NovelToon NovelToon

Menikahi Cewek Pesantren

BAB SATU

...SELAMAT DATANG DI AREA NGAKAK YANG BERFAEDAH!...

Ini kisah kami, dan kalian harus tahu bagaimana pertemuan pertama kami dimulai.

Ya, saat aku datang ke acara khitbah Om Gus Emyr ku, di sana aku bertemu dengan manusia arogan ini.

Dia yang mengancam akan menikahi ku, dan ternyata pernikahan muda ini begitu mudah dilakukan olehnya, yang pemilik gelar crazy rich.

Kisah dimulai, meski sudah banyak hal yang kami lewati sebelum hari ini tiba.... Aku Aisha Humaira, dengarkan kisah ku yang lucu.

🖋️~

^^^🖋️~^^^

"Kok kita ke sini sih Pak Lek?"

Sambil mendengus Aisha turun dari mobil pamannya, ia tak suka berada di lingkungan rumah ini, jujur, ia tak menyukai adik dari istri pamannya; Asyraf King Miller.

Pemuda arogan, pemuda manja, pemuda badung, pemuda ceplas-ceplos, pemuda tidak sopan.

Ya, pemuda yang satu bulan lalu mengancam akan menikahinya, hanya karena tidak sengaja menjadikan dasi mahalnya sebagai kain pengelap layar ponsel.

King bahkan bilang dengan sombongnya, harga dasi pemuda itu tidak sebanding dengan harga ponsel android Aisha.

"Aish perlu ketemu dulu sama King. Di sekolah baru Aisha nanti, King yang akan menjaga Aisha."

Emyr nama paman Aisha yaitu adik dari ibu kandung Aisha. Lelaki yang dikenal dengan sebutan Gus Emyr itu membawa Aisha ke rumah mertuanya.

"Menjaga? Anak badung begitu disuruh jagain Aisha? Yang ada Aisha yang dibully sama dia," protes Aisha ternganga.

Istri Gus Emyr tertawa kecil, King adiknya memang tidak semudah itu dipercaya. Terlebih, oleh orang-orang yang belum mengenalnya.

"King memang jutek, tapi dia baik kok Aish. Percaya deh, nanti Aisha aman sama King," timpalnya. "Mau yah, kenalan baik-baik sama adik Tante Khaira."

"Iya deh." Setelah merasa tak nyaman pada Tante Khaira, Aisha mengangguk, lalu Emyr dan Khaira membawanya masuk ke dalam rumah besar keluarga Miller.

Aisha gadis cantik berusia 17 tahun dari Surabaya yang tinggal di Jawa Tengah, tepatnya di pesantren milik kakeknya.

Tak ayal, setelah enam bulan lalu Gus Lukman yaitu ayah Aisha menceraikan Ummi Zivanna ibunya, mereka memilih menempati rumah lama milik pamannya di Jakarta.

Di sini, Ummi Aisha juga mulai mengurus outlet baju keluarga sambil mengurus Aisha sebagai wanita single parent.

Sekarang, Aisha menjadi bagian dari tanggung jawab Gus Emyr, karena Ummi Zivanna janda yang belum bisa sepenuhnya mandiri.

Tak seperti Khaira yang memiliki pekerjaan, Ummi Zivanna terbiasa hidup di bawah naungan kakek dan ayah Aisha, dulu.

Sekarang, Emyr tengah membelajari Ummi Zivanna berbisnis dan usaha, setidaknya Ummi Zivanna tak lagi bergantung pada kakek Aisha.

🖋️~

^^^🖋️~^^^

"King!" Di sisi kolam renang, Asyraf King Miller dan sekumpulan temannya, asyik bermain-main dengan masing-masing ponselnya.

"Eh, King!" Cowok berbaju hitam, bernama lengkap Dewantara Febriansyah menyenggol siku King yang duduk bersidekap sambil bersandar dan memejamkan mata. "King! Dipanggil tuh!"

King membuka satu matanya, melirik sang kakak dan sang ipar yang melambai tangan padanya. "Ck..., apa lagi sih?" gerutunya.

Gladys satu-satunya perempuan di genk motor mereka menyeletuk. "Jangan durhaka Lu! Gih sonoh datengin dulu kakak, Lu!"

King berdecak. "Males Gue, lagi-lagi ngurusin cewek pengikut sekte pemakan mie instan campur nasi, itu lagi!"

Dewa tergelak renyah. "Tapi cantik King, emang siapa namanya?"

"Markonah!"

"Et dah..." Gladys menyahut. "Cantik-cantik namanya Markonah."

"King!" Lagi, Khaira memangilnya. Dilihat dari mukanya, Khaira mulai geram padanya.

"Huff..." King mendengus, lalu bangkit dan melangkahkan kakinya menuju kakak dan iparnya.

"Apa lagi?"

King tahu Aisha sangat membencinya. Tapi, dia lantas duduk tepat di sisi Aisha yang reflek menjauh dengan menggeser duduknya.

King menoleh. "Lo pikir Gue punya penyakit menular?" Dan Aisha membuang muka.

Cewek cantik ini, sebenarnya King sangat menyukainya sedari awal bertemu, tapi juteknya itu yang tidak dia suka. "Gue nikahin, baru tahu rasa Lo!" batinnya.

"Sudah-sudah." Emyr menengahi. "Mas mau nitip Aisha. Mulai minggu depan, Aisha akan sekolah di sekolah mu. Pokoknya, Mas nggak mau kalau ada yang bully Aisha, di sekolah barunya, mengerti kan King?"

"Merengek dulu tuh bocah. Baru King mau."

"King!" Khaira menegur. "PC gaming mu rusak kan? Papa nggak mungkin kasih kamu tanpa imbal balik. Dan Papa, lebih dengerin Kakak dari pada kamu."

"Ngancem?"

Khaira mengangkat bahunya. "Terserah sih."

"Yaaaa..." King pada akhirnya setuju untuk mengiyakan. King juga bangkit lalu melewati duduk Aisha dengan menyenggol lutut gadis itu. "Ditunggu PC gamingnya," gumamnya.

"Dih, dasar bocah nakal, disuruh orang tua pake imbal balik segala." Aisha menggerutu lantas menghela napas panjang, bagaimana bisa pemuda seperti King benar-benar akan menjaga dirinya? Jujur saja Aisha ragu.

Ilustrasi visual... KING DAN AISHA...

BAB DUA

"Kiiing!"

Yang punya nama justru membekap telinganya dengan dua bantal. Tak mau sekolah, tak mau bangun, apa lagi shalat subuh, itu sangat tidak mungkin bagi King.

Menjadi seorang ibu dari pemuda badung, sungguh melelahkan. Andai saja ada gadis cantik yang bisa merubah hidup putra pewaris suaminya ini.

Lilyana akan segera menikahkan King Miller secepatnya tanpa lagi menunggu lulus sekolah.

"Udah kamu nikah ajah sama gadis shalihah yang bisa bimbing kamu kayak kakak kamu, Kak Khaira tuh dapatnya Gus Emyr yang shaleh! Bisa bimbing Kak Khai kan!"

"Emang ada Gus Emyr versi ceweknya?" King hanya menjawab selengean.

Lilyana menggeleng kepalanya sambil berharap jodoh shalihah putranya akan segera datang. Walau rasanya tak mungkin ada gadis shalihah yang mau dengan pemuda badung seperti King.

"King mau nikah. Tapi sama cewek yang seru. Bisa dikerjain. Bisa dikibulin, bisa dibully, bisa dijadiin mainan kayak Aisha yang songong itu!" King tertawa dengan batin jahatnya.

🖋️~

^^^🖋️~^^^

Pendaftaran sudah dilengkapinya kemarin, maka untuk hari ini, Aisha sudah bisa masuk seperti murid-murid yang lain.

Setelah Aisha menyelesaikan sarapan, Ummi Zivanna mengambil tas untuk putrinya. Ummi Zivanna juga mencium kening Aisha sambil berpesan banyak.

"Jangan lupa shalat, jangan telat makan siang, kalau ada apa-apa bilang sama Ummi atau Pak Lek."

"Ok, Ummi." Aisha berlari keluar setelah menguluk salam, di depan pagar sana sudah ada mobil milik paman dan tantenya. Mereka segera melaju untuk segera mengantarkan Aisha ke sekolah baru.

Tak ada dua puluh menit, mereka sampai di sekolah yang sangat mewah. Dari jok belakang, Aisha mencium punggung tangan Emyr lalu beralih ke Khaira, sebelum kemudian ia turun dari mobil hitam tersebut.

Emyr tersenyum, menatap keponakannya dari balik kaca jendela. "Kalau ada apa-apa, hubungi Pak Lek, Ummi, atau King."

Aisha memutar maniknya heran, kenapa harus ada nama King di list peserta penjaga dirinya.

Padahal semua tahu, pemuda itu sangat tidak layak dijadikan andalan, selain arogan, jutek, bicaranya nylekit, King juga sombong level dewa.

Apa pun itu, Aisha tersenyum melambaikan tangan pada mobil paman dan bibinya yang kian melaju menjauh darinya.

Segera ia bersiap masuk ke dalam gedung yang disebut-sebut sekolah internasional termahal se-Jakarta.

Pandangannya lantas berpencar, melihat-lihat seisi halaman sekolah barunya. Masih sedikit siswi yang berhijab, jika diakumulasikan, mungkin tidak ada sepuluh persennya dari yang tidak berhijab.

Memang agak kontras dengan sekolah sebelumnya, dan saking minoritasnya, dari tatapan mata siswa lain pun jadi lebih terkesan menyorotinya.

Tak apa, Aisha yakin, dua tiga hari ke depan ia menjadi tidak penting bagi mereka yang saat ini menatapnya penuh tanya. Dia yakin, dia akan aman dengan atau pun tanpa bantuan King.

"Oh, jadi itu gadisnya King?"

"Mungkin calon tunangannya."

Berwajah gamang Aisha melirik kiri dan kanan. Mendadak, Aisha merasa menjadi buronan seantero gedung persekolahan.

Di mana-mana semua mata tertuju padanya dengan bisik-bisik yang masih samar-samar terdengar di telinganya. "Ini beneran cewek King?"

Aisha melotot, ia terpaku bingung, apa yang barusan dibicarakan mereka? Cewek King?

Ia terus berjalan meski pelan, menerobos kerumunan yang terbuka seiring ayunan langkahnya.

Masih berani dia merotasikan pandangan. Yang mana semua orang terlihat menerbitkan senyum, tapi lebih terkesan terpaksa tiada ketulusan.

Sampai tiba langkahnya di majalah dinding yang dikerumuni oleh para siswa-siswi. Aisha melenggangkan maniknya ke arah sana.

-Daebak...

Dia terpaku dengan keterkejutannya. Foto wajahnya terpampang jelas di paling atas dinding dengan keterangan di bawahnya: Anak ini milik King.

Aisha bergeming dengan pandangan yang mengitari sisi-sisi tubuhnya. Tidak salah lagi, dia diperhatikan seisi sekolah karena alasan ini. Dirinya diklaim sebagai kepunyaan King.

"Aisha, kelas mu di sini." Aisha shock, bahkan, murid yang terlihat sangat cantik dan tampan sudi menunjukkan jalan padanya.

"Aisha, tempat duduk mu di sini." Oh tidak, Aisha semakin tak bisa berkata-kata, tempat duduknya pun sudah disiapkan siswa lainnya.

Terlalu lebay mungkin, tapi napas Aisha tercekat seakan oksigen di lingkungannya telah terkikis. Oya, jadi se- berpengaruh itukah nama King Miller di sekolah ini? Pantas saja, gelagat songongnya tidak tertolong.

Di tengah gamangnya, Aisha duduk sambil menyunggingkan senyum kaku yang lebih terkesan keki, pada semua teman satu kelas barunya.

Tak berselang lama, semua siswa dan siswi ikut tergesa-gesa duduk di masing masing kursinya.

Mungkin ada guru yang datang, sampai di detik berikutnya, Aisha baru paham, bukan guru atau sejenisnya yang membuat kelas mereka tenang, melainkan pesona King Miller.

Pemuda berjaket hitam itu mengayun langkah ke arahnya. Sekilas iris legamnya bertemu dengan manik biru tersebut sebab King Miller masih keturunan bule Inggris.

Keberadaan King, bukan untuk menegur, menyapa, atau pun berbasa-basi padanya, melainkan duduk di kursi yang terletak tepat di belakangnya.

Keheningan kelasnya benar-benar membuat Aisha merinding. Jadi apa saja yang sudah King lakukan selama ini, sampai semua murid seolah tunduk padanya.

-Mungkinkah King sejenis Sumanto?

Penasaran membuat Aisha menoleh sedikit, lalu mengerlingkan matanya ke belakang, di sana, King tampak tenang dengan posisi menyandar dan mata terpejam.

-Klik...

Pesan teks mengejutkannya. Aisha sampai mengangkat seluruh bahunya karena terlalu histeris pada keadaan sekitar. Gus Emyr yang mengirimkan chat padanya.

📩 {Gimana Nduk? Aman kan? Kamu tidak dibully kan? Ingat ya, kalau ada apa-apa, jangan segan bicara...}

Aisha melayangkan desah ke udara. Sumpah demi tas barunya, dia lebih suka dibully daripada diperlakukan seperti ini.

Rasanya terlalu aneh, dia merasa sudah ada stempel bertuliskan milik King Miller di wajahnya yang sekarang.

BAB TIGA

Selama berada di bawah naungan King Miller, Aisha merasa sangat aman. Teman-teman di sekolah barunya tak berani membully.

Itu karena King selalu menempel di dekatnya setiap saat. Entah apa yang akan terjadi jika King tak berada di dekatnya.

Karena banyak siswi-siswi yang mengagumi King, mereka tampak komat kamit untuk bergunjing di toilet dan Aisha selalu tak sengaja mendengarkannya.

Ya, di balik kediaman teman sekolahnya, ternyata tak ada satupun yang menyukai Aisha karena terlalu dekat dengan pemuda paling wanted di sekolahnya.

Namun, dalam dua minggu terakhir King tampak lebih protektif padanya. Selalu punya alasan untuk duduk didekatnya bahkan ngintil ke mana pun dia pergi, padahal dulu di awal perkenalannya King begitu sengit bicaranya.

Aisha jadi curiga, King bersikap baik seperti itu karena iba dan merasa kasihan padanya. Ya, pada Aisha si anak broken home.

Hujan deras tercurah begitu lama, dirinya dan King baru selesai mengikuti mata pelajaran tambahan hingga pulang lebih malam.

Keduanya duduk bersisian di jok penumpang, mobil fasilitas antar jemput King dan Aisha dari Axel Prince Miller; mertua Gus Emyr yang notabenenya ayah King Miller tentunya.

Sebagai anak CEO yang gemar balap, King memiliki banyak motor tentu saja. Namun, semenjak ada Aisha, King selalu mengalah diantar jemput dengan mobil oleh sopir pribadinya.

Tak apa, hikmahnya King bisa tidur di mobil disaat hujan dan lelah begini. Untuk sesekali, Aisha melirik kecil pada pemuda itu.

"Aduh Neng, ada pohon tumbang. Jalan kita ketutup, Neng." Pak Dicky nama sopir King.

Lelaki itu memberhentikan mobilnya tepat di depan batang pohon besar yang melintang di jalan yang menuju ke kompleks perumahan sederhana milik Aisha.

"Yah, gimana dong Pak?" Aisha mencebik.

"Kita nggak bisa jalan Neng. Sepertinya tidak cukup kuat kalau kita geser batang pohonnya sendiri," kata Pak Dicky.

Aisha melongok ke depan, tak jauh dari mobilnya ia sudah melihat pos komplek perumahan sederhananya. Sepertinya tidak akan lelah jika pun ia berjalan kaki dari sini

"Ya sudah Pak, sudah dekat ini. Aisha mau jalan kaki ajah dari sini."

Pak Dicky menoleh ke belakang. "Aduh Neng. Yakin? Apa nggak sebaiknya balik ke rumah Gus Emyr saja? Masih hujan," tawarnya.

"Ummi Aisha sendirian Pak. Kasihan kalo Aisha nggak pulang," sanggah Aisha.

"Nggak apa-apa kok, Aisha bisa jalan sendiri dari sini. Lagian udah deket banget." Gadis itu meraih payung portabel dari tasnya sebelum keluar dari mobil.

-Brugh... Suara hentakan pintu membuat kedua bahu King tersentak hingga terbangun dari tidurnya.

"Bapak anterin ya?" Pak Dicky hendak membuka pintu, lalu King menyeletuk.

"Ada apa Pak?" King mencondongkan tubuhnya ke depan. Di tepi jalan sana, Aisha sudah berjalan sambil berpayung.

"Jalannya ketutup batang pohon, Den! Ini Bapak mau antar Neng Aisha ke rumahnya jalan kaki. Sudah dekat ini."

"Ga usah turun, Bapak tunggu di sini saja. Biar King yang anterin Aisha." Segera King keluar tanpa membawa apa pun. Pemuda itu berlari untuk ikut berlindung di bawah payung Aisha.

"Kamu ngapain ngikutin?" Aisha mau sedikit menjaga jarak, tapi bagaimana bisa jika sudah satu payung begini?

King justru merangkul pundaknya agar tak menjauhinya. "Awas basah! Lo sakit, Gue lagi yang kenak omel!" rutuknya.

"Lagian ngapain sih ngikutin? Bukannya pulang sana!" Aisha merutuk balik. "Nggak ikhlas jagain nggak usah dipaksain."

-Derrr...

"Aaaaa, King!" Gelegar petir membuat Aisha reflek berteriak sambil berjongkok, bahkan menutup kedua telinganya rapat-rapat.

Payung terhempas, King sontak ikut berjongkok, hal spontan yang dia lakukan adalah berusaha memenangkan Aisha yang begitu ketakutan.

"King!" Satu gelegar lagi membuat Aisha memejamkan matanya kuat-kuat.

"Relax, Cengeng!" King merengkuh gadis itu, mendadak keduanya tak menyisakan jarak meski hanya satu jengkal saja.

"Subhanallah, subhanallah." Aisha bertasbih seperti kebiasaannya. Takut membuat mulutnya berkecumik secara cepat.

King menatap lekat bibir mungil gadis itu, bibir yang basah dan merona segar karena buliran buliran air hujan.

Ketika Aisha terlena dalam ketakutannya, King justru terhipnotis oleh manisnya bibir Aisha yang tengah merapal bacaan tasbih.

Cup...

Aisha membuka matanya, bahkan membulat sempurna maniknya. Barusan King mencium bibirnya yang ranum. "King!" Aisha berteriak.

"Kamu ngapain tadi hah?" Aisha memukuli lengan King sampai pemuda itu terhuyung ke belakang bahkan terlentang di aspal. "Kamu ngapain aku barusan!"

Aisha berusaha meyakinkan dirinya, bahwa dia tidak dicium. "Maaf..." Kata maaf King justru membuat Aisha menangis, karena itu berarti King benar-benar menciumnya.

Sambil menangis tergugu-gugu Aisha meraih payung yang terpental di tepi jalan, kembali ia melanjutkan perjalanan pulang dengan langkah cepat. King yang sudah basah kuyup, segera berlari mengejar gadis itu.

"Gue perlu tanggung jawab?" King merasa aneh. Barusan hanya sebuah ciuman tak disengaja, tapi Aisha terlalu berlebihan seolah dirinya sudah menyentuh bagian yang lain.

"Jangan dekati aku lagi!" larang Aisha kecewa. Berkali-kali gadis itu tampak menghapus jejak King dengan tangannya.

King terus berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan Aisha. "Sorry, yang tadi nggak sengaja, sumpah! Reflek!"

Aisha menoleh tajam. "Nggak sengaja selama itu? Gimana kalo sengaja!"

"Mungkin lebih lama." King yang menganggap enteng menjadi cengengesan.

"Aku bilang. Jangan ikuti aku lagi, King!"

"Di sini nggak aman, Cengeng!"

"Kamu lebih nggak aman buat ku!"

"Nggak aman gimana hmm? Kalau penjahat, mereka bisa mutilasi Lo, culik Lo, jual Lo ke pasar loak, tapi kalau Gue, paling mentok cuma cium Lo. Nggak yang aneh-aneh lagi."

Aisha tercengang kesal. "Astaghfirullah. Kamu anggap ciuman itu biasa? Nggak dosa begitu, King?" tukasnya.

"Ya tergantung, kalau nggak sengaja kayak barusan, namanya rejeki!" enteng King.

"Astaghfirullah!" Aisha menangis lebih seru, sayang tangisnya teredam oleh hujan yang masih mengguyur keduanya.

"Lama-lama Lo kaya raya bahkan lebih kaya dari Daddy Gue kalo istighfar terus."

"Sok tahu!" ketus Aisha yang masih sempat sempatnya menyahut.

"Tahu lah, Gue kan adik iparnya Gus Emyr! Gue tahu kalau istighfar pembuka pintu rezeki."

"Pergi nggak?!" Aisha kembali meneriaki King.

"Terus, gimana cara Gue jagain Lo, Cengeng?"

"Nggak perlu, aku bisa jaga diri baik-baik! Kita bukan mahram, jangan deket-deket! Setan pasti suka godain Kita, terutama kamu yang nggak kuat iman! Nggak mau shalat. Pasti jadi temen setan!"

"Jadi Lo mau dihalalin sama temen setan ini? Bilang! Besok Dadd sama Mom biar ngelamar Lo buat Gue!"

"Nggak lucu!"

"Ciyus... Gue tanggung jawab. Biar nggak dosa. Gue nikahin Lo setelah nyium Lo!"

"Sinting!"

Aisha berlari masuk ke pekarangan rumah sederhananya dan langsung disambut khawatir Ummi Zivanna.

"Kamu hujan-hujanan, Ning?" Aisha masuk rumah hingga King tak dapat lagi melihatnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!