...“Dirimu hanya diam namun sudah menarik perhatian banyak orang”...
Agustus 2019, masa ospek atau pengenalan lingkungan kampus bagi mahasiswa baru, aku Jasmine Anggraini, mahasiswa baru disalah satu kampus di Riau. Aku mahasiswa rantau yang berasal dari luar provinsi Riau. Aku disini tinggal disebuah asrama kecamatan ku yang biaya perbulannya sangat murah walaupun seharusnya gratis namun karena tidak adanya dana tambahan dari kecamatan ku untuk biaya listrik dan sebagainya maka kami harus iuran tiap bulannya untuk membayar listrik, air, dan lain sebagainya. Jarak dari asramaku kekampus ku cukup dekat sehingga aku kerap kali berjalan kaki ke kampus bersama teman-teman. Sudah hampir seminggu kegiatan ospek ini dilakukan, sungguh melelahkan. Mulai dari ospek tingkat kampus, fakultas maupun prodi, cukup menguras tenaga terutama bagi yang tidak terbiasa banyak kegiatan dan kami sebagai mahasiswa baru masih mencoba beradaptasi dengan lingkungan baru kami terkhusus anak-anak rantau.
“Min, ya ampun, liat deh bang Husein, adem banget Masyaa Allah” ucap girang temanku Lili
Lili Sanita, teman baruku yang cukup akrab selama masa ospek ini, kami kerap kali berdua jika pergi kemanapun selama dikampus. Dia seseorang yang cukup aktif namun terkadang mudah panik dan mudah overthinking sehingga aku juga terkadang cukup kewalahan untuk menenangkannya dan meyakinkannya ini bukan apa-apa. Tapi dia cukup cepat jika membahas lawan jenis. Dasar hahahah.
Aku celingukan mencari mana orang yang dia maksud, karena jujur saja aku baru mengetahui beberapa orang saja, baik itu senior maupun teman seangkatanku. Lili orang yang ramah sehingga dia duluan yang mengajakku berbicara dan mengobrol hingga kami menjadi teman sejak hari pertama.
“Mana sih ? Yang mana bang Husein-Husein itu ? Gatau aku” bingungku sambil masih celingukan kesana kemari.
“Ih itu loh yang pakai kemeja warna pink, sawo matang abangnya” jelas Lili,
“Ohh, itu ? biasa aja. Terus ademnya dimana ?” ucapku menilai setelah menemukan orang yang dimaksud dan langsung mendapatkan pukulan ringan dari Lili, aku pun mengaduh terkejut.
“Hihh kamu tuh belum tahu ya, abang itu Masyaa Allah banget soalnya katanya selalu menundukkan pandangan sama lawan jenis, apalagi pas ngaji duh suaranya itu loh, terus banyak juga senior-senior yang cerita abang itu idaman banget.” terang Lili dengan mata berbinar sambil terus memandang orang tersebut.
Aku perhatikan lagi orang tersebut dan berkata pada Lili “Tapi itu sama senior-senior yang perempuan biasa aja tuh. Lagian kata kamu kan katanya jadi masih belum bisa dibenarkan tuh faktanya. Liat aja dia kayak cowok-cowok kebanyakan santai juga ngobrolnya sama lawan jenis. Mana coba Masyaa Allahnya ?”
“Hih udah deh kamu mah ngga ngerti.” kesal Lili pergi meninggalkan ku.
Aku pun tertawa melihat reaksi Lili dan mengejarnya sambil mengatakan “Udah-udah ngga usah diliatin mulu, bolong nanti wajah abangnya, serem soalnya tatapanmu.” Ledekku sambil menariknya pergi ke mushollah soalnya sudah waktunya shalat dan kamipun belum makan siang.
Tak terasa sudah sore dan akhirnya pun kegiatan ospek hari ini berakhir, aku pun akan balik ke asrama ku sendiri karena Lili beda arah dengan ku. Saat dijalan menuju asrama ku, aku tak sengaja bertemu orang tersebut orang yang aku dan Lili bicarakan tadi disalah satu tempat percetakan yang berada disekitar kampus. Sambil terus berjalan aku memperhatikan orang tersebut dan mulai bertanya-tanya dimana letak menariknya dari orang tersebut, soalnya tidak hanya Lili yang tertarik dengan orang tersebut namun juga beberapa teman-teman seangkatanku yang membicarakan orang tersebut juga beberapa senior lainnya ketika istirahat. Bagiku biasa saja bahkan ada yang lebih baik dari dirinya, namun yah aku sadar penilaian setiap orang tentu berbeda-beda.
Aku terkejut ketika tersadar dia melihatku “Oh ya ampun!!! Gimana nih, bakal dikira aneh-aneh ngga ya ?” ucapku dalam hati saat tidak sengaja kami bertatapan, untungnya dia langsung memalingkan pandangan.
“Oh Jasmine, bego banget kalau mau mikirin ya mikirin aja ngapain sambil diliatin coba. Kan sekarang jadi malu-maluin.” Makiku dalam hati pada diriku sendiri yang sungguh teledor dan membuat malu diri sendiri.
Aku pun buru-buru berjalan menuju asramaku yang berada disekitar tempat tersebut, setelah sampai asrama aku mulai membersihkan diri dan beristirahat. Malamnya aku pergi keluar untuk membeli makan malam karena aku tidak bisa memasak dan terlalu lelah hingga akhirnya memilih membeli makanan diluar. Besok adalah hari terakhir kegiatan ospek kampus ku, mengingat kejadian pulang kampus tadi aku sangat berharap semoga aku akan jarang bertemu orang tersebut, aku takut dikira aneh-aneh oleh orang tersebut karena ketahuan melihatnya saat itu padahal tidak saling mengenal bahkan mungkin dia tidak tahu kalau aku juniornya dari jurusan yang sama. Semoga saja dia lupa akan kejadian sore tadi. Sekarang aku harus tidur karena badanku sungguh sangat lelah.
Esok harinya
Kegiatan ospek hari terakhir ini hanya mendengarkan beberapa arahan dan amanat yang berkaitan dengan apa yang akan kami jalani kedepannya. Setelah kegiatan tersebut kami dipersilahkan meninggalkan tempat dan kembali ke jurusan masing-masing. Setelah kami tiba dijurusan kami diarahkan untuk duduk dan berkumpul karena para senior akan memberikan beberapa arahan dan tugas kepada kami. Tugas yang kami dapatkan ialah kami harus mengumpulkan biodata dan tanda tangan senior-senior sebanyak 150 dan seluruh dosen dijurusan kami. Wahh ternyata hal-hal seperti ini masih ada sampai saat ini, sungguh bukan kah hal ini merupakan salah satu kegiatan ospek yang sudah terlalu kuno. Bagaimana ya mungkin memang tujuannya baik agar kami bisa mengenal senior-senior kami dimana tentu saja akan ada kerjasama atau hubungan antara kami dan senior kedepannya namun tetap saja bagiku hal tersebut merupakan kegiatan yang sia-sia.
Kenapa aku bisa bilang seperti ini karena ya buang-buang waktu, buang-buang kertas, buang-buang tinta pena dan buang-buang tenaga. Padahal ada banyak kegiatan atau usaha yang lebih efisien untuk bisa saling mengenal dengan waktu yang singkat dan tidak memfokuskan pada kegiatan satu saja. Juga kertas dan pena yang digunakan akan lebih bermanfaat bila di berikan kepada anak-anak yang punya keinginan untuk belajar namun kurang mampu, karenakan setelah waktu meminta tanda tangan tersebut habis tentunya kertas-kertas atau buku yang digunakan hanya akan disimpan atau dibuang, sayang sekali bukan padahal untuk membuat kertas-kertas tersebut kita harus menebang pohon-pohon. Yah tapi mau bagaimana lagi, aku terlalu takut untuk menyampaikan pendapatku jadi hanya kusimpan dalam pikiran ku saja dan aku tetap menjalankan tugas-tugas tersebut dengan sepenuh hati, aku harus ikhlas dan semangat agar tidak terasa melelahkan mengerjakan tugas tersebut walaupun bertentangan dengan pikiranku.
...“Inikah awalnya ? Obrolan pertama dibalut tugas ?”...
Seminggu telah berlalu sejak awal dimulainya perkuliahan dan seminggu pula telah aku lalui tugas dari senior yang menurutku konyol walaupun dikatakan ini agar kami saling mengenal dengan senior. Bagaimana bisa saling mengenal jika mayoritas dari kami menganggap ini adalah tugas yang harus diselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran agar tidak mendapatkan hukuman, kecil kemungkinan bagi kami untuk bisa mengingat 150 nama senior hanya dalam waktu singkat terutama untuk diriku yang sulit mengingat nama dan wajah seseorang. Bahkan aku sampai tidak sadar sudah meminta sebanyak 3 kali biodata dan tanda tangan seorang senior yang bernama Kak Nina, hingga kakak tersebut mengingatkan ku. Sungguh memalukan.
Selepas sholat Dzuhur di Musholla terdekat aku dan kedua temanku berjalan kembali menuju gedung prodi kami, hanya sekedar informasi kampus jurusanku lorong bangunannya seperti rumah sakit. Ketika hampir mendekati ruangan kelas yang akan aku masuki kami harus melewati 1 lorong dan disana terdapat tiga orang senior yaitu Kak Cici, Bang Husein dan Bang Rahmat.
“Seandainya ada jalan lain” pikir ku dalam hati karna tidak mau harus berpapasan dengan senior apalagi melewati mereka, terasa sangat segan.
Namun hal tersebut tentu tidak mungkin, aku harus melewati mereka dan menyapa mereka. Aku dan kedua teman seangkatanku pun berjalan melewati lorong tersebut dan aku berada di paling belakang.
“Permisi Kak” Ucapku saat melewati mereka.
Namun baru 1 anak tangga ku pijaki untuk melewati lorong tersebut aku mendengar Bang Husein berkata
“Adek itu belum minta tanda tangan sama aku.” Ucapnya kepada Kak Cici dan Bang Rahmat.
Aku berusaha mengabaikan dan berjalan dengan biasa namun dengan cepat Kak Cici memanggil ku dan bertanya
“Jasmine udah minta tanda tangan abang ini ?” tanya Kak Cici ketika aku berbalik menghadap mereka.
Dengan senyum canggung aku pun bilang “Belum kak” dengan nada pelan, Kak Cici pun kembali bertanya
“Kenapa ngga minta ?” dan dengan senyum canggung yang masih bertahan di wajahku aku membuat alasan dengan berkata
“Oh iya kak ini mau minta” Ucapku pada Kak Cici.
Selanjutnya ku arahkan badan ku menghadap Bang Husein dan dia menyuruh ku duduk disebelah kirinya karena disebelah kanannya Kak Cici duduk disana dan Bang Rahmat duduk bersebrangan dengan mereka. Aku pun duduk dan langsung memperkenalkan diriku kepada Bang Husein.
“Perkenalkan Bang nama saya Jasmine Anggraini, angkatan 2019 berasal dari Kepulauan Riau dan sekarang beralamat di Jl. Melati.” Ucapku sembari menyerahkan buku tugasku yang berisi nama-nama dan tanda tangan senior kepada Bang Husein karna Bang Husein ingin menulis sendiri biodatanya.
Baiklah sebelum melanjutkan percakapan kami ini, sebenarnya ada alasan khusus kenapa aku tidak meminta-minta tanda tangannya padahal sering bertemu, itu karena Bang Husein selalu memberikan pertanyaan seputar agama terhadap junior-juniornya. Karena diriku sangat sadar 100% bahwa pemahaman ku terhadap agamaku sangat-sangat buruk terutama dari banyak yang kudengar Bang Husein sering menanyakan silsilah keluarga Nabi yang jelas-jelas aku hanya tahu dasar-dasarnya bahkan itupun tidak banyak. Maka dari itu aku selalu menghindarinya dan berfikir tidak masalah aku melewatinya karena satu orang senior yang terlewati tidak akan berpengaruh besar terlebih aku sudah hampir menyelesaikan tugasku dengan sudah mendapatkan hampir mencapai 100 lebih senior.
Oke kembali ke percakapan kami,
“Sebutkan Rukun Islam !” Ucap Bang Husein begitu aku selesai memperkenalkan diri.
Diriku sangat terkejut terlebih aku sudah terlalu gugup dan aku mulai kikuk serta menjawab dengan tidak jelas padahal apa yang dia minta sangat dasar sekali bagiku. Beruntungnya aku Bang Rahmat membantu ku dengan berkata
“Gugup adek ni Bang, ulangi aja lagi.” Ucap Bang Rahmat.
Mendengar ucapan Bang Rahmat membuat ku sedikit tenang karena dia membantuku untuk bisa mengulang lagi. Bang Husein pun mempersilahkan aku mengulang kembali dan Alhamdulillah aku berhasil dan menyebutkan Rukun Islam dengan benar. Selanjutnya Bang Husein memberikan ku pertanyaan kedua.
“Surat yang menceritakan tentang wanita surat apa ?” Tanya Bang Husein kepadaku.
Aku berfikir sejenak dan menjawab
“Surah An-Nisa Bang.” Jawabku, dan ternyata benar aku cukup beruntung karena aku cukup sering mendengar surah tersebut kalau tidak mungkin aku tidak akan bisa menjawab dan akan membuat diriku malu didepan senior-senior ini.
Bang Husein menyerahkan buku tugasku kembali yang sudah dia isi dan tanda tangani, aku cukup terkejut karena hanya diberikan 2 pertanyaan yang itu sebenarnya bagi orang lain sangat mudah, bagaimana tidak pertanyaan itu disuruh menyebutkan rukun Islam dan nama surah saja. Aku berfikir apakah ketidaktahuan ku sangat terlihat sehingga dia memberikan level pertanyaan yang sangat mudah. Wahhh aku cukup kesal menyadari hal tersebut tapi di satu sisi aku merasa bersyukur karena aku tidak akan terang-terangan malu didepan mereka. Aku pun permisi kepada mereka untuk pergi kembali keruangan kelasku.
Sesampainya dikelas aku menghampiri salah satu teman sekelas ku yaitu Dewi. Oh ya aku tidak sekelas dengan Lili jadi sulit untuk bermain bersama kembali atau mengobrol bila tidak sengaja bertemu atau ada kegiatan yang dilakukan 1 angkatan. Dewi dan aku cukup sering mengobrol ketika masa ospek, hal tersebut dimulai karena aku mulai sering memperhatikannya karena wajahnya mirip dengan adek kelasku dulu waktu di SMP dan lucunya dia juga berkata bahwa wajahku mirip juga dengan wajah temannya dari SMP hingga SMA. Kami pun tertawa ketika membahas hal tersebut, apakah wajah kami sangat pasaran hahaha. Selain karena wajah aku sering memperhatikan Dewi karena dia kerap kali tidak mengikuti makan siang bersama dikarenakan dia menunaikan puasa sunah Senin Kamis, aku selalu takjub dengan orang-orang yang menaati perintah Allah. Hingga ternyata kami 1 kelas aku dan Dewi jadi semakin akrab walaupun dia sangat cuek dan tidak peka akan orang-orang disekitarnya tapi dia cukup perhatian jika mengetahui keadaan orang-orang disekitarnya.
“Dew ihhh, tahu ngga tadi aku loh dipanggil buat minta tanda tangan Bang Husein.” Curhatku dengan wajah sedih.
“Ehh iya ? Tuh tuh gimana ? Kok bisa ?” Tanya Dewi
“Entah lah, tadi kan aku abis dari Musholah terus mereka duduk di koridor tuh ya aku lewat lah deket merek tuh dipanggil, kaget oy untung aja pertanyaannya ngga susah. Tapi malu juga masak aku hampir salah-salah ngucapin rukun Islam. Huwaaaa bego banget loh aku.” Rengek ku ke Dewi yang langsung ditertawakannya.
“Hahaha, baguslah. Kan enak bisa ngobrol sama Bang Husein yang menjaga pandangan itu.” Kata Dewi.
Dewi sama sepertiku tidak terlalu tertarik dengan Bang Husein seperti kebanyakan teman-teman kami tapi Dewi sangat kagum dengan laki-laki yang sholeh. Tapi ya begitu dia hanya sekedar suka dengan karakternya tidak seheboh teman lainnya.
“Dihh biasa aja, aku udah keburu takut duluan dari awal soalnya katanya kan pertanyaan-pertanyaan dari dia susah gitu silsilah Nabi, gilak aja ilmu ku mah minim sekali.” Ucapku
“Iyasih aku aja ngga berani, hahahah. Tapi kamu udah banyak banget loh Min itu dapat biodata dan tanda tangan senior, liat deh aku ngga sampe seperempatnya. Males banget ngejar-ngejar senior mana rame-rame kan kayak lagi nunggu antrian sembako.” Kata Dewi dengan wajah kesal.
“Alhamdulillah sih udah 100 an lah sedikit lagi, tapi mah kamu tuh mageran, terus juga emang lucu aja mengerubungi senior udah kayak apa aja loh. Tapi malas juga kalau dihukum.” Ucapku dengan wajah lelah
“Tapi ya aslinya hukumannya lebih enak ngga sih buat essay doang.” Lanjut Ku.
“Enak apaan, malas juga mah buat essay tapi malas juga ngejar-ngejar senior.” Keluh Dewi.
“Ngga usah aja dua duanya woy. Malas semua gitu.” Ucapku gemas kepada Dewi sambil ke cubit pelan lengannya.
Salah satu hal lagi ciri khas Dewi dia mageran untuk beberapa hal, karena dia dan aku sama-sama anak asrama bedanya asrama dia sangat aktif dengan banyak kegiatan dan acara beda dengan asrama ku yang sangat pasif dan minim kegiatan bahkan bisa dibilang tidak ada. Jadi Dewi sudah sangat lelah duluan di asrama, kalau dikampus dia masih bisa menghindari senior-senior ataupun kegiatan lainnya tapi kalau diasrama dia tidak bisa, itu salah satu alasannya dia kerap kali tertangkap ketiduran dikelas.
Akhirnya Dosen masuk dan kami mulai fokus pada kelas sore ini, selesai kelas kami kembali ke kost, asrama atau rumah kami masing-masing karena juga tidak ada izin bagi mahasiswa untuk tetap dikampus hingga larut bila tidak ada surat izin terkhusus bagi perempuan dan alasan yang paling utama adalah kami sudah lelah hahahah. Aku berjalan pulang ke asrama bersama teman-teman ku yang juga searah sambil membahas hari ini yang cukup melelahkan. Sesampai diasrama aku membersihkan diri dan istirahat sejenak menunggu waktu Maghrib yang sebentar lagi akan tiba.
Sedikit tentang asrama ku, walaupun tidak seaktif asrama Dewi tapi ada beberapa tradisi yang dilakukan anak asrama yang membedakan dengan kost, yaitu makan bersama diruang tengah sambil menonton, berkumpul diruang tengah, diprotes bila lebih sering dikamar, dan lain sebagainya. Anehnya aku tidak nyaman dengan hal-hal tersebut, aku merasa tertekan bila berkumpul bersama mereka, aku seperti pura-pura dan itu melelahkan. Kakakku alumni dari asrama tersebut juga dan dia sudah memberikan beberapa gambaran terkait asrama ini. Seperti senioritas, apa-apa saja yang akan membuat senior-senior sensitif dan lain sebagainya.
Akhirnya aku menyerah akan kepura-puraan dan lebih sering dikamar karena aku sudah lelah dikampus menurutku asrama atau kamarku adalah tempat aku istirahat setelah seharian beraktivitas dan bersosialisasi. Jadi aku cukup sering dibicarakan diasrama ini. Tapi aku tidak terlalu peduli karena kenyamanan paling penting. Aku sekamar dengan senior ku juga untungnya dia tidak memaksa ku tapi hanya memberitahukan dan dia juga terkadang membantu menjelaskan kepada senior-senior lainnya bila mereka menanyakanku. Waktu tidur ku pun cepat, aku tidur jam 9 malam dimana kebanyakan mahasiswa biasanya lebih sering bergadang. Jadi yah aku punya alasan untuk menghindari mereka. Ah aku mau istirahat karena besok aku masih harus kekampus.
...“Tertarik atau menilai ?” ...
Hari ini aku dan kedua teman seangkatan ku yaitu Putri dan Dila diajak untuk menjenguk teman seangkatan kami yang mengidap kanker yaitu Octa dimana dia tidak bisa masuk kuliah dengan lancar seperti kami. Kami diajak oleh beberapa orang senior salah satunya adalah Bang Husein. Kami berangkat menggunakan motor, aku dibonceng oleh Kak Ama dan kesalnya aku memakai rok tanpa legging panjang sehingga sepanjang perjalanan yang lumayan jauh karena kami harus ke kotanya aku duduk menyamping. Sungguh menyakitkan dan melelahkan, hingga ketika sampai di rumah sakitnya kakiku gemetar karena ketidaknyamanan yang berlangsung lama.
Kami langsung menuju ruang rawat Octa, setiba disana kami mulai mengobrol dan menanyakan bagaimana keadaan Octa. Disana juga ada ayah dan ibu Octa, sembari mengobrol kami juga sedikit bercanda dan tanpa sadar aku kembali bertatapan dengan Bang Husein. Aku langsung mengalihkan pandangan begitu juga Bang Husein, jujur saja hal tersebut membuat aku gugup. Disaat aku lagi berusaha mengatur kegugupan ku tiba-tiba saja Bang Raziz nyeletuk
“Eh Jasmine sama Dila kayak anak kembar gitu maskernya samaan.”
Dila membalas celetukan Bang Raziz dengan berkata “Yahh sama lah Bang kan yang jual banyak Bang.” Ucap Dila sambil terkekeh.
Bang Raziz pun bercanda dengan berkata “Ahh Abang mana mau sama-samaan, custom lah nanti Abang.” Ucapnya dengan nada sombong sambil nyengir.
Yang langsung dibalas malas oleh Kak Nadia “Iya deh iya sipaling custom.” Ucap Kak Nadia dengan muka malas dan sedikit mengejek Bang Raziz.
Ruangan itu pun dipenuhi dengan tawa dan candaan-candaan yang tak habis-habis, lagi dan lagi aku tidak sengaja bertatapan dengan Bang Husein disela tawa ku hingga membuat ku berhenti tertawa karena rasa gugup itu kembali hadir.
“Apa sih.. Aku ngga mau geer loh. Ini ngga sengaja pokoknya ngga sengaja. Ngga mungkin juga Bang Husein liatin aku yang jauh banget dari ukhty-ukhty sholehah.” Ucapku dalam hati berusaha meyakinkan diri dan sadar diri.
Oh ya, karena lingkungan di kampusku masih bisa terbilang agamis terkhususnya fakultas ku dimana banyak perempuan-perempuan Muslimah yang memakai pakaian tertutup ada yang sangat-sangat tertutup dan ada yang cukup tertutup. Sejujurnya aku menyukai hal tersebut, salah satu harapanku bila sudah dewasa adalah bisa memakai pakaian Syar’i namun yah angan masih lah berupa angan, aku ingin tapi belum bisa dilakukan. Dikampungku aku masih sering tidak memakai hijab bila keluar rumah yang jaraknya cukup dekat, jika memakai hijab pun aku masih terkadang memakai pakaian ketat atau celana. Untuk mengikuti lingkungan yang ada disini aku cukup lebih sering memakai rok itu pun rok span untungnya tidak ketat, karena aku tidak memiliki gamis dan pakaian-pakaian yang cukup longgar jadi aku sedikit bingung memakai pakaian yang mana bila harus kekampus padahal pakaian ku tidak banyak dan keadaan ekonomi keluarga ku tidak begitu baik. Aku pun mahasiswa beasiswa namun beasiswa untuk kebutuhan sehari-hariku diluar uang kuliah belum keluar dan harus menunggu beberapa bulan lagi baru keluar. Jadi yah begini aku berusaha tetap tertutup walaupun terkadang rok ku ada yang memiliki belahan yang cukup tinggi sedangkan aku tidak memiliki legging. Hahaha sungguh miris. Oleh karena itu juga aku sadar diri tidak mungkin Bang Husein melihat ku kecuali niat dia melihatku adalah untuk menilai ku.
Setelah cukup lama kami disana akhirnya kami mulai untuk izin pulang, namun sebelum itu kami berdoa terlebih dahulu untuk kesembuhan Octa yang dipimpin oleh Bang Husein setelah itu kami mendokumentasikan untuk sedikit kenang-kenangan juga buat Octa agar dia tahu bahwa dia memiliki teman-teman yang peduli padanya. Kami keluar dari rumah sakit menuju parkiran. Kak Nadia mengusulkan untuk sholat Dzuhur dan makan dulu sebelum pulang karena kami berangkat tadi jam 10 pagi sampai rumah sakit jam setengah 11 dan sekarang sudah jam setengah 1 siang. Semuanya pun setuju untuk Sholat dan makan dulu, akhirnya pun kami mencari Masjid terdekat untuk sholat. Setelah selesai sholat kami pun mencari rumah makan terdekat karena perut kami sudah sangat keroncongan. Hahaha.
Sembari makan, para senior mulai bertanya-tanya kepada kami namun tentu saja Bang Husein tidak ikut bertanya. Jujur saja untuk aku pribadi makan bersama senior-senior sungguh tertekan, karena belum terlalu akrab dan mereka merupakan seorang senior maka ini menjadi tekanan yang menekan tanpa sadar sehingga tidak terlalu leluasa untuk melakukan apapun seperti berbicara dan makan. Karena takutnya aku melakukan atau mengatakan hal yang tanpa sengaja tidak pantas. Aku takut masih membawa kebiasaan berbicara dan bercanda ku yang ceplas ceplos disini. Bisa-bisa aku dinilai buruk dan mulai jadi bahan pembicaraan orang lain. Namun, untungnya mereka memaklumi kami yang masih lebih banyak diam sebenarnya khususnya aku dan Dila saja yang lebih banyak diam dan hanya merespon dengan tawa pelan, kalau Putri dia sangat pandai berbicara dan ramah sehingga dia tidak diam-diaman seperti kami.
“Jasmine pasti ngga pernah ke kota kan ?” Ledek Bang Raziz tiba-tiba kepada ku yang ku jawab dengan ekspresi manyun sambil memutar bola mata. Bang Raziz ini cukup seru orangnya karena sering bercanda namun terkadang juga cuek. Aku cukup sering mengobrol dengan Bang Raziz karena saling melempar ejekan. Entahlah dia orangnya sangat iseng dan jahil.
“Hahahah. Pulau tempatmu tinggal kan jauh dari kota Min. Pasti kaget kan ?” Ledek Bang Raziz kembali.
“Hihhh ngga jauh-jauh banget loh Bang. Cuma ya kota kabupaten Jasmine kan ngga sepadat disini. Jasmine ngga kaget kok biasa aja. Wleeee.” Balas ku dengan tegas diakhiri dengan ejekan.
Yang lain pun tertawa melihat responku dan melanjutkan bercanda dengan yang lainnya. Aku sempat mencuri pandang ke arah Bang Husein ketika diledek Bang Raziz tadi untuk melihat apakah dia memperhatikan ku atau tidak. Nyatanya dia tidak peduli sama sekali dan hanya makan dengan tenang. Namun ketika membahas orang lain dia memperhatikan sambil ikut menimpali. Sudah ku pastikan ketika dirumah sakit dia melihatku itu karena menilai ku. Ahh aku saja yang terlalu terbawa perasaan. Memalukan.
Selesai makan kami langsung kembali pulang, karena cukup melelahkan menaiki motor pada jarak yang lumayan jauh. Kamipun menuju kampus terlebih dahulu baru setelah itu pulang ketempat masing-masing untuk beristirahat. Sesampainya aku diasrama, aku langsung membersihkan diri dan rebahan karena waktu masih panjang. Sekarang saja baru jam 3 sore. Sembari rebahan aku mencari buku tugas yang berisi tanda tangan dan biodata senior, aku mencari milik Bang Husein dan entah keinginan dari mana aku menyimpan nomornya diponselku. Sepertinya perasaanku memang sudah terbawa olehnya. Secepat itu ? Menyedihkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!