“Terima kasih “
Sisi menggenggam kedua tangannya dan tersenyum lebar memandang semua orang di sekelilingnya.
“Mulai hari ini kamu sudah bisa bekerja” Hana selaku manager perusahaan tersebut mengakhiri perkenalan Sisi dengan para rekan kerjanya.
“Baik, terima kasih Bu Hana” Sisi menuju mejanya.
Ekspresi Sisi sangat bersyukur dan tersemangati oleh sambutan semua rekan kerjanya yang terlihat ramah. Sisi mengamati meja kerjanya, komputer, mesin printer dan telepon di meja. Senyumnya begitu merekah saat mendapati dirinya telah bekerja di perusahaan retail yang cukup besar dan memiliki penghasilan yang lumayan untuk sosok pemula sepertinya.
“Hai gue Riana “seorang gadis cantik membuyarkan lamunanya, Sisi menoleh ke sebelah mejanya dan mengulurkan tangan “Hai gue Sisi”
“Selamat bergabung ya”.Riana tersenyum lebar sambil menjabat tangan Sisi
Tak lama setelah itu seseorang menghampiri mereka dengan membawa kopi di tangannya “haiii Semuaaaaa?” sapanya dengan penuh keceriaan.
“Gue Sisi anak baru dikantor ini” Sisi mengulurkan tangannya untuk berkenalan. .
Sosok itu mengulurkan tangan berjabatan “gue Luna meja gue di sini” kata Luna sambil menunjuk mejanya riang. Sisi dan Rianapun tersenyum hangat mengiyakan perkenalan mereka.
“Gue bawain kopi sebagai perkenalan, gue ga tau kesukaan lo, tapi cappucino is good taste lah ya” kata Luna dengan senyum yang tulus.
Sisi menerima kopinya dengan perasaan tersentuh “Thanks Luna”
“Yup, sepertinya setiap pagi gue harus bawa 4 kopi hehhehe” dia terkekeh
Mata elang Riana memandang Luna dengan cengengesan “eh masukin Sisi ke grup Whatsapp, eh tapi tunggu Ka Denny ya”
“Sebentar lagi dia datang, paling kena macet jam segini macet tuh jalanan depan” kata Riana menjelaskan kondisi.
“Iya gue sengaja lebih pagi biar ga kena macet” Luna angkat bicara menimpali
“Itu Ka Denny dateng” Luna menunjuk laki laki yang tengah berjalan menuju mereka bertiga.
“Selamat Pagi semua” senyumnya lebar penuh kharisma. “Saya Denny Leader divisi umum ini, kamu Sisi ya?” Denny langsung menebak anggota barunya.
Sisi berdiri dan menjabat tangan Denny dengan hormat “Iya pak saya Sisi, mohon bimbingannya”
Riana, Luna dan Denny memberikan anggukan dan senyuman tulus menyambut dengan hangat sebagai tanda IYA.
“Selamat bergabung diteam kita ya semoga KITA berkembang bersama, Cayooo!!” Denny tersenyum ramah menyemangati Sisi yang terlihat antusias. .
Setelah perkenalan itu Sisi semakin bersemangat didalam otaknya tersirat kalimat ‘aku sangat bersyukur dan bahagia di perusahaan baruku.’
*****
Waktu menunjukan 17.00 WIB, hari berlalu dengan lancar, sebagai karyawan baru di perusahaan Sisi tidak terburu-buru pulang dia mengamati sekitar kantornya dengan senyum merekah dia melihat pintu-pintu yang bertuliskan nama-nama divisi lain yang ada di perusahaan tersebut. Rekan seteamnya sudah pulang dan ruangan mereka sudah sepi tersisa Denny dan dirinya saja.
“Kamu belum pulang Si?” Denny membubarkan lamunan Sisi yang tengah asyik mengamati perusahaan barunya.
“Eh em belum pak” Sisi melemparkan senyum hormat pada Leadernya itu “pak Denny belum pulang?” Sisi balik bertanya padanya.
“Saya ada beberapa File yang perlu di koreksi dan besok di ajukan ke marketing” Denny menjelaskan.
“Kamu kesini deh Si” denny menyuruhnya duduk di hadapan mejanya agar mengobrol dengan leluasa.
“Baik, Pak” Sisi menggeser kursinya ke hadapan Denny dengan tersenyum dan sedikit rasa malu karena belum mengenal atasannya ini.
“Coba deh kamu kenalin diri, saya ingin lebih mengenal kamu secara pribadi” Denny membuka obrolan mereka. Senyuman dibibirnya dibiarkan merekah seperi bunga dimusim semi.
Sisi tersenyum dan mulai berbicara dengan malu malu “Sisi Maharani Adriana, Usia 23 tahun, ini adalah perusahaan pertama yang menerima saya untuk bekerja setelah beberapa perusahaan menolak saya” Sisi mengakui pengalamannya dengan miris namun tersenyum tulus.
Denny membuka tangannya di atas meja dan tersenyum tipis. ”Kuliah jurusan akuntansi, semester 5 hampir di DO karena bayaran kuliah yang madeg?’ senyumnya mengembang menatap wajah Sisi.
Sisi melongo “Bapak tau hal itu darimana?”
Denny tersenyum “Adik kamu Refan bekerja dipabrik sebagai buruh harian lepas”
Sisi melongo untuk kedua kalinya. ‘Kejutan informasi macam apa ini?’ pikirnya.
Denny lagi lagi tersenyum dan tak terduga dia berjalan membawa laptop lalu meraih kunci mobil kemudian mengusap kepala Sisi dengan lembut dan meninggalkannya dalam kondisi planga plongo tanpa di beri kesempatan untuk bertanya darimana Denny tahu tentang informasi pribadi yang tidak di tuliskan di CV nya.
Denny berhenti sejenak kemudian menoleh pada Sisi dengan tatapan ambigu “Mulai besok jangan panggil saya pak lagi, mengingat saya hanya beberapa tahun lebih tua dari kamu. Saya Denny Permana, kamu bisa panggil ‘Ka’ seperti lainnya “. Denny kembali berjalan meninggalkan Sisi yang masih bingung dan tidak ada manusia lain yang bisa dia tanyai.
*****
‘Krek.Ceklek’
Suara pintu di buka perlahan “Refan pulang, Ciii” sosok adik Sisi menaruh tas kerjanya di sofa dan merebahkan badannya disana
“Gimana kerjaan hari ini, Fan?” Sisi bertanya kepada adik laki-lakinya yang terlihat lelah dan rasa kantuk yang luar biasa.
Refan menoleh dan menatap wajah kakaknya dengan lesu “Bagus sih, ada perkembangan yang cukup baik, tapi sayang papah dan mamah ga tau kalo gue udah kerja keras selama ini” Refan manyun ada sedikit kesedihan dan kekecewaan yang tak terlukiskan.
Sisi mendekati adiknya dengan perlahan “Papah sama mamah sudah bahagia di sana, yang mereka pengin saksikan adalah kesuksesan kita” Sisi memberikan senyuman termanis yang dia punya. Semenjak kehilangan kedua orang tuanya Sisi dan Refan berjuang hidup dan bekerjasama untuk terus menyemangati satu samalain seberapa sulit mereka untuk menyelesaikan pendidikan mereka dan pada akhirnya keduanya lulus SMA. Memang tak luput dari bantuan keluarga lainnya seperti paman, bibi dan nenek mereka.
Tidak mudah menjalani kehidupan seperti ini, tapi mereka selalu berusaha untuk kuat dan menyembuhkan diri setelah kecelakaan mobil 5 tahun lalu. Mereka tak ingin terpuruk dalam kesedihan dan mereka juga tidak ingin membahas masa lalu yang menyakitkan.
Hari ini adalah hari ini.
‘Derrt Dertt’ ponsel Sisi bergetar menampilkan notifikasi dia telah ditambahkan dalam grup whatsapp.
“Hai Sisi, Selamat bergabung” tertulis Denny Permana di bar status
Sisi tersenyum riang seperti bocah 5 tahun mendapatkan mainan yang diimpikan.
”Hai Ka Denny, Haii Guys” tulisnya dengan masih berseri seri.
Refan menoleh memerhatikan Sisi yang tersenyum riang “Hari pertama bekerja, Ci?” Refan memanggil Sisi dengan panggilan kesayangan keluarga mereka yaitu Cici dari kata Sisi.
Sisi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya “Luar biasa Fan, Cici di terima dan di sambut hangat di perusahaan” wajahnya berbinar memancarakan kecantikan alami.
Refan yang tadinya sedikit lesu mejadi bersemangat “It’s Great!! Apaan jobdesk lo Ci?”
“Yang jelas Gak jadi buruh kayak lo Hahahhaha” Sisi mengejek sambil mengacak-acak rambut Refan girang. Tawanya lepas begitu saja saat mendapati kondisi rambut Refan yang berantakan.
“Gaji gue yang biayain kuliah lo Ci Hahhaa” Refan tidak mau kalah. Memikirkan kakaknya yang sudah mulai bekerja ada kebahagiaan yang tidak bisa terlukiskan. “Akhirnya gue bisa menikmati gaji gue sendiri” Refan nyengir sambil menoyor kepala Sisi kemudian sedikit berlari ke kamarnya.
Sisi melemparkan sekuat tenaga tas kerja Refan “Ga akan pernah gue biarin gaji lo nganggur sedikitpun ya Fan, Gue harus habisin gaji lo Bhhahahha” tawanya lepas karena senjata tas yang di lemparnya mendarat persis dikepala Refan.
Refan menunjukan kedua jarinya ke arah mata yang artinya’Gue Mengawasi Lo’
Senyum Refan mengembang dan berhenti didepan pintu kamarnya
“Sebisa mungkin lo fokus dengan kuliah dan kerja, jangan mikirin hal lain yang tidak penting. Gue percaya lo nantinya bakal sukses Ci” Refan memandang Kakaknya dengan harapan besar.
Sisi kembali tersenyum dan tertawa riang, hidupnya perlahan membaik dan tidak ada kesedihan atau kekhawatiran yang berarti sekarang, karena mereka berdua sudah melewatinya dengan hebat hingga hari ini.
‘Alhamdulillahirrobbilalamiin’ batinnya bersyukur.
Sisi memeriksa ponselnya dengan riang disana dia mulai menyimpan nomor anggota grup Whatsapp nya tersebut.
Tak lama setelah itu Sisi mengetuk pintu kamar Refan “Makan malam ga Fan?”
“Gue udah makan diluar” teriak Refan dari dalam kamarnya.
“Mulai besok gue ga akan pernah masak lagi” Sisi cemberut kesal karena dia sudah bersusah payah menyiapkan makan malam namun Refan malah melewatkannya.
“Jangan harap lo bisa makan masakan gue lagi ya Fan!” geram Sisi menampol pintu kamar Refan sambil berlalu meninggalkan karena tak mendapatkan respon apapun dari adiknya.
‘Derrtt Dert’ ponselnya bergetar di raihnya ponsel yang tadi tergeletak di ruang tamu dan melihat notifikasi yang tampil ‘Pengumuman penggantian jadwal kuliah di hari sabtu minggu untuk kelas karyawan’
“Oke baik, jadi gue ga akan pernah punya jadwal libur di semester ini hingga lulus” gerutunya dengan pasrah. Kemudian Sisi mengambil air minum dan makan malam sambil memantau obrolan di grup Whatsapp nya.
*****
“Kopiiii Cappucinno“
Luna menaruh gelas berisi kopi di meja Sisi dengan ramah, dan sudah berlangsung hingga hari jumat ini artinya sudah 5 hari Sisi mulai bekerja di perusahaan barunya.
“Thanks Luna“
Sisi langsung menyeruput kopinya.
“Senin depan giliran lo Si sampai seminggu kedepan” Luna menjelaskan
“Uhukk!” Sisi terbatuk “jadi hari ini kopi gratis terakhir gue?” Sisi meledek Luna
“Hmmm” Luna tersenyum dan mengangguk menang.
‘Duit dari mana gue seminggu mendonasi kopi gratis untuk empat orang haha’ pikir Sisi keras ‘Ahaaa, Refan’ Nama indah itu tiba tiba menjadi lampu senter di otaknya. ‘Refan memang selalu bisa di andalkan soal uang Bbhahahaahha’ otak kecil liciknya berpikir dengan sangat bagus pagi ini.
Mungkin karena kopi hangat dengan rasa kapucino dan taburan granola di atasnya.
“Si tolong dong antar ke ruangan ka Denny” kata Luna meninggalkan kopi di meja Sisi
“Eeh emang ka Denny ga ke meja kita?’ Tanya Sisi sambil celingukan mencari denny yang biasanya duduk tak jauh dari meja kerjanya.
“Hari ini gak. Dia di ruangan sebelah deket divisi Marketing” kata Luna sambil mulai menghidupkan komputernya.
“Ok. Gue kesana” Sisi beranjak dari duduknya membawa kopi menuju ke ruangan sebelah.
Ruangan lain Denny berada tak jauh dari sana hanya berjarak 1 pintu dan persis berada disebelah ruangan kaca kantornya.
“Tok Tok Tok!” Sisi mengetuk perlahan ruangan Denny
“Masuk” terdengar suara dari dalam
‘Ceklek’
Sisi membuka dan masuk dengan hati hati “Ka Denny ini kopinya” Sisi meletakan kopi dengan malu malu di meja Denny.
“Hmm, thanks” gumam Denny sambil menoleh sedikit ke arah Sisi “Tolong bawain berkas ini ke Divisi Marketing, Si” Denny menatap sejenak wajah Sisi “Kasih ke Lukas atau Aldo ya disana” Denny menjelaskan “
“Baik ka” Sisi meraih setumpuk berkas
“BTW Thanks Sisi” senyuman Denny merekah dan hanya sebentar.
Sisi berlalu membawan berkasya ke Divisi Marketing. Disana Sisi bertemu dengan Lukas dan Aldo yang kebetulan sedang minum kopi membicarakan perencanaan marketing.
Sisi memperkenalkan diri dan menyerahkan berkas yang di amanatkan Denny kepadanya dengan sopan kepada rekan team marketing. Setelah perkenalan dan saling bincang sebentar mereka menunjukan sikap hangat dan menyambut Sisi sebagai anggota baru di perusahaan ini.
“Main mainlah kesini” Aldo menebarkan senyum yang sangat menawan
“Biar tambah akrab dan solid kapan-kapan kita main keujung Kantor ini, Si” Lukas melipat tangannya di dada. “Ada tempat karaoke, musik dan biliar disana”
Sisi lagi lagi merasa disambut dengan hangat oleh rekan-rekan perusahaannya dan mengangguk malu serta bahagia. Bahkan mereka mengajaknya berkumpul ketempat bagus yang ada dikantor barunya. Dia bahakan tidak tahu menahu adanya fasilitas nongkrong seseru itu diperusahaannya. Sepertinya dia perlu berkeliling sekitar perusahaan juga nantinya.
“Siap ka Aldo, ka Lukas” wajah Sisi merona menampilkan wajah polosnya yang anggun dan sederhana. Tak heran jika rekan-rekannya menyambut dengan hangat, wajahnya yang tenang dan selalu ceria membuat semua orang menyukainya. Sisi terlihat cantik hari ini. Namun dia tidak pernah menyadarinya.
Ternayata benar pepatah mengatakan bahwa perempuan cenderung lebih cantik saat mereka merasa bahagia.
“Masih kuliah lo, Si?” Aldo menelisik
Sisi mengangguk “Masih ka, semester 5”
“Waah semangat, Si” Lukas menyemangati.
Sisi tersenyum hangat mempesona “Makasih ka”
“Ya udah lo balik ke meja kerjasama, nanti dicariin Denny lo bisa di bunuh kita dikira menyandera anak baru” Lukas melirik Aldo dan kemudian tertawa bersama.
Sisi juga ikut tertawa ternyata laki-laki dewasa disini asik dan tidak kaku. Inilah tempat yang asik dan nyaman untuk membangun relasi kerja yang diinginkannya agar bisa lebih berkembang dan maju.
Sisi bersyukur dalam hatinya untuk kemudahan yang dia dapat hari ini.
Kemudian Sisi kembali ke meja kerjanya setelah menyelesaikan tugas yang di berikan Denny.
Rianapun meletakan setumpuk berkas di meja Sisi “Gue udah kerjain semua, nanti lo tinggal periksa cetak tebal biru yang udah gue tandain ya, Si”
Sisi nyengir “Oke Ri, gue langsung kerjain”
“Senin ada meeting team kita dengan semua Divisi lain nanti lo konfirmasi ke Ka denny ya mengenai pembahasan keuangan dan budgeting yang kemarin udah Luna kerjain” Riana menjelaskan
“Ok, nanti gue konfirmasi Ka Denny mengenai Divisi lain gue kabarin secepatnya digrup nanti malam” Sisi sudah mulai mempelajari tugas tugasnya yang ternayata lumayan banyak, tak heran nilai gaji yang di tawarkan cukup besar untuk pemula sepertinya, kemungkinan orang lain sebelumnya yang ada di bagian ini tidak sanggup kemudian hengkang tanpa dosa karena beberapa hari bekerja sudah mendapatkan tugas yang lumayan rumit untuk seseorang yang baru pertama bekerja.
Tapi bagi Sisi ini adalah tantangan yang harus dia taklukan untuk melanjutkan hidup dan membiayai kuliahnya. Senyumnya merekah pilu. ‘Yap aku butuh duit’
“Ada tujuh berkas yang butuh tanda tangan ka Denny ya Si, habis ini gue ada kegiatan di luar terkait pengembangan dengan divisi keuangan, periksa dan pelajari sembelum menyerahkan ke ka Denny” Luna datang menambah beban pekerjaan Sisi di menit berikutnya dengan senyum yang sangat indah saat menaruh berkasnya di salah satu sudut meja Sisi.
“Berkas ini harus sekarang atau bisa nanti sore Lun?” Sisi bertanya diawal agar tidak ada kesalahan yang dia buat jika nantinya tidak langsung di serahkan kepada atasannya.
Luna menempelkan jari telunjuk di mulutnya dan berfikir “Keknya sih ga buru-buru banget Cuma lebih cepat lebih baik, Si’ Luna menoleh ke arlojinya “Ada yang mau lo tanyain lagi gak?’
“Gak ada. Oke, Lun nanti sorean gue ke ruangan ka Denny setelah kelar yang lain ya” Sisi masih mengetik keyboard saat menjawab Luna.
“Ya udah Si gue buru-buru, telat sedikit bisa dapet masalah besar” Luna meoleh ke arlojinya sekali lagi dan bergegas pergi meninggalkan Sisi.
“Bye Lun, hati-hati” Sisi melambaikan tangan ke Luna yang terburu-buru pergi karena pekerjaan yang mendesaknya.
‘Hemmmpt Huffft’
Sisi menarik dan menghembuskan nafas perlahan, dan melakukannya berulang kali. Hari ini pekerjaannya lumayan menguras tenaga dan pikirannya, untungnya Sisi memiliki otak yang tidak terlalu bodoh untuk melakukan semua pekerjaan ini. ‘Masih untung’dia tersenyum lagi ‘darimana otak kecil ini berasal? OH TUHAN’.
Tak lama selang Sisi mengerjakan pekerjaannya Riana menghampiinya untuk menanyaklan keberadaan Luna. ”Luna udah pergi ya, Si?’
“Udah. Kelihatan buru-buru dia” jawabnya dengan masih terus mengetik dan menganalisa data yang ada di mornitornya.
Rianapun berjalan kembali ke meja kerjanya dan sepertinya ada berkas yang tertinggal atau ada berkas yang berkaitan dengan Luna, tapi Sisi tidak ambil pusing karena pekerjaannya juga menumpuk dan kemungkinan melewatkan makan siangnya.
Hingga sore hari berlalu meja Sisi masih bertumpuk berkas dan belum terselesaiakan.
Kemudian Sisi menyempatkan menengok Rianapun ke mejanya “Sudah beres Ri?’ tanyanya meledek
Riana menoleh dengan cemberut “Habislah gue kalo harus lembur malam ini” dia menunjuk setumpuk pekerjaannya yang ada disudut meja kerjanya. “Gue udah janji sama nyokap gue buat makan malem, Sisi” rengeknya dengan mata berkaca-kaca seperti anak anjing yang memohon belas kasihan.
“Artinya?’ tanya Sisi tanpa basa basi
“Lo gantiin gue lembur dong ya, pliiis kali ini aja” rengeknya dengan lebih berani
“Gak bisa, gue besok ada kelas pagi jam 7” tolak Sisi dengan tidak enak
“Wah lo tega banget Sisi, huuuuuu” Rianapun menunjukkan ekspresi sedih yang di buat buat.
Sisi sedikit tergiur dengan tawaran lembur karena upah lemburnya juga lumayan untuk tambahan biaya hidup, tapi memikirkan besok dia harus bangun pagi karena kuliah dan tidak ada libur sama sekali di hidupnya kedepan membuatnya frustasi dan ingin menggigit jari siapapun yang lewat dihadapannya saat ini juga.
“Sisi, lo yakin ga mau gantiin gue lembur?’ Riana segera menyadarkannya
“Gak!’ Sisi menyilangkan kedua tangannya di bawah dada seolah acuh tak acuh, sejujurnya dia mempertimbangkan.
Riana berdiri dan menaruh tangannya di pundak Sisi. ”Gadis cantik nan imut, ini kunci laci meja gue dan ini pass token gue” Riana mendadak menyerahkan dompet kecil miliknya yang berisi peralatan kerjanya. Melepas dan menenteng sepatu hak tingginya dan berlari kecil meninggalkan Sisi seorang diri disana. Sisi ternganga menatap kepergian Riana dan pada menit berikutnya dia tersadar, Namun terlambat.
“Kapan gue setuju buat lembur Riana?!” teriak Sisi kepada Riana yang sudah berlari jauh dibalik pintu.
Hanya angin ac yang dia dengar dan bunyi printer yang sedang bergerak mencetak berkas di mejanya. ‘apa-apaan ini?’ gumamnya.
Tanpa persetujuan, justru tanpa merasa berdosa Riana meninggalkan kantor menyuruh paksa Sisi menggantikan lemburnya ‘what the fuck’
Kalimat apakah yang bisa Sisi gunakan untuk menggambarkan perasaan kesalnya, karena pekerjaannya di meja juga masih menggunung di tambah dengan berkas yang ada di meja Riana yang juga harus dia selesaiakan. Sisi menggelengkan kepalanya sejenak berfikir keras. Tapi Sisi tak ingin ambil pusing ‘Hikmahnya gue dapet Duit tambahan’
Petang hari Sisi memeriksa ponselnya setelah dia kembali kemejanya dan melanjutkan pekerjaannya sedari kepergian Riana sore tadi dia melewatkannya.
“Gue ga balik kekantor” Luna terlihat baru saja mengirim pesan untuk memberitahukannya
Sisi bergegas membalas”Ok, istirahat. Lo pasti lelah bepergian dari siang” tulisnya dengan tulus sebagai rekan baru.
Di bar kedua telihat Riana mengirim foto bersama keluarganya ada wanita cantik yang mirip dengan Luna disana, menikmati makan malam disebuah hotel yang terlihat mewah.
“Thanks, Si berkat lo momen ulang tahun nyokap gue ga terlewatkan lagi seperti tahun lalu” tulisnya setalah melihat centang biru di pesan pertama berupa foto yang dia kirim.
“Hm” Sisi membalas sesingkat mungkin tapi setelah memikirkannya itu adalah momen orang tuanya jadi Sisi kembali mengirim pesar berupa “Happy birthday ya buat nyokap lo”
Telihat emotikon tawa mengangguk sebagai balasan IYA Riana pada Sisi.
Sisi menyimpan kembali ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya dengan amat serius hingga dia tidak menyadari ada sosok yang memperhatikannya dari balik dinding kaca ruangan kerjanya.
*****
21.00 WIB
“Wah gila gue ga sadar udah larut banget” gumam Sisi setelah melihat jam digital di ruang kerjanya.
Dia meregangkan badan dan kedua tangannya, sesekali menguap karena kelelelahan sekali malam ini. Sisi beranjak dari kursi dan mematikan komputernya sambil memeriksa apakah ada berkas yang belum dia selesaikan. Dan ternyata benar ada berkas yang harusnya dia serahkan ke Leadernya untuk di tanda tangani tapi karena banyaknya berkas dimeja dia melupakan hal itu.
“Gimana nih?” Sisi berbicara sendiri “Oke Sisi jangan panik, besok sore pulang kuliah ketemu dengan ka Denny atau kalo perlu kerumahnya minta alamatnya” Sisi terus mengobrol dengan dirinya agar tidak panik.
Berulang kali dia menguap dan rasa kantuk yang tak tertahankan akhirnya dia memutuskan pulang ‘gue harus tidur’
Sisi meninggalkan kantornya dan pulang. Sesampainya di rumah sudah jam 22.07 WIB dia membuka pintu kamar adiknya dan memastikan adiknya sudah tertidur dalam kondisi kenyang.
”Lo udah makan Fan?” Sisi mengguncangkan tangan Refan hingga membuat Refan terbangun.
“Hem udah Ci, lo lembur?” Refan bertanya sambil beranjak duduk.
“Iya Fan, ada makanan ga?” Sisi mengumbar senyuman penuh harap.
“Ada, udah gue taro di meja makan” Refan kembali menarik selimutnya.
Sisi beranjak dan menutup kembali pintu kamar adiknya menuju ke ruang makan dan disantapnya makan malam yang di sediakan adiknya dengan lahap kemudian bergegas untuk tidur.
Pagi hari Sisi terbangun dan melaksanankan ibadah sholat shubuh kemudian bergegas mandi dan setelah rapih dia menuju meja makan untuk menuangkan Susu dan roti sebagai sarapan tercepatnya.
Karena perjalanan untuk ke kampusnya butuh waktu sekitar 45 menit jadi dia sedikit tergesa untuk membangunkan adiknya agar mengantarnya ke kampus. “Fan, gue ada kuliah pagi, bangun!” teriak Sisi dari balik pintu kamar Refan.
Refan keluar dan mendapati kakaknya sudah bersiap untuk berangkat. “Hmm, gue anter doang ya Ci, ga bisa jemput gue ada urusan” kata Refan yang ternyata sudah siap untuk mengantar Sisi pergi kekampus.
Sisi mengangguk”Ok. Gak masalah gue juga mau ke rumah atasan gue soalnya ada berkas yang harus di tanda tangani”
Sisi mengunyah rotinya dengan rakus dan sengaja memamerkannya di depan wajah Refan.
Refan merebut sisa potongan roti dan buru-buru memasukkan ke mulutnya agar Sisi tidak memiliki kesempatan untuk protes atau merebutnya kembali.
Sisi memukul kepala Refan sekuat tenaga”Refaaaaan!!!”
Refan berlari kecil ke parkiran untuk menyalakan motornya.
Sesampainya di kampus Sisi menyerahkan helmnya kepada Refan dan berlari meninggalkan adiknya terburu-buru masuk kelas.Di kelas Sisi langsung menhampiri Indah, Mutia dan Reni rekan kuliah yang di kenalnya saat peratama masuk kuliah. Mereka selalu kompak dari maba hingga semester ini. Mereka mengambil jurusan dan jumlah mata kuliah yang sama. Kelas terdengar riuh karena setiap mahasiswa berbincang dengan teman kelas lainnya.
“Sisi, sini” Mutia melambaikan tangan pada Sisi yang sedang berjalan menuju mereka.
Kemudian mereka saling menepuk satu tangan sebagai tanda akrab mereka.
Sisi tersenyum lebar melihat ketiga temannya itu “Mata kuliah apa ini Guys kita?”
“Mata kuliah Perilaku Organisasi pak Doni” jawab Reni.
“Ada tugas meringkas, weeeh” Indah menimpali dan menunjukan bukunya
“Yang mana?” Sisi celingukan dan kebingungan karena tidak ada persiapan apapun “Eh halaman berapa?” Sisi mencari cari buku cetaknya tapi tidak menemukan buku mata kuliah tersebut.
Mutia, Indah dan Reni membantunya mencari cari didalam tasnya namun Sisi memang tidak membawanya, kemungkinan Sisi lupa jadwal hari ini dan malah membawa buku lain yang tidak berkaitan dengan mata kuliah hari ini, Yap buku kecil catatan perusahaan yang dia bawa.
“Mampus lo Si” Mutia menakuti Sisi
“Gue ga tau lagi deh” Indah menimpali dengan cekakakan “Udah lah pusing gue tiap lo masuk pagi pasti ada aja lo Si” Indah menggelengkan kepalanya heran.
Reni mengeluarkan buku dan penanya untuk Sisi “Buruan copas tugas gue, buruan ga ada waktu lagi kalo lo sibuk cenga cengo kek gini Si”
Sisi kelabakan bukan main karena seminggu ini dia fokus bekerja dan tidak menyentuh bukunya samasekali bahkan tidak melihat grup kelas di whatsapp nya. Dia hanya fokus pada pekerjaannya dan melupakan salah satu bagian tugas penting dari hidupnya yaitu kuliah.
Sisi segera menyalin tugas ke bukunya yang dia contek dari tugas Reni, dengan segera dia menyalin tulisan tersebut, namun percuma belum menyelesaikan satu baris, dosen mereka sudah memasuki kelas.
Kelas yang tadinya ricuh menjadi senyap seketika, Pak Doni selaku dosen mata kuliah Perilaku Organisasi memasuki ruangan dengan tampang seperti biasa yaitu penuh senyum ramah namun siapa sangka dosen yang ramah tamah nan indah tampilannya itu terkenal dengan tidak toleransinya terhadap mahasiswa yang tidak mengikuti aturan ajarnya. KILLER
“Selamat pagi class” Pak Doni menyapa dengan ramah dan senyum lebar
“Pagiii… Paak” Balas seisi kelas memyambut pak Doni.
“Minggu lalu tugas meringkas segera kumpulkan, setelah itu silahkan isi kehadiran dan tugas di aplikasi kampus”. Pak Doni tanpa basa basi langsung memulai kelasnya
Semua mahasiswa mengumpulkan buku tugas mereka hanya Sisi yang tidak maju karena tugas mana yang dia kumpulkan? Sisi bahkan tidak menulis apapun di buku tugasnya.
Seperti biasa pak Doni memperhatikan setiap mahasiswanya dan mengarahkan tatapan pada salah seorang mahasiswinya yang diam saja.
‘Mati lah gue’ gumam Sisi sambil menutupi wajahnya dengan buku.
“Siapa itu yang tidak mengumpulkan tugas?” Pak Doni menunjuk Sisi yang terlihat ketakutan “Sini maju ke depan“. Perintah pak Doni dengan ucapan ramah.
Sisi yang masih menutupi wajahnya dengan buku perlahan menurunkan bukunya dengan takut takut, “Saya pak?” tanyanya dengan gugup
“Iya kamu yang berbaju broken white itu” pak Doni memperjelas sosok yang di tunjuknya.
Sisi akhirnya maju kedepan samping dosennya “Baik pak”
Pak Doni berdiri dan mendekati Sisi yang malu setangah mati karena berdiri didepan seisi kelas. Satu kesalahannya adalah tidak mengerjakan tugas. Hanya satu kesalalahannya yaitu LALAI.
“Ini adalah contoh yang kurang baik” Pak Doni menatapnya dengan masih ramah namun kata kata yang keluar dari mulutnya menjadi peluru yang menembus tepat di kening Sisi.
Kepala Sisi terasa sedikit pening memikirkan nasibnya.
“Kalian semua masih muda dan pasti sering bermalas malasan atau menunda mengerjakan tugas” pak Doni tersenyum menatap semua mahasiswanya dengan ramah.
“Saya memberikan tugas meringkas supaya kalian lebih sering membaca” pak Doni diam sejenak lalu melanjutkan ”Dengan membaca, mungkin kalian akan lebih berpengetahuan, mungkin juga tidak akan berpengetahuan, tapiii,,, ketika kalian tidak membaca sudah pasti pengetahuan kalian tidak akan pernah bertambah” senyumannya lagi lagi merekah.
Pak Doni menghadap Sisi. ”Kamu sepertinya kelelahan? Lalai?” tanyanya pada Sisi
Sisi menggeleng “Ti.tidak pak” ketakutannya memuncak
Pak Doni tersenyum lebih tulus lagi, jika senyuman bisa membunuh, mungkin Sisi sudah mati berulang kali karena senyuman dosennya itu “Kamu tidak perlu mengikuti kelas saya sampai semester ini berakhir”
Sisi kaget bukan main, maksud yang dia tangkap adalah Sisi TIDAK LULUS dimata kuliah ini dan harus mengulang disemester depan. ‘Mati lah gue’ desisnya kacau
“Pak saya mau dihukum apa saja asal tidak mengulang disemester depan” spontan Sisi mengajukan permohonan kasasi.
“Saya tidak menawarkan pilihan untuk kamu Sisi” Pak Doni membuka kedua tangannya dengan tatapan hangat
Senyum membunuh itu beredar dan menacap tepat di jantung Sisi hingga detak jantungnya berdetak sangat cepat, TAKUT. Tak ada yang bisa mewakili perasaannya yang membuncah dan ingin sekali menangis, dia merasa seminggu ini hidupnya lancar dan siapa sangka hari ini dia medapat kado terindah yang memecah belah pikirannya.
Hidup memang tidak selalu mudah apalagi lancar. Pointnya adalah Jangan pernah terlalu berharap dengan kehidupan ini.
“Oke Sisi, silahkan keluar dari kelas saya, pertemuan kita akan berlangsung di semester berikutnya” pak Doni mempersilahkan Sisi untuk pergi.
Bukan!! Dia mengusir Sisi lebih tepatnya.
Sisi tak mampu lagi menahan detak jantungnya yang amat cepat dan ingin sekali menumpahkan sesuatu yang menggenang dipelupuk matanya. Dia meraih tasnya dan pergi dengan sopan dari kelasnya. Emosi nya seakan segera meledak dan tumpah ruah tak tersisa apapun.
Harapannya pupus. Sisi tidak tau apakah yang harus dia lakukan? Apakah yang telah terjadi pada dirinya hari ini?
Sisi tidak dapat menahan lagi, air matanya bercucuran dengan derasnya dan dia berjalan sangat cepat entah kesudut kampus mana dia ingin menyembunyikan tangis dan kesedihannya, ada rasa kecewa, takut, bingung, gemetar dan frustasi yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata kata. Perasaannya saat ini sangat kacau, dia berhenti dan duduk disudut ruang tunggu mahasiswa untuk menangis sejadi jadinya berharap melegakan perasaanya yang berantakan.
Entah sudah berapa lama dia menangis disudut itu dia sudah tidak perduli lagi dengan keadaan sekitarnya. Yang dia tau hidupnya tidak lagi semulus kemarin. Dia menangis sesenggukkan.
“Minum nih”
Seseorang menyodorkan air mineral didepan wajahnya. “Lo pasti cape nangis terus dari tadi”
Sisi menoleh dan mendapati Rendi berdiri didepannya membawa air mineral dan tisu di tangannya. Tanpa pikir panjang Sisi langsung meneguk banyak air dan mengusap air matanya kasar.
Butuh beberapa saat hingga air matanya berhenti dan perlahan perasaannya membaik.
“Sudah nangisnya?” Rendi menggodanya santai.
Sisi mengangguk malu “Pffftttt…Pffttt!!” dia mengeluarkan kotoran hidungnya juga tanpa ragu, tanpa malu dan mengelapnya dengan banyak tisu disana.
Rendi mencibir dan tertawa geli. ”Itulah alasan gue bawain lo tisu” Rendi memunguti tisu yang berceran disana dan membuangnya ke tempat sampah. Bersyukur Tak ada rasa jijik yang ditampilkan Rendi.
Sisi menoleh padanya dengan tatapan lemah, mata sembab setalah menangis cukup lama, pipinya memerah dan bibirnya merona setelah menangis dan mengeluarkan ingusnya.
“Mata kuliah PO gue harus ngulang di semester depan Ren” tatapannya nanar
Rendi tertawa kecil dan menoyor kepala Sisi santai “Dunia ga runtuhkan?” Rendi menyeka air mata Sisi yang berada di pipinya “Ingus lo ini kemana-mana rata satu muka” dengan santainya Rendi mengelap seluruh wajah Sisi asal asalan.
Sisi memberontak “gak berperasaan lo, gue lagi sedih tau” Sisi manyun dan wajahnya sendu, seneng duit, GAK YA!! Beneran sedih ini.
Rendi melepas hoodinya “Kelas berikutnya mata kuliah apaan, Sisi? “
Sisi menoleh sinis “Lo samasekali gak respon gue ya Ren?” Sisi sangat kesal karena Rendi tidak menanggapi serius kesedihannya dan malah mengalihkan pembicaraan, perasaan Sisi saat ini benar benar kesal tapi Rendi malah seperti tidak peduli samasekali dan menganggap tidak terjadi apa-apa. Dasar laki-laki!!!
“Ya udah, gue mungkin ga bisa banyak membantu, tapi gue bisa ngedengerin lo, coba cerita kenapa lo bisa seperti ini?” Rendi membalikkan badan menatap serius pada Sisi.
Sisi menarik nafas dan membuangnya kasar “Gue udah kerja sekarang Ren, nah seminggu ini karena gue anak baru kerjaan gue banyak banget, bahkan semalam gue lembur jadi gue lupa kalo gue kuliah. Alhasil gue ga ngerjain tugas” wajahnya pasrah, ada sedikit penyesalan dalam suara seraknya.
Rendi mengikuti Sisi menarik nafas namun membuangnya perlahan “Bagus. Lo mentingin pekerjaan karena lo sadar kuliah pake duit bukan pake air mata”
Sisi tidak paham ini pujian atau kritikan tapi dari kalimatnya ada makna Rendi mengatakan bahwa Sisi tidak bersalah. Sisi masih diam berusaha mencerna ucapan Rendi dengan teliti.
“Lo butuh ektra duit, pikiran dan tenaga untuk menghadapi semester ini dan kedepannya mungkin semakin sulit, persiapkan semuanya.” Rendi membubuhkan senyuman indah di akhir ucapannya yang ternyata mampu menyembuhkan kesedihan Sisi.
Sisi tersenyum dan bersyukur dunia ini belum runtuh, menatap langit langit yang tinngi dan berharap melihat birunya langit.
“Setidaknya setiap sabtu lo ga perlu ke kampus pagi lagi, lo bisa dateng di jam kuliah berikutnya, siangan dan bisa olahraga di pagi hari juga makan dengan santai, right?” Rendi mengacak rambut Sisi yang tergerai sebahu,
Sisi tertawa kecil dan mengakui kebenaran ucapan Rendi, hidup sesimple ini tapi dia berfikir rumit, bahkan menangis begitu hebatnya seolah tidak memiliki harapan hidup. Hatinya mencair perasaannya membaik dan fikirannya terbuka.
“Rendi, thanks ya omongan lo bener ga ada yang perlu gue tangisi” Sisi setuju dengan pemikiran Rendy yang santai namun mengena di hati Sisi.
“Betewe matkul apa selanjutnya?” Rendi mengulangi pertanyaan sebelumnya
“Teori semua hari ini. Ekonomi Ren nanti 10.30 jam kedua, dan Akuntansi Biaya jam terakhir 13.30 – jam 16.00” Sisi mulai berfikir rasional dan mendapat nyawa tambahan untuk kelas berikutnya.
“Nahkan, masih ada dua mata kuliah yang harus lo selesaikn hari ini. Dan besok juga masih ada artinya lo boleh nangis tapi inget ada hal penting lainnya di depan yang nungguin lo” lagi lagi Rendi tersenyum untuk menyadarkan Sisi tentang kehidupan.
Hidup ini berat yang ringan adalah berbicara. Berbicara juga berat, tak semua orang mampu berbicara bijak dan menenangkan. Tak ada yang mudah dari kehidupan ini, jangan mengeluh.
“Okee Rendi, terima kasih” Sisi menangkupkan kedua telapak tangannya tulus. Perasaannya sudah membaik.
“Ya udah gue tinggal ya, gue mau bimbingan terakhir, doain gue semoga di stujui dan sidang minggu depan” Rendi beranjak dari duduknya dan menenteng hoodienya di lengan tasnya,
“Sukses Ren semoga diacc dan siap sidang ok” Sisi tersenyum tulus
“Kekantin sana makan yang bener biar kelas berikutnya semangat, minimal ga nangis lagi kalo dikeluarin dari kelas” Rendi meledek sambil berbalik pergi
Sisi yang spontan melempar tisu boxnya kearah Rendi “Sialan lo”
Rendi tersenyum dan melambaikan tangan karena benda yang di lempar Sisi tidak mengenainya samasekali “Ingus lo itu pikirin” Rendi berjalan mudur perlahan dan berlalu pergi.
Sisi memerika ponselnya untuk melihat grup kelasnya apakah ada tugas atau tidak untuk mata kuliah berikutnya “Hmm, aman ga ada tugas Cuma kuis” artinya Sisi perlu membaca halaman terakhir yang sudah dibahas untuk mempersiapkan tameng apabila ada kuis.
Dia memungut bungkusan tisu yang tadi dilempar namun tidak mengenai target. Menyimpannya dalam tasnya dan tersenyum riang semudah itu keadaan berubah ketika bertemu dengan teman yang memberikan energi positif.
Tak lama setelah waktu berlalu Reni, Indah dan Mutia menghampirinya di kantin kampus untuk mengisi amunisi sebelum kelas berikutnya sambil heboh membahas bagaimana Sisi menjadi korban pak Doni selanjutnya, karena rumornya biasanya mahasiswa laki-laki yang sering tidak mengerjakan tugas meringkas dan mendapatkan nilai auto D harus remedial itu adalah hal terhitung masih baik ada kemungkinan nilai berubah dengan remedial, namun kondisi parahnya adalah mengulang disemester berikutnya seperti yang dialami Sisi saat ini.
Mengulang disemester berikutnnya merupakan tamparan keras. That’s why? Pertama adalah rasa malu itu pasti, kedua adalah biaya untuk semester depan bertambah dan ketiga adalah pikiran dan waktu yang tersita lebih banyak. Beberapa hal yang seharusnya sudah selesai di semester ini harus terulang disemester berikutnya.
Itulah tamparan yang tidak bisa terelakkan yang harus dihadapi setiap mahasiswa yang mengalami tragedi naas seperti ini.
*****
16.15 WIB
Sisi berjalan bersama Reni dari keluar kelas, Mutia dan Indah sudah pulang karena begitu keluar kelas mereka langsung dijemput oleh pacar mereka masing-masing. Sisi biasa naik ojol untuk pulang pergi kuliah atau bekerja. Sementara Reni walaupun tidak memiliki pacar dia santai menunggu supir yang siap sedia mengantar dan menjemputnya kemanapun dan kapanpun dia mengatakan tujuannya.
“Si, senin gue ada panggilan kerja” Reni membuka obrolan mereka sebelum akhirnya sampai di gerbang keluar kampus.
“Sukses Reni, gue yakin lo ga ditolak berulang kali kek gue haha” Sisi meledek dengan nasibnya waktu dia ditolak perusahaan sebelumnya.
“Kantor notaris kenalan bokap gue Si, udah dari lama bokap gue nyuruh masuk kekantor itu biar belajar dasar dulu” Reni menjelaskan kondisinya “Nantinya gue suruh masuk kekantor bokap gue”
“Emang ya anak orang kaya, kerja buat belajar dan nyari pengalaman, gue kerja buat nyari nafkah” Sisi memasang muka paling menyedihkan.
“Hahaha, gue malah pengin kek lo bisa kerja sambil kuliah ada perjuangannya gitu” Reni mencoba merendahkan diri.
“Cantik, kaya tapi otak lo agak bermasalah deh Reni” Sisi geleng-geleng kepala
“Loh bener dong, ada perjuangan, pengalaman dan ceritanya” Reni membela diri
Sisi hanya mencicbir ‘gila atau kurang satu ons otak bocah ini? Lah kok ada orang kaya rada bloon kek Reni ini ya? Sepertinya temen gue doang yang punya fungsi berbeda? Atau otaknya malfungsi?’
Sisi masih ga habis pikir kenapa ada orang kaya yang pengin berjuang, haloo maksud lo buat apa ya? Lo terlahir dengan privilege trus lo mikir berjuang seperti orang biasa lo pikir merupakan kebanggaan tersendiri?Lo mikir biar ada cerita?. Maksud lo cerita seperti apahah? Cerita yang lo dapetin sekarang adalah cerita yang diimpikan banyak orang biasa kek gue. Cerita apakah yang lo harapkan? Dan pengalaman? Pengalaman miskin yang lo maksud? Itu adalah penderitaan.
PIIIIM.PIIM!!
Suara klakson mobil membuyarkan pikiran Sisi yang tengah heran dengan pemikiran teman kuliahnya yang kaya dan berbeda. Laki-laki dalam mobil itu menurunkan kaca mobil depan dan menampakan wajahnya. “Sisi Maharani” panggilnya sambil menampakan wajahnya keluar mobil.
Reni kaget bukan main ada laki-laki yang memanggil Nama panjang Sisi, bukan hanya itu laki-laki itu terlihat tampan, berwibawa, berkharisma dan seperti bukan kalangan biasa melainkan orang kaya seperti dirinya. “Siapa Si, lo kenal?” tanyanya karena penasaran
“Atasan gue dikantor” Sisi tersenyum sambil berjalan kearah mobil yang berhenti didepan gerbang kampusnya.
“Ka Denny?” Sisi langsung menyapa karena bingung darimana atasannya itu tau kampusnya.
‘Ooh mungkin ga sengaja lewat karena ada keperluan sekitar sini’ pikir Sisi spontan.
“Masuk. Saya anterin kamu pulang” Denny menutup kaca mobilnya.
Sisi menoleh kearah Reni yang masih melongo menatap pemandangan yang cukup asing didepannya “Gue duluan ya Ren” Sisi melambaikan tangan dan masuk ke mobil Denny.
Didalam mobil Sisi langsung bertanya “Kakak ada keperluan disekitar sini ya?”
Tanpa disangka Denny memasangkan belt pengaman di bangku Sisi, Sisi terhenyak dan menahan nafas seketika karena wajahnya nyaris beradu dengan kepala Denny. Ada kecanggungan dan rasa malu yang hebat. ‘Perasaan apa ini Tuhan?’ jantungnya pun berdetak tidak lazim.
Pertanyaan Sisi pun tidak mendapatkan jawaban apapun karena suasananya menjadi sedikit lebih kaku. Denny menoleh ke Sisi dan mulai menyetir “Mana berkas yang harus saya tanda tangani?”
Sisi membuka tasnya dan mencari didalamnya, namun tidak menemukan berkas yang di maksud. Sisi gelagapan dan mulai ingat bahwa harusnya dia membawa berkas itu ditas, namun ternyata berkasnya tidak ada disana. Sisi menggigit bibir bawahnya dan segera berfikir keras dimana dia meletakan berkas yang harusnya dia bawa ‘ketinggalan di meja dapur sepertinya’ pikirannya memberikan petunjuk perkiraan yang cukup siginifikan.
“Maaf ya ka, berkasnya ketinggalan di rumah” Sisi merasa bersalah
“Ok tanda tangan dirumah kamu aja” Denny dengan santai menjawab sambil mempercepat laju dan memerhatikan spion mobilnya. Mobil melaju dengan cepat, dalam waktu yang cukup lama suasana hening dan tidak ada suara apapun selain deru kendaraan. Hanya beberapa obrolan mengenai alamat rumah Sisi dan setelahnya hening melanda.
“Maaf ka, ko ka Denny bisa tau ada berkas yang harus ditanda tangani?” Sisi penasaran karena seharusnya dia tidak mengetahui hal itu, dan kemungkinan Luna dan Rianapun juga tidak memberitahukannya di grup Whatsapp.
“Semalam kamu sendiri yang ngomong” Denny dengan santai menjawab
Sisi berfikir keras sekali lagi “OH.Apa semalam saya sudah sampaikan digrup ya?” Sisi mengambil ponselnya namun dia yakin tidak mengirim pesan apapun diobrolan grup. Dia memeriksa obrolan grup sekali lagi secara perlahan. Dia tidak menemukan komentar apapun di grup.
Denny tersenyum aneh “Arahnya benerkan ya ini?”
“Eem. Iya bener Ka, Sedikit lagi belok kanan dan rumah saya disebelah kiri jalan pagar hitam” Sisi menjawab dengan gugup dan lupa bahwa mereka sudah hampir sampai.
Sesampainya didepan rumah Sisi membuka pagar dan mempersilahkan mobil Denny untuk parkir didepan rumahnya. Kemudian Sisi membuka pintu dan segera menuju meja makan dan mengambil berkas yang dia cari “Waaah disini rupanya kau” Sisi menemukannya dan bergegas membawa berkas itu agar atasannya tidak terlalu lama menunggu. Tidak sopan jika membiarkan leader team menunggunya untuk sesuatu tertentu karena kesalahannya.
“Ini berkasnya ka” Sisi menyodorkan berkas dan pulpen di tangan kirinya.
“Saya ga boleh masuk rumah kamu ya? Kok saya ga diajak masuk?” Denny mengedarkan pandangan kearah pintu rumah Sisi.
Sisi buru-buru mempersilahkan “Eeh iya ka, silahkan masuk” Sisi membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan duduk dengan malu-malu tapi tetap sopan dan menyambut.
“Silahkan duduk ka” Sisi bergegas akan kedapur untuk mengambilkan air minum”Ka Denny mau minum?”
“Air mineral aja” Denny duduk disofa perlahan sambil meraih berkas dan membacanya
Sisi kedapur dengan perasaan yang tidak tau harus bagaimana ini pertama kalinya ada tamu datang kerumahnya dan dia juga tidak pandai menjamu tamu, ‘mungkin air mineral dan sedikit camilan akan mencairkan suasana’ pikirnya cepat
“Silahkan ka Den” Sisi duduk disebelah Denny mepersilahkan minuman dan makanan untuk Denny.
Denny yang sedang membaca dan memeriksa berkas menoleh dan tersenyum hangat “Thanks” katanya singkat. Tatapan mata mereka sempat beradu dan membuat suasana menjadi sedikit canggung, udara dingin mulai merambat diantara mereka. Mungkin udara dirumah berubah karena kehadiran seseorang yang bukan penghuni. Mungkin juga suasana yang canggung membuat udara bergerak lebih cepat tidak seperti biasanya, ada sesuatu yang berbeda diruangan ini.
Sisi merasa canggung, gugup dan bingung untuk mengobrol dan membahas hal apapun, karena Denny terlihat serius membaca berkas Sisi membuka ponselnya dan melihat lihat instgram dan sosial media lainnya untuk mengurangi rasa gugup.
“Sampai rumah jam berapa semalam?” Denny membuka obrolan setelah selesai menandatangani berkasnya. Meski terasa canggung Denny berusaha memberikan perhatian kecil yang mungkin bisa merubah suasana.
Sisi berfikir cepat Jam sepuluh ka?” kemudian dia memikirkan dari mana leadernya tau dia pulang malam “Ka Denny semalam lembur juga?” tebaknya.
Rasanya sedikit aneh karena Denny banyak mengetahui tentangnya, namun Sisi tak ingin berfikir bebas dia mengalihkan pikirannya dengan cepat agar tidak membuat Denny merasa tidak nyaman.
“Hmm” jawab Denny singkat.
Dia tidak mungkin menjelaskan bahwa semalam dia menunggu Sisi diruang sebelah dan mengawasinya karena tidak tega meninggalkan Sisi seorang diri di malam hari dan mendengar gerutu Sisi mengenai esok hari berencana menemuinya untuk menandatangani berkas, sehingga Denny berinisiatif untuk menjemput Sisi dikampus hari ini.
Karena dia tidak tau jadwal pulang Sisi dari kampus, Denny sudah menunggunya dari jam 14.00 siang tadi, pada awalnya dia ingin mengirim pesan kepada Sisi karena cukup lama menunggu disekitaran kampus, namun rasanya dia ingin memberikan kejutan untuk Sisi. Dan pada saat dia sudah lelah berniat segera pergi dia justru mendapati Sisi tengah berada dipintu gerbang kelaur kampusnya.
Tujuannya tercapai Sisi terkejut dan terlihat bingung. Tak jelas apakah yang ingin Denny tunjukkan kepada Sisi dengan menjemputnya tiba-tiba, namun dari awal pertemuannya dikantor, Denny memiliki ketertarikan tersendiri terhadap Sisi dan mencari tau tentang Sisi kemudian. Mungkin hal ini bisa mengagetkan, mungkin juga membuat Sisi kabur jika Denny mengatakan pada Sisi bahwa dia menyukainya dalam waktu secepat ini.
Denny memutuskan untuk mendekati secara perlahan dan tidak mau gegabah dengan perasaan yang belum jelas ini. Apakah hanya ketertarikan semata atau rasa suka karena Sisi terlihat muda dan cantik. Tidak terlalu cantik namun ada aura yang terpancar dari sosoknya yang begitu sederhana. Tanpa sadar Denny memandangi Sisi yang tengah asyik bermain ponselnya.
Dirasa tidak ada lagi yang perlu dibahas dan berkasnya juga sudah ditanda tangani Denny memutuskan untuk pulang dan memberi kesempatan kepada Sisi untuk istirahat karena besok dia juga masih harus kuliah minggu. Sisi pasti lelah karena dalam waktu seminggu tidak istirahat dengan cukup.
“Thanks ya Si” Denny menghabiskan minuman dan mencicipi camilan yang disuguhkan Sisi.
“Iya Ka Denny. Saya juga terima kasih udah dianterin pulang” Sisi menebarkan senyum sumringah karena berkasnya sudah selesai dan sudah bisa dia buat konfirmasi meeting senin, kemudian dia bisa melaporkannya di grup Whatsapp.
“Hati-hati ka Den, kabari kalau sudah sampai rumah” Sisi melambaikan tangannya sambil menutup pagar rumahnya.
“Ok. Nanti saya ngabarin kamu ya Si” Denny melempar senyuman aneh dan balas melambaikan tangan.
Sisi berfikir apakah ada kata-katanya yang salah dan tak seharusnya dia katakan? ”tunggu-tunggu gue bilang nanti ngabarin?” Sisi menutup mulutnya dan berdiri membelakangi pagar rumahnya. “Maksud lo minta ka Denny ngabarin?” Sisi menepuk kepalanya yang terasa kosong hingga tidak mampu berfikir dengan jernih dan mengatakan hal yang nantinya mungkin membuatnya rugi. Bukan rugi tapi SANGAT MEMALUKAN.
Dia melongok keluar dan mendapati mobil sudah melaju jauh. “Elo ngomong apa sih Si?” gumamnya sambil memegang dadanya yang terasa ingin copot dari tempatnya.
Ternayata jantungnya berdetak lebih cepat dan nyaris secepat seperti saat dia diusir dari kelas tadi pagi. Desiran darahnya terasa hingga ke jantung dan hatinya memberikan sinyal ke otak dan membuatnya ingin memukul kepalanya sekali lagi.
“Gila gue mikir apa sih? Ga mungkin, ga mungkin ini Cuma perasaaan gue aja yang salah paham” Sisi menyangkal hati dan pikirannya yang mulai berkembang kearah yang seharusnya tidak dia pikirkan.
*****
“Habis ada tamu ya Ci?” Malam harinya Refan melihat gelas dan beberapa camilan dimeja ruang tamunya. Sisi belum memberesekan karena masih sibuk dengan perasaannya, pikirannya.
Sisi tersenyum malu-malu “Atasan gue kesini untuk tanda tangani berkas” Dia berusaha menutupi pipinya yang merona. Untung saja Refan terlalu lelah untuk mengobrol dan memutuskan langsung kekamarnya untuk mandi dan beristirahat.
Sisi berbalik memeluk memeriksa dadanya erat, jantungnya berdetak lagi mengingat dirinya bersama Denny, Sisi merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Dia bergegas memeriksa ponselnya namun dia tidak melihat pesan dari Denny. Tanpa sadar dia telah menunggu pesan Denny untuknya.
Ada sedikit kekecewaan yang merambati hatinya, Denny tidak mengirim pesan apapun untuknya hingga pagi hari dia duduk dimeja makan. Sambil memakan roti dan meneguk susunya sebagai sarapan Sisi sedikit tidak ceria karena harapannya sendiri.
“Ayo Ci berangkat” Refan membuatanya kaget karena menekuk wajahnya.
“Hmm” Sisi bangkit dan menghabiskan rotinya agar tidak direbut Refan seperti sebelumnya.
“Eh tunggu tunggu” Refan menghentikan langkah Sisi “Maksud lo apa ya gue ga disisain roti lo?” Refan melotot pada kakaknya
Sisi hanya mencibir kemudian menjulurkan lidahnya”Cari makan sendiri”
‘Dasar kakak yang egois dan berpikiran sempit’. Gerutunya kesal.
Kemudian Refan mengacak acak rambut Sisi dan menertawainya.
Sisi kesal bukan main dan ingin membalasnya tapi tangan Sisi tidak menjangkau kepala Refan yang menjulang tinggi tak sebanding dengan Sisi yang tingginya hanya sebahu Refan.
Siang hari 12.30 setelah selesai sholat dhuhur Sisi, Mutia, Reni dan Indah berkumpul di Ruang tunggu mahasiswa. Meraka memiliki waktu setengah jam lagi untuk beristirahat makan siang sebelum mata kuliah jam ke tiga dimulai.
“Kemarin kenapa atasan lo nyamperin lo Si?” Reni menelisik ingin tahu
Indah dan Mutia menoleh ke arah Sisi “Eh apaan?” Indah juga ingin tahu
“Atasan Sisi kemaren jemput ke kampus” Reni memulai gosip
“Waah, keknya gue ketinggalan berita” Mutia tersenyum curiga mulai menyimak dengan seksama.
Wajah Sisi memerah tanpa sadar dan enggan untuk menjawab. Sejujurnya ada kekecewaan yang dia rasakan karena Denny samasekali tidak menghubunginya. Jelas dia berharap Denny mengabarinya semalam tapi hingga siang ini tak ada satupun pesan yang masuk. Ponselnya pun sepi karena ini hari minggu pasti semua orang memiliki acara sendiri. Tak ada seorangpun yang sudi mengiriminya pesan. Terutama Denny.
“Weh, malah ngelamun kita kepo ini” Reni membuyarkan lamunan Sisi yang tak sengaja
Sisi sedikit gugup dan wajahnya merona”Kemarin ada berkas yang harus dia tanda tangani jadi dia sekalian lewat sini”
“Wiiiih gila baru seminggu kerja lo udah ngegaet atasan lo Si” Mutia menggoda sambil menyenggol pundak Sisi.
Sisi lagi lagi memerah dan tidak sadar dengan reaksinya yang terlihat malu-malu “Iiih apaan?gak gitu “
“Itu muka lo kenapa merah?” Indah menunjuk pipinya “Udah kek orang jatuh cinta lo” Indah mempertegas maksudnya
Sisi terhenyak ‘Jatuh cinta?’ dia bahkan tidak paham apakah yang dirasakannya, ini terlalu cepat dan ga masuk akal. Ini baru satu minggu pertemuannya dengan Denny. TIDAK MUNGKIN.
Reni, Indah dan Mutia cekikikan karena ini pertama kalinya Sisi tersipu malu saat membicarakan laki-laki. Biasanya dia tidak mudah tersentuh atau tertarik dengan laki-laki tapi kali ini JELAS SEKALI dia menyukai atasannya itu.
“Ga lah, dia kan atasan gue mana berani gue suka” Sisi mencoba menyangkal hal konyol yang diucapkan teman-temannya.
“Lo jelas-jelasan suka Si sama atasan lo” Reni berasumsi liar “Lo bahkan langsung nyamperin dia dan tatapan lo ga lepas dari dia sama sekali pas kemaren dia jemput lo” Reni meyakinkan bahwa kemarin dia menjadi saksi.
“Ohya?”Mutia dan indah berbarengan menampilkan rasa kagetnya.
“Serius, Mut, Ndah gue aja kaget, Sisi langsung tau kalo itu atasannya dari matanya itu loh langsung ga berkedip dan tanpa ragu nyamperin atasannnya itu” Reni menggosip dengan semangat.
Hingga tak sadar waktu berjalan begitu cepat dan mereka harus masuk kelas karena mata kuliah ketiga segera dimulai. Mata kuliah berlalu dengan cepat karena hanya mengerjakan kuis dan tidak ada pembahasan materi lanjutan.
Selesai kuliah mereka menahan Sisi untuk melanjutkan gosip mereka karena ini pertama kalinya Sisi tertarik dengan lawan jenis dan paling mengejutkan adalah atasannya.
Biasanaya kasus seperti ini hanya terjadi difilm-film saat atasan menyukai bawahannya, kemudian mereka bersama, lalu pihak ketiga juga muncul sebagai pengganggu. Ketika asyik mengobrol ponsel Sisi bergetar dilihatnya panggilan masuk ‘Ka Denny Leader’.
Sejenak Sisi berfikir harus mendiamkan atau mengangkatnya karena dia masih kecewa tapi disisi lain merasa bahagia akhirnya yang dia tunggu-tunggu datang.
Teman–teman Sisi tidak sabar “Buruan angkat” Mutia geram karena menyaksikan Sisi memanyunkan bibirnya seolah ngambek.
“Halo ka” Sisi mengangkat telponnya dengan sedikit gugup
Mutia merebut ponselnya dan menyalakan mode loudspeker, Sisi melotot dan berusaha merebut ponselnya namun sia-sia teman-temannya menyanderanya.
“Saya didepan kampus kamu” Suara serak diujung telepon terdengar sangat menggoda.
Bak bunga disiram air dingin perasaan Sisi mendadak menjadi tidak menentu, ada kebahagiaan dan kelegaan yang mengalir dihatinya yang diharapkan ternyata melebihi ekspektasinya.
“Si, halo kamu baik-baik aja?” Denny memanggilnya sekali lagi. Bahkan Denny menanyakan apakah Sisi baik baik saja saat Sisi tak mampu untuk bicara. Perasaannya meleleh begitu saja.
Teman-teman Sisi cekikikan menggodanya menyuruhnya menjawab tak sabar.
“Iiya ka sebentar lagi Sisi keluar kampus” Sisi terbata bata karena saking gugupnya
“Yaudah saya tunggu” Denny mematikan telponnya.
Sisi langsung tersipupu semerah tomat, perasaannya teraduk aduk teman-temannya langsung mencubitnya senang.
“Gila gila doi panjang umur, baru lagi dibahas langsung muncul” Reni paling dominan karena dia adalah saksi kunci kejadian pertama terjadi.
“Ayo buruan keluar gue penasaran doi kek gimana” Indah yang kelojotan tak tahan ingin sat set
Sementara Mutia mencubitnya di pipi kanan”kenalin ke kita sekarang”
Sisi tidak tau apakah yang telah menjalar ke dirinya karena seluruh tubuhnya melemas dan jantungnya berdetak dengan kencang. Tak ada kata yang bisa menggambarkan dengan jelas. Tapi yang jelas dia merasa bahagia, dia terbang.
Teman-temannya mendorongnya keluar pintu gerbang kampus tak sabar, Sisi hanya pasrah dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Bahkan dia memikirkan penampilannya sekarang, ‘Perasaan macam apakah ini?’ dia penasaran dengan dirinya sendiri.
Ketika mendekati mobil Denny jantungnya semakin berdetak tak menntu ada rasa gemetar dan takut. Dia menoleh kebelakang dan melihat teman-temannya mengintip di balik gerbang kampus. ‘Sialan kalian’.
Belum selesai jantungnya berdetak tak menentu Denny tersenyum hangat menyambutnya didalam mobil, kemudian memasangkan Belt seperti kemarin. ‘Apa-apaan ini?’ pikirannya sangat kacau.
“Sudah siap?” Denny memegang stirnya dan tersenyum ringan.
Ini adalah senyuman termanis yang pernah Sisi lihat Sisi memegangi Beltnya dan menyentuh dadanya yang terus berdetak kencang. “Iya siap ka” jawabnya cepat. Sisi tidak tau mengapa dia mengatakan siap. Sebenarnya bahkan dia tidak tau kemana dirinya mau dibawa pergi. Sisi memikirkannya sepanjang jalan.
Sesekali Denny memerhatikan gadis disebelahnya dengan tatapan ambigu yang tak terlukiskan. Perasaan bahagia dan bersemangat setiap kali melihat gadis kecil ini. Menatap diam-diam wajah ayunya yang tenang, mengaguminya secara perlahan, memikirkan apakah dia menantikan pesannya semalam dan sengaja membuatnya menunggu agar melihat wajah terkejutnya sekali lagi.
Ya dia menyukainya, dia menyukainya lebih dari yang bisa dia katakan.
“Temenin saya ke pesta ya?” Denny mencoba mengobrol dengan Sisi
Sisi terhenyak dan ragu untuk bertanya “Pesta?”
Denny mengangguk dan tersenyum lembut.
Sisi memikirkan pesta yang seperti apakah? Karena dia belum pernh menghadiri pesta dengan orang asing. Dulu saat dia kecil dia sering menghadiri jamuan dan pesta malam bersama keluarganya, dia merasa berbeda jika kini dia dewasa menghadiri pesta dengan orang lain. Bahkan asing karena baru satu minggu mereka bekenalan, bahkan mereka belum cukup saling mengenal.
“Mau kan Si?” Denny memastikan sekali lagi ajakannya
Sisi tersenyum imut seperti anak kecil yang tengah bingung “Emang ka Denny gak malu ngajak saya?” Sisi tidak tau apakah pertanyaannya nyambung atau tidak dengan konteks obrolan mereka.
Denny tersenyum sekali lagi “Gak. Saya yang minta kamu temani saya” jawabnnya jelas tidak memiliki makna lain.
Sisi memiliki keberanian untuk menatap wajah Denny “Ok. Sisi temani kakak ke pesta”
Denny pun tersenyum sekali lagi bersemangat.
*****
Mengenakan gaun putih tergerai, sedikit gelombang besar diujung rambutnya sepatu hills warna putih, anting dan kalung indah tertata ditempatnya dengan sangat sederhana namun terlihat anggun. Denny menatapnya dengan tatapan hangat, mengaguminya sekali lagi. Sangat Indah.
Tak ada yang mampu melukiskan perasaanya saat ini. Gadis yang ada dihadapannya seperti bidadari yang terjatuh, bahkan tak sadar bahwa dirinya adalah sosok bidadari.
“Bagus ga ka?” Sisi menanyakan pendapat Denny karena khawatir membuatnya malu nantinya, dia berputar seperti gadis kecil. Ini pertama kalinya dia mempedulikan penampilannya di depan laki-laki.
“Cantik” Denny mendekati Sisi, aroma parfum yang lembut dan manis tercium darinya. Denny bisa merasakan getaran cinta yang semakin tumbuh saat ini, dia menyadarinya dia yakin dirinya mencintai Sisi. .
Denny berhenti tepat satu langkah persis dihadapan Sisi. Jarak mereka hanya sekitar 10 cm membuat Sisi spontan mundur satu langkah membuat Denny menyaksikan betapa Sisi gugup dan salting dihadapannya. Itu adalah pemandangan yang menyenangkan baginya. Sangat menggemaskan.
Denny tersenyum, mengajaknya berangkat untuk berpesta.
“Temen kuliah saya menikah di hotel depan tuh” Denny menunjukan gedung hotel yang sedang mereka tuju
“Waah keren banget” Sisi menatap gedung dihadapannya. Dihatinya dia mengharapkan kelak jika menikah bisa didalam gedung semegah ini. Namun tidak mungkin.
Sesampainya dipintu gedung Denny menyerahkan kartu undangan dan pengenal kemudian memasuki ruangan yang sudah penuh oleh para tamu undangan. Sisi sedikit gugup karena ini pertama kalinya dia bersama orang lain berjalan berdua ditengah keramaian, meski tak ada yang mengenalnya tapi semua orang mengenal Denny dan dia bersamanya kini.
“Denny!!” seru seseorang di tengah segerombol laki-laki melambaikan tangan kearah Denny. Sisi mengetahui Itu adalah teman-teman kuliahnya yang tadi sempat diceritakan Denny dimobil saat perjalanan. Disana hampir semua orang menyapa Denny karena mayoritas adalah teman sewaktu kuliahnya. Denny termasuk populer diangkatannya sepertinya.
Denny melambaikan tangannya kemudian menggandeng tangan Sisi berjalan menghampiri teman-temannya.
Menjabat satu perstu teman-temannya dan mulai mengobrol hangat karena mereka para lekaki masih sering bertemu, berkumpul dan nongkrong bareng meskipun sudah sibuk dengan kehidupan masing-masing.
“Kenalin ini Sisi” Denny memperkenalkan Sisi kepada mereka
“Haloo Sisi” teman-teman Denny mulai menyalaminya satu persatu
“Waah, masih muda banget cewe lo Denn” Ferdi mengedarkan tatapan buayanya
Denny kemudian memeluk pinggang Sisi dengan satu tangannya. Memamerkannya dengan bangga. Sisi kaget setengah mati, badannya terasa kaku dan kakinya lemas seperti ingin jatuh. Tapi dia menanhanya, dia harus sadar mungkin ini hanya akting dan dia harus memerankan peran ini dengan baik.
“Pajak mana, pacar baru PJ PJ” Ferdi seperti tidak melepaskan Denny.
“Belum, dia belum tentu suka sama gue” Denny tersenyum sambil memerhatikan wajah Sisi
Sisi tak menangkap makna apapun tapi jantungnya berdetak lebih kencang, matanya sedikit melirik lengan Denny yang masih melingkar di pinggangnya yang ramping. ‘Mesra’
“Waah serius lo belum jadian?” Pacar Ferdi menimpali karena tiba biba menghampiri ditengah obrolan mereka.
Denny mengangguk memandang Ferdi dan pacarnya bersamaan “nanti gue nanya Sisi ya”
Dia tidak memerhatikan perubahan wajah Sisi yang sudah merona seperti tomat. Entah apa yang sudah merasukinya hingga dia bahkan tak mampu mengatakan apapun untuk menimpali obrolan itu. Entah obrolan itu serius atau bercanda Sisi juga tak mampu membedakan atau memikirkannya.
Setelah bersalaman dan foto bersama pengantin Denny menggandeng tangan Sisi mengajaknya keluar gedung untuk pulang. Sisi memperhatikan tangannya digenggam begitu erat oleh Denny, ada rasa nyaman dan bingung. Dia merasakan perasaan aneh yang tak pernah dia alami sebelumnya. ‘Semoga kita berjodoh’ tanpa sadar Sisi berdoa dalam hatinya. Kemudian segera sadar sekali lagi bahwa itu tidak mungkin.
Didalam mobil Sisi merasa masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya hari ini, dimana Denny menunjukkan betapa dia bangga ada Sisi disisihnya, tanpa ragu memperkenalkan kepada teman-temannnya. Perasaaan bahagia dan hangat serta pengakuan yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya membuatnya nyaman berada disamping Denny.
Sisi kaget bukan main saat lagi-lagi Denny memasangkan belt miliknya, kemudian menaruh tangannya didepan stir, dia tersenyum dan memegang tangan Sisi.
“Kamu nyaman gak sama saya Si? Denny memegang tanpa ijin tangan Sisi yang terasa kaku dan mematung seolah tak bernyawa.
Sisi bahkan tak sanggup berbicara bibirnya hanya menganga tak bersuara. Ada rasa bingung, gugup tak percaya disana.
“Kalo kamu ngrsa nyaman, kamu mau gak jadi pacar saya?” Denny berkata lembut
Sisi masih belum bisa bicara, sepertinya ejaannya menghilang, atau mungkin nyawanya juga tidak ada ditempatnya.
Denny membelai pipi Sisi dengan lembut “Wajar kamu kaget, kita belum lama kenal tapi saya udah punya perasaan seperti ini”
Sisi mencoba mengumpulkan nyawanya yang melayang entah kemana, mencoba berfikir rasional dan mengesampingkan rasa gugupnya. “Sisi belum pernah pacaran sebelumnya ka”
Denny tertawa kecil, membelai sekali lagi wajah Sisi yang perlahan memerah seperti kepiting rebus. Tangan satunya meraih air minum botol dipintu mobilnya dan memberikannya kepada Sisi, membantunya minum agar Sisi lebih rilex dan tenang. Memastikan Sisi baik baik saja dan sudah membaik dia meneguk sisa minuman Sisi kemudian menaruhnya kembali.
“Kamu gugup banget ya Si?” Denny mencoba memahami yang dia rasakan, menggenggam kedua tangannya dan menatap Sisi dengan serius. Memberikan energi positif agar Sisi tidak takut, tidak lari atau bahkan kabur dari mobilnya. Pemikiran konyol yang naif.
Sisi menggeleng ragu, yang terjadi saat ini tidak pernah dia pikirkan sebelumnya, bukan bukan tapi tidak mungkin terjadi seharusnya. Jika melihat dari pandangan Sisi atasannya sangat berkharisma, memiliki segalanya tidak mungkin dia menyukainya ataupun ingin berpacaran dengannya.
Harusnya mustahil Denny menyukainya. Apakah ini permainan? Ada keraguan dihatinya.
“Aku suka kamu Si” Denny mengutarakan perasaanya
“Kenapa bisa suka Sisi, ka?” Sisi masih tidak percaya
Denny menggelengkan kepalanya, dia bahkan tak punya alasan untuk menyukainya tapi langkahnya terhenti saat itu. Saat Sisi diinterview diruangan HRD tanpa sadar Denny berhenti dan memperhatikan Sisi, mendengarkan Sisi menjawab setiap pertanyaan yang diajukan HRD kepadanya. Dia sudah menyukainya sejak itu dia berharap bisa bertemu dengan Sisi entah di perusahaannya jika Sisi diterima, ataupun di tempat lain jika Sisi tidak diterima diperusahaan itu.
“Ga ada alasan, aku suka kamu, Si” Denny menatap Sisi di matanya, mencari tau apakah Sisi tertarik padanya atau tidak.
Sisi sedikit kecewa karena dia berharap Denny mengatakan menyukainya karena Sisi cantik dan pintar namun dia tidak mendapatkan jawaban itu.
“Kamu mau ga jadi pacar aku, Si?” Denny mengulangi pertanyaannya berharap Sisi tidak melupakan poin itu.
Sisi mengangguk pasti”Iya, mau ka”
Jawaban Sisi tidak seperti perempuan pada umumnya yang biasanya meminta waktu untuk berfikir, apakah Sisi seyakin itu untuk menjalin hubungan dengan Denny atau karena dia juga menyukai Denny. Di luar nalar jawaban Sisi keluar tanpa pemikiran dan pertimbangan samasekali.
“Serius kamu mau jadi pacar aku Si?” matanya berkaca kaca
Sisi mengangguk sekali lagi dengan mantap. Dia bahkan tidak tau mengapa menerima Denny tanpa drama bertele-tele. Sebelumnya ada keraguan yang luar biasa terhadap Denny namun perlakuan Denny membuatnya terhipnotis.
Denny mencium tangan Sisi”Terima kasih, Sisi”
*****
Semalaman Denny tidak bisa memejamkan matanya, rasa tidak percaya bahwa semudah ini mendapatkan Sisi merupakan kebahagiaan yang tak bisa dia jelaskan. Dia memeriksa ponselnya membuka galeri foto-fotonya dan menghapus beberapa foto yang dia rasa tidak penting lagi baginya. Kemudian menghapus beberapa pesan, memblokir salah satu kontak di whatsapp nya.
Dia mengambil poselnya dan mengirim pesan kepada Sisi
“Tidur, Besok pagi kita ada meeting” tulisnya
Sisi mebalas dengan sangat cepat “Berkas sudah siap, presentasi pertama aku harus berhasil”
Denny tersenyum “Saya serahkan keberhasilan meeting besok” Denny menggodanya spontan.
“Deg-degan nih” Tulis Sisi
Denny tersenyum senang “Semangat Sayang” menambahkan emot hati setelah pesannya terkirim.
“Saya akan lakukan yang terbaik” Setelah lama berfikir Sisi mengirim pesan itu
Denny tertawa, merasa lucu dengan tingkah polos Sisi
“I LOVE YOU, Sayang” tulisnya dengan tulus. Meskipun tidak mendapatan balasan apapun Denny yakin Sisi menjawabnya dalam hati sekeras yang dia bisa. Dia mebayangkan Sisi tersipu malu dan wajahnya memerah karena salah tingkah.
Tepat 09.00 WIB
Denny memasuki ruangan meeting, disana rekan divisi lain sudah menduduki kursinya masing-masing. Dia menaruh berkas dimeja kemudian mengedarkan pandangan ke ujung meja mendapati Sisi tengah duduk disana dengan laptop dan siap mempresentasikan data untuk mewakili divisinya. Wajahnya ayu, rambutnya diikat tinggi diatas kepalanya, separuhnya tergerah dibahunya yang terlihat tangguh. Sisi bahkan memakai lipstik tipis berwarna peach dibibirnya.
‘Dia paling Cantik’ Denny tersenyum dan membuka berkasnya berusaha mengalihkan pandangannya dari wajah gadisnya yang terlihat lebih cantik hari ini.
Sesaat setelah meeting di mulai dia mengedarkan pandangan kedivisi marketing mencari Leader marketing, Reza tapi ternayata tidak mengikuti meeting hari ini. Kemungkinan dia ada tugas diluar hari ini. .
Selesai Sisi berpresentasi semua orang bertepuk tangan dan mengangguk dengan hasil kerjanya, bahkan direktur utama juga mengakui kemampuan Sisi berbicara didepan sangat dominan dan menyedot perhatian.
Denny tersenyum dan memberinya minum begitu kembali ke mejanya “Lupa ya?”
Denny menyodorkan keranjang tiga gelas kopi di mejanya untuk dibagikan dengan Luna dan Riana.
Sisi menepuk jidatnya dan tersadar harusnya ini giliran dia untuk menyiapkan kopi pagi selama seminggu ini “Sisi lupa ka” dia menggembungkan pipinya seperti balon.
Denny mengusap kepalanya “Ok. Gak papa, presentasi kamu berhasil dengan baik”
Sisi celingukan kesekeliling khawatir Riana dan Luna melihat mereka berdua terlihat dekat.
“Ka, jangan kasih tau siapa-siapa, ok” Sisi menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai tanda rahasia. Sisi tidak ingin terburu-buru mempublikasikan hubungan mereka.
Denny terdiam sejenak, tapi dia tak mau terlalu memikirkannya toh nantinya semua orang juga akan mengetahuinya dan akhirnya mengangguk. Merka sepakat untuk utuk merahasiakan hubungan mereka dikantor.
“Ya udah, saya keruang sebelah” Denny berpamitan dan meninggalkan Sisi.
Tak lama setelahnya, Riana menghampiri meja Sisi dan mengambil kopinya “Whwere is my cup of coffe. So sleepy today”.
Sisi menoleh memberikan senyuman, ada sedikit ketakutan apakah Riana melihatnya dengan Denny atau tidak tadi. Seharusnya tidak, itulah harapannya.
“Berkas yang tadi lo presentasikan tinggal lo buat draft di sheet berikutnya, Si” Riana menunjuk monitor yang sedang di kerjakan Sisi. “Yap disini, terus cetak biru tebal ini lo ilangin semua” Riana mengarahkan kursor ke bagian yang dia tunjuk.
Sisi mengangguk “Ini perhitungan yang sama untuk tahun depan berarti, Ri?”
“Betul, tapi yang bagian ini lo harus hitung sesuai term of payment disurat perjanjiannya” Riana menjelaskan bagian yang Sisi belum kerjakan.
“Kalo lo kurang paham lo bisa nanya Luna dan ka Denny juga” Riana memberikan referensi kepada Sisi.
“Belajar dari mereka lo dapet metode yang berbeda dari gue, otomatis lo punya beberapa metode buat nyelesaikan kerjaan ini nantinya”
Riana terlihat sangat kompeten dalam bidangnya membuat Sisi ingin belajar lebih lagi darinya. Dia pasti bisa sehebat Riana dan Luna nantinya.
“Ok. Sip Riana” Sisi berterima kasih.
Sisi megangguk mengerti, pekerjaannya mulai terasa menyenangkan setelah dia mampu mempelajarinya hari demi hari.
“Gue siang ada outdoor sama team marketing, lo mau temenin gue ga?” Riana mengajak Sisi
“Kekny gak keburu deh Ri, kerjaan gue masih banyak” Sisi menunjuk berkas dimejanya.
“Padahal gue mau kenalin lo dengan leader marketing, wah dia keren” Riana memuji
“Ya terus?” Sisi tidak paham arah pembicaraannya.
Riana menoleh kanan kiri memastikan keadaan aman “Lo mau gue comblangin sama Ka Reza” Riana berbisik di telinga Sisi.
Sisi langsung menolak “Gak. Gue udah punya pacar”
“Bukannya lo kemarin-kemarin ga ada ya?” Riana mencoba menelisik pribadi Sisi “Sejak kapan lo punya pacar?” Riana curiga Sisi membohonginya.
Sisi tersenyum aneh “Gue ga ada kewajiban buat ngomong ke lo soal kehidupan pribadi gue”
Riana memandang Sisi lebih lekat “Temen kuliah lo ya?”
Sisi tertawa geli “Bukan”
Riana memikirkan dan mengangguk angguk tak pasti “Nanti gue kenalin sama Ka Reza leader marketing buat bahas budgeting pemasaran biar enak, kalo perlu tanda tangan atau urus berkas lainnya” Riana berlalu pergi membawa kopinya.
Sisi menoleh kearah Luna yang tengah serius bekerja dan menghampirinya “Kopi lo Lun”
Luna menoleh “Thanks Si”
“Sibuk banget?” Sisi melirik monitor Luna
“Em” Luna menjawab dengan singkat
“Lo ga sibuk apa Si?” Luna menoleh pada Sisi karena merasa terganggu dengan kepala Sisi yang melongok tepat dihadapannya
Sisi nyengir tek berdosa”Sibuk, lo liat aja meja kerja gue”
“Ya udah balik ke meja kerja lo” Luna mengusir Sisi
Sisi melangkah ragu dan menoleh ke arah Luna seperti ada yang aneh. Apakah dia membuat kesalahan sehingga Luna terlihat kesal padanya.
Karena penasaran Sisi berbalik dan ingin bertanya kepada Luna namun langkahnya terhenti karena ada sosok cantik yang memanggil untuk menghampiri Luna, gadis itu terlihat mirip dengan Luna hanya saja dia terlihat lebih dewasa dan feminim di bandingkan Luna. Mereka mengobrol dan berjalan keluar ruangan..
Akhirnya Sisi memutuskan untuk kembali ke mejanya dan melanjutkan bekerja.
*****
Denny terlihat bersadar didinding kaca kantornya memutar mutar ponselnya ketika seorang kemudian masuk dan duduk di hadapan mejanya.
“Gila gue udah berapa hari diluar terus ngejar target” Reza menaruh kunci mobilnya di meja Denny dan melonggarkan dasinya. Melirik arlojinya sudah menunjukan pukul 19.30 WIB.
Denny kemudian duduk di hadapan Reza, kakinya menyilang “Target lo kurang bagus bulan ini”
Denny menyodorkan map biru dan menunjuk angka disana “Pembayaran yang seharusnya terbayar bulan ini, over due semua Za”
“Gila sih, gue dah kerja keras banget hasilnya segini?” Reza memegang kepala dengan kedua tangannya “Pusing gue, sialan banget” Ada kekecewaan di raut wajah reza.
Denny memutar-mutar pulpennya dan melingkari angka-angka yang ada disana. “Rencana budgeting udah gue tentuin, alokasinya lo lihat di halaman belakang yang gue tandain. Tingkatin performa lo”
Reza mengangguk mengerti”Gak tau gue bulan ini target baru 30 persen” keluhnya
“Semangat lah, gue pasti bantuin lo nanti” Denny menatap Reza
“Ga usah gue ada rencana buat gebyar event, Cuma rancangannya belum matang, kerjaan luar gue masih berantakan” Reza memutar otaknya “Aldo dan Lukas gimana dikantor?”
“Aman, masih kehandle ko” Denny memberikan map satu lagi “Yaa walaupun Hasil presentasi hari ini divisi lo kurang maksimal”
Reza mengetuk jari-jari di meja “Divisi lo ada yang bisa perbantuan buat divisi gue ga?”
Denny terdiam sejenak “Ada Riana sih lumayan paham marketing”
“Selain dia siapa?” Reza bernegosiasi
“Paling Sisi anak baru” Denny menyebutkan
Reza berfikir “Penampilannya gimana?”
Denny menaruh jari telunjuk di dagunya “Biasa, tapi lumayan ga buruk” Denny menjelaskan sambil tersenyum. ‘Cantik, anggun dan mengagumkan’ darahnya berdesir memikirkan gadisnya.
“Menurut lo diantara mereka siapa lebih kompeten?” Reza meminta pendapatanya
“Riana menarik dan berpengalaman” Denny berhenti sejenak “Anak baru cukup bagus”
Denny mengaguminya namun tak berani menjelaskan lebih lanjut tentang Sisi, dia tidak ingin memuji seseorang dihadapan temannnya hanya karena dia mencintainya. Terlebih Reza belum pernah bertemu dengan Sisi sebelumnya.
Menilai kemampuannya butuh waktu untuk mengerjakan tugas yang harus diberikan Reza kepadanya. Kompeten atau tidak semua orang bisa belajar hal-hal baru dari yang mudah hingga tersulit sekalipun.
“Oh ya gimana dengan Luna?” Reza menyebutkan
Denny memikirkan itu sesaat kemudian “Kurang. Riana lebih unggul” seperti ada yang ditutupi oleh Denny mengapa tidak mengajukan Luna sebagai optional.
Reza mengangguk “OK lah Riana boleh”
Denny mengernyit “Besok sore lo dateng aja kemeja dia” Denny berhenti sejenak dan melanjutkan “Pagi dia ada tugas di luar kantor soalnya”
“Ok. Thanks, Den” Reza mengambil berkasnya dan meninggalkan Denny diruangannya
Denny mengangguk “Besok sekalian ambil berkas di meja gue bro”
Reza melambaikan tangannya menunjukan ibu jarinya sebagai tanda IYA.
Denny mematikan komputer dan merapikan berkasnya berniat untuk pulang.
Ponselnya bergetar menunjukkan panggilan masuk dia tersenyum dan memikirkan Sisi yang menghubunginya. Ketika meraih ponselnya ternyata nomor yang tidak dia kenal menelpon melalui panggilan seluler bukan panggilan whatsapp. Raut wajahnya seketika berubah menjadi gelap Dia tidak menjawabnya mengabaikannya dan kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku.
“Denny!”
Terdengar suara perempuan memanggilnya ketika hendak memasuki mobilnya diparkiran perusahaanya. Dia tidak menoleh karena sudah tau siapa yang memanggilnya, kemudian dia bergegas masuk kedalam mobilnya.
Lengannya dicengkeram begitu keras ketika dia melangkah kedalam mobil, dia menoleh dan berhenti disana.
“Kita harus bicara, Den” Gadis itu membanting pintu mobil Denny setelah berhasil menarik Denny keluar.
Denny menggelengkan kepalanya “Gue cape dan ngantuk” denny melepaskan cengkraman gadis itu
“Kenapa lo?” Gadis itu menatap meyelidiki wajah Denny “Lo punya cewe lain?”
Denny menggeleng “Gak ada cewe lain, apalagi yang lo mau Sinta?”
“Maksud lo apa ya Den!?” Gadis yang bernama Sinta membentak
“Gak ada” Denny menjawab dengan datar “Besok gue kerumah lo”
“Untuk apa?” Sinta terlihat marah
“Lo selingkuhin guekan?!” Sinta menunjuk wajah Denny
“Terserah Lo mau ngomong apa. Gue capek” Denny mengelak dan memasuki mobilnya
Sinta tak tinggal diam dia masuk kedalam mobil Denny. Mereka duduk berdua didalam mobil namun udara panas menyelimuti mereka ada amarah dan kekecewaan disana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!