""Bang""
Suara debaman pintu yang keras, membuat Jovi Adiguna terbangun dari Tidurnya, hingga ia reflek terduduk karna kaget dengan mata terbelalak, dan pikiran yang kosong.
Hingga beberapa saat akhirnya dia tersadar, dan segera mengalihkan pandangannya kearah pintu, terlihat sesosok pria paruh baya yang sedang emosi menatap kearahnya, pria paruh baya itu adalah ayahnya.
Jovi seketika mengerutkan alisnya kebingungan, melihat ayahnya yang terlihat marah, dia pun segera bertanya,
''Ada apa sih Pah?" tanya Jovi pada ayahnya.
"Masih bertanya ada apa hah?" bentak Bram Adiguna pada anaknya.
Jovi pun semakin bingung mendengar jawaban ayahnya, benaknya bertanya tanya tentang kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai ayahnya terlihat begitu marah, sebelumnya ia tidak pernah melihat ayahnya marah besar
seperti itu.
"What? Jovi benar benar tidak tahu maksud Papa," jawabnya kebingungan.
"Bukannya Papa sudah suruh kamu buat nemuin Raisa? Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu malah tidak menemui dia, dan sekarang kamu bertanya seperti orang bodoh," geram ayahnya
Sekarang Jovi paham apa yang membuat ayahnya marah, itu karna ayahnya mengira kalau dia tidak menemui Raisa Wijaya, wanita yang di jodohkan padanya.
Padahal sebenarnya dia sudah menemuinya, hanya saja dengan cara yang berbeda.
Saat bertemu, dia hanya berpura-pura menjadi pelayan cafe, itu karena dia ingin melihat kebaikan hati wanita yang dijodohkan untuknya, tapi ternyata Raisa malah merendahkannya dan mengatainya.
(FLASHBACK ON)
Raisa tengah duduk di meja di salah satu cafe, dia sedang menunggu Jovi Adiguna pemuda yang dijodohkan padanya, salah satu alasan mengapa dia menerima perjodohan ini tentu saja karna Jovi adalah anak orang yang super kaya raya, Asetnya tidak terhitung jumlahnya, ayahnya adalah pemilik Perusahaan ADN GROUP.
Perusahaan ADN GROUP adalah perusahaan terbesar diJakarta dan mempunyai begitu banyak perusahaan anak cabang dimana mana, sementara Jovi pewaris tunggal dari seluruh kekayaan ayahnya, itulah sebabnya kenapa Raisa sangat menantikan pertemuan ini.
Raisa adalah Wanita yang bisa dibilang gila uang, dia hanya mementingkan uang dalam hidupnya, sekalipun dia tidak mengenali pria yang dijodohkan olehnya ia tetap tidak akan menolak, karna ia sangat menantikan menjadi nyonya dari keluarga yang super kaya, saat mengetahui identitas Jovi, tanpa pikir panjang dia lansung memutuskan untuk bertemu.
Disisi lain Jovi telah mengatur rencananya, dia pun mengenakan pakaian pelayan, dan mengantarkan hidangan yang telah dipesan oleh Raisa.
"Permisi Mbak, ini pesanannya" sapa Jovi dengan sopan.
"Hmm," jawab Raisa ketus tanpa melihat kearah Jovi.
"Apakah Mbak ada yang mau dipesan lagi?" Jovi kembali bertanya.
"Tidak," jawab Raisa masih dengan nada ketusnya
"Baiklah kalau begitu saya permisi Mbak." Jovi berkata sambil menundukkan kepalanya, tapi saat dia ingin melangkah pergi, tiba tiba Raisa berkata dengan nada sindiran.
"Ya pergi sana, orang rendahan seperti kamu tidak pantas berlama lama berdiri di hadapanku melihat wajahmu saja aku merasa jijik." Raisa mengeluarkan kata-kata pedas sehingga membuat langkah kaki Jovi terhenti, wajah Jovi menjadi suram dan menatap Raisa sambil mengerutkan alisnya
"Kenapa? tidak senang? Tidak senang
pun juga buat apa? Hanya seorang pelayan rendahan, bahkan untuk berbicara denganku saja kau tidak pantas," sulutnya dengan nada merendahkan, Raisa memang terkenal dengan sifat angkuhnya, dia senang merendahkan orang yang tidak memiliki status apapun
"Mbak, saya memang seorang pelayan, tetapi bukan berarti Mbak bisa seenaknya merendahkan saya, Saya masih punya harga diri"Jovi agak merasa kesal dengan sifat Raisa yang tidak menghargai orang.
"Huh, harga diri apanya, orang seperti kamu, harga dirimu saja bisa kubeli." Raisa tersenyum sinis menatap Jovi.
Jovi pun sudah tidak tahan lagi ia mengepalkan tangannya sekuat mungkin menahan amarah yang hampir meledak.
"Apa? Mau mukul? Dasar banci," ledek Raisa
Jovi pun merasa amarahnya semakin memuncak, sebelum dia benar benar marah, dia memutuskan untuk tidak meneruskannya lagi, ia pun berbalik badan lalu pergi, Raisa menatap punggung Jovi lalu tersenyum sinis merasa jijik.
Meskipun dia sangat tampan, tapi itu tidak membuat Raisa sedikit simpati, prinsipnya adalah lelaki harus memiliki uang jika ingin dihargai
Setelah beberapa jam menunggu tapi orang yang dia tunggu tak kunjung datang, Raisa manjadi kesal, dan meninggalkan cafe dengan wajah masam.
Sesampainya dirumah dia mengadu pada ayahnya, ayahnya pun tak bisa berbuat apa apa, selain memberi tahukan kepada Pak Bram Adiguna, ayah Jovi.
Keluarga Adiguna dan Wijaya memang bersahabat dari kakek Jovi dan kakek Raisa terdahulu, tapi ayah mereka tidak bersahabat, hanya rekan kerja biasa, dan level keluarga Wijaya terpaut jauh jika dibandingkan dengan keluarga Adiguna yang super kaya, maka dari itu Ando Wijaya, ayah dari Raisa tak berani mengambil keputusan sepihak.
Alasan Bram Adiguna menerima untuk menjodohkan anaknya, itu karna permintaan dari mendiang kakeknya Jovi, sebagai anak dia hanya menuruti kemauan ayahnya.
(FLASHBACK OFF)
"Pah, ini bukan seperti yang Papa pikirkan, sebenarnya, aku sudah menemui Raisa, tapi aku tidak menyukai wataknya yang begitu angkuh."Jovi menjelaskan agar ayahnya tak salah paham.
"Ini ... maksud kamu apa? Jelas jelas ayahnya Raisa mengatakan kalau kamu tidak datang menemui dia." Bram Adiguna kebingungan.
"Iya, itu karena aku pura pura jadi pelayan cafe, jadi dia tidak mengetahui kalau sebenernya aku orang yang mau dijodohkan padanya." Jovi menjelaskan tentang kejadian kemarin malam pada ayahnya.
"Kenapa harus berpura pura? Mereka kan jadi salah paham, mengira kalau kamu tidak mau menemui dia." ayahnya semakin bingung dengan jalan berfikirnya Jovi.
"Ya, Jovi sengaja Pah, Jovi cuma mau ngetes dia aja, mau tau sifat dia seperti apa, tidak disangka, dia wanita yang ganas, sangat mengerikan" tukasnya dengan mata tak berkedip.
"Maksud kamu, kamu tidak langsung memperkenalkan diri, melainkan berpura pura hanya untuk mengetes Raisa?" Bram mengangkat alisnya bertanya.
"Ya, tepat sekali. Pah, aku hanya akan menikah sekali, aku tidak ingin sembarangan dalam memilih pasangan, belum lagi aku akan baru mau melanjutkan kuliah, masih ada banyak waktu, untuk aku mencari pasangan hidup yang pas buat aku, belum lagi Papa menjodohkan aku dengan wanita yang begitu angkuh, bagaimana kehidupanku kedepannya nanti jika dia menjadi Istriku?" Jovi berharap ayahnya mau mengerti.
Jika dipikir pikir memang benar apa yang dikatakan putranya, tidak bisa langsung memutuskan pasangan hidup dengan mudahnya, apalagi taruhannya adalah masa depan kita sendiri, dan lagi dia hanya memiliki satu anak, apa dia rela melihat masa depan anaknya menjadi suram?
Pikiran Bram berkecamuk, hatinya jadi bimbang, dia tidak tau harus bagaimana menghadapi situasi seperti ini
disatu sisi dia tidak ingin mempertaruhkan masa depan anaknya, disisi lain dia tidak ingin mengecewakan ayahnya, saat ini Bram Adiguna benar benar merasa kacau, dan berkata pada Jovi,
"Sebenarnya Papa juga tidak ingin memaksa kamu menerima perjodohan ini, tapi Papa tidak punya pilihan lain, ini adalah permintaan Almarhum Kakek kamu."
Mendengar penuturan ayahnya, Jovi hanya bisa menghela nafas panjang, dan terdiam beberapa saat.
"Pah, sebelum Kakek meninggal, apa dia sudah pernah bertemu dengan Raisa?" tanya Jovi memecah lamunan ayahnya.
"Belum." ayahnya menggelengkan kepala.
"Pantas saja Kakek mau menjodohkan aku dengan Wanita Harimau itu, karna Kakek tidak tau sifat aslinya seperti apa. Ah, kalaupun juga Kakek bertemu dengannya, dia juga pasti akan berpura pura didepan Kakek untuk mendapatkan simpati, wanita seperti itu benar benar tidak layak untuk aku jadikan istri." Jovi menyeringai dengan mata lurus kedepan
"Jadi sekarang mau kamu gimana?" Bram kembali bertanya.
Jovi hanya bisa mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya, wajah Bram pun terlihat suram, Jovi yang melihat wajah suram ayahnya, menjadi sedikit kasihan.
"Papa tidak perlu khawatir, nanti aku akan memikirkan semuanya, jangan dijadikan beban, nanti malah jadi frustasi." Jovi mencoba untuk menenangkan ayahnya.
Bram hanya menganggukkan kepala sembari menatap Jovi, ia tidak punya pilihan lain selain mempercayai anaknya itu.
"Ya sudah, kamu pergilah mandi, lalu turun untuk sarapan, Papa tunggu kamu dibawah." Bram pun melangkah pergi
"Oke." Jovi beranjak dari tempat tidur, bersiap untuk mandi
Setelah mandi dia memakai baju kaosnya, karena dia tidak punya acara di luar, jadi hanya memakai kaos, setelah selesai, Ia pun keluar dari kamarnya menuju meja makan untuk sarapan.
Dimeja, ayah dan ibunya sudah menunggunya untuk sarapan bersama.
Hallo para Readers ku yang tersayang, tetap stay dinovel ini ya, dan jangan lupa buat dukung Author berupa,
Vote, like, coment, dan rate5 nya ya!!
Dukungan kalian adalah sumber semangat Author
Terimakasih 😊
"Pah. Mah. Udah lama nunggu?" Sahut Jovi.
"Gak kok Sayang, baru saja," jawab Riana, Ibunya Jovi
"Please Mah, jangan panggil aku Sayang lagi dong, aku bukan anak kecil lagi." Jovi merasa tidak senang selalu dipanggil sayang oleh ibunya, baginya itu menggambarkan kalau dia anak yang manja.
"Lho, kamu kan anak Mama, wajar dong kalau Mama panggil Sayang," bantah Riana.
"Tapi Jovi tidak menyukainya mah, dan lagi Jovi bukan anak manja." Jovi memasang wajah tak senang
Ya, Jovi memang bukan anak yang manja, dia suka hidup mandiri, dia tidak suka mengandalkan harta orang tuanya.
Selama dia duduk dibangku SMA dia tidak pernah mau di antar jemput oleh Supir atau membawa mobil sendiri, dia lebih senang menaiki Taksi atau kendaraan umum lainnya untuk berangkat ke Sekolah.
Teman temannya pun tidak ada satupun yang tau kalau dia anak yang berstatus tinggi, mereka mengira, kalau Jovi hanya anak biasa yang tidak memiliki harta dan kedudukan.
"Oke oke, Mama tidak akan memanggilmu dengan sebutan sayang lagi." Riana hanya pasrah.
Jovi tersenyum mendengar perkataan Ibunya, disisi lain, Ayah Jovi yang mendengar pembicaraan ibu dan anak ini, hanya bisa menggeleng gelengkan kepala dan tersenyum kecut.
Jovi pun duduk di meja makan untuk menyantap sarapannya, dan tiba tiba ayahnya berkata.
"Jov, bagaimana? Kamu sudah memikirkan masalah perjodohan kamu?"
Jovi seketika menatap ayahnya dan mulai berpikir, setelah beberapa saat dia terdiam, akhirnya dia angkat bicara.
"Pah, Jovi sudah memutuskan, tidak ingin melanjutkan perjodohan ini." Jovi menatap lekat ke ayahnya merasa yakin.
"Lalu bagaimana dengan permintaan Kakek kamu? Apa akan diabaikan saja? jujur Papa jadi merasa bersalah." ayahnya sedikit ragu.
"Pah, aku yakin kalau Kakek tau sifat asli dari Raisa, dia juga tidak akan mau menjodohkan aku dengan wanita itu, Kakek tidak mungkin merelakan masa depan yang pahit buat aku," tukas Jovi.
"Jadi sekarang bagaimana?" tanya Bram.
"Ya, hanya bisa membatalkannya saja, toh juga mereka tidak akan mungkin mau berbuat macam macam," ujar Jovi yakin.
Bram hanya menganggukkan kepalanya berat, sedangkan Riana yang sedari tadi hanya mendengarkan obrolan suami dan anaknya, dia pun angkat bicara,
"Apa kamu sudah memiliki pacar Jovi?" tanya Riana.
"Belum." Jovi mengelengkan kepalanya.
"memangnya kamu mau wanita yang seperti apa? Raisa itu kan cantik, apa yang membuat kamu tidak menyukainya?" kata Riana.
"Sifatnya yang aku tidak suka, dia begitu arogan dan sombong, setidaknya aku tidak akan mencari wanita yang seperti itu." Jovi menjelaskan seadanya.
"Pah, Mah, aku kan sudah mau melanjutkan sekolahku keperguruan tinggi, jadi aku mau minta izin, mungkin aku tidak akan tinggal dirumah ini, aku akan mencari kontrakan untuk aku tinggali."Jovi menatap kearah Ibu dan ayahnya bergantian.
"Kuliah ya kuliah saja, kenapa harus keluar dari rumah?" Riana tidak senang dengan keputusan Jovi.
"Mah, Jovi pengen mandiri, dan lagi Jovi pengen rasain gimana cari uang sendiri tanpa harus pake uang Papa." ujar Jovi menatap ibunya.
"Papa setuju." Bram memotong pembicaraan Jovi, Jovi pun tersenyum kegirangan mendengar persetujuan dari ayahnya.
"Memang Papa yang paling mengerti." Jovi tersenyum lebar
"Apaan sih Pah, kok malah disetujuin sih?" bantah Riana.
"Mah, biarlah kita beri Jovi kesempatan untuk dia merasakan kehidupan yang sebenarnya diluar sana, biar dia belajar dari dunia yang luas ini, dia harus memiliki pengalaman hidup yang besar agar bisa memimpin perusahaan Papa nantinya, ini juga demi kebaikan dia," jelas Bram Adiguna yang dibalas anggukan oleh Jovi.
"Boleh ya Mah, please!!" mohon Jovi pada ibunya.
Melihat wajah anaknya yang begitu semangat ingin pergi, Riana hanya bisa menghela nafas kasar dan pasrah.
"Baiklah, tapi kamu harus janji, akan sering sering berkunjung melihat Mama!!" Pinta Riana pada Jovi.
Meskipun dia merasa sangat tidak rela, tapi dia tidak ada pilihan lain selain menyetujuinya, karna ayahnya juga sudah mendukungnya.
Hallo para readers ku yang tersayang, selalu dukung author berupa
Vote, like, coment, and rate5 nya ya
Dukungan kalian adalah sumber semangat Author
Terimakasih 😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!