NovelToon NovelToon

Sesetia Langit Menemani Senja

1. SLMS

Suara hentakkan pintu seketika membuat Senja terlonjak kaget disertai sebuah paper bag yang langsung melayang mengenai perut buncitnya.

Brakkkk!!

“Kenakan gaun itu! Hari ini kamu harus menemaniku menghadiri perayaan ulang tahun pernikahan Mama Papa!” tegas Bumi.

“Tapi Mas ....” Ucapan Senja seketika terputus saat Bumi langsung membentaknya.

“Apa kamu nggak mendengar apa yang barusan aku katakan, hah!”

“Maaf Mas, aku nggak bisa. Soalnya aku merasa kurang enak badan, kepalaku juga pusing.” Sambil tertunduk Senja berucap lirih sembari memegang perut buncitnya yang terasa sedikit kram.

Bumi menghampiri lalu mencengkram pipi Senja. Mendorongnya tanpa rasa bersalah sehingga membuat wanita hamil itu terjatuh.

“Akkhh!” pekik Senja sambil memegang perutnya yang terasa semakin kram. “Ssstttt ... aduh! Sakit Mas.”

“Sakit? Jika bisa, biarkan dia lenyap detik ini juga! Aku bahkan nggak pernah mengharapkan kehadirannya dalam kehidupanku!" Ucapan keji tak berperikemanusiaan itu, terlontar begitu saja dari dari bibir Bumi.

“Mas!” Senja langsung mendongak. “Dia juga nggak pernah berharap hadir dalam kehidupanmu! Jika bukan karena perbuatan bejatmu ma ...."

Plak!!

Ucapan Senja terputus tak kalah sebuah tamparan keras mendarat di pipi.

Bumi berjongkok lalu mencengkram pipi Senja. Menatap tajam sepasang mata sendu yang kini sudah menganak sungai.

“Kamu tak ada bedanya dengan ladies di club' malam itu. Menjajakan tubuh kepada pria hidung belang! Kamu dan mereka sama saja. Sama-sama pela*cur, wanita murahan!”

Mendengar hinaan serta tuduhan yang terlontar dari bibir suaminya, Senja tersenyum miris.

“Aku memang bekerja di club' malam. Harus aku akui jika kehidupan di dunia malam itu sangat kotor. Aku juga nggak munafik jika tubuhku sering di sentuh oleh banyak pria. Karena itu sudah resikonya bekerja di tempat seperti itu. Akan tetapi, aku nggak pernah menjual diri. Para pria hidung belang juga tahu, mana PSK dan bukan. Sedangkan dirimu, malah lebih bejat daripada pria hidung belang itu.”

“Kamu!!” hardik Bumi.

“Kenapa? Apa kamu sudah lupa betapa beringasnya dirimu menjamah tubuhku? Merenggut paksa kesucianku sekaligus menghancurkan hidupku!" Senja mengepalkan kedua tangan menatap benci pada suaminya.

Bumi tersenyum sinis, mengetatkan rahang lalu menarik rambut Senja. “Jelas saja aku nggak mengingatnya karena aku dalam pengaruh minuman alkohol. Jika aku sadar mana mau aku menyentuh tubuhmu!”

Selesai membalas ucapan Senja, Bumi tak melepas tangannya. Namun, semakin menarik rambut Senja supaya wanita hamil itu berdiri.

“Akhh!! Lepasin Mas, sakit!!” keluh Senja merintih sakit.

Bumi kembali menyeringai membawa Senja mendekati tembok lalu mendorong tubuh sang istri dengan kasar.

Seperti orang yang sedang kesetanan, Bumi seakan belum puas. Ia mencekik leher Senja sehingga wanita hamil itu kesulitan bernafas.

Dengan wajah yang kian memerah, Senja memukul-mukul lengan Bumi. Meminta supaya suaminya itu menghentikan aksinya.

“Gugurkan bayi itu! Sudah berapa kali aku peringatkan padamu, gugurkan!! Aku nggak menginginkannya!!” bentak Bumi lalu melepas cekikkannya dari leher Senja.

Senja langsung terbatuk-batuk lalu terduduk sambil memegang lehernya. Menghirup udara sebanyak mungkin demi memenuhi pasokan oksigen ke dalam paru-paru.

Bumi kembali berjongkok lalu menampar perut buncit Senja dengan keras.

“Akkhh!! Mas!!” pekik Senja.

“Aku nggak akan berhenti menyakitimu, jika kamu nggak menggugurkan bayi itu! Wanita sampah!” ancam Bumi disertai makian.

Senja hanya bisa menangis mendengar ancaman serta kata makian dari suaminya.

“Ingat, saat berada di pesta itu, jangan membuatku malu. Kamu tahu kan, di sana kebanyakan orang-orang berkelas!” ancam Bumi lagi. Setelah itu ia langsung meninggalkan Senja tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Sepeninggal Bumi, Senja semakin terisak sambil mengelus perutnya yang semakin terasa kram juga sakit.

“Sayang, meski kehadiran kalian nggak pernah di harapkan olehnya, percayalah Momy akan selalu menjadi pelindung bagi kalian.”

Senja mengambil paper bag yang tergeletak lalu perlahan berdiri. Duduk di sisi ranjang kemudian menyeka air mata.

*********

Tiga puluh menit berlalu ....

Bumi kembali masuk ke kamar Senja. Seketika rahangnya mengetat saat mendapati wanita hamil itu sedang tertidur. Ia kembali menampar perut Senja dengan keras.

“Akhh! Mas.” Senja terkejut. “Aku nggak bisa pergi bersamamu. Aku benar-benar nggak enak badan.”

Bumi menarik rambut Senja. “Aku nggak peduli, kamu sakit atau nggak pokoknya kamu harus menurut. Segera bersihkan dirimu lalu kenakan gaun itu! Aku beri waktu dua puluh menit!”

Selesai berucap, Bumi memaksa Senja beranjak dari tempat tidur lalu dengan kasar menggiringnya ke kamar mandi.

“Cepetan! Ingat, hanya dua puluh menit!” tegas Bumi. “Aku menunggumu di bawah!”

Setelah itu, Bumi langsung meninggalkan kamar menuju lantai satu. Duduk di sofa sambil memikirkan cara untuk melenyapkan bayi yang sedang tumbuh di rahim Senja.

Beberapa menit berlalu ....

Senja menatap pantulan dirinya di depan kaca. Sesekali ia meringis merasakan sakit di sekujur tubuh.

“Baby twins, kalian harus kuat demi momy. Nggak mengapa momy menahan sakit demi mempertahankan kalian. Kita harus berjuang bersama.”

Setelah itu, Senja meraih tas tangannya lalu meninggalkan kamar. Menyusul Bumi yang sedang menunggunya di bawah.

“Bagus,” ucap Bumi sesaat setelah Senja menghampirinya. Mengangkat tangan lalu menatap arlojinya.

Ia mencengkram lengan Senja lalu kembali mengancam sang istri. “Sedikit saja kamu melakukan kesalahan di pesta itu ... maka kamu akan tahu konsekuensinya!”

Begitu keduanya masuk ke dalam mobil, Bumi langsung meminta sang supir mengantar mereka ke hotel tujuan.

“Kamu ingat kan pesanku tadi?” ucap Bumi lalu melirik Senja.

“Iya, Mas.” Senja menyandarkan kepala lalu memejamkan mata karena merasakan pusing. Suhu dingin air conditioner mobil seketika membuatnya menggigil pelan. “Paman, tolong turunkan suhu AC-nya.”

“Biarkan seperti ini! Aku merasa gerah!” Bumi tersenyum sinis. Sengaja membiarkan Senja kedinginan.

Sedangkan Mang Dul tak bisa berbuat apa-apa meski pria paruh baya itu merasa kasian pada Senja.

“Mas! Aku kedinginan,” ucap Senja dengan lirih.

“Kedinginan? Aku nggak peduli bahkan jika kalian membeku sekali pun aku nggak peduli. Jika perlu, aku ingin kalian lenyap dari hadapanku sekarang!” balas Bumi sambil tersenyum sinis.

“Sepertinya kamu perlu memeriksakan kejiwaanmu, Mas. Kamu tak ada bedanya dengan seorang psikopat!” ucap Senja dengan geram.

Bumi langsung mendekat dan lagi-lagi ia menarik rambut Senja dengan kuat. Satu tangannya menekan perut buncit Senja.

Sehingga membuat wanita hamil itu langsung merasa sesak sekaligus menahan sakit.

“Yang membuat aku menjadi psikopat itu kalian. Kamu dan bayi si*alan ini! Wanita sampah, murahan dan nggak tahu diri! Masih bagus aku mau bertanggung jawab lalu menampung kalian. Jika tidak, kalian hanyalah gelandangan!!”

Sepasang mata Senja menatap benci sang Suami sambil menahan sakit.

...----------------...

Note : Jangan di boom like ya, readers. Setidaknya jeda selama 3 menit. Jika kalian boom like tanpa membaca, sama saja masuk boot sekaligus menurunkan performa karya.

Tolong hargai tulisan penulis ya. Salam santun dunia literasi. 😘🙏

2. SLMS

Setibanya di depan gedung hotel, Senja menyeka air mata.

“Awas saja jika kamu membuatku malu!” ancam Bumi lalu membuka pintu mobil.

“Nak Senja ....”

”Nggak apa-apa Paman, aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku,” sela Senja sembari tersenyum tipis.

Sesaat setelah keluar dari mobil, Bumi langsung memberi tatapan menghunus tajam.

“Lama banget, sih!!” bentaknya dengan rahang mengetat. Menautkan jemarinya dengan kuat sehingga membuat Senja meringis.

“Andai saja aku nggak dalam keadaan hamil. Akan aku pastikan kamu nggak akan bisa semena-mena kepadaku,” batin Senja.

Keduanya sama-sama bungkam ketika berada di dalam lift sehingga benda itu terbuka. Tanpa menghiraukan Senja, Bumi langsung meninggalkannya menuju ballroom sendirian.

Sedangkan Senja, tak langsung ke ballroom melainkan memilih ke toilet untuk memperbaiki riasan di wajahnya.

Hatinya langsung menciut sesaat setelah berada di dalam toilet.

“Mama,” ucapnya lirih.

Bu Cahaya langsung mencengkram kuat pipi sang menantu. Memberikan tatapan tajam sekaligus benci.

“Gara-gara kamu, aku dan suamiku sering bertengkar karena dia lebih membelamu. Berapa banyak lagi pria yang akan kamu jebak, hah!! Wanita murahan sepertimu, pasti nggak akan puas hanya dengan satu lelaki!” tuduh Bu Cahaya.

“Dan ini!” Bu Cahaya menyentuh perut buncit Senja lalu mendorongnya. “Aku yakin, itu bukanlah anaknya Bumi. Tapi, anak haram dari salah satu pria yang menidurimu. Iya kan!”

“Mama!” Senja balik membentak tak terima dengan tuduhan keji sang mertua.

Dua tamparan keras langsung mendarat di wajah Senja. Sang mertua kemudian memakai Senja.

“Berani-beraninya kamu membentakku!! Wanita sampah nggak jelas. Ingat ya, sampai kapan pun aku nggak sudi punya menantu juga cucu darimu! Kamu dan bayimu itu seperti kotoran bagiku, menjijikkan!”

Setelah itu, ia meninggalkan senja dengan wajah memerah karena emosi.

Seketika air mata Senja langsung luruh. Ia terisak sambil memegang dada lalu turun ke perut buncitnya. Sesak sekaligus sakit luar biasa di hatinya.

*******

Seperti tak terjadi apa-apa, Senja mengayunkan langkah memasuki ballroom hotel. Dengan ramah ia menyapa para tamu yang menegurnya sembari tersenyum manis.

Meski merasa hati dan raganya kini tak baik-baik saja, ia tetap bersikap biasa-biasa saja.

Ketika langkah kakinya menuju ke arah panggung, ia tak sengaja menabrak seseorang sehingga membuat minuman di tangan gadis itu tumpah.

“Punya mata nggak sih, kamu?!!” bentak gadis itu sembari membersihkan gaunnya dengan kesal.

“Maaf, aku nggak sengaja,” ucap Senja.

Mendengar ada keributan, sontak saja keduanya langsung menjadi pusat perhatian.

“Senja, Jingga, ada apa ini?!” tegur Riksa, kakaknya Bumi.

“Kak, aku nggak sengaja menabraknya,” sahut Senja dengan perasaan bersalah.

“Sudah! Sudah! Menyebalkan,” ucap Jingga kesal lalu meninggalkan tempat itu.

Dari jarak yang tak terlalu jauh, tatapan menghunus tajam Bumi langsung tertuju ke arah Senja.

“Wanita sia*lan itu! Bisa nggak sih, dia nggak membuat masalah!” umpat Bumi dalam hati.

“Kak, maafkan aku,” ucap Senja lagi. “Aku benar-benar nggak sengaja.”

“Sudah, nggak apa-apa Senja. Yuk kita ke atas panggung. Acaranya sudah mau dimulai,” balas Riksa.

Sesaat setelah keduanya berada di atas panggung, Senja langsung menghampiri mertuanya lalu memberi selamat.

Jika Pak Andara sangat bahagia beda halnya dengan Bu Cahaya, wanita paruh baya itu malah membuang muka.

“Aku kan sudah bilang jangan membuatku malu,” bisik Bumi sembari merangkul pinggang Senja.

Meremas kulit istrinya sehingga membuat Senja meringis pelan sambil memejamkan mata menahan sakit.

“Pah, Mah, Kak, sepertinya aku bergabung dengan para tamu undangan saja. Soalnya aku nggak kuat berdiri lama,” izin Senja beralasan.

Tubuhnya seperti ingin ambruk menahan sakit bertubi-tubi, ditambah lagi kepalanya yang semakin berat karena pusing.

“Ya sudah, nggak apa-apa, Nak. Papa mengerti,” sahut Pak Andara.

“Itu jauh lebih baik karena kamu memang nggak pantas berada di sini. Jika bukan karena permintaan papa, aku pun nggak sudi mengajakmu kemari!” bisik Bumi dengan sinis.

********

Sudah satu jam berlalu pesta itu berlangsung. Senja mulai bosan berada di tempat itu. Ia memutuskan berpamitan lalu meninggalkan ballroom hotel.

Sedangkan dari kejauhan, Bumi terus memandanginya hingga menghilang dari keramaian pesta.

“Mau ke mana dia? Selalu saja seperti ini jika di ajak menghadiri acara keluarga.” Sepasang alis seorang Bumi menukik tajam.

Sedangkan Senja yang baru saja tiba di atas rooftop langsung mematung sejenak.

“Mas Langit,” ucapnya lirih menatap nanar punggung tegap pria itu seraya menghampiri.

“Loh, Senja,” tegur langit ketika membalikkan badan lalu melepas jaketnya. “Sedang apa kamu di sini? Apa pestanya sudah selesai?” Langit kemudian memakaikan Senja jaket.

“Belum Mas, aku bosan berada di sana,” balas Senja.

Hening sejenak ....

“Ada apa, hmm,” ucap Langit lalu mengelus perut buncit Senja. “Apa baby twins semakin nakal di dalam sana?”

Senja bergeming tak menjawab. Namun, menatap Langit yang terus tersenyum mengelus perut buncitnya.

Dalam hatinya berkata, “Andai saja Mas Bumi sepertimu ... aku merasa kalian seperti dua pria yang tertukar. Kamu begitu peduli dengan keadaanku juga baby twins. Tapi dia sang calon ayah malah menginginkan darah dagingnya tiada.”

Perlahan Senja membenamkan wajah di dada Langit. Memejamkan mata sejenak merasakan tulusnya elusan lembut di perutnya.

“Mas Langit, terima kasih untuk semua waktu yang telah kamu luangkan untukku. Kamu ibarat malaikat yang selalu hadir di saat aku membutuhkan.”

Langit lalu tersenyum tipis lalu berbisik, “Kamu adalah sahabatku sekaligus sudah seperti adik bagiku. Sudah seharusnya seperti itu.”

Namun tetap saja hatinya selalu mengartikan sesuatu yang beda dengan perasaannya pada Senja.

Tanpa keduanya sadari, Bumi yang baru saja tiba di tempat itu, seketika mengepalkan kedua tangan. Darahnya seolah mendidih melihat pemandangan yang tersaji di depan mata.

Meski tahu jika keduanya bersahabat, namun tetap saja Bumi selalu merasa cemburu jika melihat keduanya bersama.

“Dasar wanita murahan!” umpatnya dalam hati. Bumi menarik nafas dalam-dalam demi meredam emosinya.

“Senja, Mas Langit.” Bumi menghampiri keduanya dengan senyum penuh kepalsuan.

“Bumi,” sahut Langit. Perlahan mengurai pelukannya dari Senja. Membalas senyum adik sepupunya itu.

“Kamu membuatku khawatir saja. Rupanya kamu di sini,” kata Bumi. Merangkul sang istri seolah-olah ia benar-benar cemas. “Mas Langit, aku dan Senja sekalian pamit.”

“Baiklah, kalian hati-hati di jalan,” pesan Langit.

Bumi hanya mengangguk pelan. Mengajak Senja meninggalkan tempat itu menuju lift.

“Wanita murahan!” maki Bumi lalu menampar Senja. Begitu pintu lift terbuka, ia langsung mendorongnya dengan kasar.

”Mas!”

Tamparan keras kembali bersarang di wajah Senja. Tak cukup sampai di situ, Bumi kembali memukul perut Senja sehingga membuatnya langsung terduduk.

“Akkhh!!” Suara rintihan Senja terdengar bergetar.

Sedangkan Bumi hanya menatap Senja sambil tersenyum sinis merasa tak bersalah.

...----------------...

3. SLMS

Setibanya di rumah, Senja langsung mempercepat langkahnya. Baru saja ia akan menapaki anak tangga, tangannya di tarik dengan kasar oleh Bumi.

“Kamu tuh, ya, selalu saja membuat masalah di acara penting!” bentak Bumi dengan wajah memerah. “Bisa nggak sih, kamu menyesuaikan diri dengan kalangan atas. Biar aku nggak malu! Dasar wanita nggak jelas asal usulnya!”

Senja menunduk memandangi lantai ubin. Sedetik kemudian ia menatap lekat wajah Bumi.

“Mas, wanita yang kamu katain nggak jelas asal usulnya ini, wanita yang kamu anggap pela*cur murahan, tetaplah istri sahmu. Dan, sebentar lagi akan melahirkan anakmu. Bukan anak dari pria lain,” balas Senja lirih.

Seusai melontarkan ucapannya, Senja kembali akan melanjutkan langkah. Akan tetapi, Bumi kembali menarik tangan wanita itu dengan kasar lalu sengaja mendorongnya hingga terjatuh.

“Aakkhh!” Suara pekikan Senja seketika memecah keheningan malam.

Bik Riri yang mendengar suara pekikan Senja langsung panik lalu berlari keluar kamar menuju ruang tamu.

“Nak Senja!” Bik Riri langsung menghampiri Senja kemudian menatap Bumi. “Nak Bumi, ada apa ini? Kenapa bisa Nak Senja sampai terjatuh!”

Bumi tak menjawab melainkan langsung meninggalkan keduanya tanpa rasa bersalah.

“Bik.” Senja langsung memeluk wanita paruh baya itu sambil menangis.

“Ayo, kita ke kamar Bibik saja.” Bik Riri kemudian membantu Senja berdiri.

Sedih sekaligus iba pada Senja. Dengan mata berkaca-kaca ia menuntun wanita malang itu ke kamarnya.

“Tunggu di sini, Bibik ke dapur dulu sekalian membuatkanmu susu.”

Tak ada jawaban dari Senja melainkan menahan tangan Bik Riri. “Nggak usah Bik, nanti saja.”

Tak lama berselang Mang Dul menyapa keduanya. Pria paruh baya itu langsung merangkul keduanya dengan perasaan sedih.

Saat akan masuk ke rumah tadi, ia tak sengaja mendengar pembicaraan Senja dan Bumi. Bahkan dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat sang majikan sengaja mendorong Senja hingga terjatuh.

“Nak Senja, yang sabar, ya, Nak,” ucap Mang Dul lirih

“Paman.” Senja tak kuasa menahan air mata.

Bik Riri mengangguk sekaligus setuju. Bukan tanpa alasan, ia juga seolah tak tahan jika Senja terus-menerus mendapat KDRT.

“Nak Senja, jangan khawatir. Selagi masih ada Bibik dan Paman, kamu akan baik-baik saja,” timpal Bik Riri dengan suara bergetar.

“Paman ... Bibik, terima kasih. Kalian berdua begitu baik padaku.” Senja memeluk keduanya sambil terisak.

Sementara di kamar, sejak tadi Bumi terus saja mondar mandir. Darahnya kembali mendidih saat mengingat Langit memeluk Senja.

“Wanita murahan! Bahkan, sepupuku pun kamu inginkan! Aku curiga, jika bayi yang kamu kandung itu bukanlah anakku!” umpatnya.

Dengan emosi yang kian memuncak, Bumi keluar dari kamar lalu akan menuruni anak tangga.

Ia langsung menyeringai saat mendapati Senja sedang menaiki anak tangga. Tanpa basa basi ia segera menghampiri lalu menarik rambut Senja.

“Akhh! Mas ... lepasin.” Sambil memegang tangan Bumi, Senja menahan sakit.

Bukannya melepas, Bumi semakin menarik rambut Senja sekaligus mengarahkan langkah kakinya menuju ke atas.

“Katakan! Anak siapa yang sedang kamu kandung?! Apa jangan-jangan kamu sengaja menjebakku malam itu. Atau anak itu adalah anak dari salah satu pria yang sudah menidurimu, hah!” Suara bentakkan Bumi seolah memecah gendang telinga Senja.

Tarikan rambut yang semakin kuat membuat Senja terus meringis. Menangis saat ucapan bernada tuduhan itu terlontar begitu saja dari Bumi.

“Mas, lepasin, sakit!” keluhnya.

“Sakit? Aku nggak peduli! Kamu dan bayi itu adalah aib bagiku! Gugurkan bayi itu, aku nggak sudi memiliki anak dari wanita murahan sepertimu!”

Senja menggeleng, air matanya terus mengalir mendengar hinaan itu. Tak bisa lagi menahan, dengan sekuat tenaga ia memaksa melepas cengkeraman tangan sang suami.

Mendorongnya pelan lalu menatap tajam. “Mas, keji banget ucapanmu. Asal kamu tahu, anak ini adalah anakmu. Hasil dari perbuatan bejatmu! Jangan mengatakan dia adalah aib. Karena sejatinya dia nggak berdosa melainkan kita!”

Senja menyeka air mata, memundurkan langkah sambil menahan kram yang semakin terasa diperutnya.

“Jangan salahkan kehadirannya karena dia juga nggak berharap hadir di kehidupan kita. Tapi, dia hadir dari kesalahan serta sebuah dosa yang telah kamu lakukan malam itu!” pungkas Senja.

Bumi mengepalkan tangan, geram sekaligus marah tak terima disalahkan. Ia mendekati Senja lalu melayangkan tamparan di wajah.

Merasa belum puas, dengan teganya Bumi mendorong Senja hingga membuat wanita malang itu terguling dari atas tangga hingga ke bawah.

“Aaaakkkhhhh, Mas!”

Sontak saja perbuatan kejinya itu membuat suara teriakkan Senja kembali terdengar memecah keheningan malam.

Bik Riri dan Mang Dul yang sedang berada di kamar, saling berpandangan tatkala mendengar suara nyaring teriakkan Senja.

“Nak Senja!” ucap keduanya serentak.

Keduanya langsung berdiri lalu berlari keluar menuju arah sumber suara.

“Nak Senja!” pekik Bik Riri seraya menghampiri mendapati Senja tergeletak sambil memegang perutnya.

Mang Dul tak kalah panik saat melihat keadaan Senja yang terus meringis kesakitan.

“Nak Bumi! Apa yang sudah kamu lakukan?!” Sambil mendongak menatap Bumi yang masih berada di lantai dua.

Bumi tak menjawab melainkan bungkam seribu bahasa seolah tak merasa bersalah.

“Aakkhh ... Bik.” Suara rintihan Senja yang terdengar lirih membuat Bik Riri cemas.

“Ayo Nak Senja, ke kamar Bibik saja,” cetus Bik Riri dibantu Mang Dul memapahnya.

Namun, Senja kembali merintih menahan sakit di perut. Merasakan tiba-tiba ada sesuatu yang mengalir dari area in*timnya

“Bik, aku berdarah,” keluh Senja dengan lirih. Tak lama berselang ia perlahan terjatuh. Namun, dengan sigap Mang Dul menahan tubuhnya.

Bumi yang masih berada di lantai dua, hanya memandangi ketiganya bahkan sama sekali tak berinisiatif membantu.

“Baguslah, dia pendarahan. Semoga saja bayi yang dikandungnya itu mati!”

“Nak Senja ... Nak Senja ...!” panggil Mang Dul dan Bik Riri bergantian.

“Pak!” pekik Bik Riri sambil menangis. “Ayo kita bawa Nak Senja ke rumah sakit sekarang! Ibu takut jika Nak senja juga baby twins nggak selamat,” ucap Bik Riri dengan tersengal-sengal.

Tanpa memperdulikan Bumi yang hanya menjadi penonton, Mang Dul langsung menggendong Senja disusul Bik Riri tanpa memikirkan apapun lagi.

Keduanya langsung meninggalkan rumah menuju rumah sakit dengan perasaan cemas, khawatir sekaligus takut.

Sementara Bumi, perlahan menuruni anak tangga memandangi tetesan darah di lantai.

Tubuhnya langsung lemas seketika. Suatu kenyataan yang membuatnya cukup tercengang karena bayi yang dikandung Senja merupakan bayi Kembar.

“Baby twins?” ucapnya nyaris tak terdengar.

Mengangkat kedua tangan sembari menatap lekat. Tangan kotor yang sudah berulang kali ingin melenyapkan darah dagingnya sendiri.

********

Begitu tiba di rumah sakit, Mang Dul langsung memanggil suster yang bertugas.

Senja langsung dibawa ke ruang IGD untuk ditindaklanjuti. Bik Riri terus saja menangis.

Membayangkan wajah pucat Senja.

“Pak, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Nak Senja juga baby twins?” tanya Bik Riri.

“Kita berdoa saja semoga nggak terjadi apa-apa, Bu,” balas Mang Dul seraya mengelus pundak sang istri.

Perasaan kecewa bercampur marah seketika menyelimuti dirinya. Air mata pria paruh baya itu ikut menetes membayangkan wajah pucat Senja.

“Paman mohon bertahanlah, Nak Senja. Paman Yakin kamu bisa karena kamu wanita kuat.”

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!