NovelToon NovelToon

Young Marriage

Young Marriage 01

...Happy Reading😁...

"Saya Terima nikah dan kawinnya, Aletta queensha efendi binti Efendi dengan mas kawin yang disebutkan, tunai."

Dengan lantang dan tanpa keraguan sedikitpun suara itu menggema memenuhi setiap sudut ruangan. Disambung beberapa orang yang ikut berseru dengan kata SAH.

Mendengar itu membuat Aletta yang masih berada di dalam ruangan bersama sang bunda, berhasil meloloskan cairan bening dari pelupuk matanya. Hatinya bergemuruh hebat dengan tangan yang mengepal kuat. Ini benar-benar diluar prediksinya. Dia dijodohkan dengan seorang laki-laki yang sangat ia kenal. Laki-laki yang selalu menerima sumpah serapah dari mulutnya. Laki-laki yang sangat ia benci dan selalu ia hindari dimanapun dan kapanpun Aletta berada. Dia adalah Arvin askarava wijaya

Tapi nyatanya … takdir berkata lain. Laki-laki itu kini telah sah menjadi suaminya, menjadi seorang yang dipercaya oleh sang Ayah untuk melanjutkan tugasnya. Lantas apa yang harus Aletta lakukan setelah ini? Apa dia sanggup menghadapi lika liku kehidupan setelah menikah, sedangkan berpacaran pun ia enggan melakukannya.

"Aletta, ayo cium tangan nak Arvin sebagai suami kamu!" perintah Luna pada anak semata wayangnya.

Aletta yang mendengar suara lembut itu menoleh tidak yakin pada sang bunda, berharap wanita itu bisa membangunkan Aletta dari mimpi buruknya.

tapi sial nasi sudah menjadi bubur dan ini semua bukan ilusi, ini nyata.

Mau tidak mau dan dengan terpaksa, Aletta menarik tangan Arvin dan segera menciumnya. Tidak berhenti disitu, Aletta yang masih menunduk itu dibuat termangu saat merasakan bibir Arvin mencium keningnya. Gemuruh di hatinya kembali muncul, ingin sekali rasanya Aletta meninju perut laki-laki di hadapannya saat ini, yang dengan lancang sudah berani mencium keningnya.

Aletta mendongak, menatap horor wajah Arvin yang ternyata juga tengah menatapnya dengan senyuman, yang justru terlihat lebih menyebalkan.

"Awas lo vin, tunggu pembalasan gue!" seru alleta tanpa suara, Arvin yang bisa membaca itu segera mengangkat sebelah Alis seperti bertanya, kenapa?

Aletta berdecak malas, memalingkan wajah menatap apapun asal jangan wajah Arvin. Sekarang dia percaya dengan kalimat jangan terlalu membenci lawan jenis, nanti jadi jodoh.

Arghh … menurut Aletta ini salah, ia dijodohkan jadi bukan berarti jodoh kan?

***

"Ini serius … kita tinggal disini cuma berdua doang?" tanya Aletta sesaat setelah kedatangan mereka berdua, di rumah pemberian pak Wijaya-ayah Arvin sebagai hadiah pernikahan.

Gadis itu mengerjapkan mata, takjub melihat pintu yang menjulang tinggi di hadapannya. Sedangkan Arvin, laki-laki itu masih sibuk mengeluarkan koper dari bagasi mobil.

"Bertiga, lo gue sama anak kita nanti!" jawab Arvin asal ceplos

"Apaan sih lo vin, nggak lucu tau !" seru Aletta sedikit berteriak, gadis itu membalikkan badan menatap Arvin dengan berkacak pinggang.

Arvin yang melihat itu hanya bisa menghela nafas jengah, bagaimana bisa ia terjebak dalam situasi seperti ini.

"Daripada lo ngoceh mulu di situ, mending sini bantuin suami lo" jawab Arvin penuh penekanan di akhir kalimat.

"Gausah diperjelas, gue sama lo cuma dijodohkan jadi… " Aletta menghentikan ucapannya, kakinya terus melangkah mengikis jarak antar keduanya hingga posisi mereka hanya berjarak dua jengkal.

"...gue harap, pernikahan ini cuma lo, gue dan keluarga kita yang tau! Gimana lo setuju?"

Arvin tak menjawab, lelaki itu hanya melayangkan tatapan yang sulit sekali dijabarkan oleh Aletta, ditambah dengan seringaian kecil yang membuat si gadis tambah bingung.

"M-mau ngapain lo?" tanya Aletta saat dengan tiba tiba Arvin ikut mengikis jarak antar keduanya.

Arvin terus melangkah maju, membuat Aletta juga turut memundurkan tubuhnya, hingga punggung ringkih itu menabrak pintu dari kayu jati di sana. Susah payah gadis itu meneguk salivanya sendiri, apalagi saat menatap wajah Arvin yang hanya berjarak sejengkal darinya. Bahkan ia pun bisa merasakan deru nafas laki-laki itu menyapu wajahnya. Akh … ini adalah first time seorang Aletta melihat lawan jenis sedekat ini.

Dengan senyuman merekah, Arvin semakin mendekatkan wajahnya hingga kedua hidung itu saling menempel dan tangan Arvin bergerak mengelus surai indah milik Aletta. Jangan tanyakan bagaimana keadaan gadis itu, Aletta benar-benar dibuat mati kutu dan hanya bisa memejam dengan merapalkan segala doa yang ia hafal.

Melihat itu membuat mulut Arvin berkedut menahan senyum, merasa puas. Kemudian berdehem untuk menetralkan semuanya.

"Ngapain lo merem-merem disini? Minggir sana gue mau buka pintu!"

Tanpa rasa bersalah sedikitpun, Arvin segera membuka pintu rumah dan langsung masuk meninggalkan Aletta dengan perasaan yang campur aduk.

"Mikir lo kejauhan Aletta!"

...****...

Entah sudah keberapa kali Aletta dengan piyama bergambar beruang kebanggaanya itu, menghela nafas jengah. Ia sudah sangat mengantuk tapi tetap berusaha untuk terjaga.

"Kalau mau berdiri terus, di luar sana sekalian!" gerutu Arvin yang baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung mendaratkan tubuhnya pada kasur oversize yang sangat terlihat empuk.

"Kita tidur berdua?"

Kini giliran Arvin yang dibuat menghela nafas jengah, sembari meraup wajahnya kesal.

"Terus lo maunya tidur bareng orang berapa? satu Rt, satu Rw, nggak sekalian aja satu komplek lo ajakin tidur disini!"

Aletta yang masih berdiri diambang pintu menghentakkan kakinya kelewat kesel. Apakah Arvin tidak paham dengan apa yang ia maksud? dan cowok itu … kenapa dia bisa bersikap biasa saja padahal sejak tadi Aletta tengah diserang panas dingin di sekujur tubuhnya.

"Gue gak akan nyentuh lo sedikitpun, Al" Arvin kembali membuka suara, menarik tangan Aletta agar mau duduk disampingnya.

" tapi…"

"Tapi apa?" Potong gadis itu cepat, dengan mata yang masih menatap horor suaminya.

"Tapi lo tidur di sofa, dan gue tidur di kasur! Gimana lo setuju kan?"

Aletta melongo tak percaya, gadis itu menurut saja saat Arvin mendorongnya hingga berada di sofa panjang yang ada di kamar mereka.

"Oke deal, diem berarti setuju?" Arvin bertepuk tangan, kemudian kembali ketempat awal dan langsung menjatuhkan tubuhnya pada kasur oversize yang ada disana.

Melihat itu, tentu membuat Aletta yang memang kesabarannya setipis tisu dibagi delapan tersulut emosi.

"Enak aja nggak, lo laki- laki jadi harus ngalah gue yang tidur di kasur dan lo, yang tidur di sofa!"

"Nggak mau! Emang siapa lo nyuruh-nyuruh gue?"

"Gue … istri lo lah!" Aletta menutup mulutnya dengan cepat, bodoh sekali kenapa dia bisa berbicara seperti itu.

"Oke kalau gitu kita tidur di kasur bareng-bareng. Sekalian kita ngerjain projek!" Cicit Arvin berusaha menggoda. Dan benar saja karena ucapan Arvin pipi gadis dihadapannya menjadi merah bak udang rebus.

"Al, pipi lo merah banget! Kenapa tuh? Lo beneran mau bikin orang ketiga diantara kita?"

Aletta kembali merasakan panas di sekujur tubuh terutama di bagian pipi, Arvin benar-benar membuatnya kehabisan kata-kata malam ini.

"Arvin gilaaaa!"

Young Marriage 02

...Happy Reading🤗...

Aletta tengah duduk santai di meja makan, ditemani semangkuk mie instan yang sempat ia masak. Karena ulah Arvin semalam, moodnya jadi buruk pagi ini, dan masalah tidur, mereka memutuskan untuk sama-sama tidur di lantai dengan pembatas kasur di bagian tengah.

Gadis itu melirik jam dinding yang masih menunjukan pukul setengah 7 pagi, sengaja ia bangun lebih awal agar tidak keduluan Arvin.

"Sarapan gue mana?" tanya Arvin yang baru saja datang, dengan menenteng tas di salah satu bahunya.

"Ya mana gue tau," jawab Aletta acuh, gadis itu terus memasukan mie kedalam mulut tanpa menghiraukan keberadaan Arvin.

"Itu lo makan mie, buat gue mana?"

Aletta menggeleng santai, menaruh sendok dan sengaja menatap Arvin dengan senyuman yang dibuat selebar mungkin.

"Mie nya nggak ada tinggal satu, ini aja nemu di koper gue, jadi gue makan dong, lumayan!"

Arvin berdecak malas, tanpa permisi ia menarik mangkuk di hadapan Aletta dan segera memakannya. "Bagi dua!"

"Arvin … mie gue jangan lo abisin!" pekik Aletta tak terima, gadis itu berusaha mengambil alih mie dari tangan Arvin tapi sayang, laki-laki itu lebih dulu mengelak, dan berlari dengan semangkuk mie di tangannya.

"Balikin atau gue teriak maling?" ancam Aletta.

"Tweriak ajwa gwak bwakalan adwa yang dwenger!" tantang Arvin dengan mulut yang masih penuh dengan mie.

Hal itu sama sekali tidak membuat Aletta menyerah, ia terus mengejar Arvin hingga ruang tamu dan berputar putar disana, dan sialnya Arvin yang tidak fokus jalan, menabrak kaki meja yang langsung membuatnya tersungkur ke lantai, melempar mangkuk beserta isinya ke sembarang arah. Aletta yang juga tidak siap dengan itu, harus ikut tersandung dan jatuh tepat menimpa dada bidang milik Arvin.

Keduanya saling berpandangan, waktu seakan berhenti, mereka sama-sama terhanyut, dalam indahnya pikiran masing-masing, objek di hadapan mereka terlihat begitu menarik untuk saat ini. Yang satu pemilik mata indah dan satu lagi pemilik mata teduh. sangat serasi bukan?

Hingga beberapa detik setelahnya pintu terbuka, disambung dengan pekikan yang terdengar melengking, dan ya ... hal itu juga berhasil membuyarkan lamunan dua remaja disana, mengembalikan roh kepada masing-masing jiwa.

"Astagfirullah! Kalian ngapain?"

mereka reflek berdiri, dan dengan gugup segera merapikan kembali seragam yang terlihat berantakan.

"Nggak ngapa-ngapain," jawab Aletta, dengan wajahnya yang berubah pucat pasi menatap sang bunda.

"ini juga apa? Mangkok sama mie berserakan dimana-mana, terus kalian…" Naya mengarahkannya telunjuk pada dua remaja yang sudah berjejer rapi di hadapannya. " Kok belum pada berangkat, udah jam berapa ini?"

"itu di depan ada taxi, siapa yang pesen taxi? Emang mobil kamu kenapa Arvin?"

Arvin yang mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari sang mama hanya bisa pasrah. Laki-laki itu mengacak rambutnya frustasi. "Satu-satu nanyanya ma!"

Mendengar itu membuat Aletta harus menundukkan kepalannya menahan tawa. Ternyata Laki-laki yang terlihat sangar dan sok cool saat di sekolah, bisa terlihat letoy juga di hadapan mamanya.

"Aletta, kamu makan mie instan lagi?"

Gini giliran Aletta yang terdiam seribu bahasa, perlahan gadis itu mendongak menatap Luna yang ternyata juga tengah menatapnya dengan horor. "Enggak, itu tadi Arvin."

"Iya kan Vin?" Aletta menoleh kearah arvin, berharap laki-laki itu mau membantunya.

Arvin yang memang suka membuatnya naik darah, segera berdehem menatap ketiga perempuan itu bergantian sembari membenarkan kerah seragamnya.

"jadi gini tante … eh maaf maksud Arvin Bunda"

"jadi memang benar tadi Aletta lah yang memakan mie nya, mana Arvin minta gak dibolehin lagi, serakah banget kan bunda?" ucap Arvin dengan raut dibuat se-mellow mungkin. Aletta yang mendengar reflek melotot tak terima, bukan itu jawaban yang ia inginkan.

"Aletta, apa benar yang dibilang suami kamu?"

Aletta meringis ngilu sekaligus geli mendengar ucapan sang bunda. Tapi untuk saat ini mengelak pun tidak ada gunanya. Akhirnya Aletta mengangguk pelan, bersiap untuk omelan selanjutnya.

"udah Lun … ini bukan salah Aletta, pasti ini salah Arvin! Iya kan Arvin?" Cicit Naya menatap nyalang anak laki-lakinya

Arvin yang namanya disebut, reflek melotot, menatap mamanya tidak percaya, dan ya Ini adalah kali pertama dalam sejarah keluarga Wijaya, seorang Arvin wijaya cucu sekaligus anak pertama disalahkan, dan itu hanya gara-gara seorang gadis yang baru saja masuk ke keluarganya.

"Ma kok Jadi Arvin, Arvin nggak ngapa-ngapain lo. Ini salah Aletta sendiri!" gumam Arvin mencoba protes.

"Iya Arvin, tenang aja Bunda percaya kok sama kamu … Aletta emang bandel, udah tau mie instan itu gak baik masih aja diterusin!" seru Luna mengeluarkan pembelaannya.

Arvin dan Aletta yang mendengar kalimat dari orang tuanya, seketika mengerutkan kening heran, dalam waktu yang bersamaan mereka saling menoleh dengan tanda tanya besar.

"Nyokap kita gak ketuker kan?"

***

"Turun lo?" perintah Arvin pada gadis di sampingnya.

Aletta yang sejak tadi hanya diam, kembali melayangkan tatapan tajam. "Kenapa nggak lo aja? orang yang pesen taxi gue!"

"Karena gue suami lo! Jadi lo harus nurutin apa yang gue mau!"

Aletta memutar bola matanya malas, tanpa babibu gadis itu segera keluar, enggan meladeni pertikaian pagi-pagi seperti ini. Toh ia hanya perlu jalan sebentar untuk sampai di gerbang utama sekolah mereka.

"Inget, kita cuma dijodohin!". Aletta membanting pintu taxi, dan segera berjalan santai dengan memegang tali tas ransel miliknya.

Sedangkan Arvin, lelaki itu tersenyum penuh kemenangan. Hingga mobil yang ia tumpangi berhenti tepat di gerbang sekolah. Laki-laki itu turun dan sengaja mengacak- acak rambutnya yang memang tidak pernah terlihat rapi.

"Arvin … lo kemana aja sih gak masuk sekolah?" Gumam Medina yang langsung bergelayut manja di lengan Arvin.

Arvin yang kaget dengan kelakuan gadis poni dora itu, hanya bisa menyunggingkan sedikit senyum dan berusaha melepaskan tangan Medina.

"Cuih … gatel banget jadi cewek." sindir Aletta saat tepat berjalan di hadapan mereka semua.

"Eh, Jaga mulut lo!"

Mendengar teriakan dari arah belakang, membuat Aletta terpaksa menghentikan langkah, dan sedikit menoleh ke sumber suara dengan menyeringai kecil "Harusnya lo yang jaga sikap, ini di sekolah, tempat nyari ilmu!"

Tanpa menunggu jawaban dari siapapun, gadis berambut panjang serta pemilik kulit kuning langsat yang menggendong tas berwarna coklat itu kembali melangkahkan kakinya, menyusuri koridor-koridor sekolah yang akan membawanya ke tempat bersemayamnya selama 9 jam kedepan.

Disana ada Sella yang sudah menunggunya, gadis pemilik gigi kelinci itu tersenyum ramah menyambut kedatangan Aletta.

"Good Morning kesayangannya Pak Jamal," Tegur sella dengan tawa yang dibiarkan mengudara.

"Hem, diem dulu jangan berisik, anaknya Pak Jamal lagi ngantuk!" Jawab Aletta yang sudah menyembunyikan wajahnya di antara Lipatan kedua tangan.

"Aletta? Ngantuk? Wah … wah, nggak bener nih jangan bilang lo kemaren abis mpftpp…"

"Hust! Nggak usah berisik!" Dengan cepat Aletta membungkam mulut Sella, sebelum semuanya menjadi semakin runyam.

"Mending kita cari sarapan." Sambung Aletta dengan menunjukan deretan gigi-gigi putihnya.

***

"Nama lo siapa tadi?" laki-laki dengan model rambut belah tengah itu, mengangkat dagu Dino yang tengah menunduk dihadapannya.

"Dinosaurus! Iya kan?" ucap Siren antusias. Gadis itu turut mendekat dan bersedekap dada di samping Zidan.

Kini giliran Ardi yang mendekat, ia langsung mendorong tubuh Dino, membuat laki-laki berkacamata bulat seperti nobita itu harus tersungkur karena tidak siap. "Dinosaurus … Dinosaurus apaan lembek kayak gini!"

"ish, masak nggak tau sih Ardi, itulo yang jajanannya anak sd." Jawab Medina santai. membuat ketiga temannya reflek tertawa.

Mendengar ucapan keempat teman sekolahnya itu membuat batin Dino menggerutu kesal, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa, laki-laki itu hanya terdiam menahan semua amarah yang ada di batinnya. Melawan pun tak akan menjamin dia akan dilepaskan

Namun, tiba-tiba Aletta muncul dengan langkah tegas, bersama dengan Sella yang sudah stand by memegang ponsel untuk merekam semuanya.

"woy, berhenti nggak!" Teriak Aletta, gadis itu memandang nyalang semua orang yang ada disana.

"Ngapain lo disini, pergi sana ini bukan urusan lo!" ketus Medina, gadis itu menatap remeh Aletta yang sudah berdiri di hadapan Dino.

mendengar itu, semakin membuat Aletta naik pitam, giginya bergemeletuk hebat menahan amarah. Ia melangkahkan kaki menyisir jaraknya dengan Medina.

"Jangan pernah berpikir kalau ini, bukan urusan gue," jawab Aletta tegas. "Dino temen gue, dan gue gak bakal ngebiarin siapapun nyakitin ataupun ngerendahin dia. Ngerti lo?"

Arvin yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikan, terdorong untuk ikut berucap. Entah mengapa melihat pembelaan yang Aletta lakukan membuat amarahnya ikut bergejolak.

"Gak usah bentak Medina, bisa?" Ucap Laki-laki itu datar, dan tanpa ekspresi.

Aletta yang mendengar sontak menoleh, tatapan Arvin terlihat lebih dingin dan menghunus ke arahnya saat ini.

"Arvin setan! Ngapain lo belain Medusa?" Teriak Sella dengan suara cemprengnya. Mengundang semua tatapan untuk melihat ke arahnya

"Ya bagus dong, kan Arvin pacarnya Medina!" jawab Siren, dengan penekanan pada kata terakhir.

Sella melotot tajam. Namun, saat hendak kembali berucap Aletta segera mengangkat tangan, menginterupsi gadis itu untuk diam. Sella yang paham segera diam, ia terpaksa menelan kembali segala cacian yang telah ia siapkan.

"Kenapa, nggak suka?" ucap Arvin, laki-laki itu kembali bersedekap dada dengan memalingkan wajah dari gadis di hadapannya, dan beralih menatap Dino. "Oh … Atau lo suka sama cowok culun itu?"

Dengan urat-urat yang terlihat menonjol, Aletta mengepal kuat meremas ujung roknya. Dadanya berdegup lebih kencang, dengan nafas tak beraturan.

Tepat di hadapan Arvin, gadis itu mengangkat telunjuknya tanpa rasa ragu sedikitpun." Dan lo Arvin … Gue tau lo berkuasa disini, tapi bukan berarti lo bisa seenaknya sama orang lain!" Teriaknya penuh amarah, kemudian gadis itu mengalihkan padangan disertai kekehan yang terdengar begitu menyayat hati.

Kenapa rasanya sangat sakit? Matanya terasa perih, dadanya sakit, bahkan untuk bernafas pun rasanya sangat sulit. Tapi dengan cepat Aletta menepis semua rasa itu. Ia harus bisa menghadapi ini semua.

Aletta kembali menatap Arvin, dengan pelupuk yang dipenuhi cairan bening. Hal itu berhasil membuat arvin mati kutu. Ia membuang muka, enggan menatap Aletta.

"Percuma Vin, percuma lo pinter, percuma lo juara kelas … tapi kelakuan lo kayak sampah, lo nggak punya hati Arvin askarava wijaya. Gue benci sama lo!"

Aletta mendorong bahu Arvin, yang hanya mematung di hadapannya. Ia segera membalikkan badan menatap beberapa orang lain secara bergantian.

" Untuk kalian semua, Apa kalian gak pernah ngerti bahayanya diskriminasi, rasisme di sekolah?" tanya Aletta dengan suara penuh emosi. " dan kalian nggak pernah punya hak, buat ngeremehin ataupun menyakiti individu lain!"

Aletta berbalik memandang Dino, laki-laki itu sendiri masih sibuk meraba tanah, mencari letak kacamatanya. Tanpa kacamata Dunia tampak buram pagi menderita minus seperti Dino.

"Dino, kita pergi dari sini, lo hebat nggak usah dengerin mereka!" Dengan segera Aletta menarik tangan Dino dan mengambil kacamata yang tergeletak tak jauh dari kaki Arvin.

"Sel, cabut … Disini banyak sampah!"

Arvin yang mendengar itu kembali mendongak, matanya yang tajam terus menatap punggung Aletta yang semakin mengecil karena ditelan jarak.

"seburuk itu gue dimata lo Al?"

Young Marriage 03

...Happy Reading🤗...

"Kemana aja, jam segini baru pulang?" tegur Arvin pada Aletta yang baru saja tiba.

Mendengar itu membuat si gadis menghela nafas jengah, sebelum akhirnya memutuskan untuk membalas tatapan Arvin.

"Bukan urusan lo!"

"Itu urusan gue Aletta! Disini gue suami lo, jadi lo udah jadi tanggung jawab gue! Nger—

"Tapi, gue gak mau punya suami angkuh dan gak punya hati kayak lo!" potong Aletta cepat. Sia-sia rasanya Aletta menghindari laki-laki itu sepanjang hari ini, jika akhirnya mereka tetap akan bertemu setiap harinya.

Tak ingin lagi memperdulikan Arvin yang masih terus menatapnya. Dengan langkah mantap, Aletta berlalu begitu saja, meninggalkan Arvin yang masih bersandar di tembok sembari memasukan kedua tangan ke dalam saku celana.

"Aletta, tungguin gue!" seru Arvin, laki-laki itu melangkah cepat, mengejar Aletta yang mulai menjauh.

Aletta yang baru saja hendak naik ke atas tangga, terpaksa kembali menghentikan langkah , dan berbalik menatap Arvin dengan ekspresi tak sabar.

"Ada apa lagi Arvin? Gue ngantuk mau tidur!"

"Lo belum jawab pertanyaan gue?"

"pertanyaan yang mana lagi?" ketus Aletta dengan mendekap dadanya.

Arvin menghela nafas sejenak, mengatur suaranya agar terdengar lebih lembut. "Lo dari mana?"

"Bukan urusan lo!" sanggah Aletta tegas, "dan lo, gak perlu ikut campur urusan gue!" lanjutnya tajam, tak peduli dengan siapa ia berbicara saat ini.

Bagi Aletta, Arvin tetaplah Arvin. Laki-laki pembuat onar yang paling ia benci di manapun dan kapanpun. tapi entah itu akan bertahan sampai kapan? Hanya Tuhan dan Author yang tahu.

Arvin yang mendengar itu tampak terdiam sesaat, terkejut oleh jawaban Aletta, dan ya … bukan ini jawaban yang laki-laki itu inginkan. Hingga Tatapan keduanya saling bertemu dan ber adu dalam ketegangan yang tidak terucapkan.

Aletta lebih dulu melepaskan kontak mata itu, membalikkan badan dan berlari menuju kamar, tanpa sepatah katapun ia langsung melemparkan diri ke atas kasur. Namun, bayangan senyum tajam di wajah Arvin kembali muncul, berhasil membuatnya semakin kesal.

"Argh … Arvin gue benci sama lo!" teriaknya kesetanan, ia terus memukul kasur dengan kedua tangan, menyumbangkan segala amarah yang terus bertambah setiap detiknya.

Tanpa disadari Arvin pun juga tengah berdiri di balik pintu, awalnya dia enggan mengikuti gadis itu, tapi melihat wajah pucat dari Aletta berhasil menggerakkan hati dan membawa Arvin sampai kesini.

Benar saja, tidak lama setelah itu, Arvin dapat mendengar rintihan keluar dari mulut Aletta. Dan di dalam sana Aletta terus merintih pelan, mencoba meredakan rasa sakit di bagian perut. Tapi ternyata semakin lama perutnya semakin tidak nyaman. Rasa sakit yang semula ringan semakin memburuk, membuatnya harus meregangkan tubuh diatas kasur.

Sementara itu, dari luar Arvin terdiam mendengarkan rintihan Aletta, perasaan kesal seketika lenyap, berganti dengan cemas tak karuan. Tanpa permisi laki-laki itu membuka pintu dengan tak sabaran, matanya berhasil menangkap Aletta yang terbaring lemas.

"Al, lo kesurupan?"

Sial! Bagaimana bisa Arvin berfikir sejauh itu. Tapi tidak, ini bukan saatnya untuk berdebat.

Aletta hanya bisa merintih pelan, kepalanya terasa memberat disusul seisi ruangan yang ikut berputar, Ia menahan mual yang semakin menjadi, tapi lagi dan lagi ia kalah, dengan sempoyongan Aletta berlari menuju kamar mandi, memuntahkan segala isi perut yang ternyata hanya cairan berwarna kuning kehijauan.

Ya … Aletta ingat sekarang, sejak kejadian di sekolah, belum ada makanan apapun yang masuk ke dalam lambungnya. Bodoh sekali kan?, dan beginilah jadinya sekarang, penyakit maag akut yang ia derita kembali kambuh.

Arvin yang berada di sampingnya hanya diam membisu, bahkan matanya tak berkedip saat melihat objek di depannya. Aletta yang menyadari itu segera menoleh dengan wajah dan bibir yang pucat.

"gak usah gitu banget liatnya, ntar jadi suka!"

Arvin yang sadar akan hal itu langsung menggeleng pelan, membuyarkan diri dari lamunan panjang.

"Siapa juga yang liatin lo, pd amat jadi cewek!"

Aletta hanya diam, gadis itu terlalu lelah untuk sekedar membalas ucapan Arvin, ia lebih memilih berjalan keluar dan langsung mendudukan tubuh dan bersandar pada sofa yang ada pada kamar mereka. Arvin sendiri juga turut keluar kamar, meninggalkan Aletta sendirian.

Sepeninggal arvin, Aletta terus memejamkan mata, berusaha menetralkan semua rasa sakit yang ia alami, biasanya jika hal ini terjadi ia akan langsung memeluk erat tubuh bundanya dan mencari kehangatan di sana, juga akan ada sang Ayah yang pasti akan langsung mengelus surai panjang serta mengecup kening untuk menenangkannya.

Tapi … semua itu telah berakhir, mereka berada jauh disana, sedangkan dirinya harus hidup sengsara bersama spesies aneh bernama Arvin.

"Nih minum!"

Perlahan Aletta membuka mata, dan langsung disambut oleh Arvin yang sudah berdiri dengan segelas air hangat di tangannya.

Bukannya menerima, gadis itu justru menyerngit heran menatap Arvin dan gelas bergantian.

"Ck! Minum Aletta, lo denger nggak sih?" decak laki-laki itu, tanpa izin ia langsung duduk tepat di sebelah Aletta yang masih menatapnya keheranan.

"Nggak lo kasih racun kan?"

Mendengar itu membuat Arvin melotot tak suka, ia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum kembali dihembuskan, jika saja gadis di hadapannya itu tidak sedang sakit, sudah pasti Arvin akan menghabisinya malam ini juga.

"Kalau bisa langsung dicekik, ngapain pake racun? Buang-buang waktu!"

"Ya sorry, gue cuma bercanda!" jawab aletta datar, gadis itu mengambil alih gelas dari Arvin dang langsung meneguknya hingga tersisa setengah.

"udah?" tanya Arvin lagi. Aletta hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Sekarang makan!" perintah Arvin lagi, laki-laki itu membuka sebungkus nasi yang sempat ia beli.

"Gue gak lap—

"Gue bilang makan! Gak ada penolakan, lo ngerti … Aletta queensa efendy!"

Ucapan Arvin yang terdengar dingin, serta tatapan yang juga kembali tajam ke arahnya, berhasil membuat Aletta gelagapan sendiri. Dengan cepat gadis itu membenarkan posisi duduk dan mengambil Alih nasi dari Arvin

Persetan dengan Amarah, untuk saat ini urusan perut dan kelangsungan hidup jauh lebih penting. Perlahan gadis itu memasukan nasi ke dalam mulut, dan hal itu tak sedetikpun lepas dari penglihatan laki-laki di sampingnya.

Arvin berdehem singkat, tapi Aletta tak peduli, gadis itu terlalu fokus dengan nasi dihadapannya.

"Al, Lo hamil?"

uhuk … uhuk

Aletta menepuk dadanya pelan, saat merasakan nasi yang sedang dikunyah langsung masuk begitu saja dan menyumpal tepat di tenggorokan. Untung saja Arvin langsung sigap memberinya air dan turut menepuk punggungnya.

"Makannya Aletta, jangan suka ngelawan suami kualat kan jadinya!"

"Berisik!" tukas Aletta menatap horor Arvin. Dan ya,kenapa Aletta yang disalahkan? Sudah jelas ini salah laki-laki itu sendiri.

Tak menghiraukan Aletta, Arvin justru lebih mencondongkan tubuhnya. Dengan muka sok polos ditambah kerutan di dahi laki-laki itu kembali bersuara. " Tapi Al, lo beneran hamil?"

Damn it! Ingin sekali rasanya Aletta mengumpat dan menjitak kepala Arvin sekarang juga, tapi semuanya masih bisa ia tahan, ini benar- benar melenceng jauh dari apa yang ada dipikirannya.

"Maksud gue gini Al, kita kan belum pernah ngapa-ngapain kok lo bisa hamil?"

"Ngaco lo dugong!" lepas sudah yang sejak tadi Aletta tahan, " gue nggak hamil!" lanjutnya dengan suara lantang.

Kini Aletta merasakan kepalanya kembali berdenyut nyeri, gadis itu sama sekali tak habis pikir, bagaimana bisa seorang Arvin askarava wijaya, yang selalu juara kelas bisa memiliki pikiran sedangkal itu?

"Terus tadi lo muntah? Muntah tandanya orang hamil kan?" gumam Arvin yang masih kukuh dengan apa yang otak mungilnya pikirkan.

"Parahnya lagi … lo kan masih sekolah, nanti gima—

"Gue bilang stop Arvin … makan tuh nasi!"

Aletta yang kelewat geram, pada akhirnya berhasil membungkam mulut Arvin, ia memasukan sesuap nasi tepat saat laki-laki itu membuka mulut.

Belum ada satu tahun Arvin sudah berhasil membuatnya gila lalu bagaiman dengan kedepannya? Gadis itu memijat pelipis berharap semua ini akan segera berakhir.

"Gue mau lagi dong Al, yang itu tuh … yang ada empalnya!" laki-laki itu kembali bersuara, tangannya menunjuk empal yang terlihat sangat menggiurkan.

"Dih, ga boleh ini punya gue!" dengan gesit Aletta mengangkat nasi dari hadapan Arvin, ia tak akan mau kecolongan lagi kali ini.

"Ayolah Aletta bagi, dikitttt aja!" bujuk Arvin, laki-laki itu menekuk jarinya membentuk lingkaran sekecil mungkin. berharap Aletta mau mengasihinya.

"Gak boleh!" Aletta segera berdiri, mengangkat bungkusan itu setinggi-tingginya. Sejenak ia melupakan rasa sakit yang sempat melandanya.

Arvin tak mau kalah. Laki-laki itu tak tinggal diam, ia turut berdiri dan dengan mudah berhasil mengambil alih bungkusan dari gadis pendek di hadapannya.

Aletta yang menyadari itu langsung berkacang pinggang, menatap Arvin yang langsung duduk dengan wajah sumringah.

Lagi dan lagi Arvin berhasil membuat Aletta muak. Gadis itu terus berdiri tanpa mau melihat Arvin sedikitpun.

"Lo mau lagi?" Arvin mendongak, melihat Aletta yang tengah cemberut dengan kedua pipi yang sengaja digembungkan bak ikan buntal.

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Arvin terangkat, membentuk lengkungan indah disertai lesung di kedua sisi pipi. Melihat Aletta seperti itu seakan menjadi moodbooster tersendiri baginya.

Aletta yang sempat melirik pun merasakan gejolak hebat dalam hatinya, seakan darah berpacu lebih cepat mengalir ke seluruh tubuh. Dan perutnya terasa geli sekali, bak ada beribu kupu-kupu yang beterbangan disana.

Tidak Aletta tidak boleh memperlihatkannya, gadis itu memalingkan wajah dan dengan sengaja menggigit bibir bagian dalam, berusaha menetralkan semua rasa aneh yang ia rasakan.

"udah gak usah marah hmm, maafin gue!"

Sial, susah payah Aletta melawan semua rasa itu, tapi Arvin justru menarik pergelangan tangan dan memaksanya untuk duduk.

"Buku mulutnya?" perintah Arvin, yang langsung dituruti oleh Aletta.

Aletta sadar ini salah, tapi kenapa dia tidak bisa melawan. Rasanya seperti terhipnotis, Aletta yang suka barbar dan melawan seketika menjadi seorang yang pendiam.

Melihat itu kembali membuat Arvin tersenyum geli, tanpa sadar tangannya bergerak mengacak-acak rambut gadisnya merasa gemas.

"Nah gitu dong … udah gede, jangan rewel!"

Kalian tau bagaimana keadaan Aletta sekarang? Ya … gadis itu hanya diam. Namun, dengan sesekali mengerjapkan matanya cepat, layaknya orang linglung.

Arvin yang sadar akan hal itu, segera mengulum senyum, hingga ide jahil kembali muncul di otaknya yang terlalu smart. Perlahan tapi pasti ia lebih mendekatkan wajah ke arah Aletta, mengangkat sebelah alis dan berbisik tepat di telinga gadis itu.

"Lo kenapa Al? Udah jatuh cinta ya sama gue?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!