NovelToon NovelToon

Jodoh Pilihan Abah

Bab 01 Ikhlas

"Apa Abah tidak salah? Mana mungkin Nizma akan menikah dengan pria berandal itu?" suara wanita paruh baya yang tengah menatap sang suami dengan perasaan tidak percaya.

"Insya Allah keputusan Abah ini sudah benar Umi, Abah yakin ini yang terbaik untuk mereka." Ujar Ustad Yusuf.

Ustadzah Mia Annisa, istri dari Ustad Yusuf Mahfud yang merupakan pemimpin pesantren Al Mumtaz.

"Tapi abah, Bagas itu bukan orang baik. Dia adalah preman yang suka bikin onar belum lagi kebiasaannya yang suka berantem dan mabuk-mabukan. Mana penampilannya penuh tatto menyeramkan." gumam Ustadzah Mia resah.

"Atau jangan-jangan Bagas sudah mengancam Abah agar dia bisa menikahi Nizma?" kini Ustadzah Mia mulai berasumsi.

"Astaghfirullah, kenapa Umi berpikir seperti itu? Nak Bagas tidak pernah mengancam Abah bahkan ini murni keinginan Abah." ujar Ustad Yusuf.

"Umi, jangan nilai seseorang dari penampilan luarnya. Siapa tahu nak Bagas bisa membawa kebahagiaan bagi putri kita. Kuasa Allah siapa yang tahu." Ustad Yusuf mencoba memberi pengertian sang istri.

Ustadzah Mia hanya bisa menghela nafasnya dengan berat. Sebagai seorang ibu tentu ingin putrinya memiliki pendamping hidup yang terbaik. Apalagi sang putri merupakan anak sulung yang diharapkan bisa meneruskan untuk memimpin pesantren.

Sementara itu seorang gadis baru saja memasuki rumah. Nizma Aida Mahfud, Gadis cantik berusia dua puluh lima tahun yang merupakan putri kebanggan ustad Yusuf dan istrinya.

"Assalamualaikum Abah, Umi." ucap Nizma seraya mencium tangan kedua orang tuanya.

"Waalaikumsallam Nizma. Bagaimana mengajar hari ini?" ucap Ustad Yusuf.

"Alhamdulillah lancar Abah." kegiatan Nizma sehari-hari adalah mengajar para santriwati yang berada di pesantren.

"Nizma, boleh abah berbicara sebentar?" Ustad Yusuf oun meminta Nizma untuk duduk di sampingnya.

Sementara Ustadzah Mia hanya bisa menatapnya dengan tatapan penuh kegelisahan.

"Boleh Abah, memangnya ada apa?" jawab Nizma.

Ustad Yusuf mengusap lembut puncak kepala sang putri yang tertutupi oleh hijab.

"Abah ingin kamu segera menikah Nizma. Usiamu sudah tepat untuk menikah. Dan abah sudah memiliki calon suami untukmu." ujar Ustad Yusuf.

"Menikah abah?" tanya Nizma kembali.

"iya nak, apa kamu sudah siap?" tanya Ustad Yusuf.

"Insya Allah kalau memang abah menghendaki demikian maka Nizma akan siap Abah." dengan santun Nizma menjawab pertanyaan abahnya.

"Alhamdulillah, abah ingin kamu menikah dengan Bagas Abimana, Nizma. Apa kamu siap?" tanya Ustad Yusuf lagi.

Nizma sempat terdiam beberapa saat. Bagas Abimana, tentu semua orang di kampung tahu siapa pria itu. Bahkan bisa dibilang orang paling dihindari di kampung karena semua orang enggan berurusan dengan pria itu.

"Bagas Abimana? Bagas yang.." ucapan Nizma terpotong.

"Abah.. Sudah lah. Umi nggak ingin putri kita jadi istri preman berandal itu." Ustadzah Mia tampak berembun kedua netranya. Rasanya dia tak ingin suaminya membahas hal ini.

Nizma tentu tahu siapa sosok Bagas. Melihat perdebatan kedua orang tuanya tentu membuatnya merasa tak nyaman. Apalagi selama ini hubungan kedua orang tuanya sangatlah harmonis.

Ustadzah Mia selalu menurut akan perintah Ustad Yusuf. Dan ini pertama kalinya dia tak menyetujui keputusan suaminya.

"Abah, Umi. Nizma siap menikah dengan Bagas Abimana." ucapan Nizma sontak saja membuat keduanya terkejut.

Jika ustad Yusuf terlihat senang namun tidak dengan Ustadzah Mia.

"Nizma siap menjadi istri dari Abang Bagas. Kalau memang ini yang terbaik insyaallah Nizma ikhlas menjalaninya sepenuh hati." Nizma meyakinkan.

"Alhamdulillah.. Abah akan mengabari Nak Bagas." ujar Ustad Yusuf.

...****************...

"Berhenti lo.. Bangs*t.." Dengan geram pria itu mencoba menangkap seorang yang kabur. Hanya sebuah dompet yang ditinggalkannya.

Bagas Abimana, pria dingin dengan penampilan menyeramkan. Rambut gondrong serta tatto yang menghiasi sekujur tubuhnya serta wajah sangarnya membuat orang sudah mengira bahwa dia adalah seorang preman.

Bagas memungut dompet tersebut dan membukanya. Melihat identitas pemilik dompet agar dia bisa mengembalikan kepada yang bersangkutan.

Namun tak berselang lama datanglah segerombol warga menghampirinya.

"Dia ternyata copetnya. Hah Bagas dasar copet kau." teriak salah satu warga.

Dengan emosi yang sudah tersulut para warga itu langsung menyerang Bagas tanpa mencari tahu kebenarannya.

Bagas yang sendirian melawan sekitar dua puluh warga. Mereka masing-masing membawa senjata berupa balok kayu serta beberapa barang lainnya.

Meski kemampuan bela diri Bagas cukup baik namun melawan orang sebanyak itu dalam waktu bersamaan membuatnya sedikit kewalahan.

Kebetulan ustad Yusuf yang sedang melintas langsung melerai para warga tersebut.

"Ada apa ini?" tanya ustad Yusuf.

"Bagas kepergok nyopet Pak Ustad." ujar salah satu warga.

"Sudah yakin kamu kalau Bagas yang melakukannya?" ustad Yusuf seolah tak percaya.

"Kami memergokinya membawa dompet seseorang Pak Ustad." ujar warga lagi.

"Sudah-sudah stop. Jangan main hakim sendiri. Ayo hentikan." dengan segera Ustad Yusuf melerai perkelahian itu.

Akhirnya warga pun berhenti. Tampak Bagas sudah memar di beberapa bagian wajahnya. Bahkan ujung bibirnya tampak mengeluarkan darah. Dia hanya menatap tajam ke arah Ustad Yusuf.

Tak berselang lama datanglah seorang ibu-ibu menghampiri mereka. Dia yang mengaku kecopetan.

"Maaf bu, apa ini dompet ibu?" tanya ustad Yusuf.

"Benar ini dompet saya. Alhamdulillah akhirnya ketemu." ujar Ibu itu.

"Bu, apa pria ini yang sudah mencopet anda?" tanya salah satu warga.

"Loh, bukan. Justru Mas ini yang menolong saya mengejar pencopetnya. Saya bahkan ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Mas nya." Pengakuan ibu itu seketika membuat warga langsung terdiam.

"Bagaimana semuanya? Apa yang kalian sangkakan tidak benar kan? Tolong lain kali jangan main hakim sendiri. Kalau begini sama saja kalian telah mendzolimi Nak Bagas." ujar Ustad Yusuf.

Akhirnya para warga tersebut meminta maaf kepada Bagas dan membubarkan diri.

Bagas yang hendak pergi langsung dicegah oleh ustad Yusuf.

"Nak Bagas, apa kamu baik-baik saja?" tanya ustad Yusuf.

"Pak ustad nggak perlu sok perhatian. Kenapa repot-repot menolong saya?" ucap Bagas dingin.

"Karena saya tau kamu orang baik." ujar ustad Yusuf.

"Baik? Hahaha.. Luar biasa aku dipuji baik. Aku bukan Pak Ustad yang berhati malaikat. Bahkan semua orang sudah tahu aku seburuk apa." Bagas tertawa getir.

"orang hanya menilai luarnya saja tanpa mengetahui bagaimana sifat asli orang tersebut." ujar ustad Yusuf.

"Ya karena semua orang tahunya aku begitu. Lantas bagaimana aku bisa membuktikan bahwa aku bukan orang jahat?" tanya Bagas sinis.

"Menikahlah dengan putriku Nizma. Abah yakin kalian akan cocok." ucap Ustad Yusuf.

Bagas semakin tidak mengerti dengan ucapan Ustad Yusuf. Bagaimana bisa dirinya yang seorang berandalan diminta untuk menikahi gadis baik-baik seperti Nizma. Bahkan semesta pun sepertinya akan menertawakan dirinya jika itu sampai terjadi.

"Pak Ustad sakit atau Pak Ustad habis kejedot pintu? Bisa-bisanya mau menikahkan aku dengan putrimu." ujar Bagas remeh.

...****************...

Bab 02 pertemuan pertama

Bagas tak pernah menyangka jika seorang ustad Yusuf menawari dirinya menikah dengan putrinya.

"Cih, apa-paan pak tua itu? Kayaknya bener habis kebentur tu kepalanya. Kalau nggak mungkin sudah rabun." gerutu Bagas.

Dia terus berjalan sambil menyeka darah yang sempat keluar di ujung bibirnya dengan sebuah saput tangan. Dan sialnya saput tangan itu lagi-lagi pemberian ustad Yusuf.

...****************...

Keesokan harinya setelah berbicara dengan Nizma, Ustad Yusuf kembali menemui Bagas di markas tempat dirinya biasa tinggal bersama anak buah sesama preman. Bukan tempat tinggal permanen hanya sebuah tempat singgah saja. Sebuah bangunan yang sebenarnya gudang tua terbengkalai.

Kedatangan Ustad Yusuf tersebut tentu membuat para preman-preman itu keheranan.

"Assalamualaikum." ucap Ustad Yusuf kepada salah satu preman.

"Pak ustad ngapain? Mau ceramah. Salah tempat Pak. Hahaha." cemooh para preman itu.

"Saya kesini mau ketemu Nak Bagas. Apa dia ada di sini?" ucap Ustad Yusuf dengan santun.

"Ada di dalam Pak ustad cari sendiri." ucap preman-preman itu.

Ustad Yusuf pun berjalan masuk ke dalam bangunan itu. Dia melihat sosok bagas sedang tertidur dengan begitu pulas.

"Hidupmu begitu jauh tak seperti dulu." gumam Ustad Yusuf sembari menggelengkan kepalanya.

Perlahan dia menepuk lengan Bagas. Pria itu tak merespon hingga beberapa kali tepukan baru membuatnya terbangun.

"Arghh.. Siapa sih berani banget ganggu gue tidur." gerutu Bagas.

"Nak Bagas, ini saya." ucap Ustad Yusuf.

"Pak Ustad?" Bagas mengerjapkan kedua netranya untuk mengumpulkan kesadarannya.

"Ngapain Pak Ustad kemari?" tanya Bagas dengan dingin.

"Melanjutkan pembicaraan kita tempo hari nak Bagas. Tentang rencana pernikahan dengan Nizma putriku." ucap ustad Yusuf.

Bagas hanya tertawa sambil berdecak. Rupanya ucapan Ustad Yusuf tempo hari bukan sekedar iseng belaka.

"Hah, Pak Ustad masih ingat ucapan itu. Ku kira cuma bercanda. Ujar Bagas.

"Nizma sudah menerima perjodohan ini. Bagaimana kalau nak Bagas pergi ke rumah dan kita bicarakan bersama." ujar ustad Yusuf.

"Pak Ustad sebenarnya kenapa sih? Laki-laki di luar sana banyak yang jauh lebih baik dariku. Bisa-bisanya berandalan begini mau dijadikan mantu. Oh, atau jangan-jangan putri Pak Ustad penyakitan dan mau mati? Atau jangan-jangan dia bunting terus prianya kabur?" Bagas langsung berasumsi.

"Astaghfirulloh. Sama sekali tidak seperti itu Nak Bagas. putriku dalam keadaan sehat wal afiat serta tidak sedang mengandung. Dia dalam keadaan yang baik." ujar Ustad Yusuf meyakinkan.

"Lebih baik nak Bagas bersiap-siap dan temui saya di rumah. Abah tunggu." ucap Ustad Yusuf kemudian pergi meninggalkan tempat itu.

"Abah." Entah kenapa mendengar panggilan itu membuat Bagas merasakan sebuah gemetar aneh di dalam hatinya.

Panggilan yang begitu dia rindukan kepada seseorang. Seseorang yang kini sangat jauh darinya hingga membuat dirinya seperti ini.

Bagas menghela nafas kasar. Telah lama hatinya dia tutup untuk semua orang bahkan kepada Tuhannya sendiri. Kepercayaan yang dulu begitu teguh tiba-tiba luntur oleh keadaan.

Namun teringat permintaan Ustad Yusuf akhirnya Bagas bergegas untuk bersiap menemuinya.

Bukan karena ingin segera menikah namun dia hanya penasaran dengan sosok putrinya. Seperti apa gadis yang bernasib apes karena hendak dinikahkan dengan dirinya.

"Bos, tumben rapi amat. Mau ikut kultumnya Pak Ustad?" celetuk salah satu anak buahnya.

Bagas tak menjawab dia hanya menatap tajam anak buahnya tersebut. Penampilan Bagas memang jauh lebih rapi ketimbang biasanya.

Jika setiap hari dia memakai kaos oblong berwarna hitam serta jaket kulit warna senada serta berbagai aksesoris seperti gelang rantai dan cincin bergambar tengkorak

Kini Bagas tampak lebih rapi dengan kemeja yang meski juga berwarna hitam. Lengan kemeja tersebut dia gulung sampai siku sehingga menunjukkan tatto di lengannya. Serta rambut gondrongnya dia kuncir sehingga terlihat lebih rapi.

Bagas mengendarai motor kesayangannya menuju pesantren Al Mumtaz dimana kediaman Ustad Yusuf berada.

Saat sampai di pesantren tersebut Bagas memarkirkan motornya kemudian berjalan memasuki gerbang pesantren.

Tampak orang-orang yang ada di tempat itu tampak heran sekaligus terkejut melihat Bagas. Namun Bagas tetap cuek dan melangkahkan kakinya memasuki tempat itu.

Namun saat berada di dalam Bagas sedikit bingung melihat banyak sekali bangunan. Dan mencari keberadaan rumah Ustad Yusuf sepertinya akan memakan waktu lama karena dia batu pertama kali memasuki area pesantren itu.

Bagas pun mencoba untuk bertanya kepada salah seorang tukang kebun yang kebetulan sedang membersihkan taman.

"Mang, rumah Pak Ustad Yusuf sebelah mana ya?" tanya Bagas.

"Oh, belakang bangunan itu belok kiri terus nganan Mas. Emang Masnya mau nagapainya?" ucap pria paruh baya tersebut.

"Mau cari bini." ucap Bagas.

"Astaghfirulloh.. Emangnya bininya Mas ini ada di rumah ustad Yusuf?" tanya mamang itu lagi.

Belum sempat Bagas menjawab pertanyaan mamang tadi tiba-tiba Ustad Yusuf sudah datang.

"Nak Bagas, akhirnya datang juga." senyum senang terpancar dari wajah pria paruh baya itu. Tak dipungkiri senyum ustad Yusuf begitu teduh dan sangat mengayomi sebagai sosok pemimpin pesantren. Bapak bagi banyak santri dan santriwati.

"Saya kesini karena permintaan Pak Ustad." ujar Bagas dingin.

"Ayo Nak Bagas, kita jalan-jalan di pesantren ini dulu sembari menunggu Nizma selesai mengajar " Ustad Yusuf pun mengajak Bagas berjalan mengelilingi pesantren tersebut.

Bagas menghela nafas kasar. Berada di tempat seperti ini membuat Bagas merasa risih sendiri. Banyak pasang mata yang menatapnya aneh karena penampilannya yang begitu kontras dengan ustad Yusuf.

Sepanjang berjalan Mengelilingi pesantren Ustad Yusuf tampak antusias menceritakan seluk beluk tentang pesantren ini. Meski sebenarnya Bagas tak terlalu menanggapinya.

Namun saat berjalan di depan salah satu ruang kelas Bagas mendengar suara yang begitu merdu. Pandangan Bagas langsung tertuju pada sumber suara itu. Dia mendekati jendela ruang kelas tersebut.

Namun langkahnya langsung terhenti saat seorang memanggilnya.

"Assalamualaikum, Ustad." ucap seorang pria dengan penampilan alim berbaju koko serta sarung dan peci.

"Waalaikumsallam, Arya. Sudah selesai mengajar?" tanya Ustad Yusuf.

"Alhamdulillah Ustad. Sudah selesai tinggal satu kelas lagi. Pak Ustad sedang ada keperluan?" jawab pria tersebut. Namun pandangannya sejak tadi mengarah pada Bagas. Tatapan yang begitu tak enak dilihat.

"Hanya sedang mengajak Nak Bagas berkeliling pesantren." ujar Ustad Yusuf.

Sebenarnya Arya penasaran dengan sosok Bagas ini. Namun dia urung bertanya karena merasa terintimidasi sendiri dengan tatapan tajam Bagas.

"Baiklah, Saya mau melanjutkan berkeliling dulu dengan Nak Bagas. Assalamualaikum." ustad Yusuf kemudian kembali mengajak Bagas berkeliling.

Setelah puas berkeliling mereka akhirnya menuju kediaman ustad Yusuf. Rumah yang cukup besar berada di dalam kawasan pesantren tersebut. Dengan suasana sejuk karena banyak tanaman hias tertata rapi di halamannya.

"ayo Nak Bagas silahkan masuk. Sebentar lagi putri Abah pasti sudah pulang." Ustad Yusuf mempersilahkan Bagas untuk masuk ke dalam rumah.

Sementara Ustadzah Mia tampak mengintip dari balik pintu kamarnya. Dia tahu bahwa suaminya pasti membawa pria itu ke rumah. Rasanya masih tak rela jika harus melepas putrinya untuk menjadi istri dari pria tersebut.

Tapi dia tak bisa berbuat banyak. Dia tahu suaminya tak pernah salah dalam mengambil keputusan. Biar hati ini belajar mengikhlaskan meski berat.

Bagas duduk di ruang tamu sementara ustad Yusuf memanggil Ustadzah Mia untuk menemui Bagas. Meski enggan namun dia tak mau menolak perintah suami.

Tak berselang lama datang seorang gadis dengan penampilan anggunnya memakai gamis berwarna ungu muda. Wajahnya begitu cantik meski tanpa polesan make up. Hidung mancung, mata hitam kecoklatan yang tampak bersinar dan bibir tipis berwarna pink alami.

"Assalamualaikum, Abah.. Umi." suara lembut gadis itu langsung menyalami dan mencium tangan kedua orang tuanya dengan begitu santun.

Bagas tertegun melihat gadis itu. Gadis secantik bidadari yang mungkin baru kali ini Bagas temui.

"Waalaikumsallam. Nizma sudah selesai mengajar? Duduklah disini nak." ujar Ustad Yusuf meminta Nizma putrinya duduk di sebelahnya.

"Nak Bagas, ini putriku yang bernama Nizma. Nizma ini nak Bagas yang abah bicarakan kemarin." Nizma hanya memandang Bagas sekilas kemudian kembali menunduk untuk menjaga pandangannya.

Sementara Bagas, entah kenapa tanpa sadar melengkungkan bibirnya menjadi sebuah senyum tipis tatkala melihat Nizma. Padahal pria itu terkenal dingin dan arogan. Bahkan sebuah senyum nampaknya tak pernah muncul selain seringaian mengejek. 'apa-apaan ini?'

"Sesuai dengan pembicaraan kemarin bagaimana Nak Bagas? Sudah melihat putri Abah? Sudah siap menikah kan dengan putri abah?" tanya Ustad Yusuf.

"Abah akan sangat senang jika kalian sama-sama setuju maka abah bisa segera menikahkan kalian. Kan Nizma juga sudah setuju." sebuah senyum penuh harapan terpancar di wajah ustad Yusuf namun tidak dengan ustadzah Mia.

Entah kenapa Bagas merasa seolah menangkap sesuatu yang aneh dari keluarga ustad ini. Bukannya senang tapi justru dia malah was-was sendiri. Jangan-jangan dia malah dijebak dalam pernikahan ini.

"Saya perlu bicara berdua dengan Nizma." ujar Bagas akhirnya.

...****************...

Bab 03 Sebuah keputusan

Bagas kini sedang berada di taman samping rumah kediaman Ustad Yusuf. Bagas sengaja ingin bicara berdua dengan Nizma.

Kehidupan Bagas di masa lalu yang kelam membuatnya tak gampang percaya dengan ucapan seseorang.

"Maksud lo apa? Setuju nikah sama gue?" Bagas menatap Nizma dengan tatapan tajamnya.

"Ini permintaan Abah, saya nggak mungkin menolak." ucap Nizma sambil menundukkan kepala.

"Kenapa nggak bisa nolak? Lo nggak takut nikah sama gue? Gue bukan orang baik." ujar Bagas.

"Ini keputusan abah. Seumur hidupku Abah selalu mengambil keputusan yang baik. Terlepas dari anda orang baik atau tidak jika kita memang berjodoh berarti itu sudah takdir dari Allah." ucap Nizma dengan lembut.

Mendengar alasan Nizma membuat Bagas tertawa. "Hei gadis cantik. Sebenarnya apa sih yang lo sembunyikan dengan keluarga lo? Apa mungkin dugaan gue benar. Lo habis kena skandal dan lo nyari suami buat nutupin aib lo? Lo hamil?" pertanyaan sarkas Bagas tentu saja langsung membulatkan kedua netra Nizma. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Bagas.

"Astaghfirulloh, saya tidak pernah terlibat skandal apapun apalagi hamil. Dekat dengan pria saja tidak pernah." ucap Nizma dengan tegas.

"Terus apa? Lo punya penyakit menular dan mau mati sampe gak ada pria yang mau nikahin lo?" Bagas kembali menuduh Nizma.

"Insyaallah saya sehat wal afiat. Jika perlu pembuktian saya bisa cek kesehatan sekarang." Nizma kembali menjawab pertanyaan Bagas.

Bagas pun mengusap wajahnya dengan kasar. Menikah rasanya bukanlah tujuan Bagas dalam hidupnya. Bahkan cinta saja seolah dia hapus dari daftar kehidupannya.

"Saya juga tidak tahu kenapa Abah bersikeras ingin menikahkan saya dengan Abang. Abah tidak memberikan alasan secara pasti. Tapi selama hidup saya tidak pernah meragukan Abah sama sekali. Dan tentang rencana pernikahan ini saya pun sudah menerima dengan ikhlas." ucap Nizma dengan penuh kemantapan.

Bagas yang semula sibuk dengan pikirannya sendiri kini menatap Nizma dengan lekat. Kedua netra Nizma memang menunjukkan sebuah ketegasan tanpa keraguan.

"Terlepas dari permintaan Pak Ustad, apa lo yakin mau menikahi gue? Gue cuma ingin jawaban murni dari dalam hati lo. Karena ini kita yang jalani bukan abah lo "

"Insyaallah, abang. Nizma siap." mendengar kembali jawaban Nizma membuat Bagas mulai pasrah. Dia menjadi semakin penasaran dengan sosok gadis cantik di depannya ini. Bagaimana bisa dia rela menikah dengan brandal seperti dirinya.

"Baik, gue akan setuju nikah sama lo. Tapi setelah menikah lo jangan nyesel kalau gue gak seperti yang lo harapkan." ujar Bagas kemudian.

Disaat mereka sibuk berdiskusi tampak Arya yang tak sengaja lewat depan kediaman ustad Yusuf. Kedua netranya menangkap sosok Nizma dan Bagas yang sedang berdua.

Arya yang sejatinya memiliki perasaan cinta kepada Nizma pun menjadi semakin penasaran. Dia hendak menghampiri mereka namun tiba-tiba ustad Yusuf datang menghampiri Nizma dan Bagas.

"Sebenarnya siapa pria itu? Apa tujuannya menemui Pak Ustad dan Nizma?" batin Arya.

Sementara itu Bagas dan Nizma kembali masuk ke dalam rumah. Ustad Yusuf tampak menunggu jawaban dari Bagas.

"Pak Ustad. Saya menerima pernikahan saya dengan Nizma." ucap Bagas.

"Alhamdulillah, Abah senang dengarnya. Bagaimana Nizma. Kalian sudah sama-sama yakin dengan pernikahan ini kan?" tanya Ustad Yusuf sekali lagi.

Keduanya sama-sama mengangguk. Tak ada ekspresi berlebih sebab keduanya memang sedang menyelami pikiran masing-masing.

"Kalau begitu Abah akan segera mempersiapkan pernikahan kalian. Insyaallah dua minggu lagi." ujar Ustad Yusuf yang membuat semua orang tersentak.

"Abah, apa harus secepat itu?" protes ustadzah Mia.

Ustad Yusuf hanya tersenyum kemudian memegang lembut tangan Ustadzah Mia. Tentu saja hal itu langsung membuat Ustadzah Mia luluh.

"Kalian tak keberatan kan?" tanya Ustad Yusuf kepada Bagas dan Nizma.

"Sama sekali tidak Pak Ustad." jawab Bagas dengan senyum lebarnya. Sementara Nizma hanya mengangguk pasrah.

Bagas seolah menerima pernikahan ini dengan senang hati. Padahal di dalam pikirannya jelas sangat penasaran dengan rencana Ustad Yusuf. Namun dia tak ingin membuat semua orang curiga jadi dia ikuti saja permainannya.

Setelah selesai dengan pembicaraannya Bagas pun kembali pulang. Dia menyusuri setiap bangunan pondok pesantren. Tampak beberapa santri sedang sibuk dengan berbagai macam kegiatan.

Hal itu membuat Bagas seperti mengingat masa-masa dulu. Masa sebelum kehidupan kelam mengelabuinya.

Cepat-cepat Bagas melangkahkan kakinya. Dia tak ingin masa-masa itu kembali mengusik pikirannya. Tak ada masa lalu di kamus hidupnya. Semua yang terjadi hanya akan terus berkaitan dengan masa depannya saja.

Baru saja Bagas hendak menyalakan mesin motornya tiba-tiba seorang pria berjalan mendekatinya.

"Tunggu." pria itu sudah berdiri di depan Bagas. Pria itu adalah Arya.

"Ada apa?" tanya Bagas dengan malasnya.

"Kau Bagas Abimana kan? Mau apa kau kesini. Dan kenapa kau bisa mengenal Ustad Yusuf dan juga Nizma?" ucap Arya.

"Itu urusanku bukan urusanmu." jawab Bagas ketus. Dia paling tidak suka orang lain kepo tentang urusannya.

"Tolong jangan dekati Nizma. Dia gadis yang baik dan aku rasa pria sepertimu tidak cocok di dekat Nizma. Kalau kau sampai macam-macam maka urusannya denganku." Arya dengan berani mencoba untuk memperingati Bagas.

Bagas hanya menyeringai. Baginya pria seperti Arya ini bukan tandingannya. Namun membuat keributan di tempat seperti ini tak mungkin Bagas lakukan.

"Terserah apa maumu. Yang penting gue gak punya urusan apapun sama lo." dengan cueknya Bagas menyalakan mesin motor besarnya kemudian tancap gas meninggalkan Arya.

"Awas saja. Aku tidak akan membiarkan Nizma didekati pria manapun." batin Arya.

...****************...

Ustadzah Mia sedang duduk termenung di dalam kamar. Memandang nanar ke arah jendela yang memperlihatkan langit senja berwarna jingga.

Dia benar-benar tak menyangka jika pernikahan Nizma dan Bagas akan dilaksanakan secepat itu. Baru kali ini dia merasa ragu akan keputusan suaminya.

Segala pikiran berkecamuk terus membuatnya merasa sesak sendiri. Mampukah dirinya melepaskan sang putri kesayangan untuk seorang pria yang 'mungkin' tidak baik untuknya.

"Umi kok melamun?" suara bariton itu seketika membuyarkan lamunan Ustadzah Mia.

"Assalamualaikum." ucap Ustad Yusuf.

"Waalaikumsallam Abah." Ustadzah Mia langsung mencium tangan suaminya.

"Abah sudah pulang dari tadi?"

"Iya, sekitar tiga puluh menit." Jawab Ustadz Yusuf.

"Astaghfirulloh. Maaf abah, umi nggak tau." Ustadzah Mia tampak kelimpungan sendiri.

"Bagaimana bisa tau kalau Umi sibuk melamun. Dari tadi panggilan dari abah aja nggak didengar." Ustad Yusuf mengambil tempat duduk di sebelah istrinya.

"Maaf Abah.." jawab Ustadzah Mia sendu.

"Ada Apa Umi, apa Umi masih memikirkan tentang pernikahan Nizma dan Bagas?" Ustadzah Mia langsung mengangguk. Tampak kedua netranya sudah berembun.

"Abah yakin memilih Bagas sebagai pendamping hidup Nizma? Bagaimana kalau dia bukan pria yang baik untuk putri kita? Beri Umi alasan agar bisa ikhlas melepas Nizma Abah."

Ustad Yusuf tahu apa yang dirasakan istrinya. Kemudian dia meraih kedua tangan istrinya dan menciumnya.

"Maaf kalau abah mengambil keputusan ini. Terimakasih juga umi sudah melahirkan dan membesarkan putri kita hingga menjadi gadis sholeha. Sebenarnya abah memiliki alasan khusus kenapa memilih Bagas sebagai pendamping hidup Nizma. Tapi umi harus janji dulu sama Abah. Tolong jangan beritahu siapapun termasuk Bagas dan Nizma sendiri sampai Bagas benar-benar berubah." Ustad Yusuf memandang wajah Ustadzah Mia sambil mengusap pipinya lembut. Tatapan yang selalu meneduhkan hatinya.

"iya Abah, umi janji..."

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!