dengan senyuman. Tidak semua orang bisa melakukannya.

Marcel pergi ke kamar mandi sambil melihat ke belakang. Melihat Marcya yang masih memandangnya. Kemudian tubuhnya membentur dinding kamar mandi.

Marcya langsung tertawa saat melihat Marcel. Marcel tersenyum melihat Marcya tertawa.

"Mau mandi bersamaku?"

Marcel merayu pacarnya.

Mata Marcya membelalak, pura-pura marah.

"Hahahahaha.."

Marcel tertawa.

Saat Marcel mandi, Marcya membersihkan dapur. Piring kotor setelah makan tadi belum sempat dicuci.

Di rumah ini mereka sudah menjadi suami istri. Tidur bersama di ranjang yang sama adalah hal biasa bagi mereka. Akankah mereka melakukan hal yang lebih dari itu?

Jantung Marcya berdebar kencang mendengar pertanyaannya sendiri. Mereka telah menjalin hubungan selama hampir 3 tahun. Apa yang mereka lakukan adalah hal yang wajar. Tidak lebih dari itu. Mereka berdua masih muda. Hubungan mereka selalu naik turun. Selalu berubah-ubah tergantung mood masing-masing orang. Seperti roller coaster tepatnya.

Membersihkan dapur membuat tubuh Marcya semakin berkeringat. Pakaiannya mulai bau. Hanya ada satu kamar mandi. Marcya harus menunggu sampai Marcel selesai.

"Aku sudah selesai. Kamu cepat mandi."

"Iya sayang. Aku sudah membersihkan dapur. Kalau kamu mau makan, makan saja dulu."

"Oke.. Terima kasih sayang."

Macel mengecup kening Marcya.

Setelah itu dia berjalan menuju kamar tidur. Kemudian membuka lemari.

"Wah, bagus sekali bajunya. Yang punya rumah pasti kaya raya."

Marcel mengambil satu kaos dan satu celana pendek.

Dia mengenakan pakaian itu dan melihat ke cermin.

Sangat pas untuk ukuran tubuhnya.

Di bawah cermin rias terdapat meja yang memiliki dua laci. Sekadar iseng, Marcel membukanya.

Marcel kaget melihat isi laci itu. Perhiasan emas kuning dan putih di laci.

Ada kartu nama bertuliskan Zulberg.

Oh, ternyata adik Chaterine sering memberi perhiasan. Sampai dia mengumpulkan sebanyak ini. Pantas saja keluarga ini kaya.

Pikir Marcel.

Dari balik pintu yang setengah terbuka, Marcya berteriak memanggil kekasihnya.

"Ada apa?"

jawab Marcel.

“Ayo makan. Aku lapar lagi.”

kata Marcya.

"Ayo..."

Marcel meraih tangannya dan pergi ke ruang makan.

Marcel melihat ada tangga yang menuju ke

bawah.

Apakah ada ruang bawah tanah?

Marcel bertanya pada dirinya sendiri.

Berjalan menuruni tangga satu per satu.

Sebuah tangga sepanjang dua meter

mengarah ke sebuah ruangan

yang ternyata adalah garasi.

Ada Jeep Cherokee buatan Amerika

Serikat parkir di dalamnya.

Marcel berjalan mendekati jeep.

Hhmm...mobil ini keren banget...elegan.

Marcel masuk ke dalam mobil.

Ada kunci mobil di dalamnya. Di starternya

mobil itu.

Hmmm suaranya masih halus.

Tampaknya dirawat dengan baik.

Marcya muncul dari tangga.

"Wah, ada mobil ya? Ayo kita

bersenang-senang."

"Coba buka pintu garasi itu sayang."

Marcya membuka pintu garasi.

Lalu keluar.

Marcel mengemudikan mobilnya keluar dari

garasi.

Berhenti tepat di depannya.

Marcya menutup pintu garasi lagi.

"Ayo pergi."

kata Marcel.

Jeep itu membawa Marcya dan Marcel keluar

dari kawasan perumahan.

Mereka bertemu dengan

beberapa orang di jalan dan

menganggukkan kepala mereka.

"Sayang, orang-orang itu terlihat sangat

hormat dengan

Rafael dan Chaterine."

Marcya mulai mengerti apa yang sedang

terjadi.

"Ya... Mungkin Rafael adalah publik figur yang

terkenal. Atau orang terhormat di tempat ini."

“Tapi sepertinya mereka berdua belum

menikah."

“Mungkin di negara ini bisa tinggal

bersama tanpa menikah."

"Ya, mungkin seperti itu."

Alkionis Beach Hotel Apartments Rethymnon,

Yunani

“Ternyata kita di Yunani, sayang.”

500 meter ke depan, Marcel melihat spanduk

di samping jalan.

“Ya, bagus sekali. Kita bisa berkeliling kota

menggunakan mobil ini."

“Aku ingin mengunjungi bangunan kuno di

Yunani.”

“Bangunan apa yang paling indah?”

“Parthenon, ayo pergi ke sana.”

“Kuil yang memuja dewi Athena?”

“Benar. Dewi tertinggi di Yunani.

Yang paling sempurna dan abadi.”

"Apakah kita akan ke sana sekarang?"

"Apakah kamu tahu di mana tempat itu?"

"Cari di peta online."

Mata Marcel tertuju ke dashboard.

Marcya mengambil ponsel yang tergeletak di

dasbor mobil. Kemudian membuka

telepon selular itu.

"10 jam untuk sampai ke sana."

"Hmmm.."

Marcel mengambil dompet yang ada di

samping kursi pengemudi.

"Uangnya banyak sekali di sini, sayang!"

Marcya tersenyum lebar.

Marcel mengambil kartu nama dari

dompetnya.

Ternyata benar, identitas Rafael itu

di sana. Nama lengkapnya adalah Rafael

Orion.

Di belakang kartu nama Rafael terdapat kartu

Anggota Zumba bernama Chaterine Dorothy.

Nama-nama khas Yunani.

Sebagian besar dari

Populasi Yunani adalah 98% Ortodoks

Kristen. 1% ateis. 1% lainnya.

Marcel dan Marcya memulai perjalanan menuju

Parthenon yang terletak di kota Yunani.

Dari Athena Jeep 2360cc melaju di jalan dengan kecepatan 130 km/jam. Berbahan bakar 1 liter bensin/4 km.

Minimal 10 jam bisa sampai di tempat tujuan.

Marcya tertidur di kursi mobil. Sebuah

pengalaman tak terduga terjadi.

Mungkin Marcya lelah. Biarkan dia tidur dulu.

Marcel mengemudi dengan kecepatan tinggi, sehingga dia bisa mencapai tujuannya dengan cepat.

Untuk pertama kalinya kota Athena dikunjungi oleh Marcel dan Marcya.

Mungkin untuk Rafael dan Chaterine sudah beberapa kali berkunjung ke beberapa tempat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!