Non. bangun... nanti non telat kuliahnya." Ucap Bik Yem yang dari tadi sudah bolak balik ke dapur dan ke kamar membangunkan nona nya.
Gadis Mungil yang bernama Karina Abraham Lincoln. itu menggerakkan tangan. ia menggeliat kan tubuhnya, sebenarnya sih sudah bangun. hanya saja ia ingin bermanja-manja dengan baik Yem yang sangat menyayanginya. setelah kematian ibunya. Hanya buk Yem yang tulus sayang padanya selain papinya.
"Iya Bik. apa sarapan hari ini bik." Tanya Karina mengusap matanya yang masih ngantuk. karena begadang mengerjakan tugas yang akan di kumpulkan hari ini.
"He..he.. rahasia. sepertinya non harus sarapan di kampus. dan sudah bik Yem simpan dalam wadah." jawab Bik Yem tersenyum.
Kebetulan hari ini. Karina lagi halangan. makanya bi yem tidak tega membangunkannya pagi saat subuh tadi.
karena Buk Yem melihat langsung kalau majikannya ini lembut menjelang pagi.
"Ok deh. makasih bik Yem." Karina mencium pipi wanita tua tersebut dengan gemesnya.
"Non bau. mandi sana." Ledek Bik Yem menghindar, padahal ia selalu terharu di perlakukan seperti itu oleh majikannya.
Karina pun masuk ke kamar mandi. Ia cepat menyelesaikan ritualnya. agar tidak kena marah sama dosen galaknya.
Hanya butuh beberapa menit. ia sudah selesai, dan bik Yem pun sudah menyiapkan makannya. di tas majikan yang telah ia siapkan.
"Bik. aku berangkat ya. assalamualaikum." Ucap Karina dan di jawab Bik Yem.
"Hati-hati non. jangan ngebut." Teriak bik Yem melihat kepergian majikannya mengendarai motor metiknya.
Karina pun mengendarai motor metiknya dengan lincah, walau dia gadis kecil dan manja dulunya. namun dia jago juga bawa motor dan mobil.
Abraham tidak pernah lepas tangan. anaknya yang hidup di luar istananya. ia selalu memberikan pengawasan pada anak semata wayangnya.
"Bagaimana keadaan anakku saat ini.?" Tanya Abraham pada Pengawal anaknya.
"Baik Tuan. sekarang nona menuju kampus." Jawab pengawal setianya.
Abraham pun mendesah. ia sangat berat dan tidak setuju anaknya bebas begitu. sebagai ahli waris. anaknya tentu jadi incaran musuhnya. namun karena anaknya bersikeras makanya Abraham mengalah dari pada anaknya tidak pernah pulang.
Yah. Karina harus pulang. jika mau, kadang satu kali seminggu. kadang dua kali. Abraham tidak mempermasalahkan, asalkan anaknya tahu jalan untuk pulang.
Karina sampai di kampus tepat waktu, dia tidak jadi telat. saat dia akan masuk. dia bahagia sekali karena dia tidak telat.
Karina bingung. apakah ia salah masuk kelas, tapi dia kembali keluar. dan tidak ada salah kelas. " Tidak salah.?" Tanya pada dirinya sendiri.
seseorang yang berdiri di depan. menatapnya heran, dia diam saja melihat sikap mahasiswa yang keluar masuk.
"Apa kamu sudah puas kuar masuk.?" Tanya dosen tersebut.
Kirana menatap orang yang bertanya padanya. dia cengengesan. " Maaf pak. saya kira saya salah masuk." Jawabnya dan mengambil duduk dekat teman wanitanya yang berkaca tebal.
Yah. hanya dia teman dekat Karina sejak dia pindah kuliah dengan memakai hijab. dan mengabari pada Taman di kampus lamanya
kalau ia pindah keluar negeri. Jadi tak satupun orang mengenalnya. kalau papinya. adalah salah satu donatur di kampus tersebut.
"Sudah dramanya. sekarang kamu berdiri. dan memperkenalkan diri." ucap Sang Dosen.
Karina bingung. kemarin kan sudah. ngapain lagi memperkenalkan diri, dosen aneh. pikirnya. Dia diam saja. dan duduk dengan dengan tenang.
"Hai. apa kamu tidak dengar.!" Kirana mendongakkan wajahnya, ternyata sang Dosen sudah di dekatnya. ia tak menyadari kedatangan Dosennya tersebut.
"Kemarin sudah kenalan pak." Jawabnya apa adanya.
Pak Gandhi Samudra tersebut menatapnya dengan intens. " Kamu tidak tahu siapa saya?" Tanya Pak Gandhi ketus.
"He..he..maaf pak, saya baru kemarin pindah ke sini. dan belum kenal semua dosen. maaf ya pak." Ucap Kirana menangkupkan kedua tangannya minta maaf.
Gandhi memukul meja, hingga Kirana terperanjat.Dia menatap Dosennya tersebut dengan bingung.
"Kamu pernah SMA dulukan? Di SMA kamu mengenal istilah Wali Kelas, nah kalau di kampus namanya PA (Pembimbing Akademik/Penasehat Akademik) atau Dosen Wali. Tugas saya sama dengan Wali Kelas, yaitu memberikan arahan, membimbing, dan membantu mahasiswanya dalam permasalahan yang dihadapi selama aktif studi." Jawab Pak Gandhi menjelaskan.
Kirana terperanjat, ia belum sempat kemaren mencari PA nya. karena ia baru pindah dan harus segera beres-beres. eh di tambah lagi baru masuk dapat tugas langsung. hingga ia terburu-buru ke perpus untuk cari referensi.
"Maaf.!" Lirih Kirana. yang menyadari kesalahannya.
"Baiklah. nanti kamu temui saya di ruangan saya.swtekah jam pulang. kalau hari ini hanya kuliah dengan saya saja kan.?" Tanya Pak Gandhi pada semuanya.
"Ya pak." Jawab semua Mahasiswa.
Kirana menarik nafas dalam. saat Dosennya menjauh dari tempat duduknya. hari ini Kirana merasa lelah. matanya yang masih ngantuk membuatnya tidak fokus. hingga ia kembali di tegur Dosen tersebut.
"Eh. kamu niat kuliah nggak.?" Tanya sang Dosen yang kembali di dekatnya, ia kebiasaan menerangkan materi sambil jalan dan pas dekat Kirana, di dapatinya mahasiswanya tersebut sedang tidak fokus.
"Maaf pak." Lagi-lagi Kirana di tegur.
Saat pak Dosen telah selesai memberikan materinya. Gandhi kembali mengingatkan pada Kirana untuk menemuinya di ruangannya.
Tentu ia belum tahu seluk beluk kampus ini
karena ini hari ke dua menginjakkan kampus ini setelah pindah.
"Kiran. biar aku antar depan pintu pak Dosen. tapi aku nggak masuk ya." Ucap Naira memberikan bantuan.
"Oh. Ok, terimakasih ya Nai." Kirana pun mengikuti langkah Naira menuju ruangan pak Dosen PA nya.
Sepanjang jalan. Naira menjelaskan gedung yang mereka lalui. Para kaum Adam tidak terlalu memperhatikannya, karena dia yang berhijab tentu tidak semua orang yang ingin menggodanya.
Beda dengan saat dia di kampus lama. sepanjang jalan, selalu saja ada cowok yang memberikan dia bunga atau coklat. Dan mengucapkan cinta. hingga Kirana merasa muak dengan semuanya..
Saat ini, ia merasa damai. tidak ada pengganggu selama ia berjalan. atau mau kemana-mana.
"Sudah sampai. kamu masuk ya, dan saya langsung ke kantin. mau makan dulu." Ucap Naira tersenyum.
"Eh. tunggu Nai. aku tadi bawa bekal. kamu mau nggak makan bersama ku, tapi tunggu aku ya." Pinta Kirana lada Naira dan di anggukan gadis yang berkaca mata tebal tersebut.
Naira gadis pintar. ia gadis desa yang mendapatkan beasiswa untuk masuk kuliah di sini.
Kirana pun mengetuk pintu untuk izin masuk. Tak lama terdengar suara yang Kirana kenal, karena tadi Dosen tersebut marah-marah padanya.
"Masuk." Perintahnya. dan membuat Kirana terperanjat mendengar suara gelegar Dosen. sekilas ia menoleh pada Naira sebelum akhirnya masuk.
Kirana melihat seorang laki-laki yang cukup matang duduk di kursi depan meja yang saat tempat ia berdiri.
"Permisi pak. tadi bapak minta saya...."
"Jadi. harus saya yang minta kamu datang menemui saya, bukannya kamu berkeinginan untuk menemui saya karena kamu membutuhkan saya." Cerocos Gandhi panjang lebar
Kirana hanya melengos. lututnya terasa bergetar. bukan karena takut pada Dosennya. hanya saj ia belum sempat sarapan tadi, dan hari sudah menunjukkan untuk makan siang. dan bukan lagi sarapan, tapi sudah makan siang.
"Maaf.!" Ucap Kirana membuat Gandhi menatapnya lagi. ia pun mendekatinya.
"Sekarang kamu duduklah. karena baru pertama kali bertemu, saya bisa maklumi. dan ini hanya satu kali,tidak ada untuk kedua kalinya." Ucap Gandhi dan memintanya duduk di kursi tamu di ruangan tersebut.
Gandhi akhirnya memberikan selembar kertas, dan Kirana mengambil kertas tersebut dan sedikit membacanya. ternyata tentang peraturan Kampus dan juga peraturan Dosen PA yang ada di depannya.
"Jika kamu akan Konsul dengan saya, maka harus buat janji dulu. sebab saya kadang ada di rumah sakit sedang operasi. dan waktu saya sangat sedikit untuk berbasa-basi." Jelas Gandhi menjelaskan pada Mahasiswa barunya ini. yang merupakan Siswa bimbingannya.
"Dan saya harap kamu. sudah jelas apa yang akan di bicarakan atau di Konsul pada saya. agar waktu saya tidak terbuang percuma. dan sekarang kamu boleh pergi." Perintah Gandhi cuek.
Kirana tidak menjawab, ia hanya berdiri dan langsung membuka pintu. tentu saja Gandhi merasa heran dan kesal.
"Kamu nggak ada sopan santun nya ya. pergi tidak pamit." Ketus Gandhi.
"Hm!. permisi pak. perut saya sudah demo." Ucap Kirana tak memperdulikan kekesalan Dosennya
Kirana keluar dengan santai,dia tidak melihat kekesalan Dosennya tersebut. Ia pun kembali mendapati Naira yang masih setia di bangku dekat dengan ruangan pak Gandhi.
Kirana mengajak Naira kembali ke kelas. sebelumnya beli minuman dulu dan langsung ke kelas.
"Maaf ya. kamu lama nggak nunggu.?" Tanya Kirana menatap Naira yang malu-malu memakan makanan yang dibawa sobatnya tersebut.
"Ah.nggak apa-apa. Oh ya kamu harap maklum ya dengan pak Gandhi, Orangnya memang tegas. mungkin karena beliau Dosen PA kita. makanya ia tegas." Cerita Naira.
Kirana hanya mengangguk. ia saat fokus makan yang ia bawa. bik Yem selalu bisa memanjakan lidahnya. hingga ia tidak pernah canggung untuk bawa bekal. Karena makanan yang ia bawa selalu menggugah selera.
"Oh ya Nai. kamu tinggal di mana. dengan siapa.?" Tanya Kirana setelah selesai makan.
Naira tersenyum saat Kirana bertanya padanya."Aku kos. Dan tak jauh dari sini. tapi maaf aku tidak bisa langsung pulang,karena harus bekerja." Cerita Naira yang mengejutkan nya
"Kerja.? kamu kan kuliah.?" Tanya Kirana tak percaya.
Ia tak bisa bayangkan bagaimana seorang mahasiswa yang sibuk dengan kuliahnya harus kerja. dia yang semuanya yang selalu di layani saja,masih merasa repot saat harus menyelesaikan tugas kuliah yang bejibun
"Iya. kalau andalkan kiriman orang tua. tentu tidak cukup untuk biaya hidupku. aku kan hanya anak desa. buruh tani, dan harus bisa ber pandai-pandai. Oh ya aku pamit ya. terimakasih banyak makanannya." Naira pun berdiri dan akan meninggalkan Kirana yang masih bengong.
"Eh. bisa kirim alamat kos mu. dan juga tempat kerja mu. mana tahu aku ada perlu dengan kamu." Seru Kirana karena Naira terburu-buru.
Naira mengacungkan jempolnya dan tersenyum. ia terus berlari meninggalkan Kirana.
Kirana yang melihat Naira yang malah masuk kantin bengong. "Kenapa malah masuk kantin?" Tanya Kirana pada dirinya sendiri.
"Ya iyalah. gadis berkacamata itu kan kerja di kantin jadi babu." Jawab seseorang yang lewat dekatnya.
Kirana yang mendengar ucapan seorang yang lewat di depannya sangat kaget. dia berusaha melihat wajah orang yang berbicara tadi,namun terlanjur pergi.
Kirana menyeret kakinya ke Kantin memastikan ucapan orang tersebut. Kirana celingak celinguk. Tapi dia tak melihat Naira di sana. Hingga ia memutuskan bertanya pada seorang bapak-bapak yang pasti pemilik kantin.
"Pak! Maaf . saya mau tanya. apa bapak lihat Naira.?" Tanya Kirana sopan.
"Oh. neng kacamata. dia lagi kerja neng di dalam."Tunjuk bapak tersebut pada Kirana.
Kirana pun berjalan melangkah ke arah yang di tunjuk bapak tersebut. baru saja ia masuk,Kirana di kejutkan dengan pemandangan yang sangat tidak ia duga. Naira bekerja sebagai tukang cuci piring di kantin tersebut.
Tentu saja tidak melihatnya, karen ia sedang fokus menyelesaikan pekerjaan dengan piring yang sudah menumpuk tinggi.
Kirana kembali keluar, ia tidak mau mengganggu Naira lagi. sepanjang jalan,Kirana masih saja melamun. dia tidak fokus hingga ia menabrak seseorang yang berjalan tergesa-gesa.
Kirana tersadar menatap orang yang ia tabrak. Kirana terperanjat. Karena yang di tabrak nya adalah Dosennya.
"Pak Gandhi. maaf!"Ucap Kirana menangkup kan keningnya.
Gandhi acuh saja. karena ia terburu-buru ke rumah sakit. karena ada pasien yang lebih penting sedang menunggu dirinya untuk di operasi.
Kirana melengos. di cuekin begitu, ia pun menuju parkiran motornya. dia pun mengendarai motor metiknya. anehnya. Tadi motornya baik-baik saja. kenapa sekarang kempes.
Kirana mencari seseorang yang mau membantunya untuk mendorong motornya ke bengkel.
Saat Kirana masih bengong. ada seorang yang menariknya. tentu saja spontan Kirana menjerit. suara Jeritannya terdengar jelas oleh Gandhi yang baru masuk mobilnya.
"Eh. jangan teriak... ini papi." Ucap Lelaki tersebut yang tak lain adalah papinya. Abraham menarik anaknya untuk masuk ke mobilnya.
Gandhi yang melihat keadaan tersebut terasa bimbang. ia akan ke rumah sakit atau menolong mahasiswanya yang sedang terancam.
Gandhi. akhirnya turun dari mobilnya. ia akan segera menghampiri Kirana yang di paksa naik masuk mobil mewah tersebut.
Hampir saja Gandhi sampai di lokasi Kirana. mobil mewah tersebut jalan dan Gandhi tidak bisa mengejarnya.
Ia cukup khawatir,Gandhi menelpon seseorang Dari kaca spion Abraham bisa melihat ke khawatiran seorang Gandhi pada anaknya.
Dia menyunggingkan senyumnya. ternyata pancingannya berhasil. Ia sudah tahu siapa Gandhi. anak dari sahabatnya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu.
Namun ia kehilangan kontak setelah beberapa tahun belakangan. hingga ia mengetahui kehadiran Gandhi di kampus dimana ia sebagai donatur.
Temannya meninggal karena serangan jantung. akibat di tipu temannya. hingga ia bangkrut. itulah sebabnya Abraham k bilangan kontak dengan istri dan anak sahabatnya itu.
Sedangkan Gandhi yang melihat sekilas wajah yang tak asing di dalam mobil yang sedikit terbuka.
Membuatnya ia menghubungi temannya yang polisi. ia memberikan nomor plat mobil yang membawa Kirana pergi.
"Maaf bro. merepotkan. saya mau minta bantuan untuk mencek nomor plat nomor yang akan saya kirim." Pintanya pada sahabatnya sekaligus sepupu jauhnya Fatih.
"Ok.bro!" Jawab Fatih singkat.
Karena ia tahu. saat ini pasti sepupunya tersebut sibuk kalau nggak di kampus ya di ruangan operasi.
Gandhi pun langsung ke rumah sakit. walau ia tidak bisa menyelamatkan langsung mahasiswanya tersebut. yang jelas ia telah menyerahkan pada pihak yang berwajib.
Gandhi sampai di rumah sakit. ia langsung ke ruangannya. dan asistennya mengikutinya. "Maaf dok. lima belas menit lagi pasien siap di operasi." Ucap Asistennya.
Dan di anggukan Gandhi. ia harus mengganti pakaiannya dulu. dan langsung ke ruangan operasi. dan Teamnya pun sudah siap di ruangan tersebut.
Gandhi fokus dengan pekerjaan yang sudah ia geluti beberapa tahun ini, ia selalu disiplin dan tidak mudah percaya pada semua orang.
Semenjak papanya di tipu oleh sahabat nya sendiri hingga bangkrut dan menimbulkan papanya serangan jantung dan merenggut nyawanya.
Dua jam berlalu tak terasa. hingga operasinya selesai. Gandhi pun langsung ke ruangannya. karena handphonenya di sana, ia tahu. pasti sudah ada pesan masuk dari sepupunya.
Gandhi masuk langsung mendapati handphonenya berbunyi. ia segera mengangkatnya. karena telpon dari Sepupunya.
"Halo Fatih. gimana kabarnya nomor plat tersebut.?" Tanya Gandhi tak sabar.
"He..he.. sabar bro. aku berikan kejutan pada mu. oh ya saat ini aku baru sampai di rumah sakit menuju ruangan mu." jawab Fatih dan memutuskan panggilannya
Tentu saja membuat Gandhi kesal.
." Kebiasaan matikan Telepon sebelum selesai." Umpat Gandhi pada sepupunya.
Tak lama terdengar suara ketukan dari luar
"Masuk." ucap Gandhi. dan nongol kepala sepupunya yang cengengesan.
"Jangan menggoda ku" ledek Gandhi yang dapat pukulan dari sepupunya tersebut.
"Sialan. Eh bro. aku nggak di suruh duduk nih. letakkan apa kek,masak tamu nggak di servis sih.dingin amat nih Dokter." Cerocos Fatih yang di cuekin Gandhi.
"Kamu bilang ada berita penting.!" Sindir Gandhi.
Fatih kembali terkekeh." Oh ya kamu ingat nggak teman Om yang sering datang ke rumah. saat kamu tinggal di Yogya dulu.?" Tanya Fatih to the points.
"Om Abraham.?"Tanya Gandhi dan di anggukan Fatih.
"Tepat sekali. plat mobil tersebut adalah milik Om Abraham. dan dia punya satu anak yang bernama Kirana Abraham."Jawab Fatih.
Gandhi yang mendengar Syok. dia geleng-geleng kepala tak percaya. Fatih yang melihatnya tentu saja bingung.
"Eh. kamu kena ayan. kok dokter ayan." Seru Fatih ambigu. Dan dapat pukulan dari Gandhi
Fatih melihat Gandhi yang masih bengong dan kadang geleng-geleng kepala. membuatnya bergidik ngeri.
"Eh. bro.lu aman kan, gue jadi takut jadi lihat lu bengong dan geleng-geleng kepala nggak jelas." Fatih menggoyang tangannya di depan Gandhi namun tak di responnya.
Gandhi jalan mondar-mandir dan duduk lagi kayak orang bingung. Fatih makin kesal dan heboh melihat sepupunya yang kayak orang gila.
"Gandhi Wardana Putra. kamu aman kan, jangan bikin aku takut tahu." Kesal Fatih dan kemudian menatap sepupunya.
Gandhi duduk di kursi tamu dan mengajak Fatih duduk dekatnya. awalnya Fatih agak ngeri takut Gandhi kenapa-kenapa.
"Kamu polisi Cemen ya bro. masa kamu takut dengan saudaramu sendiri." kesal Gandhi melihat reaksi Fatih.
Fatih memukul lengan Gandhi apakah dia sadar atau nggak." Gila lu. gue lu pukul." Kesal Gandhi membalasnya.
"Ha..ha.. ya habisnya reaksimu itu mem bagong kan." Jawab Fatih santai merasa situasi tidak apa-apa.
"Begini. cewek maksudnya Kirana Abraham. baru masuk kemaren, dia baru pindahan, nah dia pakai jilbab aku kan nggak kenal. dulu kita ketemu waktu masih SMP. Dia santai saja masuk saat sudah telat datang, apalagi dia nggak lapor dan menemui gue sebagai Dosen PA nya. malah nggak kenal gue lagi. makanya gue kesal padanya, karena ia baru masuk dan gue maafkan dan gue ajak datang ke ruangan untuk mengenal sebagai Dosen PA nya. malah bikin gue kesal lagi. dia cuek saja setelah gue kasih lembaran aturan. Hanya di lihat sekejap saja. terus masukan ke tas nah keluar begitu saja.gimana nggak marah jadi tuh anak, apa ia bego.lugu cupu atau apa gitu." cerita Gandhi panjang lebar.
Fatih yang mendengar terkekeh, dia nggak peduli dengan kekesalan sepupunya, dia terus tertawa sampai memegang perutnya.
Fatih kalau dengan Gandhi hilang wibawanya sebagai polisi. namun jika di luar itu, sangat kool dan tak terlihat senyumnya. kalau orang tidak kenal mereka berdua, pasti orang anggap mereka berdua itu manusia Es dan cuek.padahal aslinya pecicilan.
Gandhi yang melihat Fatih yang tak hentinya tertawa, ia pun menjentik kening Fatih hingga Fatih terdiam seketika.
"Aduh. kira-kira dong bro menyiksa saudara." Jengkel Fatih dengan kesalnya.
"Eh. sebenarnya gue yang marah sama lu, ngapain ketawa sampai segitunya." Gandhi balas menyerang Fatih yang duduk di sampingnya.
"Jangan terlalu benci takutnya cinta. benci dan cinta itu beda tipis. Contoh gue... yang dulu waktu SMA suka gelut, eh sekarang nggak hentinya gelut tapi di atas kasur ha.. ha.." Tawa Fatih menyenggol bahu Gandhi
"Sialan lu. saudara nggak ada akhlak." Kesal Gandhi berdiri dan kembali duduk di kursi kebesarannya.
"Lantas selanjutnya apa yang akan lu lakuin, setelah tahu kalau dia anaknya pak Abraham yang telah berjasa ke keluarga kita, terutama keluarga lu." Tanya Fatih penasaran.
"Entahlah. kalau dia ngadu sama bokap nya. kan berabe juga dong gue." Pikir Gandhi yang merasa nggak enak pada pak Abraham orang tuanya Kirana.
"Gue rasa nggak mungkin lah. kan dia bukan anak kecil lagi. lagian gue juga dapat info, kalau dia tuh tinggal bukan di rumah orang tuanya yang seperti istana. tapi tinggal di rumah sederhana. berdua pembantunya Bik Yem. tahu kan?" Tanya Fatih yang dulu sering ke rumah Kirana bersama Fatih saat mereka masih ada ikut dengan papanya Gandhi.
Gandhi melotot mendengar cerita saudaranya itu, dan kembali duduk dekat Fatih.' Serius lu. gadis aneh." Lirih Gandhi bersungut-sungut.
Fatih tersenyum mendengar ucapan Gandhi yang menurutnya sangat lucu. Dia pun memberikan foto Kirana yang naik motor bebeknya. Gandhi yang melihat makin melongo.
"Tutup tuh mulut, nanti masuk lalat baru tahu rasa." Ledek Fatih. Gandhi tak perduli. bahkan dia merebut handphone Fatih dan membuka semuanya. ternyata Fatih membuka dari semua foto Kirana.
Yang bikin Gandhi bingung, kenapa Fatih banyak sekali foto Kirana dengan bermacam aktivitasnya.
Gandhi menatap saudaranya seolah menyelidik." Jangan menatapku begitu. teman gue di tugaskan bokap nya untuk memata-matai anaknya. dan sekarang ia bawa lagi ke rumahnya. karena sudah banyak wartawan yang mengetahui tempat tinggal gadis tersebut. makanya tadi siang ia jemput anaknya karena tidak aman lagi." Cerita Fatih dan di anggukan Gandhi.
"Ternyata hidup jadi konglomerat itu susah juga ya. sampai menyembunyikan jadi diri agar tidak di kejar wartawan." Ucap Gandhi merasa kasihan.
Fatih mengangkat bahunya sewaktu Gandhi melihatnya. "Kamu nggak mikir sampai ke sana bro.?" Tanya Fatih heran.
Gandhi menggeleng lemas memikirkannya. ia tidak sampai mikir ke sana, karena ia hidupnya datar-datar saja dengan kesibukan yang ada. meraih cita-cita dan kebahagiaan keluarganya .
Kepergian papanya membuat Gandhi tidak memikirkan yang lain. dan bahkan ia tak mengenal namanya pacaran.
Selama kuliah, ia hanya sibuk mencapai prestasi sampai ia di posisi ini. Dan Fatih pun sudah tahu hal itu, apalagi sepupunya ini sangat kecewa dengan kakak iparnya yang mengecewakan kakaknya. jadi ia selalu menjaga perasaan mama dan kakaknya.
"Bro. gue rasa sudah saatnya lu mengenal yang namanya cinta. gue rasa Kirana gadis baik, bahkan kabarnya ia menghindar karena mau mencari cinta sejati. kabarnya sih, dia tuh sering di khianati temannya. mereka dekat karena kekayaannya saja. makanya ia merubah jati diri dan pindah ke sini." Cerita panjang Fatih, dan lagi-lagi Gandhi makin melongo.
Fatih gemes lihat sepupunya itu dan melemparkan kertas ke mulut Gandhi yang terbuka karena bengong.
"Sialan. saudara laknat." Kesal Gandhi tak terima.
"Habis lihat lu gitu. bukan lu banget deh. kayak kambing bengong melongo dengan mulut terbuka, kan gue jadi gemes" elak Fatih membela diri.
Tapi Gandhi tak peduli, ia kembali berpikir." Apakah cerita lu riil bro. kok gue merasa aneh ya," tanya Gandhi yang tak habis pikir.
"Apanya yang aneh. kan orang kalau lagi cari cinta tuh ya macam-macam caranya. tinggal lu nya aja lagi, apakah lu nggak tertarik gitu." Tanya Fatih menyelidik.
Fatih merasa. saudaranya ini sepertinya ada hati pada Kirana. sebab ia tak pernah cerita tentang kekesalannya terhadap cewek. Tapi kali ini sampai penasaran dengan kehidupan sang gadis.
"Entah lah bro. gue kan belum pernah jatuh cinta, lagian kan lu tahu. kalau gue menutup diri, bagi gue yang penting mama dan saudara gue bahagia. Gue pengganti papa." Jawab Gandhi yang juga di ketahui Fatih selama ini.
"Ya. tapi ini sudah Tujuh tahun, semenjak kehilangan papa lu. dan gue rasa Om dan tante ngerti juga, lu tuh udah tua bro. ingat anak lu nanti, jika anak lu lahir lu udah bangkotan." Ledek Fatih. yang sebenarnya memberi semangat dengan cara memanas-manasi.
Karena Gandhi tuh sudah kalau di arahkan cerita ke cewek atau pernikahan, selalu saja ada alasannya.
"Entahlah. gue akan coba, tapi Om Abraham akan merestui jika gue jadi mantunya. kan mereka orang kaya nggak seperti kita. apa mereka nggak ilfil dengan gue." Jawab Gandhi merasa insekur.
"Kan belum lu coba, kalau gini. kayak bukan lu yang selalu optimis." Tanya Fatih heran.
"Ini beda pasal Bro. ini yang pertama bagi gue, bukan kayak lu yang play boy." Jawab Gandhi yang malah dapat pukulan dari Fatih
"Sialan lu. itu mah dulu, sekarang gue hanya untuk Sila dan anak gue." Jawab Fatih apa adanya.
Mereka berdua pun akhirnya tertawa. Gandhi termenung setelah kepergian Fatih saudaranya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!