Kita akan bersama selamanya.
Lahir di keluarga miskin tanpa Ayah membuatku yang seorang anak laki-laki harus menggantikan semua tugasnya ketika dewasa. Ibuku seorang janda beranak dua. Kami tinggal di rumah kecil yang kusam. Aku memiliki seorang Adik perempuan bernama Maya. Oh benar, namaku Aris.
Dengan kemampuan istimewa yang kami sebut sebagai 'bakat', aku berkerja sebagai salah satu agen rahasia negara. Bakatku adalah meniru. Aku bisa mengubah bentukku ke objek yang pernah aku lihat atau bayangkan. Bahkan jika itu debu yang terbang atau cicak di dinding. Aku bisa meniru apapun. Bahkan aku bisa menggunakan bakat orang lain saat aku meniru penampilan orang lain.
Bakat ini sudah membuatku menjadi Agen rahasia top selama hampir tujuh tahun ini. Aku menjadi agen rahasia di kelas satu SMA. Dan lagi atasan memintaku memainkan peran sebagai bajingan untuk berhubungan dengan keluargaku. Mereka bilang itu pas untukku karna lingkungan tempatku tinggal mendukungku. Aku juga setuju karna tinggal di rumah terlalu lama membuatku merasa tidak nyaman. Adikku memang baik, tapi ia adalah 'Brother Complex', itu membuatku tak nyaman. Ibuku selalu berperilaku kasar kepadaku karna alasan yang tak di ketahui. Yang ku dapat darinya hanya cacian dan makian. Jika dalam keadaan seperti itu, menjadi bajingan memang bukan suatu kemustahilan.
Lagi pula itu berguna untukku agar Ibu dan Adikku tak terlalu menggangguku jika aku harus pergi misi. Keluargaku hanya tau kalau aku pergi berkerja dengan teman lama, atasan mengatur semuanya agar aku benar-benar hidup mengikuti alur mereka. Untungnya, selain meniru penampilan aku juga bisa berakting. Ini membuat penyamaranku sangat sempurna.
"Tuan 'Cermin', Anda melamun lagi. Kita sudah sampai. Ini uang saku mingguan Anda. Seharusnya Nyonya itu akan memintanya lagi bukan? Sebaiknya Anda menyisihkan untuk diri sendiri dan Adik Anda." Ujar sopir yang mengantarku pulang.
Ia juga salah satu agen yang berkerjasama denganku. 'Cermin' adalah kode nama untuk diriku. Itu berkaitan dengan bakat unikku. Aku menghela nafas panjang. Aku aslinya tak sebajingan karakter yang atasan buat untukku. Tapi tetap saja aku masih harus bermain peran hingga hari esok tiba.
Dengan sigap aku turun dari mobil. Lalu menyisir rambutku ke belakang. Lalu membuka dua kancing kemeja teratasku, kemudian menaikkan lengan kemeja hingga ke atas siku. Dengan menghela nafas aku berjalan ke rumahku. Aku sudah mengambil peran bajingan sejak menjadi agen rahasia, di daerah ini orang-orang tak berani beradu pandang denganku.
Sialnya hanya di rumah, dua wanita gila itu membuatku stress setiap kali memikirkan mereka. Yang satu mencintai saudaranya sendiri, yang satu bermulut pedas dan hanya jinak ketika aku membawa uang. Saat berada di depan rumah, aku menendang pintu depan dengan kasar.
"Yo *****-*****, gua balik nih! Minta Aer, haus nih!" Aku berteriak keras agar dua wanita itu keluar.
Tapi yang muncul hanya Maya. Maya melompat ke pelukanku. "Abang! Akhirnya balik juga!"
Apa yang membuatnya begitu senang? Aku ingat kalau aku tidak mengatakan apapun. "Kenapa?"
Aku berujar sambil melepaskan pelukannya kepadaku. Ini juga yang membuatku heran, dia jelas hanya seorang wanita biasa yang kerjanya cuma mengurus rumah seharian. Tapi dia sangat kuat! Gadis itu selalu lebih kuat dariku, ini diam-diam membuatku takut. Di saat-saat tertentu dia akan terlihat ramah dan baik seperti halnya gadis normal. Namun di saat-saat tertentu pula, ia akan menjadi wanita gila yang ambisius.
Aku tidak bodoh untuk di tipu olehnya. Dia benar-benar menginginkan aku sebagai kekasih, bukan Kakak. "Sekarang Abang mandi ya! Setelah itu duduk di kamar Maya sebentar aja."
"O-oke.."
Aku yang merupakan Kakak laki-laki kandungnya pun tak tau benar apa bakatnya. Apakah itu kemampuan memanipulasi otak atau kekuatan fisik. Aku benar-benar tak tau. Setiap kali ia meminta sesuatu, tanpa sadar aku akan menurutinya. Aku bahkan sering tanpa sengaja menunjukkan sifat asliku di depannya. Kewaspadaan ku selalu menurun di sekitarnya, membuatku agak takut kepadanya.
Seperti yang dia inginkan, aku mandi lalu memasuki kamarnya untuk duduk. Di kamarnya tak ada yang aneh. Seperti gadis biasa, ia memiliki beberapa boneka bulu. Lalu di rak bukunya ada beberapa buku komik atau novel terkini. Tak ada yang mencurigakan tentangnya.
"Abang! Happy birthday ya!" Dia berujar dengan senyuman yang melebar. Tangannya memegang sebuah kue coklat. Di atas kue itu ada lilin angka 24.
"Hah? Perasaan gua ulang tahun beberapa hari lalu dah." Ujarku. Karna aku memang melupakan hari itu. Bagiku itu tak terlalu penting.
Maya meletakkan ujung jari telunjuknya di depan bibirku. "Sst... Kita rayakan berdua ya? Mumpung Ibu nggak di rumah."
Ia berbisik dengan suara rendah. Aku hanya mengangguk pelan. Aku menepuk tanganku agak canggung, saat Maya menyanyikan lagu ulang tahunku dengan senyuman. "Abang pasti capek. Jadi kita makan malam dulu ya."
Maya membawaku ke dapur. Dapur saat itu sangat gelap. Di tengah ruangan tepatnya di atas meja makan, beberapa lilin aromaterapi dan bunga mawar dalam vas menjadi penghias. Apakah ini... Candle light dinner? Serius? Bukankah kita cuma makan malam?
"Duduk saja. Nikmati makan malamnya." Maya mendudukkan aku di salah satu kursi.
Saat ia duduk di kursinya, ia berkata lagi. "Mulai sekarang hanya ada kita dan selamanya akan begitu. Aku, Abang, dan..."
Wajahnya agak memerah saat kalimatnya terjeda. Aku memiliki firasat buruk. "Dan mungkin nanti beberapa Anak kita."
Dia tersenyum sambil menggenggam telapak tanganku. Aku hendak menariknya, sayang sekali gadis itu mampu menahan tanganku agar tak dapat ku tarik. Ini sudah keterlaluan, aku tak bisa membiarkan Adikku jatuh cinta pada diriku yang merupakan Abangnya!
"Dek, ini... Nggak baik..." Aku tak bisa terus memerankan bajingan jika tingkahnya sendiri membuatku khawatir.
"Tidak apa-apa, Aku sudah mengurus wanita tua itu untuk Abang. Sekarang di rumah ini hanya kita. Hanya ada KITA." Dia menggenggam tanganku dengan erat.
Lalu seseorang dengan pakaian pelayan datang kepada kami. Ia membawa makanan di tangannya. Yang membuatku curiga adalah, wine mahal yang dia bawa. Kami ini keluarga miskin. Mana mungkin Adikku ini mampu membelinya. Saat orang itu mendekat, barulah aku dapat melihat siapa pelayan ini dengan bantuan cahaya lilin.
Itu adalah Ibu! Tapi... Sepasang matanya kosong dan ia menuruti semua perintah Maya!
Sepertinya gadis itu menyadari tatapanku. Ia memberikan senyuman kepadaku. Senyumannya sangat misterius. Aku tak pernah melihat senyuman itu sebelumnya darinya. "Aku sudah bilangkan, aku sudah mengurusnya."
Dia... Dia jelas bukan Maya yang aku kenal!
Saat aku ingin beranjak pergi, tiba-tiba sebuah sabuk besi muncul dari kursi. Sabuk itu menahan semua pergerakanku. "Kamu tak bisa kabur Tuan 'Cermin', kamu ada di area kekuasaanku."
Maya memberikan senyum dingin yang terkesan menakutkan bagiku. Maya menekan sesuatu di sudut meja. Lalu semua akses keluar tertutupi jeruji besi. Bagaimana bisa? Rumah lusuh nan bobrok seperti ini mengeluarkan teknologi pertahanan yang terbilang canggih?!
"Aku sudah bilang sayang, aku akan melakukan segalanya untuk bersamamu."
Saat itu Maya berdiri dari tempat duduknya. Ia mengenakan Tiara kecil di kepalanya dan sebuah gaun malam yang khas. Lalu ada topeng dansa berwarna hitam di pasangi di wajahnya. Aku mengenal kostum itu. Itu adalah kostum milik buronan kelas SSS di dunia kriminal! 'Queen of darkness' !!!
"Bagaimana Tuan 'Cermin'? Kamu bertemu denganku tepat di depan matamu, dan selama ini bahkan kita tidur di bawah atap yang sama, bagaimana perasaanmu? Penjahat besar ini ada di depanmu dan kau tak bisa melakukan apapun untuk menangkapku." Maya tersenyum jahat.
Ia mendekat dengan sesuatu di tangannya. Itu semacam pil. "Dek, kamu.. serius adalah Queen?"
Aku bertanya karna aku tak percaya dengan semua ini! Bagaimana mungkin musuh terbesar dunia kriminal ternyata adalah Adikku?
Maya menekan telapak tangannya di mulutku. Lalu pil yang tadi ku lihat sekaligus di masukkan ke dalam mulutku. "Ssst... Abang, sebentar lagi kita bukan Kakak Adek loh. Lain kali saat bertemu, kamu panggil aku 'Sayang' ya?"
Dengan ciuman yang ia jatuhkan di bibirku. Aku kehilangan kesadaran. Aku masih tak percaya semua ini terjadi kepadaku.
.....
Tambahan Author:
Ini untuk Jadwal Up ya.
cerita ini akan Update setiap tanggal
5, 10, 15, 20, 25, dan 30.
selamat menunggu
Mencoba untuk mati.
Aku membuka mataku. Kepalaku terasa pening saat aku bangun. Dan apakah sekarang hujan?
Aku melihat ke sekeliling. Di dominasi dengan warna dinding kuning cerah, aku dapat membedakan dengan jelas kalau ruangan ini adalah kamar mandi. Dan aku berada di bawah pancuran shower. Kamar mandi ini terlalu mewah untuk keluargaku. Lalu bagaimana bisa aku bangun dalam keadaan sedang mandi? Ini jelas ada yang salah.
Aku mengambil handuk yang tergantung di dinding, lalu memakainya. Sejenak ku pandangi diriku dalam pantulan cermin. Wajah ini... Memang wajahku. Tapi sepertinya sepuluh tahun lebih muda. Sekitar empat belas atau lima belas tahun. Apakah ini mimpi?
Aku menggigit telapak tangan kananku dengan tenaga extra. Sialan. Itu sakit. Bahkan ada darah. Tunggu, jadi ini nyata?
Aku mengacak rambutku dengan gusar. Bagaimana mungkin ini nyata? Tapi rasa sakit tidak mungkin menipuku. Harus kah aku bunuh diri untuk membuktikannya?
"Ariiiiisss!!! Cepat Nak! Ini sudah siang! Kamu tidak ingin terlambat?!"
Itu suara Ibu! Itu aneh, karna ia menyebutkan namaku. Biasanya wanita itu akan memanggilku dengan 'anak sialan' atau 'anak haram'. Ini pasti hanya khayalan. Ku pikir tidak apa-apa untuk menikmatinya sedikit. Jarang-jarang aku dapat tinggal di rumah yang bagus dan memiliki Ibu yang baik.
"Sshh..." Mungkin aku harus membebat luka ini dengan perban dulu. Aku menggigit terlalu keras dan menimbulkan luka seperti di gigit monyet. Yah, diriku monyetnya.
Aku membuka pintu kamar mandi. Entah mengapa tempat ini terlalu tak nyata untukku. Kamar anak laki-laki biasa dengan beberapa action figure di pajang di lemari. Jujur saja, ini adalah benda yang paling ingin aku miliki saat remaja. Lalu beberapa ratus buku di lemari. Di sisi lain ada banyak buku yang lebih tebal. Saat aku membuka satu buku tebal. Itu adalah sebuah ensiklopedia!
Sungguh! Semua yang ada di kamar ini adalah barang-barang yang paling aku inginkan di masa lalu. Semuanya! "Ariiis! Cepat Nak!"
Ah, aku masih belum berpakaian. Aku mendekat ke lemari. Mengikuti insting tubuhku. Seharusnya aku murid SMP. Mungkin di kelas tiga. Ya, aku melirik meja belajar. Di sana ada tas yang sepertinya sudah di rapihkan. Saat itu ada buku tulis yang tertutupi dengan sampul batik. Buku itu memiliki nama pemiliknya. Ku pikir akan bertuliskan namaku.
Tapi bukan. Di sana, tertulis nama 'Harist Fernada'. Itu bukan namaku. Namaku hanya 'Aris' saja. Ini membuatku merasa ini semua tidak nyata. Mungkin dugaanku sebelumnya benar. Mungkin aku harus bunuh diri dulu untuk memastikan kenyataan. Ku pikir tidak apa-apa, aku sangat yakin ini bukan kenyataan karna namaku dan nama tubuh ini berbeda. Juga aku membuka mata saat sedang mandi, lalu aku yang menjadi sepuluh tahun lebih muda. Aku sangat yakin kalau ini adalah ilusi. Aku yakin ini ilusi dari orang dengan bakat pembuat ilusi. Aku harus bangun. Meski duniaku sangat keras, aku yakin akan ada buah manisnya.
Aku melangkah keluar kamar. Kamar ini ada di lantai dua. Sedangkan kamar ini tidak terpisah dengan lantai pertama. Dari tangga dan pagar pembatas dalam, aku dapat melihat lantai pertama. Mungkin jatuh di ketinggian ini seharusnya membuatku mati.
Aku menjatuhkan diri dari lantai dua. Jatuh dengan suara keras dan rasa sakit yang meremukkan tulang. Tapi aku tidak mati. Aku hanya cedera berat. "Aris!"
Lihatlah wajahnya. Itu jelas adalah Ibuku. Janda bermulut kasar yang selalu menyiksaku sejak aku kecil. Tapi air matanya membuatku muak!
Ia memegang pisau dapur. Wajahnya tampak khawatir kepadaku. Aku mengambil pisau di tangannya. Lalu dengan semua kekuatanku yang tersisa aku menusuk posisi tepat di jantungku. Sakit, nafas yang tercekat dan darah yang mengalir terbalik. Bersamaan dengan itu, tubuhku tampaknya mati rasa.
Aku berharap saat aku membuka mata, kenyataanlah yang menyambutku. Sialnya aku muncul di tempat yang sama dengan yang sebelumnya. Aku muncul di kamar mandi. Apa sebenarnya ini?!
Aku tak percaya kalau ini kenyataan. Sangat tidak percaya. Bahkan jika rasa sakit itu nyata, aku lebih ingin kembali ke kehidupan pahitku.
Dengan handuk membalut tubuh, aku melangkah ke dapur. Di sana ada Ibu yang tampaknya sedang memasak sarapan. Ada pula sosok laki-laki dewasa yang sedang membaca koran di meja makan. Apakah orang ini adalah Ayahku?
"Aris? Kenapa belum bersiap Nak?" Wanita itu tersenyum lembut.
Sungguh suatu kemustahilan. "Boleh aku pinjam pisaunya?"
Ibu terlihat bingung, namun masih memberikan pisau itu kepadaku. Lalu aku memotong nadi yang berdenyut di leherku. Aku melihat darah menyembur mengenai wajah Ibu. Aku merasa seolah tak memiliki leher lagi, nafasku tak lagi lancar, dan aku kehilangan kesadaran. Hal yang terakhir kali aku dengar adalah teriakan khawatir Ibu.
Serius! Sebenarnya apa yang terjadi kepadaku?!
Aku lagi-lagi muncul di kamar mandi!
Aku mematikan shower, lalu memakai handuk. Menatap bayangan diriku di cermin. Penampilan yang masih sama. Tak ada luka di tubuhku seolah aku yang mati dua kali sebelumnya hanya ilusi. Ini terlalu tidak nyata.
Sejak tadi aku belum menggunakan bakatku. Mungkin saja jika aku tak dapat menggunakannya, aku benar-benar berada dalam ilusi seseorang.
Dengan asumsi baru, aku mencoba berubah ke bentuk wanita. Di cermin masih aku, hanya dengan rambut panjang dan wajah cantik khas wanita muda. Dadaku masih bidang dan di bawah sana masihlah berbatang. Aku mencoba menjadi kucing. Hanya hidung yang berubah, selain itu ada kumis serta telinga kucing di kepalaku. Tanganku berubah hanya separuhnya. Lalu kakiku dari bagian telapak hingga lutut, berubah menjadi kaki belakang kucing.
Kemampuanku memang masih berfungsi. Ini persis seperti ketika aku masih remaja. Tiruanku masih belum sempurna, dan aku hanya mampu meniru beberapa bagian saja. Semua hal persis seperti yang aku impikan. Ibu yang baik, barang-barang yang aku inginkan, menjadi anak tunggal di keluarga kecil yang bahagia, serta sekolah seperti biasa. Ini semua persis seperti keinginan di hati kecilku.
Tapi masih ada yang aneh. Mengapa aku kembali muda? Dan mengapa aku masih dapat kembali hidup setelah dua kali mati? Ku pikir percobaan bunuh diri ke tiga mungkin berhasil.
Ku tatap cakar kucing yang menjadi telapak tanganku. Cakar sebesar ini seharusnya cukup untuk membelah daging. Aku mengeluarkan semua cakarku lalu menggerakkannya ke sisi jantung. Niatnya aku ingin menusuk jantungku dengan cakar itu, lalu mencabut jantungku secara paksa. Jika itu terjadi bukankah aku takkan kembali hidup.
"Hentikan!"
Aku mendengar suara Anak kecil yang berteriak keras. Seharusnya itu bukan ilusiku. Gerakanku untuk mencabut jantung berhenti. Aku mengedarkan pandangan ke kanan dan kiri. Sebagai seorang agen rahasia top, aku memiliki kewaspadaan yang tinggi. Dan di seluruh toilet ini jelas tidak ada orang lain selain aku.
"Tolong hentikan! Jika percobaan bunuh diri ketiga di lakukan, Tuan akan benar-benar mati!" Suara itu terdengar seperti Anak kecil yang akan menangis.
"Apa maksudmu? Lalu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Jelaskan atau aku akan mencabut jantungku." Aku berujar demikian karna anak kecil tak terlihat itu sepertinya tidak ingin aku mati.
"Tuanku... Anda sudah di transmisikan ke dunia lain oleh Nyonya."
Mendengar kata Nyonya, yang terpikir olehku hanya Maya. "Siapa Nyonyamu?"
"Nyonyaku adalah 'Queen of Darkness'. Saya di tugaskan untuk menjaga kestabilan jiwa Anda dalam tubuh baru."
"Apa maksudmu di transmisikan ke dunia lain?" Itu terlalu tidak masuk akal. Tapi jika di pikir-pikir lagi. 'Queen of Darkness' sering menjalankan aksi pencurian barang-barang aneh. Itu selalu berhubungan dengan sejarah dunia atau rahasia dunia. Ada kemungkinan ia mampu melakukan itu.
"Jiwa Anda di ambil secara paksa oleh Nyonyaku. Lalu di kirim ke dunia lain yang mirip dengan Bumi tempat Anda tinggal. Sebuah dunia artificial yang di beri nama 'Our life'. Dengan hadirnya saya, saya akan bantu Anda untuk beradaptasi di dunia baru. Selain itu, saya tau Anda adalah maniak misi. Anda merasa tidak hidup bila tidak menjalankan satu misi pun. Maka saya akan menggantikan Atasan Anda untuk memberikan misi kepada Anda." Suara itu terdengar senang. Sepertinya suara itu bergema dalam pikiranku.
"Lalu... Apakah Nyonyamu, ada di dunia ini juga?" Aku bertanya dengan gugup.
"Ya, dan Saya tak di izinkan untuk memberitahukan hal-hal tentangnya kepada Anda."
Aku hanya bisa mengingat kalimat terakhir yang Maya ucapkan sebelum aku muncul di dunia asing ini. Jika tak salah, kalimat itu berbunyi. 'Ssst... Abang, sebentar lagi kita bukan Kakak Adek loh. Lain kali saat bertemu, kamu panggil aku 'Sayang' ya?'
Kembali ke sekolah
"Aris! Cepat Nak! Hari sudah hampir siang." Ibunya memanggilnya lagi.
"Tuanku, jika Anda mampu duduk di bangku Harist Fernada yang sesungguhnya, saya akan memberikan Anda imbalan ingatan Harist Fernada." Suara manis seperti Anak kecil itu kembali terdengar.
"Heh, menantangku? Aku ini Tuan 'Cermin', bahkan jika pekerjaanku Agen rahasia, aku bisa menjadi detektif untuk beberapa waktu." Aku tersenyum bangga. Jika aku tidak peka terhadap lingkungan sekitar aku akan kalah dari agent lain atau musuh kami. Jika aku tidak pintar, aku bisa saja termakan perangkap yang di berikan musuh. Ini adalah hal mudah untukku.
Hal pertama yang aku lakukan adalah berseragam menurut hari yang tertera di ponsel milik Harist, selanjutnya adalah mengemasi buku. Setelahnya adalah memastikan tugas sekolah. Yah, sudah lama aku tak kembali ke bangku sekolah, terbesit rasa rindu saat aku mengingat masa SMPku. Karna kami merupakan keluarga miskin, aku di sekolahkan di sekolah buangan. Sekolah itu berisi anak-anak nakal yang lebih jahat dari preman. Dan itu adalah sekolah khusus laki-laki.
Lebih banyak aku belajar bertahan hidup dari pada belajar pelajaran sekolah di tempat itu. Itu adalah tempat di mana aku melatih diriku menjadi pribadi yang kuat untuk melindungi diri sendiri. Itu tempat yang sangat bernostalgia.
Aku melangkah ke lantai bawah. "Kamu sarapan dulu ya? Di mobil juga tidak apa-apa."
Ibu mendatangiku dan memberikanku sebuah bekal. Aku merasa muak saat melihat wajah ramah wanita itu. Tapi karna ini adalah dunia lain, aku juga harus bisa memakluminya. Mungkin saja karakternya kebetulan memiliki wajah yang sama.
Aku mengikuti sosok Ayah ke sebuah mobil. Rumah sederhana yang tak terlalu besar atau kecil, lalu sebuah mobil standar untuk mengakomodasi kebutuhan hidup, serta lingkungan santai dengan tetangga yang tentram. Ini benar-benar kehidupan idamanku saat aku remaja. Sayangnya kehidupanku jauh dari kata damai di masa lalu.
Aku menatap tanganku. Lantas mengubahnya untuk berlatih. Di masa lalu, aku berlatih hampir setiap hari untuk menyempurnakan transformasi tiruanku. "Aris, jangan lakukan itu di tempat umum ya? Kamu harus menyembunyikan 'kemampuanmu'. Di dimensi ini, orang-orang tidak sekuat atau semenarik kamu."
Aku mendengar sosok Ayah itu memperingatkan aku. Sepertinya latar belakang dunia artificial ini tak seperti duniaku. Tampaknya tak semua orang memiliki 'bakat', namun mendengar sosok Ayah itu berbicara, sepertinya mereka menyebut 'bakat' dengan kata 'kemampuan'. Yah ini salah satu informasi bagus.
"Baik. Aku akan berhati-hati di masa depan." Aku mencoba untuk berujar sopan.
"Sepertinya suasana hatimu sedang buruk. Sudahlah, bukalah pintunya, kita sudah sampai." Ayah itu tersenyum lalu membiarkan aku keluar dari mobil.
Aku memasuki pekarangan sekolah. Aku merasa agak tak nyaman, karna orang-orang terus melihatku. Apakah aku salah seragam? Ah, tidak juga, seragam yang aku tebak sama persis dengan seragam siswa lainnya.
Ataukah... Aku bau?
Aku mencoba mencium aroma tubuhku saat aku melewati tempat sepi. Tidak juga, aroma tubuhku masih tercium segar seperti orang yang baru saja mandi. Lantas apa yang membuat mereka melihatku? Ketampanan? Jangan bercanda, tampangku ini biasa-biasa saja. Mungkin?
Dalam sampul buku pelajaran aku ingat aku berada di kelas IX 1. Dengan memasuki kelas aku agak bingung, sebenarnya kursiku yang mana? Ada Tiga kursi yang tidak memiliki barang bawaan di atasnya. Di bawah tatapan anak murid lain, aku harus cepat mengambil keputusan. Jika lingkungan hidup tubuh ini menyerupai kehidupanku, maka sifat dari tubuh ini juga menyerupai sifatku saat remaja. Melihat tempat duduk kosong itu, ku pikir aku saat remaja memang menyukai tempat duduk di belakang. Namun tempat duduk impianku adalah tempat duduk yang berada di tengah, tak terlalu depan tak terlalu belakang.
"Ahh duduk saja!" Aku berujar pelan. Lalu duduk di tempat duduk yang berada di barisan tengah itu.
Ku lihat barang-barang di laci meja. Agak gugup karna aku takut salah duduk di meja orang lain. Ternyata ini memang tempat dudukku. Ada nama Harist Fernada di buku yang ada di laci meja. Dengan menghela nafas lega aku menyandarkan tubuhku ke kursi.
"Selamat Tuan! Anda berhasil duduk di kursi Harist Fernada! Ini imbalannya. Silahkan di terima!" Suara Anak kecil itu kembali terdengar, kali ini ia sepertinya sedang senang.
Lalu saat itu juga sebuah ingatan di transmisikan ke kepalaku. Agak pusing karena itu bercampur dengan ingatanku yang lain. Seolah itu membaur dengan ingatanku dan menjadi ingatan baru. "Aris, kau baik-baik saja?"
Seseorang yang duduk di sampingku bertanya saat aku sedang memproses ingatanku. "A-aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah."
Itu adalah seorang gadis dengan rambut yang panjangnya sesiku. Rambutnya bergelombang dan berwarna gelap. Matanya berwarna keemasan yang cantik. Anehnya, penampilan gadis itu persis seperti kriteria wanita idamanku!
Ia tampaknya menghela nafas lega saat aku berkata demikian. Aku kembali memproses ingatan milik Harist. Dari ingatannya aku mengenal gadis yang tadi sebagai Mayra. Lengkapnya Mayra Zeintya, Harist dan dia sepertinya adalah salah satu teman masa kecil. Namun sering kali mereka lebih berselisih paham akan sesuatu. Tingkah gadis itu sangat menyebalkan, namun terlalu lekat dalam pikiran Harist. Artinya mungkin Harist memiliki rasa kepada gadis ini. Atau mungkin mereka hanya sekedar teman dekat saja? Aku sendiri tidak tau.
Aku merasakan getaran di saku celanaku. Aku ingat kalau aku meletakkan ponsel pintar di sana. Karna ponsel itu di kunci, aku membukanya menurut ingatan Harist. Saat terbuka yang muncul segera adalah aplikasi catatan. Di sana tertulis sendiri sebuah kalimat.
'Tuan! Ini saya! Si imut yang selalu memperhatikan Tuan!'
Terakhir ia menambahkan gambar seekor kucing bulat yang mungil. Aku menduga ini seharusnya adalah anak kecil yang mengganggu di pikiranku pagi ini.
'Mulai sekarang kita akan berkomunikasi melalui telpon. Di sini juga saya akan memberi misi kepada Anda Tuan!'
Kalimat panjang kembali tertera. Aku hanya bersenandung saja sebagai jawaban. Aku yakin si kecil itu juga mendengar dan melihatku. Lalu aku mengetik sebuah kalimat baru di sana.
'Lalu aku harus memanggilmu apa?'
Terjadi jeda cukup lama. Lalu muncul sebuah tulisan. 'Princess! Nyonya memanggilku begitu! (◍•ᴗ•◍)❤'
Aku mengangguk pelan. Lalu terdengar bunyi bel masuk. Di sertai beberapa murid yang baru saja memasuki kelas. Seorang Guru dengan kaca mata tipis di wajahnya memasuki kelas. Aku tidak fokus saat mengikuti pelajarannya. Aku masih memikirkan banyak hal di benakku.
Namun karna mataku menatap ke buku, sepertinya tingkahku tak di curigai oleh Guru itu. Aku mencoba memahami materi pelajaran yang di berikan para Guru. Ini seharusnya mudah karna ini hanya pelajaran SMP. Siapa yang mengira bahwa ini sangatlah mudah. Ini lebih mudah dari pada pelajaran SMP di duniaku.
Adalah saat istirahat ketika aku sedang menguap. Aku masih memilah-milah ingatan Harist. Yang membuatku menghela nafas lega, ternyata Ibu dan Ayah yang aku temui pagi ini adalah Paman dan Bibi Harist.
"Tuan, tubuh Harist di siapkan untuk Anda, secara harfiah dia adalah Anda. Untuk memicu perkembangan kemampuan Anda, Anda harus menerima diri Anda terlebih dahulu. Anda harus mengakui kalau Anda adalah Harist Fernada. Lagi pula Anda tak bisa lagi kembali ke kehidupan Anda di masa lalu. Baik Anda atau Nyonyaku, kalian semua telah tiada dan hidup kembali di dunia ini."
Aku menggaruk kepalaku dengan perasaan Canggung. Ternyata demikian. Artinya jika saja aku mati maka aku akan benar-benar lenyap. "Aris, apakah kau ingin makan? Aku membuatkan ini untukmu."
Seorang gadis membawa sebuah bekal tambahan yang di hias seperti bekal anak TK. Kelihatan lezat, tapi aku juga membawa makanan yang di buat Bibiku. Saat aku akan menolak, gadis lain mendekatiku dan berkata. "Tidak perlu, kamu pasti lebih suka punyaku! Aku membuatkanmu yang ekstra pedas!"
Aku memang suka pedas, tapi melihat betapa banyaknya biji cabai dalam makanan itu, membuat liurku mencair. Itu jelas makanan yang Sangat pedas! Lalu seorang gadis lain datang menawarkan makanan manis, dia bilang kalau dia membuatnya sendiri. Itu sejenis kue kering atau cemilan manis rumahan.
"Maaf semuanya, Bibiku sudah membuatkanku sarapan, aku harus memakannya atau Bibiku akan sedih." Aku berujar dengan nada bicara seolah mau tapi tak bisa. Membuat mereka mundur secara perlahan.
Aku baru mengingat satu hal lagi. Harist Fernada, adalah pria populer di kelasnya. Apakah itu dalam hal akademik maupun non akademik. Selain itu sifatnya yang gentleman membuatnya di sukai banyak orang. Satu hal lagi, Aku, Harist Fernada, termasuk kedalam jajaran orang tampan menurut perhitungan manusia di dunia ini. Aku lahir sebagai karakter sempurna yang penuh keberuntungan, hanya satu hal yang sangat di sayangkan. Aku tak punya teman dekat atau sahabat, itu saja.
Ini cukup membuatku agak bingung. Ku pikir wajahku masih di batas standar. Atau mungkin diriku memang tampan?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!