NovelToon NovelToon

Luca

Salah masuk sekolah

Eps. 1

"Apa kau mencintai ku?" tanya laki-laki kurus tinggi itu tiba-tiba.

Sahabat baiknya itu tiba-tiba saja mengajaknya berbicara berdua di sebelah lapangan parkir dan tanpa basa basi menanyakan hal itu.

Cailyn, anak SMP kelas tiga dengan rambut hitam lurus terlihat seperti tidak tersisir rapi sedang menunduk dan berpikir. Teman baiknya terlihat tidak senang.

"Lyn, jawab aku," titah laki-laki itu memanggil Cailyn dengan nama panggilannya.

"Ah, iya. Aku … mencintaimu," jawab Cailyn canggung, sedikit ragu. Ia memberanikan diri menatap sahabat baiknya penuh harap.

Laki-laki yang tidak begitu tampan itu menghela pelan. "Aku tidak berharap kau menyukai ku. Maafkan aku, sepertinya kita tidak bisa berteman lagi," ucapnya datar dan pergi meninggalkan Cailyn begitu saja.

Tidak mengatakan apapun, Cailyn menatap punggung laki-laki itu dengan sedih. Hatinya sangat sakit tapi ia tidak bisa menangis.

"Yah, apa boleh buat," gumamnya lirih kemudian meninggalkan tempat itu.

Cailyn bukan orang yang bisa berteman dengan siapa saja, dia hanya memiliki segelintir teman wanita dan kebanyakan teman pria.

Mungkin karena kecerdasannya, banyak anak laki-laki yang terlihat ingin berteman dengannya. Sesekali mereka memang meminjam tugas atau malah Cailyn yang mengerjakan tugas mereka. Dengan senang hati.

Selama tiga tahun ini Cailyn sering menyukai laki-laki, dan hampir semua anak itu mengetahui perasaannya melalui orang lain.

Ada yang menerima surat dari orang lain atas nama Cailyn membuat anak laki-laki yang dekat dengan Cailyn itu menjauh terlihat marah.

Ada juga anak laki-laki yang memang di jodoh jodohkan dengan Cailyn, mereka yang semula dekat menjadi menjauhi gadis yang terlihat sedikit tidak rapi itu.

Gadis kecil ini tidak mengerti kenapa cintanya selalu bertepuk sebelah tangan. Tapi ia masih sangat muda, jadi ia tidak memperdulikan itu. Lagi pula sedari awal Cailyn tidak bermaksud untuk menyatakan sukanya pada semua laki-laki itu.

Cailyn membuka pintu kelas. Sebelum melangkah masuk, ia merasakan tatapan aneh dari hampir semua teman sekelasnya.

Apakah mereka tahu jika aku baru saja ditolak?

Tidak memperdulikan itu, ia berjalan masuk dan duduk di bangkunya. Cailyn masih merasa tidak nyaman karena sesekali ia merasa diperhatikan oleh beberapa orang disana.

"Apa kau yakin?"

"Katanya sih begitu."

"Kasihan sekali si Tejo, hahaha."

"Biarkan saja. Mungkin dia merasa banyak yang menyukainya, haha"

Sayup-sayup ia mendengar pembicaraan itu. Cailyn menghela lelah, ia tahu siapa yang mereka bicarakan. Mereka yang terdengar mencibir sesekali melirik ke arahnya. Ia sangat kecewa.

Dan bukan seperti penolakan-penolakan sebelumnya, keesokan harinya rumor menyebar begitu cepat. Seorang Cailyn mudah menyukai laki-laki yang dekat dengannya.

Tentu saja Cailyn merasa kecewa, jika sahabat baiknya itu sangat sakit hati dan menyebabkan rumor seperti itu. Sungguh keterlaluan.

Namun, sekali lagi Cailyn tidak ambil pusing. Ia sudah kelas tiga dan ia hanya akan fokus pada ujian kelulusan.

.

.

.

Cailyn melihat sandwich yang terbungkus rapi di meja makan. Bibinya akan selalu membuatkannya sandwich karena Cailyn selalu malas menghangatkan lauk yang ada di dalam kulkas.

Siang ini ia malas makan, moodnya sedang jelek. Ia memilih tidur siang sebelum berangkat les tambahan di sore harinya. Bukan tubuhnya yang butuh istirahat, tapi hati dan pikirannya.

Tidak ada siapapun yang bisa diajaknya sebagai teman curhat karena ayah dan ibunya sudah meninggal dua tahun yang lalu akibat kecelakaan.

Paman dan bibinya sangat baik, namun gadis dengan wajah kusam ini merasa tidak nyaman jika harus berbagi cerita dengan mereka sedangkan keduanya sudah menghidupi dan menyekolahkan Cailyn dengan baik.

Rumah begitu sepi, Cailyn bisa tidur nyenyak saat ini. Paman dan bibinya masih bekerja, sedangkan Julian, sepupunya yang masih berusia tiga belas tahun pergi bermain entah kemana siang-siang begini.

Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore lebih, Cailyn sudah siap berangkat untuk les tambahan. Mengenakan kaos merah yang sudah sedikit pudar dan ditutup dengan jaket biru. Ia juga menggunakan celana training hitam.

Cailyn membawa tas sekolahnya yang ia beli di pasar tradisional untuk pergi ke tempat les.

Saat melewati ruang makan, Cailyn memasukkan satu sandwich ke dalam tas sekolahnya dan satu lagi untuk ia makan di jalan.

Rambutnya yang masih setengah basah karena keramas ia biarkan tergerai bebas, ia mengambil sepeda dan mulai mengayuhnya karena tempat belajarnya perlu lima belas menit dengan bersepeda.

***

Suara tawa geli kedua temannya terdengar begitu keras. Mereka menatap Cailyn masih cekikikan.

"Kau mau kemana? Olahraga?" cibir Lilis.

"Kenapa baju mu warna warni?" tanya Tuti dengan senyum gelinya. Gadis berambut dora itu menggeleng tak habis pikir.

Cailyn yang masih tidak paham mengapa mereka tertawa hanya tersenyum polos dan mengabaikannya saja.

Tidak sekali ini ia mendengar itu. Anak-anak kelas lain atau bahkan seniornya yang dulu juga tersenyum geli melihat Cailyn.

Entah apa yang mereka tertawakan. Perempuan dengan rambut kering yang sedikit berantakan karena angin ini merasa aneh saat segerombolan laki-laki berbisik dan menatapnya, kemudian tertawa bersamaan.

Gadis polos ini merasa penampilannya baik-baik saja. Mungkin mereka merasa Cailyn cukup menarik. Pikir Cailyn polos.

"Apa kau yakin mau masuk sekolah elit itu?" tanya Tuti di sela-sela les.

Cailyn mengangguk. "Aku sudah mengirim berkas ku kesana, mereka akan melakukan seleksi internal untuk murid beasiswa prestasi."

"Ya, aku yakin kau akan diterima, tapi …." Tuti yang terlihat berpikir dengan menopang dagunya, menatap Cailyn dari atas hingga bawah.

"Tapi apa?" tanya Cailyn penasaran.

"Disana tempat orang-orang kaya berkumpul. Mereka anak-anak dari pengusaha kaya, anak artis dan orang-orang kelas atas lainnya," sambung gadis yang sedikit berisi itu.

Cailyn yang tidak mengerti arah pembicaraannya merasa bingung. "Lalu?"

"Saingan disana ketat, Lyn. Biaya sekolah nya juga besar," timpal Lilis.

Cailyn mengangguk. "Jika aku diterima sebagai siswa beasiswa prestasi. Aku tidak perlu memikirkan biaya. Dan sepertinya aku bisa bersaing dengan siswa yang masuk karena seleksi besar."

Lilis dan Tuti berpandangan sedikit khawatir, lalu kembali menatap Cailyn.

"Ku dengar orang-orang lulusan sekolah elit itu akan berkesempatan mendapat rekomendasi sekolah diluar negeri, bahkan lebih mudah masuk ke universitas terkenal di negara kita. Bukankah itu bagus untuk masa depan kita?" tanya Cailyn dengan senyum polosnya.

Sekali lagi Lilis dan Tuti berpandangan, kini memandang satu sama lain tidak nyaman.

"Ah, ya … semoga kau diterima disana."

"Jangan lupakan kami ya," timpal Lilis mencoba tersenyum sebaik mungkin.

"Tentu, doakan aku diterima," balas Cailyn dengan mata percaya diri.

Hari-hari di sekolah terasa begitu cepat bagi Cailyn. Sahabat laki-laki nya yang begitu ia sukai kini terang-terangan menghindarinya.

Beberapa teman yang lain juga dengan jelas menertawakan dan berbisik membicarakannya. Ia tahu itu.

Namun Cailyn menenggelamkan pikirannya ke dalam ujian masuk di Heaven Senior High School, sekolah menengah atas yang hanya diperuntukkan orang-orang kelas atas dan murid berprestasi.

Cailyn baru akan turun untuk makan siang. Di meja makan sudah ada paman, bibi dan sepupunya.

Dengan kaos kebesaran dan celana trainingnya ia hendak duduk di meja makan saat Eira, bibinya berteriak senang, setelah membaca surat disana.

"Cailyn! Kau diterima!" serunya kemudian berjalan dan memeluk Cailyn bangga.

"Diterima? Disekolah Heaven?" tanya Cailyn penasaran.

"Betul!"

"Wah, selamat Lyn. Kau memang hebat. Sama seperti ayah dan ibumu," sahut Faiq, paman Cailyn.

Cailyn tersenyum sendu mendengar itu. Ayah dan ibunya yang sudah tiada mungkin juga akan ikut bahagia untuk Cailyn saat ini.

Malam harinya, Eira memasak makanan lebih banyak untuk merayakan keberhasilan Cailyn. Ia tahu jika paman dan bibinya tidak akan punya uang lebih untuk membelikan makanan di luar, namun itu sudah membuatnya bahagia.

Sekarang, ia cukup fokus pada ujian nasional karena ia sudah diterima di SMA yang ia tuju.

Namun, sesuatu yang lain menunggu Cailyn disana.

.

.

.

Cailyn menginjakkan kakinya di sekolah elit yang cukup besar dan menampung beberapa ratus murid di setiap angkatannya. Ia sudah mengenakan seragam putih berbalut jas navy bercorak putih, disertai rok navy sedikit dibawah lutut.

Sedangkan murid laki-laki mengenakan seragam putih dengan celana kain navy, dengan jas navy yang elegan.

Gadis dengan rambut hitam lurus sebahu yang terlihat tidak begitu rapi ini sedikit terkejut. Tidak ada orientasi yang aneh di sekolah ini, semua langsung masuk kelas dan menerima pengarahan singkat.

Hal yang lebih aneh lagi, hampir semua muridnya menggunakan mobil, atau diantar oleh sopir. Tidak ada yang menggunakan motor bebek ataupun sepeda seperti dirinya.

Yang lain kebanyakan memilih naik bus dan berjalan ke sekolah.

Cailyn menuntun sepedanya dan diparkirkan di samping motor-motor besar yang berjejer rapi.

Hal lain yang membuat Cailyn merasa tidak nyaman, ia melihat teman-teman sekelasnya yang duduk berkelompok membicarakan tentang barang mewah, salon, shopping atau apapun itu yang tidak ia mengerti.

Berbeda dengan harapannya. Murid disini terlihat begitu bersinar entah karena apa, penampilan mereka terlihat sangat bagus di mata Cailyn, namun ia tidak tahu kenapa.

Ada beberapa murid beasiswa yang berpenampilan biasa namun terlihat cukup baik. Semua muridnya wangi, rambut mereka licin berkilau. Dan mereka hanya ingin berteman dengan orang yang sama kaya dengan mereka.

 Cailyn baru mengetahui jika prestasi tidak begitu di elukan disini.

Ah, sepertinya aku salah masuk sekolah.

De javu

Eps. 2

"Bibi, sudah pulang?" sapa Cailyn saat melihat Eira baru saja memasuki rumah.

"Oh, Lyn. Apa kau menunggu ku?" tanya Eira.

Cailyn mengangguk singkat. Ia memang menunggu bibinya untuk menanyakan sesuatu. Beruntung Eira datang lebih awal kali ini, biasanya wanita berambut coklat itu akan datang jam tujuh malam, namun hari ini Eira sudah sampai dirumah jam lima sore.

"Apa kau sudah makan?"

"Sudah, Bi."

Eira meletakkan plastik putih besar di atas meja. Sepertinya wanita cantik itu baru saja selesai berbelanja.

"Ma, beli apa?" tanya Julian yang tiba-tiba bergabung dengan keduanya.

"Mama beli sushi, makanlah," jawab Eira dan menyodorkan sekotak sushi pada anaknya.

"Horei," teriak Julian girang kemudian berlari ke sofa keluarga.

"Jangan kotori sofanya, Julian!" titah Eira.

"Siap bos!"

"Kau juga, makanlah," ucapnya lagi memberikan sushi yang lain pada Cailyn.

"Boleh bicara sesuatu Bi?"

Cailyn mulai menceritakan semua yang ia alami pada Bibinya. Biasanya gadis remaja ini tidak akan menceritakan apapun kecuali bibinya menanyakan atau masalahnya sangat berat.

Cailyn juga jarang bertemu dengan Eira karena kesibukannya.

Setelah menceritakannya, Eira terlihat tidak terkejut namun memberikan reaksi yang cukup aneh untuk Cailyn.

"Ah … Lyn. Sebenarnya Paman dan Bibi ingin memberitahu mu sesuatu," ucapnya dengan mengelus lengan kirinya.

Sedikit khawatir, Cailyn mulai mendengarkan dengan seksama. Ia masih diam menunggu ucapan bibinya.

"Sekolah itu memang bagus, tapi … Ah, kami hanya khawatir karena disana banyak sekali anak yang 'sombong'…

Jadi, carilah yang benar-benar tulus dengan mu. Dan jika ada yang mengganggu mu, katakan pada kami. Kami akan memindahkan mu disekolah yang lebih baik."

Itu bukan sesuatu yang bagus. Eira terlihat tersenyum ramah, tapi terasa ada yang aneh dan Cailyn tidak tahu apa itu.

"Ah, satu lagi. Jangan pernah bercertia tentang apapun yang berhubungan dengan uang. Karena sebagian dari mereka suka merendahkan orang yang menengah kebawah," imbuh Eira.

Cailyn mengangguk. Jika Cailyn hanya diam, sepertinya tidak akan ada masalah.

***

Sudah setahun berjalan dan Cailyn baik-baik saja. Selama ini ia sudah melihat orang-orang membicarakan tas, sepatu dan baju-baju lain dengan harga selangit, yang mungkin satu harga barang itu bisa menghidupi dua bulan kebutuhannya.

Sebenarnya apa yang mereka bicarakan? Cailyn bahkan tidak bisa membedakan mana yang disebut mereka bagus dengan tas mahal itu. Barang itu terlihat sama di mata Cailyn.

Selama ini, memang ada beberapa teman yang membelanya saat murid yang lain mulai mencibir penampilan Cailyn yang tidak rapi. Mungkin karena Cailyn yang memang cerdas, dan ia selamat oleh itu.

Dan satu hal lagi yang ia pelajari ….

"Kau lihat itu? Dia benar-benar tampan," bisik seorang siswi pada beberapa teman di sebelahnya.

"Benar, dia benar-benar tampan. Kaya, pintar, dan lihat tubuhnya itu, sungguh proporsional," sahut perempuan yang lain.

"Ya, aku bisa melihat roti sobek di balik baju yang tertutup rapi itu," sambung yang lainnya cekikikan.

Bisikan itu masih bisa Cailyn dengar karena mereka berbisik tepat di sebelah bangku Cailyn.

Lihatlah laki-laki yang sedang berjalan di lorong kelas itu. Luke, seorang anak dari kepala farmasi di perusahaan Arsepharm. Perawakan tampan dan tinggi, masih sangat menonjol meski di kelilingi beberapa laki-laki tampan disebelahnya.

Sebenarnya Cailyn sangat mengagumi laki-laki itu dan ia menutupnya rapat-rapat. Karena selain tampan, Luke juga pintar.

Selalu mendapat juara umum dalam kejuaraan scient. Cailyn juga ingin dekat dengan laki-laki itu meski hanya sebatas teman, dan rasanya mustahil. Siapa yang tidak suka berdekatan dengan orang yang terlihat sempurna seperti itu?

Tapi, menyukainya adalah dunia yang berbeda. Belajar dari kesalahannya saat SMP, Cailyn lebih berhati-hati dengan sikap dan tidak menceritakan pada siapapun kecuali diary nya.

Dan lihat wanita cantik yang berdiri tepat disamping Luke. Ayara, wanita cantik berambut gelombang panjang, mereka terlihat seperti pasangan putri dan pangeran.

Seperti yang dikatakan orang-orang, mereka adalah teman kecil dan mereka diperkirakan akan menikah saat sudah dewasa nanti.

Betapa tidak adilnya. Mereka dengan fisik yang menawan, lahir di keluarga yang luar biasa.

Cailyn berdiri dan berjalan keluar saat bel jam istirahat berbunyi.

"Mau kemana?" tanya Calestia, teman sebangku Cailyn, juga teman dekatnya. Ia tidak tahu bagaimana mereka begitu dekat, tapi dialah satu-satunya manusia di kelas ini yang banyak bersama Cailyn.

"Menemui kak Agam," sahut Cailyn tersenyum kecil.

"Oh, ya. Pergilah," balas Calestia malas.

Cailyn berjalan dengan senyum dan pipi merona. Benar. Entah karena keajaiban atau apa, seorang senior tampan yang mendekatinya dua bulan lalu tiba-tiba mengajaknya berkencan.

Sudah dua minggu mereka pacaran dan Agam sangat perhatian. Biasanya, laki-laki yang disukai Cailyn akan selalu menjauh darinya. Namun sekarang? Cinta Cailyn akhirnya terbalas.

Dengan senyum bahagia, gadis yang setia dengan rambut lurus sebahu ini berjalan membawa minuman yang akan dia berikan pada pacaranya.

Setelah hampir sampai di kelasnya, Cailyn mengenghentikan langkahnya begitu mendengar suara Agam.

"Apa kau buta? Lihatlah penampilannya. Wajahnya biasa saja. Rambutnya bahkan mirip seperti sapu ijuk." Suara itu diikuti dengan tawa beberapa orang seperti laki-laki dan perempuan.

"Ck! Aku hanya kasihan padanya. Dia begitu pintar, dia bahkan bisa membantuku menjawab beberapa tugas ku. Dan yang terpenting, dia pendiam tidak cerewet seperti mu," suara Agam.

Hati Cailyn berdenyut sakit. Ia meremas kuat minuman itu. Ucapan mereka setelahnya semakin menyakiti hati Cailyn membuat gadis itu pergi dari sana.

***

"Ada apa Cailyn?" tanya Agam. Laki-laki tampan sedikit berotot itu berjalan dengan senyum merekah.

Cailyn menunggu laki-laki itu di tepi jalan tidak jauh dari halte tempat ia menunggu bus.

"Apa kau mau kuantar?"

"Kak. Kita bisa sudahi saja hubungan ini. Bukankah Kakak tidak menyukai ku?" ucap Cailyn menahan rasa sakit di dadanya.

"Hah? Apa maksud mu Lyn?"

"Aku mendengar percakapan Kakak dan teman-teman Kakak di kelas. Aku sudah tahu," tambah Cailyn, menatap Agam kecewa.

Agam menghela pelan. Air mukanya tiba-tiba berubah dan menjadi tidak ramah.

"Ah, aku hanya kasihan pada mu. Bukankah bagus jika menjadi pacarku? Tapi sudahlah, kau membuat ku muak. Kita selesai disini. Selamat tinggal," ucapnya terakhir lalu pergi meninggalkan Cailyn begitu saja.

Laki-laki itu bahkan tidak mau menjelaskan atau apapun itu, mungkin saja Cailyn salah paham. Namun ternyata hal itu memang kebenarannya.

Setetes air mata jatuh di wajah kusam Cailyn. Ia menghapusnya cepat karena tidak ingin menjadi pusat perhatian.

"Kejam sekali. Bukankah seharusnya aku yang marah, Kak Agam?"

.

.

.

'Cel, aku putus dengan kak Agam.'

Cailyn mengirim chat pada satu-satunya teman yang dekat dengannya. Bisa dikatakan teman dekat, bisa juga tidak. Keduanya hanya sering bersama, makan bersama, duduk bersama, sesekali bercerita.

Tidak banyak. Ia hanya merasa nyaman dengan Celestia.

'Baguslah.'

Cailyn mendengus membaca balasan singkat padat dan menusuk ala Celestia. Cailyn segera membalas dengan kesal.

'Jahat.'

'Sudah kubilang dia itu mencurigakan. Bagus kau putus dengannya, baik untuk mu di kemudian hari.'

'Sebelum kau jatuh padanya lebih dalam lagi.'

Cailyn melempar ponsel nya sembarang diatas ranjang kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang yang sama.

Hatinya sakit, tapi tidak sesakit itu. Benar kata Celestia, mengetahuinya lebih awal lebih baik daripada terjatuh lebih dalam dari ini.

*

Cailyn berjalan menyusuri lorong. Pagi masih dingin, sesekali Cailyn menggosokkan kedua telapak tangannya agar tangan dinginnya terasa lebih hangat.

Suasana pagi ini sedikit aneh, mungkin hanya perasaannya saja sedari tadi cukup banyak pasang mata yang menatap ke arahnya.

"Benar dia kan?"

"Sepertinya benar, coba lihat wajah nya. Rambutnya juga, lucu sekali."

Deja vu.

Itu yang pertama kali Cailyn rasakan. Mereka bukan berbisik, tapi seolah sengaja mengatakan semua tepat di wajah Cailyn.

Ada apa … apa yang terjadi …?

Cailyn menarik nafas perlahan untuk menenangkan perasaannya yang mulai tidak nyaman. Firasatnya buruk hari ini.

Setelah sampai di depan kelas, Cailyn melangkahkan kakinya seperti biasa. Dan benar saja, hampir semua tatapan itu tertuju pada Cailyn.

Sebagian menatap jijik, sebagian lagi hanya melihat sekilas dan membuang muka tidak peduli. Sebagian sisanya terlihat senyum meremehkan.

Ah … benar-bener dejavu. Ada apa lagi sekarang?

Perlahan, Cailyn berjalan seperti biasa menuju bangkunya karena ia sudah biasa dengan itu.

"Ha, jal*ng."

Cailyn tersentak mendengar umpatan setengah berbisik itu. Ternyata … saat ini lebih parah dari sebelumnya.

Senyuman manis

Eps. 3

Kehidupan tenang di sekolah kini berubah seratus delapan puluh derajat. Sebenarnya Cailyn sudah terbiasa sejak SMP, namun kali ini jauh berbeda.

Tatapan penghuni sekolah yang memang tidak begitu ramah sedari awal, kini terlihat lebih menyeramkan. Sejak saat itu, Cailyn sesekali mendengar bisik-bisik mereka yang terdengar begitu menyakitkan.

Fakta bahwa dia adalah seorang yatim piatu kini tiba-tiba muncul ke permukaan. Entah siapa yang sengaja menyebarnya. Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan itu, namun kenapa segala yang ada pada diri Cailyn terasa salah?

Dimulai dari tas yang dikatakan murahan, meskipun Cailyn tidak tahu dimana letak perbedaan dengan tas yang dibandrol jutaan dengan tas Cailyn yang seharga puluhan ribu. Rambut Cailyn yang dicemooh karena bersinar seperti wanita cantik di kalangan atas.

Semua salah. Andai saja Cailyn tidak berseragam, mungkin cara berpakaiannya juga akan dipermasalahkan.

Namun, teman satu-satunya yang duduk sebangku dengannya tidak pernah mempermasalahkan itu.

Gadis yang sedikit galak itu memang sesekali mencibir Cailyn untuk sesuatu yang terasa tidak benar, namun semua tidak menyinggung Cailyn.

"Dia anak level rendah itu?" tanya seorang anak perempuan berambut panjang yang diangguki oleh teman di sebelahnya.

"Wah, luar biasa sekali dia. Mungkin dia punya ilmu sihir," cibir wanita itu lagi dengan tatapan meremehkan.

"Atau dia mendekati 'orang dalam' disini," lanjutnya kemudian tertawa terbahak bersama dua orang lainnya.

Cailyn melewati ketiganya tanpa berkomentar, ia bahkan enggan melirik ke arah mereka. Ia tidak terganggu, hanya saja ia tidak mau merespon mereka.

Namun, komentar Celestia membuat Cailyn terkesiap dan menatap wanita itu tidak percaya.

"Ah, dasar tukang gosip!" cerca Celestia sedikit meninggikan nadanya.

Tentu saja hal itu mendapat umpatan dari si penggosip. Namun keduanya tidak menghiraukan, saat orang-orang itu terus mengumpat serta meneriaki Cailyn dan Celestia, yang terus berjalan santai ke arah kantin sekolah.

"Bagaimana kalian bisa putus?" tanya Celestia. Mereka sudah di kantin. Gadis ini kemudian memasukkan makanannya ke dalam mulut. Celestia menatap Cailyn datar.

"Aku tidak sengaja mendengar kak Agam berbicara dengan temannya, kalau dia hanya kasihan dan memanfaatkan ku," ungkap Cailyn sedih.

"Apa dia tahu kalau kau mendengar itu?"

"Tidak."

Celestia mengangguk. "Hm… Pantas aja. Lalu, kau diputuskan olehnya?"

"Tidak. Aku yang memintanya putus saat pulang sekolah."

"Bodoh!"

Cailyn menatap Celestia dengan kening berkerut.

"Kenapa kau tidak diam saja dan menikmati bersama dengannya hingga dia bosan dengan mu. Setidaknya kau bisa bersikap lebih hati-hati," ucap Celestia kelewat datar. Terdengar tidak berperasaan.

Seharusnya jika memang mereka berteman baik, paling tidak gadis di hadapannya itu akan sedikit menghiburnya.

"Jahat sekali!" ucap Cailyn cemberut.

"Hm … terima kasih," sahut Celestia tidak peduli.

Cailyn hanya menghela lelah. Jika dipikir-pikir, ucapan Celestia ada benarnya. Di situasi seperti ini seharusnya ia lebih berhati-hati.

Selama setahun ini dia bisa menjaga sikap namun karena terlalu sakit hati saat mendengar ucapan itu Cailyn tidak bisa berpikir dengan kepala dingin.

Andai saja dia mau menulikan pendengarannya seperti biasanya, semua tidak akan menjadi sekacau ini. Cailyn bahkan tidak tahu jika akibatnya akan seperti ini.

Cailyn tersenyum. Ucapan Celestia mungkin terdengar jahat, namun Cailyn yakin ia hanya peduli.

"Terima kasih, Celestia," ujar Cailyn tulus.

Gadis di hadapannya hanya tersenyum kecil dan tidak terlihat repot untuk menjawab.

Celestia memang terlalu bicara blak blakan dan sesekali tanpa filter. Tapi tidak akan ada orang yang berani mengganggunya karena Celestia adalah anak petinggi di sekolah ini.

Cailyn bahkan tidak tahu kenapa Celestia bisa dekat dengannya bahkan dengan rumor yang ada.

Benar. Bukan hanya rumor tentang anak yatim piatu atau anak miskin lainnya. Cailyn juga dikabarkan mendekati Agam karena ingin memanfaatkan kekayaan laki-laki itu.

Meminta antar jemput pada Agam, mentraktir makan di sekolah dan segala macam hal matre lainnya.

Bukankah Agam yang memaksakan segalanya meskipun Cailyn menolak? Dan sekarang tidak ada kesempatan untuk Cailyn menjelaskan.

Sedikit kegaduhan terjadi di kantin saat sekelompok murid kelas atas datang ke tempat yang cukup mewah untuk seukuran sekolah SMA.

Luke, Ayara, dan beberapa temannya yang lain, laki-laki dan perempuan, mereka berjalan ke arah bangku di tengah yang sedang kosong, di tempat yang sama setiap harinya seolah ada tulisan bahwa bangku itu hanya milik mereka.

Bangku yang terlihat sama dengan yang lain itu akan diduduki murid lainnya saat Luke dan yang lain selesai dari kantin.

Cailyn menatap ke arah pangeran sekolah itu lekat. Selama ini mereka hanya berpapasan dengan Luke yang bahkan enggan menatapnya. Apakah laki-laki itu akan peduli jika mendengar rumor tentang Cailyn?

Gadis dengan rambut hitam sedikit kusam ini terus menatap lekat ke arah bangku Luke dan kawan-kawannya. Ia melihat kedekatan pria tampan itu dengan teman kecilnya. Luke tampak berbincang-bincang dengan Ayara, terkadang mereka juga berbagi lauk.

Anak laki-laki di sebelah Luke tampak berbisik pada sang pangeran sekolah. Sayang, Cailyn tidak sadar kedua laki-laki itu melirik padanya. Luke meliriknya dengan ekspresi tak terbaca, sedangkan laki-laki di sebelah Luke juga menatap Cailyn tidak suka.

Cailyn terkesiap dan segera menunduk, menatap makanannya yang tersisa sedikit. Cailyn merutuki tindakannya sendiri, ia tidak sadar telah menatap Luke terlalu lama.

"Kenapa?" tanya Celestia yang sedang menyeruput minumannya.

Cailyn menggeleng cepat dan segera menghabiskan makanannya. Bagi Cailyn, membuang-buang makanan kerugian.

Segera setelah menyelesaikan semuanya, Cailyn mengajak Celestia pergi dengan buru-buru. Sekilas ia melirik ke arah bangku Luke dengan ekor matanya.

Tak hanya dua orang, kini Ayara dan lainnya menatap Cailyn tidak bersahabat.

"Mau kemana terburu-buru?" tanya Celestia yang sudah ditarik oleh Cailyn.

"Aku kebelet Cel," jawab Cailyn bohong.

.

.

.

Cailyn berjalan perlahan menuju gerbang sekolah saat hampir semua murid telah pulang. Ia tidak mau mendengar cibiran jelek atau melihat tatapan tidak suka atau tak ramah lainnya.

Cailyn menarik tubuhnya tiba-tiba saat ia melihat Celestia dan beberapa gadis yang tadi siang. Ketiga gadis itu sesekali tertawa dan berbicara pada Celestia, sedangkan teman dekatnya itu seperti biasa dengan wajah tidak berminat.

"Kenapa sih kamu deket sama anak miskin itu? Apa dia memberimu sesuatu?"

"Tidak mungkin, dia kan miskin."

"Apa kau diancam olehnya?"

Celestia hanya diam tidak merespon saat mereka terus saja berbicara bersahutan.

"Lihat tas nya, murahan. Sepatunya juga, mungkin aku bisa membelinya 100 pasang hanya dengan uang bensin ku," cibir salah satu dari mereka kemudian tertawa begitu keras.

"Haha, eh yang lebih parah lagi. Lihat rambutnya, itu rambut atau wig? Kasar banget," timpal wanita berambut gelombang.

Hati Cailyn terasa nyeri. Tidak sekali ia mendengar ucapan seperti itu. Beberapa orang yang lain bahkan terang-terangan memperlakukan Cailyn seolah dia tidak ada.

Tapi gadis di balik tembok itu masih bisa menahannya. Tidak ada yang terluka dari ucapan pedas mereka, jika Cailyn tidak menghiraukannya, ia akan melupakannya segera.

Ketiganya masih asik mendata kekurangan Cailyn saat sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam datang di hadapan mereka.

"Setidaknya dia bisa menjaga mulutnya, tidak seperti kalian, berisik!" ucap Celestia dingin kemudian masuk ke dalam mobil mewah itu.

"Jalan, Pak," pinta Celestia pada supir pribadinya.

Sekilas ia melihat gadis penggosip tadi di balik spion mobil, ia tidak peduli mereka marah atau tidak karena Celestia tidak mau dekat dengan orang yang berisik.

*

Beberapa minggu berlalu setelah itu. Cibiran yang begitu menyakitkan kini sedikit berkurang meskipun sesekali Cailyn masih bisa mendengarnya.

Di kelas, sebagian orang terlihat tidak peduli. Namun beberapa yang dulunya sempat dekat dengan Cailyn kini seolah menjadi orang asing.

Cailyn juga berpapasan dengan Luke sesekali, jika biasanya Luke tidak akan menoleh padanya saat berpapasan, kini laki-laki itu hanya melirik Cailyn, melihat dari ekor matanya dengan ekspresi yang tidak berarti.

Tidak ada senyuman disana, hanya lirikan sekilas yang terlihat tidak penting.

Dua bulan ini Cailyn bisa memperbaiki situasinya karena ia memilih diam di perpustakaan dan sesekali membantu pustakawan untuk berjaga disana.

Gadis itu bahkan menyembunyikan masalahnya di sekolah pada paman dan bibinya agar keduanya tidak khawatir. Sudah cukup menjaga Caily dengan baik, Cailyn tidak akan merepotkan mereka lagi.

Cailyn begitu bahagia karena anak yang datang ke perpustakaan terbilang sedikit. Hal itu tentunya mengurangi bisikan dan gunjingan yang menyakiti hatinya.

Pustakawan disini cukup galak, siapa yang membuat kegaduhan benar-benar akan diusir.

Hal menarik lainnya, ia akan melihat Luke membaca dan duduk begitu lama di perpustakaan ini sesekali. Cailyn tidak akan melewatkan pemandangan indah itu.

Cailyn masih membaca buku pelajarannya. Jam istirahat masih begitu panjang dan tidak ada yang meminjam buku hari ini. Jadi ia bisa dengan santai belajar di perpus.

"Permisi," ucap seorang laki-laki pada Cailyn yang sedang berjaga.

Cailyn menoleh. "Iya?"

Deg!

Tubuh Caily terpaku di tempat. Ia bahkan tidak sadar menahan nafas dengan mata tak berkedip menatap laki-laki di hadapannya. Mulutnya bahkan sedikit terbuka.

Dengan susah payah ia menelan ludahnya dan mencoba kembali bersuara. Ia mengambil nafas dalam-dalam, menahan rasa senang yang berlebihan karena pangeran sekolah yang biasanya tidak pernah berminat dengannya, kini tersenyum begitu manis padanya.

"Halo, boleh aku meminjam buku?" tanya Luke dengan senyum ramah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!