Siang itu aku jalan bareng sahabatku ke Gramedia beli beberapa buku. Kami sangat menyukai buku. Tapi bukan buku pelajaran. melainkan novel. Yang pasti Novel romantis.
Tak terasa hari semakin sore. Kami memutuskan untuk pulang dengan naik angkot menuju rumah masing-masing. Harap maklum, kami Nggak mahir naik motor. Karena trauma jadi nggak ada niat lagi untuk belajar naik motor. Masih takut.
Namun sampai kapan rasa trauma itu akan aku pertahankan? Ah, tidak. Aku akan tetap naik motor. Nggak mungkinkan aku tergantung terus sama mama.
Aku hanya berharap nanti dapat suami yang kaya dan punya supir tentunya. Jadi aku nggak perlu lagi untuk naik angkot. Hihihi. Angan-angan tukang cendol.
Kebanyakan melamun sampai aku tak tau sudah dimana posisi angkot sekarang. Aku melihat sekitar lewat kaca. Ini jalan nggak pernah aku lalui. Sepertinya aku sudah lewat simpang rumahku.
Astaga. Ini semua karena aku kebanyakan melamun. Buru-buru aku meminta tolong kepada supir angkot agar berhenti di simpang pertigaan jalan.
Aku berjalan melewati rumah-rumah warga. Dari simpang turun angkot rumahku sudah dekat. Jadi aku putuskan saja berjalan kaki sekaligus olah raga sore biar sehat.
Ku sapa dengan senyum beberapa orang yang ku lewati. Sambil berjalan santai aku bersenandung lagu kesukaanku.
"pura-pura lupa by Mahen"
Pernah aku jatuh hati
Padamu sepenuh hati
Hidup pun akan kuberi
Apa pun kan kulakui
Tapi tak pernah ku bermimpi
Kau tinggalkan aku pergi
Tanpa tau rasa ini
Ingin rasa ku membenci
Tiba-tiba kami datang
Saat kau telah dengannya
s'makin hancur hatiku
Jangan datang lagi cinta
bagaimana aku bisa lupa
pada hal kau tau
keadaannya
kau bukanlah untuk
jangan lagi rindu cinta
ku tak mau ada yang terluka
bahagiiakan dia
aku tak apa
biar aku yang pura-pura
lupa
Aku menyanyikan lagu itu dengan serius. Bahkan sangat menghayati sekali. Seoalh-olah akulah tokoh utama dalam lagu itu.
Orang-orang yang ku lewati senyum-senyum melihatku. Mungkin aku dianggap gila kali yah karena terlalu asyik dengan nyanyianku.
Atau mungkin mereka menganggap aku sedang jatuh cinta kali. Hahaha. Nggak nyambung. Pada hal lagunya lagu galau.
Aku memang punya hobi nyanyi selain nonton drakor dan baca novel. Tapi suaraku nggaklah sebagus suara artis papan atas. Jangankan setengah, seperempatnya saja nggak ada.
Tapi entah mengapa aku suka banget bernyanyi. Tapi aku malu bila harus tampil di panggung. Rasanya nggak percaya diri banget. Udah duluan demam panggung.
Mamaku nggak suka bernyanyi. Tapi dia snang mendengar orang bernyanyi. Malah mamaku dulu saat aku belum dewasa, selalu disuruh bernyanyi.
Waktu aku duduk di bangku SD aku nggak mau nyanyi di depan kelas kalau tidak ada yang menemaniku. Yah misalnya teman sebangku ku lah minimal.
Jadi setiap aku disuruh nyanyi pasti ada yang mendampingiku. Tak perlu dia ikut bernyanyi. Yang penting ada dia di sampingku. Itu sudah memberi aku kepercayaan diri.
Sekarang aku sudah dewasa, sudah tak ada lagi orang yang memintaku bernyanyi. Mama juga nggak. Mungkin karena aku sudah dewasa dan tidak menggemaskan seperti waktu kecil dulu.
Aku lanjutkan langkahku sampai ke rumah. Aku langsung masuk ke dalam rumahku yang sudah sangat kurindukan itu. Tempatku menumpahkan segala lelahku.
"Kring, kring, kring..,.... kring, kring, kring ......"bunyi ringtone HP Joey.
Joey mengangkat dengan agak malas. Dia baru sampai di rumah baru belanja buku dari Gramedia bareng temannya tadi siang.
"Hallo, malam," jawabku
"Hallo, sombong kamu ya. Sedari tadi aku sudah menelepon mu berulang kali tapi kamu nggak pernah angkat sekalipun. Memang lagi dimana kamu? Sombong kali kayak sudah cantik amat sih kamu," begitu cerocosnya panjang kali lebar tanpa memberi aku kesempatan Joey untuk menjawab pertanyaannya satu persatu.
Joey mengernyitkan dahi. Diliriknya HP nya, dan ternyata nomor baru.
Ihh, siapa sih. Nggak kenal pun sudah berani caci maki kayak gitu. Keluh Joey dalam hati.
"Maaf, ini siapa ya. Jangan maki-maki gitulah, kasih kesempatan buat ngejelasin kenapa?" tanya Joey.
"Ini aku Mark. Kamu Joey kan? Dari tadi aku sudah telpon ke kamu tapi kamu nggak pernah angkat. Maaf deh kalau sudah ngomong kasar," katanya menjelaskan
.
"Iya, aku Joey. Tadi itu aku lagi naik angkot, HP aku taruh di tas. Jadi aku nggak tau kalau ada yang telpon. Emang kamu Mark siapa? Aku nggak kenal. Aku nggak ada tuh teman yang namanya Mark, jadi sorry," ucap Joey.
"Iya, aku tau kamu nggak kenal aku. Aku mau kenalan sama kamu. Aku dapat nomor handphone kamu dari teman kerjamu. Bolehkan?" tanyanya.
"Boleh," jawab Joey cuek.
Joey dan Mark pun bercerita panjang lebar.Mark sedang bekerja. Katanya dia ingin mencari wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya. Ternyata dia kenal dengan teman kerja Joey.
Teman Joey itu jugalah yang menceritakan semua tentang Joey pada Mark.
Singkatnya, Mark nyaman ngobrol dengan Joey. Itu pengakuan dari Mark sendiri. Mark bilang Joey cewek humoris, baik, dan polos. Lama mereka telponan. Sampai-sampai pulsa Mark beberapa kali habis.
Hari ini tepat malam minggu. Dan Joey pun belum punya pacar yang bisa diajak serius. Padahal umur sudah mengharuskan untuk memulai mahligai rumah tangga. Tapi apa boleh buat.
Masalah jodoh bukan aku yang mengatur. Sang pencipta lah yang punya segalanya.
Katanya Mark ingin bertemu dengan Joey. Dalam telpon telepon Joey berkomitmen untuk tidak menjawab perasaan cinta Mark, Sebelum Mark tau kelebihan dan kekurangan Joey. Begitu juga sebaliknya.
Selama tiga bulan mereka komunikasi lewat dunia maya. Bahkan Mark tetap meminta kepastian jawaban dari Joey, tapi Joey tetep bilang harus ketemu dulu baru menentukan jawaban.
Karena Joey punya prinsip yang seperti itu. Jika belum melihat orangnya, belum tau kelebihan dan kelemahannya Joey nggak akan mau menyetujui untuk menjalin hubungan serius.
Joey takut. Joey trauma akan masa lalu.
Jangankan orang hanya lewat telepon. Orang yang nyata sekalipun bisa menyakiti dan meninggalkan. Apalagi yang hanya lewat suara. Semua juga bisa dibicarakan lewat maya. Bisa bohong atau fakta.
Karena kita tidak bisa melihat bagaimana ekspresinya, bagaimana pandangan matanya saat dia berdalih atau jujur. Itu semua bisa terlihat bila kita bertatap langsung.
Di luar sana juga pasti banyak perempuan yang punya prinsip seperti Joey. Pasti. Joey yakin akan hal itu.
"Aduh, letihnya hari ini. Sudah sore ternyata. Aku mandi dulu ah," kata Joey sambil menarik handuk dan menyangkutkan di bahunya.
Lalu beranjak pergi ke kamar mandi. Sambil bersenandung entah lagu apa dia sangat menikmati.
Tak terasa setengah jam sudah dia mandi. Baru kali ini dia mandi. Sementara di dapur bibi sedang asyik menyiapkan makan malam.
Joey tinggal sendirian di dalam rumah yang besar itu bersama bik Darmi. Mamanya masih bekerja di toko perhiasan milik mereka. Mamanya sedang sibuk dengan cabang baru di kota xx yang membuat dia sering pulang malam. Joey paham dengan keadaan itu.
Sementara papanya sudah terlebih dahulu dipanggil sang Maha Pencipta. Dari kecil Joey sudah tidak merasakan kasih sayang papanya. Dan sang mama memutuskan tidak menikah lagi. Ia fokus memberi semua kasih sayangnya kepada putri semata wayangnya.
Hp Joey dari tadi sudah berbunyi terus menerus. Tapi karena di masih mandi jadi Hp itu masih berbunyi tanpa lelah.
Joey keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkapnya. Dia langsung meraih hp yang dari tadi sibuk bernyanyi.
"Hallo, sayang. Hari ini mama lembur ya. Kamu makan sendiri nggak apa-apa ya sayang", seru suara dari telepon.
"Iya, mam. Nggak apa-apa. Mama lanjut kerjanya. Mama juga jangan lupa makan ya", kata Joey.
"Iya, sayang. Love you sayang", ucap mama Olin penuh semangat.
"Love you too, Mam", seru Joey tak kalah semangat.
"Yaudah, mama matiin dulu ya telponnya. Sampai jumpa di di rumah, baby."
"Ok, mam," kata Joey
Joey lalu meletakkan hp di atas meja riasnya.
Terdengar suara ketukan dari pintu kamar Joey. Bik Darmi memberitahu bahwa makan malam sudah selesai.
Mereka berdua asyik menikmati makan malam sambil sesekali tertawa.
"Oya,non. Non nggak punya pacar ya? Kan non udah lama putus dari .... siapa namanya, lupa bibi." Sambil memasukkan sesendok nasi ke dalam mulut.
"Udah, bik. Nggak usah ingat nama itu lagi. Aku males. aku muak. Nanti aku jadi keingat dia lagi. Biarlah dia bahagia dengan pilihannya," jelas Joey dengan wajah kecewa mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
Bagaimana seseorang mencampakkan dia saat lelaki itu mempunyai hubungan baru dengan wanita lain. Sementara Joey ditinggalkan tanpa memikirkan bagaimana sakitnya hati dan perasaannya.
Kali terakhir mereka bertemu semua baik-baik saja. Bahkan lewat telepon juga baik-baik saja.
Flashback on
"Aku datang ke sini untuk antar undangan. Aku akan menikah minggu depan", kata lelaki itu.
"Trus, bagaimana dengan aku? Kamu tega ninggalin aku?", tanya Joey penuh amarah. Air mata nya hampir keluar tapi Joey berusaha untuk tidak menangis di sini. Ini jalan umum. Banyak orang berlalu lalang.
"Tapi aku sudah punya pilihanku, Joey. Aku sudah menemukan wanita yang mau serius dengan aku. Kami akan segera menikah. Aku tidak mencintai kamu lagi. Sudah lama itu kurasakan", tutur lelaki itu.
"Selama ini kenapa kamu nggak pernah cerita, Al? Apa salahku sama kamu? Apa kurangnya aku?" kata Joey yang masih berusaha untuk tidak menangis.
Baginya ini bagaikan mimpi buruk di siang bolong. Lelaki itu sungguh tega memutuskan hubungan sepihak dengannya dan meninggalkannya di jalan dengan keadaan seperti ini. Sungguh lelaki yang tak berperasaan.
Lelaki itu adalah Al. Lengkapnya Geraldi Devano. Dia adalah anak konglomerat. Orang tuanya sangat berpengaruh di kota ini. Dia pun sangat tidak memperdulikan hati dan perasaan orang lain asalkan keinginan dia terwujud. Bahkan dia memanfaatkan kekayaan orang tuanya untuk hura-hura di luaran sana.
Flashback off
Seketika suasana makan hening. Sambil menyuapkan sendok terakhirnya bibik Darmi cepat-cepat membereskan meja makan. Sememtara Joey sudah selesai dari tadi. Dia nggak terlalu banyak makan. Entah kenapa hari ini dia nggak berselera makan.
"Joey, ayo pulang! Bell sekolah sudah berbunyi dari tadi. Kamu mau di sini? Mau ajarin kursi dan meja? hahaha," ledek teman Joey saat Joey sedang sibuk memasukkan buku ke dalam tas gendong imutnya.
Joey hanya tersenyum membalas temannya itu. Ya, mereka biasa bercanda seperti ini. Namanya juga teman.
Mereka pun menaiki bus sekolah. Anak-anak begitu senang ingin cepat-cepat sampai di rumah. Terlihat dari wajah-wajah yang lelah dan ingin cepat-cepat beristirahat. Pak supir juga sudah siap sedia dengan setirnya.
Saat bus sekolah siap melaju, tiba-tiba sebuah sepeda motor sudah bertengger menghalangi jalannya bus. Penumpang motor itu turun. Ia menghampiri pak supir.
"Siang, pak. Apakah di dalam bus ini ada yang bernama Josephine?" tanya lelaki itu.
"Maaf, Josephine yang anda maksud siapa?" tanya pak sopir bingung.
"Josephine, pak. Dia guru di sini. Nama panggilannya Joey. Aku Marcus, aku temannya. Panggil saja aku Mark. Dan aku mencarinya ke sini," jelas Mark panjang lebar.
"Ooo, bu Joey. Ada pak. Biasanya dia duduk di belakang. Eh, jangan lama-lama ya pak nanti anak-anak pada mengeluh," pinta pak sopir.
Joey adalah seorang guru. Iya, guru Anak Berkebutuhan Khusus. Dimana anak-anak yang dia ajar adalah mereka dengan segala keterbatasan yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa atau SLB.
Joey mengemban tugas di SLB yang mana anak-anak di sana memiliki berbagai jenis karakter dan kemampuan yang berbeda, ada anak autis, ada anak gangguan intelektual, ada anak gangguan pendengaran dan bicara, ada juga yang memiliki lebih dari satu keterbatasan.
Semua kategori ini disebut disable, yang artinya ketidakmampuan atau kekurangmampuan dalam berbagai hal. Sebenarnya mereka sangat banyak kategori.
Tapi di sekolah tempat Joey mengajar hanya fokus ke beberapa saja. Salah satu ciri mereka adalah tidak mau menunggu terlalu lama. Mereka akan mengamuk jika kita menyita waktu mereka tanpa alasan dan tanpa pemberitahuan.
Tidak seperti anak normal lainnya yang bisa paham sendiri dengan situasi. Sementara mereka tidak. Berbagai penjelasan sederhana yang harus dilakukan agar mereka mengerti dan mau menerimanya.
Mark pun bergegas ke belakang. Sementara Joey tidak menyadari apa yang terjadi dari tadi. Joey sedang sibuk bermain dengan seorang anak yang lucu, ganteng dan putih.
"Permisi, bu. Apa ada Joey?" tanya Mark pada ibu yang didekat pintu.
"Itu orangnya," jawab wanita tersebut. Dia adalah seorang guru juga.
Mark pun menghampiri Joey dan meminta Joey untuk ikut sambil menarik tangannya dengan lembut. Joey pun menurut tanpa penolakan tetapi dengan sangat kebingungan.
"Siapa pria ini? Aku belum pernah bertemu dengannya sebelumnya. Apakah dia ingin melamar jadi guru juga di sini? Ahh, nggak mungkin. Ini kan sudah jam pulang sekolah dan kantor. Kurang info sepertinya dia kalau datang melamar jam segini," batin Joey.
Joey memperhatikan dari ujung kaki sampai ujung rambut. Iya, Mark jauh lebih tinggi. Sementara Joey, sampai mengangkat dagunya agar bisa melihat Mark sampai ke atas.
Tampan," lirih Joey lagi dalam hati.
Dia adalah Mark. Marcus Hanson Antinio. Tingginya 180 cm, kulit hitam manis, rambut lurus dan body nya wow. Atletis. Entah apa pekerjaanya Joey hanya menebak-nebak dalam hati.
"Aku Mark. Aku senang akhirnya bertemu denganmu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!