NovelToon NovelToon

Terlanjur Menikah

Prolog

Siang hari yang terik ...

"Cissss!!!" teriak Julia dan teman-temannya saat berfoto bersama.

Julia sibuk berfoto bersama teman ataupun guru-gurunya.

Setelah puas berfoto, Julia nampak menengok ke kanan dan ke kiri. Pandangannya menyapu segala arah di ruang aula sekolah ini. Ya ... Julia mencari keberadaan Ben, sahabat yang selalu menemaninya semenjak masa remaja.

Julia keluar aula saat tidak menemukan seseorang yang dicarinya. Lalu Julia melihat sosok Ben yang sedang duduk sendiri di taman sekolah.

"Ben ... Ben!" teriak Julia memanggilnya sahabatnya itu.

Ben melambaikan tangan saat melihat Julia menghampirinya.

"Ternyata kamu disini. Dari tadi aku mencari kamu kemana-mana," Julia ikut duduk di samping Ben.

"Aku mencari udara segar. Di dalam aula terasa panas. Lagipula acaranya juga sudah selesai," kata Ben sambil membuka jas almamater sekolah.

"Ben ... Habis ini kita mau ke mana?" tanya Julia sembari mengusap peluh yang bercucuran di keningnya.

Yah siang itu, Julia dan Ben sedang duduk di taman sekolah. Acara wisuda SMA sudah usai.

Julia melihat teman-teman yang lain sibuk berfoto di segala sudut sekolah. Seolah enggan melewatkan momen selama bersekolah di SMA ini. Tiga tahun telah mereka lewati. Banyak cerita yang dapat mereka uraikan, baik itu menyenangkan ataupun cerita sedih.

"Aku mau langsung pulang aja. Capek," kata Ben malas.

"Oh ya sudah kalau begitu. Aku juga mau pulang. Eh ... tapi tadi si Irfan mengajakku makan bersama dengan yang lain. Kamu mau ikut?" ajak Julia sambil memandangi Ben yang terlihat tak bersemangat.

Julia melihat Ben dengan seksama. Dia menyadari ada sesuatu dengan sahabatnya ini. Karena tidak biasanya Ben terlihat tak bersemangat seperti ini. Tapi jika Julia memaksa Ben untuk bercerita sekarang pasti Ben akan tetap bungkam. Lebih baik nanti sore, Julia akan datang ke rumah Ben saja karena biasanya saat itulah akhirnya Ben akan bercerita dengan sendirinya.

"Ben! Ikut nggak? Aku sudah ditunggu Irfan nih," Julia masih mencoba mengajak Ben agar mau ikut dengannya.

"Kamu pergi saja sendiri. Aku mau langsung pulang," kata Ben sambil berdiri dan berjalan pergi tanpa memperdulikan Julia yang ada di sana.

Ih! Dasar Ben! Kalau moodnya lagi buruk pasti aku yang kena sasaran. Awas aja nanti! Julia hanya bisa mengutuki Ben dalam hati.

Julia melangkahkan kakinya keluar gerbang sekolah. Dia sudah berjanji pada Irfan dan teman-teman sekelasnya untuk makan siang bersama. Mereka ingin merayakan kelulusan SMA ini dengan bergembira bersama.

Julia melihat Irfan melambaikan tangannya.

"Julia! Sini!" teriak Irfan.

"Irfan, yang lain pada kemana?" tanya Julia saat melihat halaman sekolah yang kelihatan sudah lengang.

"Teman-teman lain sebagian besar sudah berangkat. Aku cuma nunggu kamu nih. Yuk berangkat," ajak Irfan sambil menyerahkan helm pada Julia.

Julia memakai helm dan naik ke motor Irfan. Irfan mengendarai motornya dengan cepat menuju tempat makan yang sudah disepakati teman-teman sekelasnya.

Tak berapa lama, sampailah Julia dan Irfan di tempat yang dimaksud.

Julia turun dari motor, melepas helmnya dan menyerahkannya pada Irfan. Julia mengajak Irfan untuk langsung masuk ke dalam resto.

Teman-teman sekelas Julia sudah asyik mengobrol dan menyantap hidangan yang sudah dipesan. Memang siang ini sangat istimewa bagi mereka semua.

Julia pun mengajak Irfan untuk langsung ikut makan, karena memang perutnya sudah kelaparan sedari tadi.

Selesai makan, Julia dan teman-temannya berfoto bersama dan asyik mengobrol.

"Jul ... kamu mau melanjutkan kuliah dimana?" tanya Irfan saat mereka duduk berdua di sudut resto sambil memandangi teman-temannya yang lain.

"Aku kuliah di universitas swasta di kota ini juga. Kemarin daftar di universitas negeri tapi nggak lolos. Hehe," kata Julia cengar-cengir.

"Yah ... sedih dong aku."

"Kamu kuliah di universitas negeri ya Irfan?"

"Iya. Tapi sekarang ingin pindah saja biar bisa kuliah bareng kamu," kata Irfan.

"Ah bercanda aja kamu nih. Harusnya kamu itu bersyukur bisa diterima di universitas negeri. Jangan kayak aku," balas Julia.

"Iya sih. Tapi kita tetap bisa berteman kan Julia," harap Irfan.

Sebenarnya Irfan sangat ingin terus bisa bersekolah bersama Julia. Sedari masuk SMA, Irfan sudah tertarik pada Julia. Dan semakin hari Irfan semakin suka bersama Julia dan akhirnya Irfan pun menyadari jika dia jatuh cinta pada Julia.

Tapi Irfan berpikir berkali-kali sebelum mengutarakan isi hatinya. Semua itu dikarenakan ada Ben, cowok yang selalu menemani dan ada di samping Julia di mana pun berada.

"Pastilah ... walaupun kita tidak satu universitas, tapi kan kita bisa selalu berteman," kata Julia.

"Ehm ... Ben kuliah dimana?" tanya Irfan kemudian.

"Sama kayak aku. Ben juga mengambil jurusan Ekonomi dan Bisnis, sama kayak aku juga."

"Oh ...," hanya itu yang dikatakan Irfan. Dalam hati Irfan merasa sedih karena akan semakin jauh dia punya kesempatan selalu bersama Julia.

"Irfan, aku pulang dulu aja ya. Acara juga sudah selesai. Kamu nggak perlu mengantarku pulang. Kamu nikmati waktu aja disini bersama yang lain," Julia membereskan tasnya dan berdiri hendak meninggalkan Irfan.

"Julia, kita datang bersama jadi pulang juga harus bersama. Yuk aku antarkan pulang," kata Irfan.

"Oke kalau kamu inginnya begitu," Julia tersenyum dan mengajak Irfan untuk berpamitan pada teman-temannya sekelas yang sebagian besar masih asyik mengobrol di sana.

Irfan mengendarai dengan kecepatan sedang. Dirinya ingin lebih lama berdua dengan Julia, karena jarang sekali ada kesempatan seperti ini. Julia selalu terlihat bersama Ben. Tapi siang ini Irfan sangat senang karena Ben tidak ikut acara ini karena di kelas 12 ini memang Julia dan Ben berbeda kelas.

Hampir setengah jam perjalanan menuju rumah Julia. Saat sudah sampai rumah, Julia langsung turun dari motor.

"Irfan, masuk dulu yuk," ajak Julia sambil melepas helmnya.

"Sudah sore nih, besok saja aku main kesini. Lagipula kamu juga sudah capek."

"Oke. Terima kasih ya Irfan. Ehm ... Kalau besok mau kesini jangan lupa telpon dulu supaya aku ada di rumah," kata Julia.

"Oke," Irfan pun langsung menstater motornya dan melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumahnya.

Julia cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Papa Mamanya belum pulang dari kantor. Rumahnya memang selalu sepi karena Justin, kakak Julia sudah bekerja di luar kota. Julia hanya tinggal dengan Papa Mamanya.

Hari sudah sore saat Julia sampai rumah. Julia cepat-cepat mandi, rasa lelah tersiram sudah dengan segarnya air yang mengguyur tubuhnya.

Selesai mandi, Julia berganti pakaian dan keluar rumah untuk mengambil motor yang terparkir di garasi.

Sore ini Julia akan ke rumah Ben. Rasa penasaran menghantuinya sejak pulang acara wisuda tadi siang. Julia tahu jika Ben pasti memiliki masalah.

Julia memacu motornya dengan cepat. Tak lama kemudian sampailah ia di rumah Ben.

Belum juga mengetuk pintu, Ben sudah membuka pintu rumahnya dan keluar menghampiri Julia yang masih berdiri di halaman rumah Ben.

"Masuk yuk," tanpa basa-basi Ben langsung mengajak Julia karena memang Julia dan Ben telah bersahabat sejak SMP, kira-kira sudah sekitar 6 tahun.

"Ben, kamu dari tadi kok terlihat murung. Memangnya kenapa lagi?" tanya Julia saat keduanya sudah duduk di teras belakang rumah Ben.

"Memangnya kelihatan ya?" Ben balik bertanya.

"Ya iya lah ... Muka kamu tuh udah kayak kain pel yang nggak dicuci setahun. Kucel banget!"

Ben masih terdiam lama.

"Ben ... Ben! Ada apa sih sebenarnya?" Julia bertanya penasaran.

-

-

-

Jatuh Cinta

Ben beradu pandang dengan mata Julia. Sahabat yang selalu menemaninya sejak masa remajanya. Ben sangat mempercayai Julia karena baginya Julia sudah seperti adik daripada hanya sekedar sahabat.

Dengan napas berat, akhirnya Ben memutuskan untuk memberitahu Julia.

"Semalam Donna memutuskan hubungannya denganku. Dia bilang sudah nggak cinta aku lagi. Coba bayangkan alasan apa itu?" Ben sedih mengingat percakapannya semalam dengan Donna.

Julia hanya menatap Ben dan senyumnya pun mulai terkembang di wajahnya.

"Hei! Kamu kok malah senyum-senyum gitu sih?" Ben sewot melihat Julia.

"Hehe ... kirain ada masalah apa. Eh ternyata kamu baru putus toh?" Julia tak kuasa menahan tawanya.

"Aduh aduh ... sakit!" teriak Juli saat tangan Ben menjewer kupingnya.

"Kamu ini sahabatku bukan sih! Tau aku baru sedih malah tertawa begitu!" Ben marah-marah.

"Eh Ben ... kamu ingat nggak? Bukankah bulan lalu kamu juga baru putus lalu seminggu kemudian sudah berpacaran dengan Donna. Paling kamu sedih sehari dua hari, habis itu besoknya kamu sudah punya pacar lagi," kata Julia santai.

"Jul! Kamu ini mengejek aku ya!"

"Bukan begitu Ben cowok playboy ... kan kenyataan," ucap Julia menahan senyumnya.

"Iya sih, tapi ini beda. Kan biasanya yang minta putus aku duluan. Eh ini si Donna yang putusin aku. Alasannya nggak masuk akal lagi," Ben masih sewot.

"Haha ... jadi ceritanya kamu tersinggung karena Donna yang minta putus duluan? Sudahlah, yuk kita cari makan malam. Perutku lapar nih," ajak Julia.

"Heh ... kamu ini sahabat yang kurang pengertian. Harusnya kamu itu menghibur aku dong," Ben yang masih sewot malah mendekapkan tangannya di dada.

Ben masih merasa sedih karena dia masih suka pada Donna dan sekarang malah putus.

"Iya nanti pasti aku hibur nyanyian putus cinta. Tapi kita makan dulu yuk aku sudah kelaparan nih. Kalau kamu nggak mau ya sudah. Kamu tunggu di rumah aja nanti aku bungkuskan," kata Julia sambil berdiri dan berjalan keluar rumah.

"Eh tunggu! Aku ikut tapi tunggu sebentar aja, mau ganti pakaian dulu," kata Ben akhirnya.

Julia duduk di teras rumah memainkan ponselnya sambil menunggu Ben yang sedang berganti pakaian.

Rumah Ben memang sepi. Papa Mamanya sudah seminggu ini pergi ke rumah Bella, kakak Ben yang ada di luar kota. Bella sedang melahirkan anak pertama jadi Papa Mama Ben menjenguknya. Sedangkan Ben belum bisa ikut karena masih ada urusan sekolah yang harus diselesaikannya.

"Yuk," ajak Ben saat melihat Julia yang menunggunya di teras rumah.

Ben mengambil kunci motor Julia dan mengendarai motor Julia sedangkan Julia hanya membonceng saja.

"Kemana nih kita?" tanya Ben.

"Bagaimana kalau ke kafe langganan kita aja."

"Oke," saut Ben sambil menambah kecepatan motor.

Tak berapa lama, Ben dan Julia sudah sampai di kafe yang dituju.

Julia berjalan mendahului Ben dan memilih tempat duduk di pojok menjauhi keramaian.

Ben mengikuti Julia tanpa banyak protes.

Julia dan Ben memilih menu yang ada dan masing-masing memesan sesuai keinginan mereka.

Sambil menunggu makanan datang, Julia memperhatikan raut wajah Ben yang terlihat masih sedih.

"Ben, kamu benar sedih sudah putus dengan Donna?" tanya Julia masih mengamati wajah Ben.

"Ya ampun masih tanya terus. Kan aku sudah bilang kalau aku sedih," saut Ben memanyunkan bibirnya.

"Kalau memang kamu masih sayang, ajak balikan lagi aja kenapa? Kan gampang?"

"Ih ... enak banget ya kamu ngomong. Donna itu kayaknya udah benci banget sama aku setelah tau kalau aku sering ganti-ganti pacar. Padahal kan dengan Donna ini aku serius," kata Ben terus terang.

"Kalau begitu tunjukkan dong keseriusan kamu. Buktikan kalau kamu berganti-ganti pacar itu karena mencari yang cocok. Gitu!"

"Ah aku udah malas. Biarlah putus. Gengsi banget kalau mengajak balikan dulu. Biar Donna yang menyesal putus sama aku dan dia yang minta balikan duluan," kata Ben.

"Ya udah kalau mau kamu begitu. Sudah jangan sedih. Yuk kita makan dulu," kata Julia karena makanan pesanan mereka sudah datang.

Ben hanya menganggukkan kepalanya dan mulai makan. Mereka menikmati makanan masing-masing dengan diam. Tak ada percakapan diantara mereka. Masing-masing sibuk dengan pikirannya.

Julia merasa lega karena akhirnya Ben sudah putus dengan Donna. Julia merasa jika Donna bukanlah cewek yang cocok dengan pribadi Ben. Walaupun Ben sering ganti-ganti pacar, tapi Ben cowok yang baik dan selalu memperlakukan cewek secara gentleman.

Ben memang mencari cewek yang tepat untuknya. Selama ini Ben selalu memilih cewek yang hanya cantik wajahnya saja tapi bukan hatinya.

Semakin hari Julia pun makin menyadari jika rasa cintanya pada Ben makin bertambah. Julia ingin memiliki Ben untuk selamanya. Tapi bagaimana caranya? Julia tidak berani mengutarakan isi hatinya, sedangkan Ben sendiri menganggap Julia sebagai sahabat dan juga adiknya.

Ingin rasanya Julia menyadarkan Ben jika hati Julia adalah milik Ben seorang. Tapi sepertinya Ben tidak pernah menyadari hal itu.

Julia hanya bisa bersabar dan menunggu waktu yang tepat agar Ben menyadari hatinya sendiri bahwa Ben pun pasti punya rasa sayang pada Julia. Dan akhirnya Ben bisa lambat laun mencintainya.

##

Julia melihat Ben menghabiskan makanannya dengan lahap.

Mungkin orang yang putus cinta bisa kelaparan juga. Kata Julia dalam hati sambil menyunggingkan senyum di wajahnya tatkala melihat Ben.

Julia mengamati sosok Ben yang terlihat makin tampan setiap harinya. Dengan ditunjang body yang atletis karena hobinya berolah raga, membuat penampilan Ben semakin keren.

Julia sendiri juga cantik dan menarik. Dengan kulit kuning langsat, rambut lurus sebahu dan tubuhnya yang ideal membuat Julia tampak menarik bagi siapa saja yang melihatnya.

Tapi Julia tidak pernah mau dekat ataupun membuka diri untuk berteman dengan cowok selain Ben. Baginya hati dan cintanya hanya untuk Ben. Julia yakin suatu saat Ben pasti menjadi milikknya.

"Hei ... melamun aja," kata Ben membuyarkan lamunan Julia.

"Hehe ... lagi mikirin berapa lama waktu yang kamu butuhkan buat dapat pacar baru," ledek Julia.

"Aku jewer ya," saut Ben sewot.

"Ampunnnn!" teriak Julia sambil menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.

Ben memandangi Julia sambil tersenyum.

Tapi hatinya lambat laun sudah mulai membaik. Setelah bertemu dan berbicara dengan Julia, rasanya Ben sudah tenang. Julia selalu bisa menghiburnya bagaimana pun keadaannya.

"Jul, boleh aku bertanya?" tanya Ben.

"Ada apa lagi?" Julia balik bertanya.

"Jul, kenapa sih kamu belum pernah berpacaran? Padahal kan banyak cowok yang mendekatimu dan ingin pacaran sama kamu," kata Ben yang merasa penasaran akan sahabatnya ini.

"Ih, mau tau aja," saut Julia santai.

"Jul! Ayo dong jawab pertanyaanku!"

"Ehm ... sebenarnya sih kadang aku ingin punya pacar tapi malas juga kalau suatu saat putus. Jadi aku ingin pacaran sekali aja terus langsung nikah. Lagipula aku punya kamu, sahabat terbaikku," kata Julia

"Kan sahabat dengan pacar itu beda Jul ... apa jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta dengan seseorang ya?" tanya Ben yang masih penasaran.

"Aduh ... jatuh cinta apaan sih? Belum lah," Julia berusaha menyembunyikan rasa kaget di wajahnya.

Julia tidak ingin Ben tahu perasaannya saat ini jika sebenarnya Julia sangat mencintai Ben.

"Julia, kamu terus terang saja. Kamu jatuh cinta ya sama aku?" kata Ben menatap wajah Julia.

Julia balik menatap wajah Ben dengan bingung akan berkata apa.

-

-

-

Kecewa

Julia memalingkan wajahnya ke arah taman resto yang terlihat dihiasi lampu yang berwarna-warni.

"Hahaha ... kamu kok jadi salah tingkah begitu? Aku hanya bercanda Jul!!" Ben menjitak kepala Julia gemas.

"Ha?! Bercanda ya? Hehe ... tadi aku juga cuma akting doang, pura-pura salah tingkah. Bagus kan aktingku?" Julia tertawa terbahak-bahak berusaha menyembunyikan perasaannya.

Ya ampun ... Untung aja Ben cuma bercanda. Sudah hampir copot jantungku kalau Ben tau perasaanku sesungguhnya.

"Ben, pulang yuk," ajak Julia.

"Oke. Tunggu sebentar aku bayar ke kasir dulu," kata Ben sambil berdiri.

"Aku aja yang bayar Ben. Kan kamu lagi patah hati jadi kali ini aku yang traktir. Oke?"

"Memang ada hubungannya antara patah hati dan traktir orang? Ada-ada aja kamu Jul. Sudah kamu tunggu di sini dulu," perintah Ben lalu meninggalkan Julia yang kembali duduk.

Selesai membayar makanan, Ben memanggil Julia dan mereka berboncengan motor pulang kembali ke rumah.

##

Esoknya saat Julia bangun tidur, tangannya langsung meraih ponsel yang ada di nakas sebelah tempat tidurnya.

Matanya mengerjap berusaha melihat layar ponsel, menerka-nerka siapa yang mengirim pesan sepagi ini.

Ternyata Ben mengirimkan pesan memberitahu Julia kalau siang ini Ben akan mengajak Julia pergi menginap sehari di rumah Bella, kakaknya.

Aduh sudah jam berapa nih? Aku harus cepat-cepat mandi. Lagipula aku juga belum beli kado buat baby Kak Bella.

Julia cepat-cepat mandi dan menyiapkan barang yang akan dibawanya untuk keperluan menginap di rumah Bella.

Julia menelpon Mamanya untuk meminta ijin menginap semalam di rumah Bella. Mama pun mengijinkan karena keluarga Julia dan Ben memang sudah saling mengenal dan akrab dengan baik, sehingga Mama percaya jika Julia pergi dengan Ben.

Julia duduk bersantai di kamarnya sambil memainkan ponselnya, menunggu Ben menjemputnya.

Menjelang siang barulah Ben datang ke rumah Julia. Ben membawa mobil sendiri karena sudah memiliki SIM.

"Ben, kamu hafal rute jalan ke rumah Kak Bella?" tanya Julia saat keduanya sudah duduk di dalam mobil.

"Sudah dong, kamu ini suka banget mengejekku ," saut Ben sambil menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Kan katanya Kak Bella baru saja pindah rumah. Siapa tahu kamu belum hafal jalannya."

"Kalau salah jalan ya tinggal buka map aja di ponsel kan gampang," kata Ben santai.

"Hehe, aku bercanda doang. Kamu gampang naik darah ya? Masih sedih ingat sama Donna?"

"Enggaklah! Kayak kamu nggak tahu aku saja. Aku sudah move on," kata Ben menghentikan mobilnya di depan minimarket.

"Kamu tunggu sebentar di sini. Aku mau beli minuman buat bekal di perjalanan," lanjut Ben sambil keluar dari mobilnya.

Julia hanya menganggukkan kepalanya. Menunggu Ben sambil melamun memikirkan sahabatnya itu.

Semoga benar Ben sudah mulai bisa melupakan Donna. Rasanya hatiku sakit setiap kali Ben memiliki pacar baru. Mengapa sih Ben tidak bisa sayang sama aku selain hanya sebagai sahabat? Ben ... tidak bisakah kamu merasakan kalau aku hanya cinta sama kamu?

Ben membuka pintu mobil membuyarkan lamunan Julia.

"Nih, aku belikan minuman dingin," Ben memberikan sebotol minuman dingin pada Julia.

"Terima kasih." Julia meneguk minuman dingin mengaliri tenggorokannya. Terasa sangat menyegarkan di cuaca terik seperti siang ini.

Ben kembali menjalankan mobilnya melanjutkan perjalanan.

"Ben, nanti kita mampir ke toko sebentar ya. Aku mau beli kado buat baby Kak Bella," kata Julia.

"Nggak usah kasih kado juga nggak apa-apa. Santai saja Jul."

"Tapi ini titipan dari Mama yang belum sempat menengok Kak Bella. Tadi Mamaku pesan begitu. Ya ... tolong mampir sebentar doang," Julia memohon.

"Oke oke," saut Ben akhirnya.

Saat melewati pusat kota, Ben menghentikan mobilnya di depan sebuah toko peralatan bayi. Julia cepat-cepat membeli kado pesanan Mama.

Setelah selesai, Julia kembali masuk mobil Ben untuk melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di rumah Bella, Julia dan Ben disambut gembira oleh Papa Mama Ben juga Bella dan suaminya.

Julia merasa sangat gemas melihat Sovia, nama putrinya Bella. Julia ingin selalu mencium Sovia bahkan ingin menggigit pipinya yang bulat kemerahan.

##

Setelah semalam menginap di rumah Bella, hari ini Julia akan kembali pulang bersama Ben. Papa Mama Ben masih tinggal untuk menemani Bella hingga lusa.

Sorenya Ben dan Julia memulai perjalanan kembali ke rumah. Setelah sampai di kota tempat tinggal mereka, hari sudah malam.

"Ben, kita makan malam dulu yuk. Aku lapar," kata Julia.

"Oke, lagipula rumah kamu juga sudah dekat. Kita makan dulu saja."

Ben mengajak Julia makan di tempat favorit mereka berdua.

Saat sudah selesai makan, Julia melihat Donna menghampiri meja mereka.

"Ben," panggil Donna dan tanpa permisi langsung duduk di samping Ben.

Ben agak terkejut melihat kedatangan Donna di sana.

"Donna! Kamu di sini juga?" tanya Ben menahan rasa kagetnya.

"Iya. Ben, setelah ini aku ingin bicara sebentar dengan kamu. Bisa?" tanya Donna tanpa menghiraukan keberadaan Julia yang duduk di depannya.

"Besok saja Donna. Aku capek habis perjalanan dari luar kota bareng Julia. Ini kita juga belum pulang," kata Ben malas.

"Please Ben! Aku ingin bicara sebentar. Di sini juga nggak apa-apa. Tapi ..." Donna melirik keberadaan Julia di sana yang dirasanya mengganggu. Donna selalu tidak suka akan Julia yang menjadi sahabat terdekat Ben. Donna selalu merasa cemburu terhadap Julia.

Julia tahu diri dan beranjak berdiri.

"Ben, aku pulang naik ojek online saja. Tasku biar besok aku ambil di rumahmu. Isinya cuma baju doang kok."

Tanpa persetujuan Ben, Julia langsung beranjak dari sana.

Ben hanya terdiam melihat kepergian Julia. Entah mengapa hatinya merasa tidak nyaman melihat kesedihan di mata Julia saat Donna ada di sana juga.

"Ben ... Ben!" panggil Donna.

"Apa yang ingin kamu bicarakan Donna? Cepat katakan! Aku capek ingin cepat pulang," kata Ben tidak sabar.

"Ben, aku ingin minta maaf. Ternyata aku sudah salah menuduh kamu hanya main-main saja denganku."

"Lalu?" tanya Ben lagi.

"Ben, aku ingin pacaran lagi denganmu. Aku yakin kamu masih cinta sama aku," kata Donna percaya diri.

"Donna, kamu belum tahu prinsipku ya? Aku tidak akan pernah balikan dengan mantan pacarku. Dan itu pun berlaku juga untukmu. Kita sudah putus jadi aku tidak akan pernah balik pacaran lagi denganmu. Oke?!" Ben berdiri dan berlalu dari sana.

Donna sedih memandangi kepergian Ben. Hatinya kecewa karena Ben telah menolaknya.

##

Sementara itu Julia langsung pulang ke rumahnya. Setelah mandi, Julia pun tertidur lelap. Badan dan pikirannya terasa lelah.

Esok paginya, Julia bangun seperti biasa dan sarapan bersama Papa Mamanya.

"Hari ini apa kegiatanmu Jul?" tanya Papa.

"Julia mau ke kampus untuk registrasi ulang Pa."

"Sendiri?" tanya Mama.

"Iya. Habis sama siapa lagi?"

"Mama kira kamu akan pergi bersama Ben," kata Mama.

"Mungkin Ma. Aku belum janjian sama Ben."

Selesai sarapan, Papa Mama berangkat ke kantor. Julia bersiap akan pergi ke kampus.

Julia sedang memanaskan motornya saat dilihatnya mobil Ben datang.

"Jul! Mau ke kampus kan? Yuk, bareng aku aja," teriak Ben menunggu di depan rumah Julia.

Julia menimbang-nimbang dalam hatinya sebelum memutuskan dan akhirnya Julia menjawab," Oke."

Dalam perjalanan ke kampus, Julia ingin bertanya pada Ben tentang Donna tapi tidak berani. Biarlah nanti Ben sendiri yang bercerita.

"Julia, kamu tahu nggak semalam apa yang diinginkan Donna?"

Akhirnya Ben memulai membicarakan Donna.

"Memang apa?" tanya Julia sambil menata hatinya mendengar perkataan Ben.

"Donna ingin balikan lagi denganku."

"Lalu?" tanya Julia penasaran.

"Tentu saja aku terima."

"Oh ... selamat deh kalau begitu."

Ya ampun, hatiku rasanya seperti teriris. Mengapa sih Ben pacaran lagi dengan Donna?

Tak terasa air mata Julia menumpuk di matanya. Julia sekuat tenaga menahan agar jangan sampai menetes. Julia memalingkan wajahnya melihat jendela, menyembunyikan air matanya agar Ben tidak melihatnya.

-

-

-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!