Jani, Stop. Ini sudah terlalu banyak." Ucap Tari.
"Tari, diam. Huh aku tidak akan kalah dengan cewek sok itu," ujar Jani dengan masih terus meneguk minuman kerasnya. Bahkan Jani tak lagi minum dari gelas, ia langsung minum dari botol. Tari sang sahabat panik. Dia takut jika salah satu kakak dari gadis ini muncul.
"Jan, stop. Bisa mampus aku kalau sampai ketiga kakakmu tahu. Jan please stop aku masih mau hidup" Tari terus mengoceh, gadis itu benar-benar tidak tahu lagi bagaimana ia harus menghadapi sang teman. Sesaat Tari merutuki dirinya sendiri karena mengajak Jani ke tempat itu.
" Tari berisik. Bisa diem nggak?" Tukas Jani yang mulai sedikit kehilangan kesadarannya akibat alkoholl yang mulai menyatu dalam tubuh.
"Oh ya Tuhan, kenapa Engkau memberikan gadis bodoh ini kepala yang begitu keras," ucap Tari.
Sudah, Tari sudah habis kesabarannya, dia juga tidak mau disalahkan oleh kelakuan rusuh sahabatnya itu. Tari sangat tahu keluarga Dwilaga bukanlah keluarga sembarangan. Tapi entah mengapa sahabatnya itu sangat berbeda. Rinjani Nestia Dwilaga atau yang kerap disapa Jani ini sangat serampangan dan sesukanya sendiri. Bahkan ia sangat malas di kampus.
Tari menarik Jani keluar dari club itu. Niatnya menghadiri acara ulang tahun seorang teman berubah jadi ajang adu minum. Jani yang tidak terima dikatain sebagai gadis manja dan selalu berlindung di ketek ibunya geram dan menantang cewek yang bernama Sella untuk adu minum.
Alhasil sekarang Jani mulai mabuk karena ulahnya sendiri. Tari memapahnya keluar klub, ia menyuruh Jani untuk menunggu sebentar.
"Jan kamu tunggu sini. Aku ambil mobil dulu. Ingat jangan kemana-mana."
Jani yang memang sudah mulai hilang kesadarannya hanya mengangguk-anggukan kepala. Pandangan matanya mulai tidak bisa melihat dengan jelas. Bahkan tubuhnya sekarang sudah mulai terasa begitu sangat ringan.
Di bagian lain dari club tersebut, tepatnya di sebuah kamar, terlihat seorang wanita tengah tersenyum devil setelah berhasil membuat kekasihnya tidur karena obat tidur yang ia berikan. Ia meminta seorang pelayan untuk menaruh obat tidur di minuman kekasihnya. Dan sekarang sang kekasih benar-benar tertidur di atas sebuah ranjang. Wanita itu menyeringai.
"Setelah malam ini kau akan jadi milikku selamanya. Siapa suruh kamu begitu sok suci. Jangankan mau menyentuhku untuk sekedar berciuman pun tidak mau. Huftt, Sorry honey aku harus menggunakan cara ini," ucap wanita itu sambil membuka satu per satu kancing kemeja sang kekasih. Bahkan ia sudah berhasil menurunkan celana panjang si pria dan menyisakan celana boxer saja di tubuh pria itu.
Namun mungkin memang bukanlah rejekinya , saat ia sudah melepaskan baju dan celana milik kekasihnya itu dan hendak melepaskan bajunya sendiri telponnya tiba-tiba berbunyi. Wanita itu berdecak kesal. Sebentar lagi apa yang ia rencanakan akan berhasil
"Sial siapa malam-malam begini telpon," gerutunya.
"Ya hallo... Apa??? Memangnya harus malam ini. Sialan. Ya... Ya... Aku akan segera ke sana."
Wanita itu pun pergi dari kamar itu meninggalkan sang kekasih yang tengah tertidur pulas karena pengaruh obat tidur. Dan tentunya hanya menggunakan pakaian terkahir yakni boxer. Terlihat wajah kesal dari si wanita. Rencana yang telah ia susun begitu rapi harus gagal kali ini.
Di luar Jani yang tidka sadar karena pengaruh minuman beralkohol tanpa sadar berjalan ke sembarang arah. Ia terus melangkahkan kakinya hingga menuju kamar-kamar yang merupakan bagian dari club tersebut. Dan, ia berhasil membuka pintu kamar yang ada di sana dimana ada seorang pria yang tengah tertidur.
Jani pun masuk, menganggapnya seolah kamar sendiri, ia pun melempar tas dan sepatunya ke sembarang arah dan naik ketempat tidur lalu masuk ke dalam selimut.
"Eh... Gulingku kenapa besar sekali. Ehmmm nyamannya," cercau Jani saat ia berhasil meraih sesuatu disebelahnya. Gadis itu kemudian mengeratkan belitan tangan dan kakinya seolah-olah memeluk giling yang biasa ia lakukan saat tidur.
Di luar klub Tari yang datang membawa mobil kebingungan mencari Jani. Ia mencoba melihat ke sekeliling namun batang hidung temannya itu tak juga tampak. Tari bahkan kembali masuk ke dalma club tapi Jani pun tidak ada di sana.
"Sial, kemana bocah itu. Janiiiiii kenapa sih kamu selalu membuatku pusiiiing." Tari berteriak frustasi mencari temannya itu. Tari menyerah akhirnya dengan rasa takut ia menghubungi salah satu kakak Jani.
"Ha-halo pak. Ini Tari. Saya mau bilang Jani hilang di Club Star. Iya pak. Baik."
Tari terduduk lemas setelah menelpon kakak Jani.
Mampus aku. Semoga aku nggak di DO dari kampus, ucap Tari sungguh pasrah.
🍀🍀🍀
Radian Nareen Dwilaga, kakak pertama Jani sekaligus dosen Jani sungguh murka mendengar kelakuan adik perempuan satu satunya itu. Entah berapa kali ia harus berurusan dengan keisengan, kenakalan, dan kecerobohan sang adik. Tidak mau membuat ayah dan bundanya khawatir, Radi yang biasa akrab dipanggil begitu langsung menyambar kunci mobil menuju ke Star Club. Sepanjang jalan tak habis-habisnya ia mengomel.
Sebagai kakak tertua Radi mempunyai tanggung jawab penuh terhadap adik adiknya. Terlebih adik perempuannya itu.
"Ya Allaah Jan kali ini apa lagi yang kamu lakukan. Jika Bunda tau kamu pergi ke club bunda pasti akan syok dan pingsan. Nanti pasti Dika yang marah marah. Haish... Punya adik dokter juga merepotkan."
Akhirnya setelah menempuh perjalanan hampir 1 jam Radi sampai juga di Star Club. Di sana sudah terlihat Tari yang sangat ketakutan melihat mobil kakak Jani sekaligus dosennya.
"Dimana kamu terakhir ninggalin Jani."
"Di-di sini pak. Saya sedang ambil mobil. Saya minta Jani nunggu di sini tapi saat saya kembali Jani sudah tidak ada."
"Huft... Sudah tidak usah menangis. Saya tanya ke keamanan dulu, sekalian minta tolong untuk membantu mencari Jani."
Radi menuju pos keamanan Star Club, dan Tari mengekor dibelakangnya.
Pihak keamanan pun menampilkan rekaman kamera pengawas yang diminta oleh Radi. Semenit, lima menit, 10 menit, dan 15 menit melihat kamera pengawas akhirnya Radi melihat sosok adiknya itu menuju sebuah kamar.
Tanpa aba-aba Radi pun berlari, pikiran buruk memenuhi rongga otaknya.
Brak.... Radi membuka pintu kamar itu dengan sangat keras. Ia sangat terkejut melihat adik perempuannya tengah berada di atas ranjang dengan seorang pria yang tidak mengenakan pakaiannya. Posisi mereka yang saling memeluk membuat Radi dilanda amarah.
"Janiiiiii..... Apa yang kamu lakukan!!!"
"Eugh... Kakak berisik ah. Orang lagi tidur."
Radi semakin emosi melihat tingkah sang adik yang belum juga sadar dengan apa yang ada di sekitarnya. Radi pun memasuki kamar mandi mengambil air dan langsung mengguyur dua orang berbeda jenis kelamin itu.
"Ablmmmmm ya Allaah kakak, tega banget. Eh... Kok... Ada cowok di sini, kenapa bisa. Argh...........!" Jani berteriak sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.
Sedangkan pria itu masih bersikap bodoh dia memijit kepalanya yang pusing.
"Aku dimana, terus siapa kamu. Ada apa ini rame-rame begini."
Radi yang mendengarkan penuturan dari si pria setengah terkejut namun dia tidak mau ambil pusing bisa saja pria itu berakting.
"Kalian harus menikah??"
TBC
Hay, welcome to my story hehhehe
Yook requestan siapa ini ya hehhehe.
Oh iya guys, ini ceritanya mundur ye, jangan pada bingung. Ini mereka masih pada muda hehehhe.
Bismillaah ya teman-teman, semoga kali ini ada rejeki buat author. Kalau 20 bab nggak lolos retensi ini mau aku stop wkwkwk.
Jadi terus berikan dukungan ya. Baca semua bab nya. Jangan hanya baca bab awal ya.
Terimakasih banyak
Love you all my readers.
" Kalian harus menikah!!!"
Satu kalimat yang terdiri dari tiga kata itu sukses membuat Jani terkejut dan membelalakkan matanya.
"Ayolah kak. Yang benar saja. Ini tidak seperti yang kakak lihat."
"Benar, ini sepertinya salah paham. Saya juga tidak mengenal bocah ini dan hei bocah mengapa kamu bisa di kamar ini bersamaku. Seingat ku aku datang ke kamar ini karena mau menemui orang."
"Hei om-om enak saja kau memanggil bocah umurku sudah 22 tahun aku ini seorang wanita. Kau tau kan apa itu WA-NI-TA."
" Maaf saya juga bukan om-om, nama saya Charles Smith William dan umur saya baru 33 tahun."
"Astaga 33 tahun kau ini memang pantas disebut om-om..."
Radi yang melihat perdebatan dua orang itu sungguh pusing. Ia memijit kening pelan.
"Sudah, aku nggak mau tahu. Kau Jani kau harus menikah dengan pria itu dan kau Tuan Charles aku harap kau paham dengan yang aku maksud. Aku tidak ingin tiba-tiba adikku ini nanti hamil diluar nikah."
"Ya Allaah kak, aku beneran nggak ngapa-ngapain. Aku cuma tidur doang." Jani masih berusaha mencari pembelaan.
"Nggak ngapa-ngapain. How know? Kalian tidur seranjang berpelukan dan tanpa baju apakah itu bisa dikatakan hanya tidur saja? Aku tidak mau tahu aku harap kalian segera menikah. Aku ingin keluarga Tuan Charles segera ke rumah kami untuk melamar Jani. Oh iya perkenalkan nama saya Radian Nareen Dwilaga."
Radi langsung menarik tangan Jani dan keluar dari kamar itu sedangkan Charles dia masih terbengong dengan apa yang terjadi baru saja.
"Sial... Siapa sebenarnya yang memberiku obat tidur. Brengsek. Dwilaga... Dwilaga.. Aku pernah denger nama itu.. Wait... Astaga... Dwilaga .. Ya tidak salah. Dwilaga adalah nama pemilik yayasan perguruan tinggi Universitas Nusantara. Ya Allaah Gusti nu Agung, kenapa aku harus terlibat dengan keluarga itu."
Charles memukul mukul kepalanya. Ia sangat frustasi.
Oh iya .. Juna, Juna kan salah satu pemegang saham di yayasan itu. Siapa tau dia mengerti tentang keluarga Dwilaga.
Charles mengambil ponselnya dan menekan nomor Juna sahabatnya.
"Halo Jun... Aku mau nanya sesuatu."
"Kampreet, emang nggak bisa besok aja gitu. Ganggu banget malam malam gini. Kagak tau apa lagi kelonan ma bini."
"Astaga mulutmu itu Jun Jun. Aku mau nanya tentang keluarga Dwilaga pemilik Universitas Nusantara."
"Eh kenapa gitu tiba tiba tanya tentang keluarga Dwilaga."
"Ehmmm adalah besok aku kasih tau."
"Ya udah kalau gitu infonya juga pending besok. Daah mau kelonan lagi ma bini."
"Brengsek si Juna, dia matiin telponnya sepihak. Huhh mentang mentang punya istri begitu tuh. Lupa ama temen."
Charles bersungut sungut. Banyak hal yang harus ia pikirkan. Pertama mengapa dia bisa ada di kamar itu dengan kondisi tertidur. Kedua kemana perginya pakaiannya, yang tiba-tiba tidka lagi menempel di badannya padahal dia tidak merasa membukanya.
🍀🍀🍀
Jani ditarik oleh Radi dan dimasukkan ke dalam mobil.
Brak...
Radi membanting pintu mobil dengan kencang tanda ia benar benar marah dengan adik bungsunya itu. Radi membawa Jani ke apartemen miliknya. Ia mengirim pesan ke grup keluarga yang hanya berisi dia dan adik adiknya.
" Dika, Andra ke apartemen kakak sekarang . Nggak pake lama."
"Ok..."
"Siap..."
Jani yang merasa hidupnya terancam hanya bisa membisu tidak berani mengeluarkan kata barang sepatah pun.
"Mampus... Tamatlah sudah riwayatku. Jika mereka bertiga berkumpul yakinlah hidupku pasti tidak akan lama lagi." Jani menggerutu dalam hati.
Ciiiit....
Mobil Radi sudah masuk ke parkiran apartemen dan ternyata di sana sudah ada mobil Dika dan Andra menandakan kedua adik nya sudah sampai.
" Kak ada apa malam malam begini memanggil kami ke sini?" Tanya Andra kebingungan.
Radi masih diam, dan menunggu Jani keluar dari mobil. Jani pun keluar dari mobil dengan takut takut.
"Bau alkohol. Kamu minum-minum dek?" Tanya Dika.
Jani mendengus, punya kakak dokter bukan perkara yang mudah. Dia pun hanya mengangguk.
Tuk... Kepala Jani digetok oleh Andra.
"Abang sakit."
"Biarin sapa suruh bandel." Andra bersungut.
"Sudah ayo ke apartemen kakak. Kita ngobrol di sana."
Radi menggiring tiga adiknya itu masuk ke dalam apartemen miliknya.
Dika yang sudah tidak sabar ingin mengguyur adik perempuannya karena bau alkohol itu langsung menarik tangan Jani.
" Cepet. Jalan lelet banget."
"Mas, pelan apa tanganku sakit." Keluh Jani.
"Rasain, sapa suruh minum minuman laknat itu. Badanmu pengen ku rendem pake air sabun."
Radi dan Andra yang melihat keduanya hanya bisa diam. Dika memang tidak akan mentolerir sedikitpun tentang alkohol. Sebagai seorang dokter Dika memang posesif terhadap kesehatan keluarganya.
Brak... Dika membuka pintu apartemen kakaknya dengan keras. Ia langsung menarik Jani ke toilet lalu mengguyur Jani dengan air dingin.
"Brrrrr maaas didingiiin," ucap Jani yang memang merasa kedinginan akibat ulah Dika.
"Rasain," sahut Dika tanpa ampun. Dika pun terus mengguyur sang adik tersebut.
Byur byur byur
" Ka, stop. Jani sudah kedinginan." Radi mengulurkan handuk pada Jani dan memberinya baju ganti.
Setelah selesai acara guyur mengguyur tengah malam itu semuanya pun duduk di sofa. Jani sudah seperti tersangka yang siap diadili.
"Kak, ada apa menyuruh kita ke sini?" Tanya Andre membuka pembicaraan.
"Pasti karena si kucrit, ya kan kak." Timbal Dika.
"Haah.... Iya. Kita akan menikahkan kucrit."
"Apaa?!?!?" Teriak Dika dan Andra bersama.
"Kenapa bisa gitu? Jani hamil?" ucap Andra yang sukses membuat Dika bengong. Ia pun langsung mendekat duduk di samping adik perempuannya dan memeriksa nya.
Huft.... Dika bernafas lega.
Plak...
Dika langsung mengeplak kepala Andra.
"Mas.... Sakit...."
"Habisnya kalo ngomong nggak di olah dulu. Kebiasaan asal njeplak."
"Sudah diam dulu. Kalian berdua jangan ribut. Mungkin sekarang belum tapi kita tidak tahu nanti. Kalian tahu aku baru saja menemukan Jani tidur seranjang dengan seorang pria. Namanya Charles ya Charles Smith William."
"Apa... Kakak nggak salah sebut nama." Andra terkejut mendengar nama itu.
"Enggak memang kenapa."
"Kak. Kakak kudet atau gimana sih. Jika benar itu adalah orang yang sama. Charles Smith William itu adalah CEO sekaligus founder dari William Diamond. Perusahaan berlian bahkan tokonya sudah ada di 3 negara. Malaysia, Singapura dan Korea.
" Apa..." Kini giliran Radi yang terkejut. Sungguh ia tidak mengetahui hal tersebut sama sekali.
Melihat kebingungan di wajah para kakak lelakinya membuat Jani tersenyum, ia merasa pernikahan ini tidak akan terjadi.
"Kakak, mas, abang, aku benar-benar tidak melakukan itu. Aku berani bersumpah." Jani membela diri.
"Apa kau yakin. Kau kan sedang mabuk." Cibir Radi.
"Yakin kak. Beneran."
"Sini mas periksa." Dika hendak meraih tangan Jani.
"Ahhh... Mas Dika jangan aneh-aneh deh. Main priksa-priksa aja. Malu tau."
"Lah kenapa mesti malu. Haish mas mah udah katam lihat bagian bagian tubuh nggak cowo nggak cewek. Udah apal."
"Hish, nggak gitu juga kali. Ogah enak aja mas mau periksa."
Jani memundurkan tubuhnya dan menutupi area terlarang tubuhnya dengan bantal.
Andra dan Radi tergelak menyaksikan Dika dan Jani yang berdebat.
"Baiklah, kakak tidak peduli siapa dia. Yang jelas Jani harus segera menikah. Kakak bukannya kolot atau apa. Tapi kakak tidak mau tiba-tiba nanti Jani hamil tanpa ikatan pernikahan." Jelas Radi.
Dika dan Andra setuju namun Jani masih geleng geleng kepala.
"Nggak ... Aku nggak mau nikah. Aku masih mau maen... Huaaaaa."
Ketiga kakak laki lakinya hanya menutup telinga mereka saat Jani berakting menangis. Mereka paham betul kelakuan adik perempuan satu satunya itu.
TBC
Charles kembali ke kediaman keluarga William. Orang rumah sudah sepenuhnya tidur, menyisakan beberapa security di luar rumah. Charles membawa kunci rumah sendiri sehingga dia tidak perlu mengganggu penghuni rumah ketika ingin masuk. Ia menyeret kakinya yang terasa begitu menuju ke kamar dan merebahkannya.
Huft....
Charles membuang nafasnya kasar. Matanya menatap ke langit-langit memikirkan kejadian tadi yang cukup membuatnya kehilangan akal.
" Menikah? Apakah harus sekarang? Terus bagaimana dengan Agatha. Entah apa yang aku rasakan ke Agatha tapi kami sudah setahun bersama."
Charles bermonolog, pria berusia 33 tahun itu sangat bingung dengan apa yang akan dilakukannya nanti. Ia pun memilih memejamkan matanya dan menuju ke alam mimpi. Siapa tahu dia menemukan jawaban di sana.
***
Suara kokokan ayam jantan menambah riuh berbarengan dengan kumandang suara adzan. Rosa membangunkan suaminya agar tidak telat melaksanakan sembahyang sholat subuh.
"Sayang... Bangun... Biar sholatnya nggak telat."
Robert menggeliatkan badannya, pria paruh baya itu merengkuh tubuh istrinya dan menciumi sang istri itu di sana sini.
"Mom, kamu sangat harum. Apakah kamu sudah mandi?" Bukannya segera bangun Robert malah semakin mengeratkan pelukannya terhadap sang istri.
"Stop dad, kamu bukan anak muda lagi. Sudah waktunya kamu itu nimang cucu." Rosa tampak sedikit kesal dengan ulah sang suami. Pasangan suami istri yang mulai beruban rambutnya tersebut masih nampak mesra.
"Haish... Suruh tuh anakmu cepet-cepet nikah. Apa mau selamanya jadi perjaka tua."
Robert berdiri menuju kamar mandi dan mengambil wudhu. Mereka berdua pun melaksanakan kewajiban dua rakaat itu berjamaah.
Seusai berkewajiban, Rosa langsung keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Ia sedikit terkejut saat menemukan sang putra sulung yang duduk melamun di meja makan.
"Hai sayang, kenapa pagi-pagi udah ngelamun gitu hmmm?"
"Eh mom, tadi habis dari masjid terus pengen ngopi tapi masih males mau bikinnya."
Charles menjawab cepat. Rosa tersenyum lalu bergegas membuatkan kopi untuk putranya itu sekalian membuatkan susu untuk suami serta putri bungsunya. Di luar terlihat masih gelap tapi memang di rumah itu biasanya kegiatan dimulai setelah lepas sembayang subuh.
"Chila di rumah mom, bukannya katanya dia lagi riset ke luar kota ya untuk pembukaan cabang?"
"Iya tapi semalam dia udah pulang."
Charles kembali terdiam. Sebenarnya pertanyaannya mengenai sang adik hanyalah permulaan dari pertanyaan yang sebenarnya. Charles mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Sekarang atau nanti pasti sama saja, dia harus mengatakannya.
" Mom, bagaimana kalau aku menikah?"
Prang!!
Saking terkejutnya Rosa menjatuhkan gelas yang baru saja dia ambil. Orang serumah jelas terkejut mendengarnya terlebih Charles yang ada di sana. Ia pun berdiri dari posisi duduknya dan langsung membantu Rosa untuk membereskan pecahan gelas yang bertebaran di lantai.
"Mom are you ok?"
"Yes son. I'm fine."
Rosa tersenyum, ia hendak memunguti pecahan gelas itu namun sudah dilakukan oleh Charles. Charles juga meminta Rosa untuk sedikit menjauh dari sana.
Robert dan Cilla pun datang mendekat menanyakan apa yang terjadi. Wanita paruh baya dengan hijab lebarnya itu hanya tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa.
"Oh honey, jangan membuatku jantungan aku bisa langsung ke IGD nanti. Suruh mbok Nah aja," omel Robert.
"Mom emang kenapa gitu bisa jatuh." Cilla ikut menimpali.
"Mommy hanya terkejut mendengar kata nya abangmu mau nikah."
"Apa?" Kini giliran sang suami dan sang putri yang terkejut. Mereka kemudian menatap Charles bersamaan. Tatapan heran penuh tanya diterima Charles, tapi ia abaikan dulu semuanya sampai ia selesai membereskan pecahan beling yang ada di lantai.
"Bener bang apa yang dikatakan mommy? sama siapa? sama si model itu? Iuuuh aku sih ogah ya punya ipar kek gitu." Cilla sepertinya sangat tidak menyukai kekasih kakaknya. Reaksi yang diberikan benar-benar tidak mengenakan. Ada sebuah hal yang jelas membuat Cilla tidak suka kepada Agatha tapi ia masih menyimpannya. Cilla akan memberitahu sang kakak jika sudah tiba waktunya.
" Model, apakah yang kamu maksud adalah Agatha. Wanita yang pernah kamu bawa ke rumah tapi menolak semua yang mommy suguhkan itu? It' true Son?" Rosa menelisik wajah sang putra. Jika benar wanita itu yang akan jadi pendamping putra sulungnya, sungguh Rosa pun tidak setuju.
" No mom, not her. Aku tidak akan menikah dengan Agatha,"bela Charles. Melihat reaksi sang ibu, Charles faham betul bahwa ibunya tidak menyukai Agtha. Tapi sebelumnya ia masih berusaha untuk membuat ibunya tersebut menerima Agatha.
"Itu, ehm aku akan menikahi putri bungsu keluarga Dwilaga."
"Hahahah jangan bercanda son. Daddy tau betul siapa keluarga Dwilaga. Walaupun tidak terlalu dekat daddy lumayan mengenal Aryo Dwilaga."
" No Dad, I'm not kidding, I'm serious."
Kini giliran Robert dan Rosa yang terdiam, bagaimana putranya itu bisa mengenal putri keempat Dwilaga. Sedangkan publik juga jarang tahu tentang putri keempat Dwilaga itu.
Kalau ketiga putra Dwilaga jangan diragukan lagi. Ketiganya mempunyai reputasi yang luar biasa. Putra pertama yang sukses menjadi dosen dan pengusaha, putra kedua seorang dokter bedah yang jenius, dan putra ketiga seorang traveler serta selebgram yang begitu terkenal dan mempunyai banyak jutaan penggemar.
Robert sedikit limbung dengan apa yang dibilang putranya tadi. Sepertinya ia harus menghubungi Aryo, pikir Robert.
"Dad jangan dulu menghubungi keluarga Dwilaga, mungkin aku akan berbicara dengan gadis itu dulu. Lagi pula ada suatu hal yang membuat kami tiba-tiba harus menikah."
Seakan tahu apa yang di pikirkan ayahnya Charles dnegan tegas meminta Roberth untuk tidak berbuat apa-apa dulu.
Ketiga orang di rumah itu tentu bingung dengan ucapan Charles. Tapi tampaknya Charles belum mau banyak bicara. Mereka pun memilih diam dan menunggu.
Charles berlalu meninggalkan ketiga orang yang berada di meja makan dengan kebingungan mereka masing-masing. Bagaimana tidak, pagi pagi buta sang putra sudah mengatakan mau menikahi gadis. Dimana gadis itu dari keluarga yang bukan sembarangan.
Entah ini lelucon ataupun apa, tapi yang jelas selama ini putra sulung mereka tidak pernah seserius itu mengutarakan maksudnya kepada seorang wanita. Dan ini merupakan pertama kalinya.
Bahkan Agatha saja belum pernah dimintakan kepada mereka langsung untuk dinikahi. Charles hanya membawa Agatha sebagai kekasih, tidak pernah menjurus untuk dalam tahap menikah.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!