NovelToon NovelToon

KEHORMATAN YANG TERGADAI

Bab 1. Buruh Cuci

Ileana pulang dari bekerja sebagai buruh cuci di salah satu rumah tetangga dengan membawa sebungkus nasi untuk putrinya Almira. Nasi itu dia beli di warung pinggir jalan.

Saat sampai di rumah, wanita itu langsung masuk ke kamar. Almira sang buah hati masih terlelap dalam tidurnya. Wanita itu mengecup dahi putrinya dengan lembut, takut membangunkannya.

Nasi yang Ileana beli, diletakan di meja samping tempat tidur putrinya. Sisa uang yang ada cuma cukup membeli sebungkus nasi. Dia berharap suaminya pulang membawa uang untuk membeli beras dan lauk.

Ileana keluar dari kamar sang putri menuju dapur. Dia mengambil pakaian kotor dan menuju sumur yang berada di belakang rumahnya.

Satu jam berlalu, Ileana selesai dengan pekerjaannya. Dia lalu masuk setelah menjemur baju yang dicucinya. Ileana tersenyum melihat suaminya yang telah pulang sedang makan nasi bungkus.

"Bang Calvin sudah pulang ...?" tanya Ileana.

Calvin hanya memandang, tanpa menjawab pertanyaan istrinya, dan setelah itu melanjutkan makannya. Ileana mendekati suaminya dan duduk di samping pria itu.

"Abang beli nasi bungkus? Apa Abang sudah dapat uang? Aku mau masak. Beras dan persediaan lauk sudah habis," ucap Ileana dengan lembutnya.

"Kalau sudah habis, terus kamu mau apa? Aku tidak ada uang! Bukankah kamu bekerja. Kemana perginya uang kamu? Apa kamu beri buat selingkuhanmu?" Calvin bertanya dengan nada tinggi, membuat Ileana sedikit takut.

"Astaga, Bang. Jaga ucapan Abang. Nanti ada yang dengar, dan mereka percaya lagi," ucap Ileana.

Ileana menarik napas panjang, menahan sesak di dada. Selalu saja itu yang menjadi jawaban suaminya jika dia minta uang belanja.

"Bang, uangku habis buat beli obat Almira!" jawab Ileana dengan penuh penekanan.

"Almira lagi, Almira lagi. Dari kecil anak itu bisanya cuma menyusahkan orang tua. Kenapa tidak mati saja?" Calvin bicara dengan nada tinggi.

Kembali Ileana menarik napasnya. Dia kuatir Almira mendengar ucapan ayahnya. Calvin selalu saja menganggap Almira putri mereka sebagai beban. Tidak ada rasa sayang sedikutpun pada darah dagingnya itu.

"Bang, kenapa berkata begitu? Dia anakmu, darah dagingmu!" ucap Ileana dengan suara serak menahan tangis.

"Buat apa punya anak seperti itu. Anak yang selalu menyusahkan orang tua saja!" ucap Calvin lagi.

Ileana yang tidak tahan mendengar ucapan dari suaminya masuk ke kamar Amira. Dia takut anaknya mendengar apa yang suaminya katakan.

Ileana menarik napas lega melihat anaknya yang masih tertidur. Mata wanita itu mengarah ke meja samping tempat tidur. Tidak ada lagi nasi bungkus yang dia beli tadi. Pikiran Ileana langsung tertuju ke suaminya. Dia keluar dari kamar. Berdiri tepat dihadapan pria itu.

Calvin menatap Ileana dengan mata melotot tajam. Dia tidak suka melihat istrinya berkacak pinggang.

"Kenapa kau berdiri dihadapanku? Membuat selera makanku hilang saja!" ucap Calvin dengan suara lantang.

"Apa itu nasi bungkus di kamar Amira yang kamu makan, Mas?" tanya Ileana dengan suara penuh penekanan.

"Iya ... emangnya kenapa?" tanya Calvin dengan nada tanpa bersalah.

"Mas, itu aku beli untuk Amira. Kenapa kamu yang makan? Nanti Almira makan apa? Aku tidak memiliki uang lagi. Seharusnya kamu membeli makanan buat kami, bukan memakan yang aku beli!" ucap Ileana dengan nada tinggi.

Hatinya terlalu kesal melihat suami memakan nasi yang dibeli untuk Almira. Telah dua minggu Calvin tidak memberikan nafkah, tapi dia seperti tidak mau tahu dan peduli.

Mendengar nada bicara Ileana yang tinggi, Calvin berdiri. Diambilnya nasi bungkus yang masih tersisa dan dilemparkan ke wajah istrinya. Itu bertepatan dengan Amira yang terbangun.

"Ambil ini! Berikan pada anakmu itu!" ucapnya Calvin.

Gadis kecil itu ketakutan melihat ayahnya yang marah. Namun, dia juga iba melihat ibunya. Akhirnya Almira beranikan diri berjalan mendekati ibunya.

"Ayah, kenapa melempar nasi ke wajah Ibu. Mata ibu pasti perih," ucap Almira. Dia melihat ibu sedang membersihkan nasi yang melekat diwajahnya.

Melihat Almira, emosi Calvin bukannya reda. Justru makin memuncak. Dia menarik rambut putrinya.

"Ini semua gara-gara kamu anak sialan!" ucap Calvin dengan penuh emosi.

Ileana yang melihat putrinya disiksa tidak tinggal diam, digigitnya tangan Calvin sang suami agar terlepas dari rambut putrinya. Calvin yang merasakan sakit melepaskan tangannya dari rambut Almira.

Melihat tangannya yang mengeluarkan darah, Calvin makin emosi. Tangannya terayun dan menampar pipi Ileana dengan keras hingga darah segar mengalir dari sudut bibir wanita itu.

Ileana merasakan pipinya panas, bekas tamparan sang suami. Dia menghapus darah yang mengalir dengan tangannya secara kasar.

"Kau boleh menghina atau menamparku, tapi jangan sentuh putriku! Sekali lagi kau menyiksanya, aku akan lapor polisi!" ancam Ileana.

Almira menangis ketakutan dan juga menahan sakit di kepala karena tarikan ayahnya tadi. Ileana memeluk putrinya. Usia Almira telah memasuki tujuh tahun. Namun, tubuhnya kurus dan kecil karena gagal ginjal yang di deritanya.

Sejak penyakit ginjalnya makin parah, beberapa bagian tubuh Almira membengkak. Wajahnya sangat pucat, tubuhnya mudah lelah sehingga terpaksa berhenti sekolah.

"Apa kau mengancamku!" ucap Calvin. Dia kembali mendekati Ileana. Mencengkeram rahang pipi Ileana dengan kuat. Leana merasakan sakit, tapi ditahannya. Dia tidak ingin terlihat lemah di mata Calvin, dan juga tidak ingin Almira makin ketakutan.

Almira yang ketakutan bersembunyi di balik pintu. Dia menangis melihat ayahnya yang menyiksa ibunya. Tangannya menyentuh gagang sapu. Entah dari mana keberanian itu muncul, Almira mengangkat sapu dan memukul punggung ayahnya hingga tangan pria itu terlepas dari wajah Ileana.

Sementara suaminya sedang mengerang kesakitan, Ileana langsung menggendong putrinya dan berlari ke luar rumah. Dia berhenti di rumah tetangga.

Tetangga Ileana yang bernama Ani itu kaget melihat wanita itu yang berlari sambil menggendong putrinya. Dia memintanya masuk ke rumah.

Calvin yang mengejarnya berhenti saat Ani menghadang di muka pintu. Dengan berkacak pinggang, Ani menyapa Calvin.

"Ada apa, Bang?" tanya Ani sambil tersenyum dengan suara lembut.

Calvin yang tidak mau kedoknya sebagai suami pemarah diketahui tetangga hanya senyum saja. Dia lalu membalikan tubuhnya.

"Tidak ada apa-apa. Aku mau ke warung," ucap Calvin sambil melangkah meninggalkan halaman rumah Ani.

Ani hanya tersenyum melihat kepergian Calvin. Setelah pria itu menghilang dari pandangannya, Ani masuk ke rumah untuk menemui Ileana dan putrinya.

...----------------...

Bab 2. Lokasi

Ani masuk ke dalam rumah, tampak Ileana yang ketakutan sambil memeluk putrinya. Almira masih terus menangis. Wajah bocah itu tampak pucat karena takut Calvin akan mengejar dan memarahinya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Ani begitu dia telah duduk di sofa.

Ileana mengatakan semua mengenai rumah tangganya. Calvin yang kerjanya hanya berjudi dan Almira yang sedang mengidap penyakit gagal ginjal. Ani yang mendengarnya menjadi terkejut. Tidak percaya sahabat kecilnya itu selama ini mengalami banyak kesulitan.

"Almira, kamu lapar, Nak. Tante ada ayam goreng. Tante ambilkan dulu. Kamu tunggu ya," ucap Ani.

Dia kasihan mendengar cerita Ileana yang mengatakan jika nasi bungkus buat putrinya itu dimakan Calvin. Ani berdiri dan berjalan menuju dapur. Mengambil nasi dan lauknya.

Sepiring nasi dan segelas air hangat diletakkan dihadapan Almira dan Ileana. Wanita itu mengambil dan menyuapi anaknya.

"Terima kasih, Ani." Ileana berucap dengan suara terharu. Dia membuang rasa malunya, karena menerima pemberian makanan dari tetangga. Asal anaknya tidak kelaparan biarlah, apa pun akan dia lakukan.

"Maaf aku jadi merepotkan kamu. Aku tadi benar-benar kalut. Tidak tahu mau lari kemana. Aku takut Bang Calvin melukai Almira." Ileana bercerita sambil menyuapi anaknya. Gadis cilik itu terlihat lahap menyantap nasi dan ayam gorengnya.

Ileana memang sangat jarang membeli lauk ayam. Uang dari hasil buruh cuci tidaklah mencukupi untuk biaya hidup dan membayar pengobatan putrinya.

"Berapa gaji kamu sebagai buruh cuci di rumah Bapak kepala desa?" tanya Ani.

Ileana memang bekerja sebagai buruh cuci di rumah bapak kepala desa. Dia juga akan menerima pekerjaan serabutan apa pun yang ditawari orang padanya. Sebagai seorang wanita yang hanya tamatan Sekolah Dasar hanya pekerjaan kasar seperti itu yang bisa dia kerjakan.

"Empat ratus ribu satu bulan," jawab Ileana.

"Satu bulan cuma empat ratus ribu, mencuci dan menyetrika pakaian mereka!" ucap Ani dengan penuh penekanan.

"Bagiku itu sudah cukup membantu perekonomian keluarga. Aku tidak bisa bekerja apa pun. Aku hanya tamatan SD," ucap Ileana dengan lirih.

"Aku bisa memberikan kamu pekerjaan. Dalam satu malam kamu bisa mendapatkan uang tiga kali lipat bahkan sepuluh kali lipat dari gaji kamu sebulan," ucap Ani dengan senyuman.

Ileana yang hanya gadis kampung terkejut mendengar ucapan Ani. Bagaimana bisa gaji satu hari jauh lebih banyak dari gajinya satu bulan.

"Apakah dengan ijazah SD bisa melamar ke sana?" tanya Ileana dengan antusias.

Ileana membayangkan dengan uang sebanyak itu dia bisa memberikan kehidupan yang layak bagi putrinya dan juga bisa untuk pengobatan Almira nantinya. Senyum simpul terukir di wajah wanita itu membayangkannya.

"Tentu saja bisa. Apa lagi kamu memiliki wajah yang sangat cantik. Tinggal aku poles sedikit saja, kecantikan kamu akan terpancar. Kamu memiliki wajah yang amat cantik. Sayang saja jika tidak dimanfaatkan. Jika aku menjadi kamu, akan aku gunakan kecantikanku itu," ucap Ani dengan lirih.

Ani menatap wajah Ileana dengan intens. Dia yakin dengan kecantikan wajahnya, wanita itu dapat meraup uang banyak. Dia saja yang memiliki wajah rata-rata bisa hidup mewah. Apa pun yang dia inginkan saat ini, tinggal beli saja.

"Kalau menurut kamu bisa, aku mau. Di mana kerjanya. Kapan kamu bisa bawa aku ke sana?" tanya Ileana dengan antusias. Dia sudah ingin merubah nasib keluarganya.

"Nanti malam kamu bisa ikut aku," jawab Ani.

"Malam ...? Almira nanti dengan siapa?" tanya Ileana dengan suara lirih.

"Almira nanti aku titipkan pada teman yang rumahnya di dekat kita kerja nantinya," jawab Ani.

Setelah cukup lama berbincang, Ileana akhirnya pamit. Dengan langkah yang penuh semangat dia pulang. Ani memberikan ayam gorengnya tiga potong buat Almira makan. Putri Ileana itu tampak sangat bahagia.

**

Tepat jam tujuh malam, Ileana dan putrinya berjalan menuju rumah Ani. Beruntung suaminya Calvin belum juga kembali dari siang tadi.

Setelah mengetuk pintu, Ileana dipersilakan masuk. Ani tersenyum pada gadis cilik itu. Almira sangat pendiam. Dia jarang bicara sejak di vonis gagal ginjal. Tubuhnya mudah lelah. Kepala sering pusing, dan mual serta muntah.

"Ileana, aku rasa pakaian kamu ini kurang menarik. Secantik apa pun kamu jika tidak diimbangi dengan pakaian dan dandanan tidak akan ada yang melirik," ucap Ani.

Ani meminta Ileana masuk dan meminjamkan pakaiannya. Wanita itu sedikit risih dengan bajunya, tapi demi anaknya Amira, dia terima saja.

Mereka bertiga pergi dengan taksi. Almira tampak bahagia bisa jalan dengan mobil. Satu jam perjalanan mereka sampai. Almira dititipkan dengan seorang ibu yang rumahnya terletak di tepi jalan.

"Almira di sini dulu. Ibu mau bekerja," ucap Ileana.

"Baik, Bu. Ibu hati-hati," jawab Almira.

Setelah menitipkan Almira pada ibu itu, Ani dan Ileana meneruskan jalan mereka. Melihat tempat yang mereka tuju, hati dan pikiran Ileana mulai bimbang. Dia mulai bisa menebak pekerjaan apa yang akan Ani tawari.

Di tempat itu, suasana di lokalisasi mulai meriah. Lampu neon dan lampu sorot yang berwarna-warni menyala dengan gemerlap di sepanjang jalan kecil yang dipenuhi deretan rumah-rumah kontrakan. Suara musik dangdut yang mengalun keras terdengar dari beberapa rumah dan tempat karaoke yang ramai oleh pengunjung.

Di pinggir jalan, terdapat tukang warung makan yang sibuk menyiapkan hidangan untuk para tamu. Bau asap dari ayam panggang dan sate yang sedap memenuhi area sekitar dan membuat siapapun yang melintas menjadi lapar. Beberapa orang sedang mengobrol sambil menikmati minuman keras di warung pinggir jalan, menambah keramaian di malam itu.

Namun, di balik keramaian yang terlihat, terdapat banyak cerita tragis yang menghiasi keberadaan lokalisasi. Banyak wanita yang bekerja di sana adalah korban dari perdagangan manusia dan sering kali tidak memiliki hak untuk memutuskan nasib mereka sendiri. Kondisi yang seringkali diperparah dengan kekerasan dan penindasan yang terjadi di sana.

Saat malam semakin larut, suasana di lokalisasi menjadi semakin gelap dan menyeramkan. Orang-orang yang bekerja di sana mulai agak khawatir ketika melihat orang-orang asing yang berjalan dan berkeliaran di sekitar lingkungan itu. Mereka cenderung menjadi waspada dan selalu mengamati keadaan sekitar agar mereka bisa menghindari gangguan yang tidak diinginkan.

"Ani, katakan dengan jujur, pekerjaan apa yang akan kamu berikan padaku? Apakah sebagai kupu-kupu malam?" tanya Ileana akhirnya setelah berjalan makin jauh ke dalam.

"Memangnya pekerjaan apa yang bisa dilakukan wanita seperti kita ini? Pendidikan tidak punya, dan kenalan pengusaha juga tidak ada," ucap Ani.

"Maaf, Ani. Aku tak bisa. Aku pulang saja," ucap Ileana.

"Terserah kamu! Ingat penyakit anakmu yang membutuhkan biaya," ucap Ani.

"Aku bisa cari pekerjaan lain," ujar Ileana masih bersikeras.

Dia berjalan kembali menuju rumah tempat putrinya dititipkan. Mana mungkin dia yang telah bersuami akan menjual kehormatannya. Pikir Ileana.

...----------------...

Bab 3. Akhirnya

Sudah dua hari Calvin tidak pulang ke rumah. Uang buat makan terpaksa Ileana berhutang di warung. Pagi ini setelah menyiapkan sarapan untuk putrinya, wanita itu masuk ke kamar untuk pamit pergi kerja sebagai buruh cuci.

Ileana terkejut saat baru mau melangkah masuk ke kamar, dia melihat putrinya muntah-muntah dengan wajah pucat. Dengan berlari wanita itu menghampiri Almira dan mengusap tengkuk putrinya agar bisa memuntahkan semua isi perutnya.

Setelah merasa agak nyaman, Almira lalu kembali tidur. Kepalanya terasa sangat pusing.

"Sayang, kamu kenapa, Nak?" tanya Ileana. Dia memegang dahi Almira, terasa sangat panas. Wanita makin kuatir. Dia lalu menggendong putrinya, berlari menuju klinik terdekat.

Saat di klinik, dia bertemu Ani. Wanita itu mengikuti Ileana yang masuk ke ruang IGD dengan berlari.

"Dokter, tolong periksa putri saya!" teriak Ileana. Dokter lalu memeriksa keadaan Almira.

Setelah setengah jam, akhirnya pemeriksaan pada tubuh Almira selesai. Dokter menganjurkan untuk rawat inap. Namun, Ileana meminta untuk rawat jalan saja.

"Bagaimana Almira?" tanya Ani. Ternyata wanita itu masih menunggu Ileana selesai.

"Dokter mengatakan dia harus di rawat. Tapi aku tidak ada uang, bagaimana aku bisa membayar biaya rumah sakitnya nanti," ucap Ileana dengan suara parau menahan tangis.

Ileana sebenarnya tidak tega melihat penderitaan putrinya itu, tapi apa daya, dia tidak ada biaya. Ani menggenggam tangan sahabatnya itu.

"Apa kau tega melihat Almira kesakitan? Bukankah kau masih bisa bekerja seperti yang aku janjikan itu? Lupakan harga diri dan kehormatanmu demi sang putri," ucap Ani.

Dia teringat ucapan madam di sana, jika wanita germo itu membutuhkan seseorang yang baru terjun ke dunia hitam ini. Ada tamu istimewa yang akan datang, begitulah yang madam katakan.

Ileana kembali berpikir setelah mendengar ucapan tetangganya itu. Sepertinya memang tidak ada jalan lain, dia harus menggadaikan kehormatannya demi sang anak.

Setelah berbincang dengan dokter, akhirnya diputuskan Almira di rawat. Ileana terpaksa membayar seorang perawat untuk menjaga putrinya itu. Sementara dia harus mulai bekerja sebagai kupu-kupu malam.

Ileana pamit dengan putrinya sebelum pergi bersama Ani. Dia telah memutuskan mengambil pekerjaan itu.

"Ibu harus kerja. Almira ditemani tante dulu di sini. Jika Almira ingin sesuatu, katakan saja dengan tante Defi," ucap Ileana.

"Iya, Bu. Hati-hati," ucap Almira dengan suara pelan. Gadis itu telah biasa di tinggal pergi ibunya untuk bekerja, sehingga tidak sulit bagi Ileana untuk mendapatkan izin.

**

Setelah melawan kata hatinya, di sini Ileana berada. Wanita itu telah dikenalkan dengan madam.

Madam memandangi Ileana dari ujung rambut hingga kaki. Dia tersenyum pada Ani.

"Good, pilihan kamu kali ini sangat tepat. Wanita ini kelihatan berkelas. Pasti Jason suka. Pria itu tidak mau wanita yang telah bekerja sebagai wanita malam. Dia selalu saja ingin stok baru," ucap Madam.

Ileana hanya diam saat madam dan Ani bicara. Dia juga kurang paham dengan apa yang diucapkan mereka berdua.

Ani lalu mengajak Ileana ke salah satu kamar. Dia mendandani wanita itu seperti yang Madam inginkan. Tidak lama datang seorang pria menjemput Ileana. Tentu saja dia takut pergi dengan pria yang tidak dikenalnya.

"Pergilah! Kau hanya perlu melayani bos mereka. Kau bukan perawan yang tidak tahu apa yang harus kau lakukan. Anggap saja kau sedang melayani suamimu," ucap Ani. Dia mengantar Ileana hingga masuk ke sebuah mobil mewah.

Dalam perjalanan, Ileana hanya diam. Dia takut dan juga ragu. Jika dia tidak melakukan ini, pastilah akan sulit mencari uang buat pengobatan.

Satu jam perjalanan sampailah mereka di sebuah rumah yang sangat mewah. Ileana berjalan mengikuti pria yang membawanya tadi. Hingga mereka berhenti di depan pintu kamar.

Pria itu mengetuk pintu, lalu pintu terbuka dengan sendirinya. Ileana menjadi kaget karena tidak ada orang di balik pintu. Mungkin pintunya menggunakan remote.

"Masuklah! Tuan telah menunggu kamu di dalam," ucap Pria itu. Setelah berkata begitu, dia berjalan menjauhi kamar.

ileana berjalan pelan memasuki kamar. Dia berhenti saat melihat kamar yang begitu luas dan besar. Mungkin sepuluh kali lebih besar dari rumah kontrakannya.

Ileana melihat seorang pria yang berdiri memandangi jalanan dari jendela. Pria itu berpakaian sangat rapi berbeda dengan suaminya. Wanita itu kembali terkejut saat pintu kamar tertutup dengan sendirinya.

Pria itu membalikan tubuhnya. Ileana memandangi tanpa kedip. Ternyata dia jauh lebih ganteng dari pikiran Ileana. Pria itu duduk di sofa yang ada di dekatnya, dengan gerakan tangan meminta Ileana mendekat.

"Kenapa kau hanya diam! Apa Madam tidak mengatakan apa pun padamu?" tanya pria itu dengan suara baritonnya.

"Sudah, Pak. Apa kita akan melakukan sekarang?" tanya Ileana dengan gugup.

"Jangan terburu-buru. Aku ingin melihat dulu, apakah kamu bisa membuat aku tertarik. Jika tidak, kita batalkan perjanjian!" ucap pria itu.

"Apa yang harus aku lakukan agar bisa menarik perhatian, Bapak?" tanya Ileana dengan lugu.

Ucapan Ileana itu mampu membuat pria itu tertawa. Dia lalu berdiri dan mendekati Ileana.

"Panggil saja aku Jason! Sekarang buka seluruh pakaianmu!" perintah Jason.

Ileana menarik napas. Dia ingat Almira yang terbaring sakit dan membutuhkan biaya. Wanita itu bertekat akan memberikan pelayanan terbaik agar pria dihadapannya ini puas. Ani tadi mengatakan jika dia suka memberi bonus yang besar, jika bisa memuaskan hasratnya.

Dengan gerakan sensual, Ileana membuka satu persatu kain yang melekat di tubuhnya. Hingga dia menjadi polos. Baru kali ini, dia terbuka begini dihadapan pria selain Calvin suaminya.

Tubuh Ileana yang putih mulus dengan bentuk tubuh bak model, membuat mata Jason memandangi tanpa kedip. Dia mendekati wanita itu. Memeluk pinggangnya dan mendekati wajah Ileana.

Jason mengecup bibir ranum Ileana, ciuman yang awalnya lembut akhirnya menuntut. Mereka saling membelit lidah. Cukup lama Jason dan Ileana bercumbu, dan akhirnya terhenti saat melihat Ileana yang sesak.

Jason langsung menggendong tubuh Ileana, dan menghempaskan ke kasur dengan lembut. Pria itu menatap intens ke tubuh Ileana.

"Aku ke kamar mandi sebentar sebelum kita mulai malam ini. Aku ingin kau memberikan pelayanan terbaikmu," ucap Jason sebelum masuk ke kamar mandi. Ileana menatap nanar ke arah pria itu. Dia menarik napas berat.

"Maafkan aku, Bang. Aku terpaksa mengkhianati kamu demi biaya pengobatan Almira," ucap Ileana dalam hatinya.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!