Sudah satu jam Anya berdiri di pinggir kolam renang dengan alat penyaring kotoran di tangan nya, ini hari minggu Anya biasanya memang menyibukan diri membersihkan rumah nya. Dia bukanya tak punya pembantu hanya saja dia ingin.
"Non, udah dulu di depan ada tamunya Tuan Anggara..."
Dia bi ijah, pembantu yang paling dekat dengan Anya. Bi Ijah bekerja pada keluarga Anggara wijaya sejak Anya berusia dua bulan.
"Siapa bi? Papa emang enggak ada ya?"
Anya meletakkan alat saringan daun di tempat nya, dan kemudin menghampiri bi Ijah yang berdiri di samping pintu kaca.
"Tuan sedang menyelesaikan pekerjaan kantornya."
"Inikan minggu, papa kebiyasaan deh." Anya berdeck sebal.
Anya berjalan menuju ruang keluarga, disana sudah ada sepasang suami istri dan juga seorang pemuda yang di yakini Anya dia lebih tua dari nya.
"Maaf tante dan om, papa sedang di ruang kerja. Nanti saya panggilkan." Anya menyalami pasangan suami istri itu.
"Kamu Anya ya?" Tanya si wanita yang berusia sekitar empat puluh delapan tahun.
"Iya tante, saya Anya."
"Kenalkan saya, Soraya ini suami saya Rendra dan anak saya Raka."
"Salam kenal om dan tante dan juga Mas Raka."
Tak berapa lama, Anggra datang beserta istri dan juga Andira adik perempuan Anya.
"Hallo Soraya..."
"Hallo jeng Venia..."
Kedua ibu itu saling berpelukan layaknya teletubis hanya saja mereka tidak gendut.
"Ini anak saya Andira adik perempuan Anya."
Andira menyalami Soraya dan Rendra, lalu kemudian Raka.
"Silahkan duduk Soraya, Rendra dan nak Raka."
Anggara mempersilahkan para tamunya untuk duduk, Mereka adalah teman semasa kuliah Anggara. Sedang Soraya dan Venia adalah sahabat sejak di bangku sekolah menengah atas .
"Maaf Maa, Paa, dan om, tante. Anya pamit mandi dulu bau asem." Anya mengendus badan nya dan menunjukkan wajah yang seolah mau muntah "tadi habis beresin taman belakang dan kolam renang, jadi keringetan." Jelasnya.
Setelah pamit Anya langsung berjalan menuju kamarnya dan bersiap mandi.
Drrtt
Drrttt
"Hallo..."
"Hallo, Nya!! Lo dimana??"
Sudah bisa di tebak, dia Zizah sahabat kuliah Anya.
"Di runah Za, kenapa?
"Jemput gue di kantor polisi."
"Lo ngapain di kantor polisi, nyolong jemuran siapa?"
"Enak aja! Pokok nya kesini sekarang. Gue kirim alamatnya."
Tut tutt tutt
Dengan tergesa Anya mengambil kunci motornya, si hitam manis motor vespa yang dia dapatkan saat ulang tahun ke dua puluh.
"Paa, Anya pamit ya. Zizah di tangkap polisi."
Anya meminta izin dengan wajah yang khawatir.
"Kok bisa? Zizah kenapa?" Tanya Anggara.
"Enggak tau, Anya pamit ya Paa, maa, om dan tante..."
Selesai menyalami orangtua dan tamunya Anya bergegas pergi dengan motor vespanya.
Namun seorang lelaki yang tidak dia pamiti hanya diam dengan pandangan memuja.
'Cantik.' Batin Raka.
*****
"Ya alloh, lu lama banget si Nya!"
"Macet biasa."
"Tolongin gue..."
Anya menatap wajah memelas Zizah dan kemudian menatap wajah para pak polisi disana.
"Tahan aja pak! Dia emang suka gitu. Suka banget nyolong jemuran tetangga! Tahan pak tahan!"
Ucapana Anya sontak membuat semua orang mematung heran, bukanya memohon agar di lepaskan Anya memohon untuk menahan Zizah.
"Ente kadang kadang ente! Gue enggak nyolong jemuran."
"Terus apa?"
"Kamu nenye, iya kamu nenye..."
"Tahan pak, iklas saya beneran. Temen enggak ada gunanya pak ngabisin duit jajan aja."
"Jangan dong Nya..."
Tak berapa lama seorang polisi menghampiri merek berdua.
"Selamat siang mbak."
"Iya pak."
Anya menatap tak percaya siapa yang ada di hadapan dirinya.
"Nya, mantan lo..." Bisik Zizah.
"Wahhh, dunia sempit ya Za. Kok bisa gue ketemu manusia penghiyanat." Ucap Anya garang.
"Siapa yang kamu sebut penghiyanat?"
"Nohh, kucing tetangga udah di kasih ikan laut malah ngambil ikan asin bekas tegangga."
Sontak saja ucapan Anya membuat semua polisi tertawa renyah, kocak emang si Anya.
"Saya kan sudah bilang itu salah paham, kamu saja yang keras kepala."
Ucapan Refael yang membuat satu kantor polisi tahu bahwa hubungan nya dengan Anya adalah mantan kekasih.
"Ohh, mantan..."
"Belum kelar cintanya."
"CLBK nih."
"Mantan nya komandan cantik juga."
Refael menatap satu persatu wajah anak buahnya, dan itu sukses membuat semua anak buah nya diam.
"Pak lepasin saya, saya enggak salah." Ucap Zizah lagi.
Anya menatap melas wajah Zizah yang sudah penuh keringat dan debu.
"Lo sebenernya abis ngapain si Za? Kayak gembel baget."
Zizah melotot mendengar ucapan sahabatnya yang mengatainya gembel.
"Sahabat anda ini tadi menghajar pengendara moto."
Anya menatap tajam sahabatnya, kenapa bisa dia punya sahabat cantik tapi kelakuan seperti pereman.
"Enggak gitu Nya, gue tadi nyelametin ibu-ibu yang ke jambren. Terus ya gue hajar aja jambret nya, tapi pak polisi nyangkanya gue lagi ngeroyok orang." Zizah mendengus kesal.
"Kan bapak dengar, sahabat saya enggak salah!" Anya menatap sinis kearah Refael.
"Iya saya tahu, maka dari itu saya datang kemari untuk meminta maaf karena anak buah saya salah menangkap nona Zizah."
Zizah bernafas lega dirinya tidak jadi menginap di sel penjara, kan enggak lucu anak dari pengusaha properti masuk penjara.
"Allhamdullillah, bebas gue."
"Ya, sudah yuk pulang. Males ketemu sama tukang selingkuh." Sindir Anya. Sedang Zizah hanya bisa menahan tawa.
"Ck, wanita memang sama saja suka nya menyalahkan lelaki." Desis Reyhan karena tak terima dikatai tukang selingkuh.
"Kalau begitu, anda jangan menikah dengan wanita. Sana menikah dengan lelaki yang sifatnya sama saja!"
Zizah menahan tubuh Anya agar tidak melukai Rafael dan sama saja anak buah Refael berjaga-jaga takut nanti ada baku hantam.
"Jangan tahan gue, mau ku libaskan wajah sok ganteng nya ini!"
"Saya memang ganteng!"
"Ngaca sana!"
Zizah sekuat tenaga menarik Anya keluar dari kantor polisi, Zizah takut jika Anya akhirnya malah yang akan ditahan karena melawan aparat.
*****
"Gila lo Nya!"
"Iya, emang gue gila. Lagian kenapa gue ketemu playboy macam Refaelajing!"
"Mulut lo Nya emang sarangnya kebun binatang."
Anya mengatur emosinya,"dahlah enggak usah bahas si babi, gue mau balik ada tamu di rumah gue soalnya."
"Ikut Nya, gue lagi gak ada kerjaan."
"Tau gue, lo mau numpang makan kan di rumah gue." Ucapan Anya hanya di balas dengan cengiran oleh Zizah.
"Lu tuh kayak tapi, kayak gembel makan nyari gratisan."
"Nama nya gratisan mau kayak apa miskin juga doyan, dodol."
Akhirnya Anya membawa Zizah pulang, lagian dia juga kasihan dengan sahabat nya itu sudah mirip tunawisma saja.
Setelah menempuh sekitar satu jam perjalanan, Anya dan Zizah sampai di rumah. Dan keadaan rumah masih sama, masih ramai.
"Ada siapa si Nya?"
"Sahabat papa gue."
Setelah memasuki rumah, Anya dan Zizah menuju ruang keluarga yang dimana disana masih terdapat kuatga Soraya.
"Assallamuallaikum, om dan tante semua. Zizah yang cantik datang ini."
"Wa'allaikumssallam, anak Mama..."
Iya beginilah Zizah sudah sepeti kembaran Anya, dia sudah di anggap anak oleh keluarga Anggara.
"Maa, paa, kangen." Zizah berhambur kearah Anggara dan istri nya, kemudian memeluk mereka berdua.
"Duh berasa anak tiri gue." Celetuk Anya yang sontak saja membuat semua orang tertawa.
"Iri bilang boss." Ucap Zizah dengan wajah sombong nya.
Mereka menikmati waktu dengan bercanda dan sampai pada waktunya, Rendra berucap bahwa dirinya mau meminang salah satu anak dari Anggara.
"Saya bertujuan untuk meminang anak kamu Anggara."
"Anak saya, Anya sudah memiliki tunangan. Mungkin dengan Andira."
Semua melirik kearah Andira,"bagaimana nak?" Tanya Rendra.
"Sa-saya mau." Ucapa Andira.
"Wah, aku enggak mau di duluin nikahnya maa, paa."
"Kamu nih sukanya godain adiknya."
Semua tertawa dengan colotehan Anya dan Zizah, namu berbeda dengan sorot mata Andira dan Raka. Mereka seolah tengah berada didunia mereka sendiri.
POV Anya.
HARI ini aku ada janji dengan Akbar, Akbar Januar dia adalah kekasih ku. Kami berpacaran sudah cukup lama sekitar delapan tahun, kami menjalin hubungan sedari di bangku sekolah hingga sekatang, mau nya sih sampai akhir hayat.
Aku sangat menyayangi mas Akbar, dia lebih tua dari ku dua tahun. Dia pria yang manis, dia sangat perhatian dan pengertian tentang semua keluh kesah ku, bahkan dia tergolong lelaki yang penyabar.
Selama pacaran aku tidak pernah menemukan prilaku dia yang buruk, dia setia dan selalu ada untuk ku.
"Mbak Anya, dibawah ada mas Akbar."
"Temani dulu ya An, aku mau ganti baju dulu."
Aku sudah biasa menitipkan mas Akbar kepada Andira, bahkan aku pernah meminta Andira menemani mas Akbar nonton film. Itu karena pekerjaan kantor ku yang sangat menumpuk dan aku bersyukur mas Akbar tidak protes atau marah.
"Cantikkan gue."
Aku mengenakan celana jins dan juga kaos putih lengan pendek, aku memang tidak suka dandanan yang ribet beda banget sama Andira yang memang feminim sekali.
"Maa, dimana mas Akbar dan Andira?" Tanya ku saat aku turun ke ruang tamu, tapi yang ku temui adalah mama.
"Ada di taman belakang nak." Mama menyesap kembali teh hangat nya.
Mama ku adalah manusia penggemar teh, mau bagaiman bentuk dan rasanya mama pasti menyukainya.
"Anya ke mas Akbar ya maa."
Aku berjalan menuju taman dekat kolam, taman itu berisi bunga dan tanaman kaktus. Aku pelakunya, saat sedang lenggang aku pasti menanam bunga atau kaktus sampai tak ku sadari taman ku penuh dengan bunga dan kaktus.
Aku memicingkan mata ku saat aku melihat, mas Akbar memeluk Andira yang sedang menangis. Aku berjalam perlahan hingga berdiri tak jauh dari mereka.
"Aku harus gimana mas? Anak ini aku gugurkan saja!"
Aku yakin itu suara Andira, dia hamil? Dengan siapa? Setahu ku dia jomblo.
"Jangan An, biar mas yang tanggung jawab."
Jantung ku berdegub kencang, tubuh ku menegang. Kenapa mas Akbar mau bertanggung jawab?
"Jangan mas, aku enggak mau merebut kebahagiaan mbak Anya. Biar ku tanggung dosa ini sendirian." Andira menangis sesenggukang dipelukan mas Akbar.
"Ini anak ku An, aku enggak bisa membiarkan dia lahir tanpa ayah."
Dada ku sesak seolah aku kehabisan oksigen yang membuat kepala ku pusing, telinga ku berdengung hebat sungguh aku tak percaya. Andira mengandung anak mas Akbar, permainan macam apa ini?
"Kamu menghamili Andira mas?"
Aku tak tahan, jadi aku bertanya. Mereka menegang dan berdiri menghadap ku, ku lihat wajah panik mas Akbar dan wajah merah Andira yang sudah bergelimang air mata.
Harus aku apakan mereka? Apa aku tampar si Akbar ini? Atau aku suruh saja Andira menggugurkan kandungan nya! Ohh,, aku bukan aunty yang jahat untuk keponakan ku!
"Anya, mas bisa jelaskan."
Mas Akbar berjalan mendekat, tapi aku mencegahnya mendekat. Aku seketika jijik melihat mas Akbar, apa lagi membayangkan dia tidur dengan Andira.
"Enggak usah, gue udah jelas tahu. Lo hiyanatin gue dan hamilin adik gue bangsat!"
Mas Akbar tercengang medengar perkataan ku yang cukup kasar, ini pertama kalinya aku berbicara kasar dengan mas Akbar.
"Ay..."
Panggilan istimewa yang dia sematkan kepada ku, dulu mungkin aku akan bahagia mendengar nya tapi sekarang aku mual mendengar panggilan itu.
"Jangan panggil gue dengan panggilan sampah lo!" Kutatap tajam mas Akbar dan Andira.
"Gue kecewa sama lo An! Gue salah apa sama lo, gue dosa apa sama lo? Kurang apa gue selama ini? Gue selalu ngalah buat lo, semua yang gue punya selalu gue kasih ke lo saat lo merengek sama mama!"
Kutunjuk wajahnya, dada ku naik turun berusaha terua memompa jantung agar aku bisa menetralkan rasa sesaknya.
"Mbak, maafin Andira." Andira maju selangkah lalu dia berlutut didepan ku, aku memalingkan wajah ku. Merasa gagal menjadi seorang kakak, aku juga gagal menjaga kekasih ku.
"Andira apa yang kamu lakukan, ini salah ku An. Aku yang menggoda mu." Ucap Akbar, ucapanya sukses membuat dada ku sakit teremas.
"Apa salah ku kepada mu mas?!"
Akbar menatap ku sendu, ada kilatan penyesalan. "Kamu selalu enggak ada waktu buat aku Nya, kamu sibuk sama urusan kamu dan berakhir Andira yang menemani ku."
Aku tersenyum getir, bukan kah selama ini dia tidak pernah protes. Bukan kah selama ini dia bilang akan baik-baik saja dan sabar menunggu ku, lalu kini aku yang di salahlan.
"Kalau lo enggak bisa setia sama gue, karena gue sibuk lo cukup akhiri hubungan ini! Bukan nya malah selingku sama adik gue bangsat!" Aku berhenti sejenak mengtur nafasku yang tersengal. Ahhh, sial!
"Lo bisa bilang kalau lo udah gak cinta sama gue, gue bakal ngerti bukannya buat gue sepertu orang bodoh. Lo gak harus nidurin adik gue, lo gak harus berzinah!"
"Maafin mas Ay..."
Aku menatap wajah mas Akbar dengan mata yang penuh air mata,"udah berapa lama hubungan lo sama dia?" Kulirik Andira."Cinta lo sama Andira?!" Bentak ku, aku menatap tajam kearah Andira yang masih berlutut dengan menundukkan wajah nya.
"Ma-mas..."
"Jawan anjing!"
"Sudah satu tahun, dan mas cinta sama Andira."
"Mas!!" Teriak Andira.
Lutut ku lemas, rasanya kepala ku mau pecah. Aku sangat peracaya dengan mas Akbar tapi nyatanya dia yang mengecewakan ku.
Dia orang pertama yang membuat ku jatuh benar-benar jatuh cinta dan dia juga yang pertama mematahkan hati ku.
"Mbak Anya, mas Akbar cintanya sama mbak Anya bukan sama aku. Aku bakal jauhin mas Akbar mbak."
Kutatap wajah menyesal milik Andira,"terus lo mau gugurin anak lo dan buat gue jadi wanita jahat! Lo mikir zinah aja sudah dosa apa lagi gugurin kandungan lo An!"
Andira memangis histeris, wanita itu kacau tapi aku tidak ada belas kasih dengan nya. Hati ku pun hancur, perasaan ku berantakan. Aku dan mas Akbar sudah bertunangan dan kami berencana akan menikah lima bulan lagi.
"Gue kecewa sama lo An, jangan anggep gue kakak lo lagi! Dan lo akbar terimakasih untuk rasa sakit yang udah lo kasih ke gue."
Bughh
Bughh
Bughh
Aku menghajar tepat di perut, rahang dan juga matanya. Jangan lupakan aku yang anak karateka.
"Akhh,, maafin mas..." Dia memegang perutnya yang nampak ngilu, aku tak perduli.
"Bangsat lo!" Ku beri dia jari tengah dan lalu kutinggalkan dia.
Aku melewati ruang tamu dengan dada yang naik turun menahan gejolak emosi, bahkan aku mengabaikan panggilan mama.
*****
"Brengsek si Akbar!"
"Sabar Nya, jangan tangisi lelaki brengsek macam Akbar."
Zizah sangat marah saat aku bercerita tentang penghiyanatan Akbar dan Andira.
"Gue tau gue salah, gue enggak ada waktu sama Akbar. Tapi dia bisakan mutusin gue, bukan malah selingkuh dan ngehamilin adik gue."
Zizah memeluk ku, dia mengusap punggung ku. Rasanya aku masih bisa bersyukur memiliki sahabat sebaik Zizah.
"Udah jangan lo tangisin, dia bukan lelaki baik buat lo."
Aku hanya mengangguk diam, hati ku sakit sampai sakitnya menusuk tulang rusuk ku. Entah dosa apa yang ku perbuat sampai aku di khiyanati oleh kedua orang yang aku sayangi.
"Zah, gue mau nyari apartemen aja. Gue enggak bisa satu atap sama Andira."
"Gue bakal cariin kok, tenang ya..."
'Gue sebenernya udah tau kegilaan Akbar, nya. Tapi gue enggak sanggup bilang ke elo, maafin gue ya Nya. Gue jahat sama lo.'
"Gue telvon agen properti dulu ya."
Aku mengangguk, kemudian Zizah berdiri dari duduk nya dan mulai menelvon seseorang. Tak lama dia kembali.
"Ada Nya, dan pas banget deket sama kantor kita."
"Ya udah, gue mau."
"Mau kesana sekarang, katanya bisa kalau mau tanda tangan kontra jadinya."
"Iya, sekarang aja."
Aku memutuskan pindah ke apartemen, aku enggak tau papa sama mama setuju atu enggak. Yang jelas aku enggak bisa satu atap dengan Andira, aku tidak benci tapi aku hanya akan kehabisan oksigen jika bertemu dengan Andira terlebih dia pasti akan menikah dengan Akbar.
Setelah melihat apartemen yang mau aku sewa, aku memutuskan pulang dan mengemasi barang ku. Di rumah sudah ada orangtua mas Akbar, tante paramita berhambur memeluk ku dan minta maaf.
"Sayang, maafin tante yang gagal mendidik anak." Dia menangis sesenggukan, aku dan keluarga mas Akbar memang sudah dekat. Bahkan aku sering ikut liburan tahunan dengan keluarga besar mas Akbar.
"Tente enggak salah, ini sudah takdirnya. Anya dan mas Akbar tidak berjodoh."
Hati ku kembali teremas saat aku mengucap kata tidak jodoh, banyak rintangan yang aku hadapi hanya untuk memperjuangkan hubungan ku dengan mas Akbar. Aku rela mengorbankan beasiswa kuliah ke korea hanya karena mas Akbar tidak mau pacaran jarak jauh, tapi nyatanya aku hanya mendapat penghiyanatan.
"Anya..." papa memanggil ku, ku pandang wajahnya yang kecewa dan sedih. Aku tau bagaiman papa mengharapkan pernikahan ku dengan Akbar, papa sangat percaya dengan Akbar. Tapi kini aku melihat guratan kecewa yang sangat besar di wajah papa.
"Papa, jangan nangis nanti ganteng nya hilang." Ejek ku.
"Kamu masih bisa ngelawak, menangislah sayang." Dan aku hanya bisa menggeleng, aku juga tidak tau air mata ku tidak bisa keluar lagi.
"Jangan lebay pa, buat apa Anya menangisi lelaki jelek kayak dia." Lirik ku tajam ke arah Akbar.
Suasana sunyi, kini semua sudah tak menangis. Aku pamit menuju kamar ku dan mulai mengemasi barang ku. Aku sudah membulatlan tekat kalau aku haru meninggalkan rumah ini.
Tukk
Tukk
Tukk
Suara roda koper ku yang beradu dengan lantai mampu membuat semua orang menatap ku, wajah mereka menegang.
"Ck, jangan tegang gini dong." Ucap ku.
"Maa, paa, Anya mau pindah ke apartemen. Rasanya rumah ini sudah asing, Anya tidak bisa tinggal di sini lagi."
"Jangan tinggali mama, sayang. Mama ikut kamu ya." Mama memeluk ku, rasanya sakit sekali saat melihat air mata mama yang keluar
.
"Jangan maa, nanti papa sama siapa? Mama mau papa cari daun muda." Goda ku.
Plak
"Kok di pukul si maa, sakit tau." Aku mengelus lengan ku yang dipukul mama.
"Kamu jangan bercanda terus, jangan kayak gini. Mama tau kamu sakit dan kecewa tapi tolong menangis nak, marah sama kami."
"Enggak deh maa, ngabisin tenaga. Anya iklas ko bekas Anya di ambil, biar mereka menikah tapi Anya tidak bisa di rumah ini."
"Jangan pergi mbak, biar aku saja." Ucap Andira. Aku tersenyum kecut sungguh aku tak suka dengan Andira sekarang.
"Enggak, kasihan bayi lo. Lo pengangguran enggak bisa apa-apa kalau enggak ada mama jangan sok kuat." Sindiran telak untuk Andira si anak mama.
"Paa, Anya pamit. Nanti Anya sering main kesini, jangan salahkan mereka ini sudah takdirnya." Papa hanya diam menatap ku sendu.
"Ini aku kembalikan fasilitas papa, aku mau mencoba mandiri pa. Aku cuma akan membawa apa yang memang milik ku."
"Jangan hukum kami nak, kamu bilang tidak marah tapi nyatanya kamu menghukum kami dengan menganggap bahwa kami bukan keluarga mu lagi." Ucap papa.
"Enggak pa, papa dan mama adalah orangtua ku. Anya hanya mau mendewasakan diri, Anya hanya mau mandiri agar nanti jika Anya di tinggal orang yang Anya sayangi. Anya lebih tegar lagi." Ucapan ku sunggu halus dan menusuk disana aku bisa melihat bahu Andira semakin bergetar, aku tidak membencinya tapi aku membuat dia merasakan rasa bersalah nya.
"Anya pamit..."
Aku berjalan menuju pintu keluar dengan koper di tangan ku, aku tak menghiraukan raungan tangis mama.
'Maafin kebodohan aku Ay, semoga kamu mendapatkan lelaki yang lebih baik dari ku.' Air mata Akbar menetes seiring langkah kaki Anya yang semakin menjauh, menyesal tak ada gunanya kini Akbar harus menerima kisahnya dengan Anya berakhir dan dirinya sendirilah penyebabnya.
H A T I mana yang tak sakit ketika menerima kenyataan jika lelaki yang di idam idamkan menjadi jodoh sampai maut memisahkan, ternyata lelaki yang tega menyakiti sepotong hati yang terang-terangan percaya akan hubungan yang ada.
Delapan tahun bukan waktu yang sebentar, delapan tahun di buang hanya untuk menjaga jodoh orang semiris inikah cinta.
Sakit hatinya mungkin akan berbekas, apa mereka tak memikirkan dampaknya? Trauma akan penghiyanatan itu nyata. Mereka si pelaku bisa berbahagia tapi bagaimana dengan si korban penghiyanatan? Bahkan mungkin, dia sekarang sedikit meragukan takdir Tuhan nya.
"Bangsat!"
"Anjing!"
"Salah gue apa?! Kenapa enggak lo akhiri aja semua dari awal? Gue gak harus repot beresin perasaan gue yang hancur, gue gak harus repot mengobati luka hati gue!"
Anya melempar semua kenangan Akbar kedalam tong kosong, dia menatap satu persatu foto dan hadiah yang di berikan kepadanya selama menjadi pasangan kekasih.
Brushhh.
Api melahap semua kenangan itu, api membakar semua hadiah yang di berikan Akbar. Bahkan Anya berharap, api itu bisa membakar rasa sesak dan sakit di hatinya.
"Arggghh!"
"Gue sayang sama lo An! Gue rela ngalah cuma karena lo adik gue, tapi lo bales gue dengan rasa sakit yang berlebih. Kalau lo mau lo bilang, gue bakal kasih Akbar buat lo tanpa harus lo ngecewain papa dan mama."
"Hikkss..."
Air mata yang Anya tahan mati-matian akhirnya runtuh juga, gadis itu terduduk dengan memeluk kedua lututnya. Nafasnya tersengal mungkin karena sakit di ulu hatinya teramat sakit, Anya meremas sisa foto kebersamaan dirinya dan Akbar.
"Lo tau? Gue sayang lo Akbar! Apa lo enggak liat perngorbanan apa yang udah gue kasih ke elo? Kenapa lo sejahat ini kenapa?!"
Anya memukul dadanya yang semakin sesak, semakin dia mengingat momen kebersamaan dengan Akbar semakin dia merasa kecewa.
"Tuhan tolong yakinkan kepada ku, bahwa dia bukan milik ku!"
Anya beranjak pergi meninggalkan semua kenangan dirinya bersama Akbar, gadis itu tak mau melihat semua yang sudah terbakar hangus. Dia berharap rasa sayang nya, rasa cintanya juga terbakar hangus menjadi abu lalu hilang tertiup angin.
*****
Tiga hari berlalu, Anya memutuskan untuk mengambil cuti kerjanya. Gadis itu harus memiliki waktu untuk menata hati, persaan dan juga hidupnya.
Anya harus berusaha keras menerima semua ini, menerima kenyataan bahwa lelaki yang dia sayang memilih menghiyanati dirinya dari pada harus berterus terang bahwa selama ini dia terluka dengan waktu sibuknya.
.
.
.
.
.
"Udah jam sepuluh, rasanya badan ku sakit semua. Kenapa Andira suka sekali menganggur."
Anya bangun dari tidurnya kemudian berjalan menuju kamar mandi, hari ini gadis dengan lesung pipi itu akan berbelanja kebutuhan dapur.
"Segernya..."
Secangkir ice americano dia secap, nikmat Tuhan mana yang kau dustakan.
"Yokk!! Bisa yokk!! Move on!!" Teriak Anya menyemangati dirinya.
"Hari ini gue bakal belanja ngabisin gaji gue yang enggak pernah gue nikmatin "
Iya, karena selama ini Anya hanya menggunakan uang bulanan dari papanya. Sedangkan gajinya tersimpan rapi di dalam rekeningnya, papanya akan marah jika Anya ketahuan berbelanja menggunakan gajinya.
Setelah menghabiskan secangkir ice americano, Anya bersiap pergi.
"Nikmati masa jomblo mu Zeyeng!"
Sudah gila mungkin si Anya! Gadis itu berteriak di depan lobby dan mendapat perhatian penuh dari penghuni apartemen green gem, tapi Anya tetaplah Anya yang masa bodo. Mungkin kemarin Anya kesurupan setan apartemen barunya sehingga dirinya bisa menangis bombay.
Anya melajukan mobil porsche biru milik nya, tak butuh waktu lama mobil terparki di sebuh pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kotanya.
Gadis dengan celana pendek di atas lutut dan kaos oversize berwarna lilac dengan tulisan I love Taehyung berjalan santai menuju stan daging dan juga sayuran.
"Gue mau jadi calon ibu yang baik buat anak-anak gue kelak, jadi gue mau belanja makanan sehat." Monolognya.
"Daging sapi."
"Daging ayam."
"Ikan gurame."
"Ikan kakap merah."
"Udang dan cumi."
Anya mengabsen semua bahan yang sudah dia catat dalam ponsel nya.
"Tinggal sayuran."
Setelah memilih sayuran dan bahan dapur, Anya beranjak ke stan makanan ringan.
"Gue butuh coklat, susu pisang dan susu strowbery."
Saat Anya ingin memgambil susu rasa strowberry kesukaan nya, tak sengaja dia menabrak bahu seseorang.
Bugh.
"Sorry."
"Anya..."
"Mas Raka."
Masih ingat Raka, dia adalah lelaki yang di jodohkan dengan Andira adik dari Anya.
"Bisa kita bicara?" Anya mengangguk.
Dan disinilah mereka berakhir makan cup cake rasa strowberry dan susu strowberry kesukaan Anya, tapi Raka hanya memesan latte.
"Maaf ya mas, Anya habisin ini dulu. Belom makan soal nya." Ucap Anya dengan mulut penuh cup cake.
"Hemm."
"Jangan jutek gitu mas, nanti jauh dari jodoh." Anya tersenyum memamerkan gigi putih nya.
Tak ada respon dari Raka, dan itu membuat Anya mengerucutkan bibirnya. 'Jutek banget sih ni orang, untung ganteng.'
Setelah dua puluh menit akhirnya Anya menghabiskan semua cup cake dan susunya.
"Allahamdullillah, kenyang ya alloh. Terimakasih masih di izin kan makan." Anya mengelus perutnya yang membuncit karena kekenyangan.
Perbuatan Anya membuat Raka ingin tertawa geli, ada wanita yang bertingkah tanpa malu di hadapan lelaki.
"Ayo kita mulai pembicaraan nya mas."
Raka menekuk kedua tangan nya di depan dada, pandangan nya lurus terarah tepat di manik mata Anya.
"you are okay, right?"
"Huh?"
"Kamu baik-baik saja kan?"
Ternyata Raka sudah tau keadaan percintaan Anya yang mengenaskan.
"Aku baik mas, apa kamu tidak bisa melihat ku yang masih bisa menghabiskan tiga cupe cake dan dua gelas susu strowberry."
"Emmm, okey. Kalau begitu, mari aku antar pulang."
"Huh?"
"Aku antar pulang."
"Mas enggak mabuk kan? Mas cuma mau tanya aku baik-baik saja?" Dan Raka mengangguk dengan santai nya.
'Stress sih kayaknya ni laki-laki, ohh mungkin karena dia di tinggal nikah juga."
"Ayo."
"Kemana?"
"Aku antar pulang."
"Aku bawa mobil mas." Anya mendengus kesal.
"Kan aku tidak bilang akan mengantar mu dengan mobil ku."
"Lalu?"
"Aku tidak bawa mobil."
Anya melongo, apa lelaki didepan nya ini mau minta tumpangan tapi menggunaka alibi bahwa dia akan mengantar pulang Anya. Wahh, lelaki yang pandai.
"Oke..."
Raka lelaki dengan kaos putih dan celana jins, dia terlihat dewasa sekali. Hidung nya mancung, jika di lihat dari jarak dekan akan terlihat tahi lalat kecil di bawah matanya. Bibirnya berwarna merah muda lalu iris matanya hitam legam.
Mas Raka terlihat sangat tampan, di tambah bentuk badan yang porposional itu menambhah nilai plusnya.
"Sudah puas memandangi wajah ku?"
"Emm, ehhh. Enggk kok, itu ada debu di rambut mas Raka."
Anya menatap keluar jendela, gila rasanya tertangkap basah memandangi wajah lelaki.
"Kemana aku harus mengantar mu?"
"Ohh, iya lupa. Di green gum apartemen mas."
"Sejak kapan?"
"Apanya?"
Raka tampak menghembuskan nafasnya perlahan.
"Pindah ke apartemen?"
"Sudah tiga hari."
Raka hanya mengangguk, dan kemudian mereka saling diam.
.
.
.
.
.
"Terimakasih mas, sudah mau repot-repot bawa belanjaan ku yang banyak sekali ini." Anya membungkukan badan nya, berterimakasih ala-ala orang kore, dan itu membuat Raka ingin tertawa tapi karena image nya yang dingin dia menahan nya.
"Hemm, iya."
Raka meletakan semua kantong belanjaan Anya di dekat kulkas, dengan tujuan agar Anya mudah memindahkan belanjaan kedalam kulkas. Perhatian sekali.
"Kalau begitu aku pamit pulang."
'Kok gue kasihan, dia pasti sama patah hatinya sama gue. Apa gue masakin aja ya, sekali-kali sedekah sama yang lagi patah hati.'
"Mau makan dulu mas? Tapi aku masak dulu."
"Boleh, tapi aku pulang dan mandi dulu."
"Kelamaan mas, mas Raka enggak bawa mobilkan?"
"Aku jalan kaki bisa."
"Kok jalan, jangan jauh tau." Anya menarik tangab Raka dan menuntun nya untuk duduk di kursi depan TV.
"Enggak jauh kok."
"Is, ngeyel banget dibilangin. Udah nanti aja aku anterin pulang nya, kita makan dulu." Belum juga Raka menjawab Anya sudah menatap Raka tajam layak ya seorang ibu yang sedang memperingati anaknya untuk menurut.
"Tinggu disini, oke."
Raka terdiam, kemudian pasrah dan menyetujui perkataan Anya.
Raka mengamati setiap gerak gerik dari Anya, gadis itu sangat cekatan terlihat jika sudah ahli dalam urusan dapur. Raka bukanya menonton televisi tapi lelaki itu duduk dengan menghadap belakang tepat di dapur.
'Dia sangat terampil."
Tak berapa lama, udang dan cumi saus padang dan cah kangkung sudah tersedia di atas meja. Anya kembali ke dapur dan mengambil setoples kerupuk putih. Harus kalian tahu Anya penggemar makanan ringan yang nyatanya tinggi kalori itu.
"Mas tidak alergi udang dan cumi kan?" Tanya Anya memastikan, dia tidak mau di tuduh meracuni anak orang.
"Tidak."
"Baguslah."
Tanpa sadar Anya mengambilkan nasi dan sayur untuk Raka, intu membuat hati Raka menghangat.
"Silahkan makan mas, semoga suka ya. Rencanan nya aku mau buka wartegh."
"Uhukk... uhukkk..."
Raka sukses tersedak karena perkataan Anya, bagaimana bisa anak pengusaha nomor satu dinegara nya mau membuka wartegh. Anya tidak sedang kekurangan uang belanjakan batin Raka.
"Duhh, pelan dong mas. Masih banyak kok udang dan cumi nya."
"Kamu serius?"
"Enggak, bercanda doang. Ellah..."
Raka kembali menikmati makanan nya, dan ini benar-benar enak.
Setelah selesai makan, Anya bergegas mengambil kunci mobilnya dan berniat mengantarkan Raka pulang.
"Ayok, ku antar pulang."
Pip, bunyi pintu terkunci.
"Sudah sampai." Ucap Raka Acuh.
Anya diam tak mengerti, sampai apa? Mereka bahkan baru melangkah sebanyak lima langkah.
"Apartemen ku tepat di samping apartemen mu."
"Ohh god! Kau serius." Anya membulatkan matanya.
"Iya."
Kenyataan macam apa ini, jadi mas Raka menjadi tetangga Anya mulai sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!