Pukul 20.00 Malam. Catherine menunggu suaminya, Marcell, pulang untuk makan malam bersama merayakan kemenangan putri mereka yang mengikuti perlombaan ballet.
Namun dia tidak kunjung tiba di rumah meski sudah berjanji pada Amanda, putri mereka akan pulang sebelum pukul 18.00.
Pukul 21.30. Catherine selesai menidurkan Amanda. Dia sangat lembut dalam menidurkannya mengetahui bahwa Amanda sangat kecewa dan merajuk sepanjang malam setelah menyadari ayahnya berbohong kepadanya.
Dia memeriksa jam dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi, akhirnya ia membuka ponsel dan menelpon suaminya.
Berdering....Berdering....
Catherine terus menelpon Marcell hingga akhirnya diangkat.
"Halo." Suara laki laki terdengar.
Hal pertama yang menarik perhatian Catherine adalah deru nafasnya yang berat, seperti dia sedang berolahraga berat. Namun, Catherine tidak menunjukkan reaksi apapun kecuali sedikit kekecewaan. Itu adalah sesuatu yang biasa dia dengar.
Tuhan pun tahu jenis olahraga apa yang sedang dilakukan Marcell saat sebelum tengah malam.
"Marcell, kapan kamu pulang?" Catherine bertanya.
"Hah? Eh!"
Itu pertanyaan yang sederhana namun Marcell sulit menjawabnya. Catherine tahu betapa brengseknya Marcell suaminya, namun dia tidak menyangka dia akan bermain wanita di hari yang penting bagi putrinya.
"Apa kau lupa lagi janjimu pada putrimu? Kamu benar benar gila Marcell! Amanda sudah menunggumu selama berjam jam, apa kau tahu!" Catherine berteriak di telepon, dia mencoba meluapkan emosinya pada suaminya.
"Oh! Jangan berlebihan Catherine.
Hibur dia, belikan semua barang yang dia mau, ajak ke tempat yang ia suka, keliling Eropa sekalipun." Marcell membalas.
"Yang Amanda butuhkan hanya kita ada di sisinya dan kau menepati janji! Tapi hanya omong kosong yang dia dapatkan." Keluh Catherine.
"Ah, diamlah. Kau terlalu berisik!"
"Kau..." Catherine terdiam, sebelum suara seseorang menyela percakapan mereka berdua.
"Sayang! Siapa yang menelpon? Kita belum selesai lho..."
"Ssst! Diam." Marcell berusaha membungkam wanita yang sedang bersamanya saat itu.
"Siapa? Apa istri gendutmu itu lagi? Untuk apa kau masih menyembunyikannya?
Bukankah dia sudah tahu hubungan kita?"
Wanita itu merebut ponsel dari tangan Marcell dan berbicara dengan Catherine.
"Benar kan, nona Catherine Sebastian?"
........
"Hei, nona gendut. Kenapa diam saja?"
.........
Wanita itu menyadari bahwa Catherine sedang terkejut saat ini.
"Kukira kau tidak terlalu bodoh untuk tahu beberapa permainan panas kami di kantor."
"Oh baiklah. Sudah, berhenti menelpon! Jangan ganggu kami lagi. Kami sedang bersenang senang di hotel sekarang!"
BEEEPPP....
Sambungan terputus. Ponsel Catherine jatuh dan ia menangis tanpa suara. Tubuhnya bergetar dan dia menggigit bibir bawahnya sampai berdarah agar tidak membangunkan Amanda di malam hari.
Catherine tidak ingin putrinya tahu tentang masalah ini. Semakin dia mencoba menutupinya semakin menyakitkan hatinya. Rasanya seperti ada ribuan pisau yang ditusukkan ke dalamnya saat dia mencoba memikirkannya kembali.
Dia tahu bahwa suaminya sudah tidak peduli lagi padanya. Pernikahannya ini hancur setelah 8 tahun.
Bodoh untuk memikirkannya, tapi Catherine tetap ingin pernikahannya utuh. Dia ingin memperbaiki keadaan dan memaafkan Marcell atas segala kesalahannya, karena mereka menikah karena cinta.
Catherine selalu bermimpi memiliki kehidupan pernikahan yang indah bersama suaminya.
Marcell jarang pulang ke rumah akhir akhir ini.
Dia selalu beralasan bahwa dia sedang melakukan perjalanan bisnis. "Meniduri sekretarisnya di kantor dan di hotel." Mungkin itu maksud dari perjalanan bisnisnya.
Catherine pikir dia bisa mentolerir segalanya, tetapi ketika Marcell melupakan makan malam bersama putrinya, itu adalah akhir dari pemberian maaf.
Dia tidak bisa memaafkannya lagi. Dia sudah tidak tahan dan muak dengan segalanya.
Catherine ingin membebaskan diri dari pernikahan yang tidak bahagia ini.
"Tidak, aku tidak bisa seperti ini terus. Aku bisa gila jika membiarkan dia menyiksaku dengan tingkahnya."
"Sudah cukup dia menghancurkan hidupku tujuh tahun terakhir ini."
Dia tidak tahu apakah dia akan menemukan pria lain setelah ini. Dia juga tidak berniat memilikinya lagi setelah pengalaman yang begitu menyakitkan ini. Lebih baik menjadi janda. Status yang sangat tidak disukai di seluruh keluarga besarnya.
Catherine sebenarnya juga mengkhawatirkan Amanda. Bagaimana reaksi Amanda nantinya, saat mengetahui kedua orang tuanya akan berpisah. Apa yang akan dipikirkannya tentang dirinya dan Marcell? Bagaimana jika situasi itu akan mempengaruhi pertumbuhannya? Bahkan,
Tetapi.....
"Aku ingin bercerai."
Setetes air mata jatuh dari ujung matanya dan masuk ke dalam gelas wine di tangannya.
Catherine meminum wine itu dalam sekali teguk dan meminum air matanya. Kemudian dia meletakkan gelas kosong di atas meja, tepat di samping kertas cerai yang sudah diisi sebelumnya.
Kini, hanya ada satu bagian yang tersisa. Tanda tangannya.
Catherine mengambil kertas cerai tersebut dan mengambil pena.
Akhirnya dia menandatangani surat cerai itu dengan nama gadisnya. Catherine Anderson. Karena dia tidak akan menjadi nyonya Sebastian lagi!
******
Pagi hari, Marcell kembali ke rumah. Kepalanya membentur saat dia melangkah keluar dari mobil. Dia bersenang senang tadi malam di kamar hotel bersama Vanessa, Sekretarisnya. Mereka sudah berselingkuh selama hampir 6 tahun.
Saat itu Marcell baru selesai membersihkan diri dan bersiap pulang ke rumah. Vanessa menyebutkan sesuatu tentang komitmen, tetapi dia menggelengkan kepala untuk menepis pikiran itu. Mungkin dia hanya terlalu banyak minum di pagi hari.
"Ceraikan saja istri gendutmu itu!
Huekk,! Kamu bahkan jijik bahkan hanya dengan melihatnya kan?" Teriak Vanessa.
Perceraian adalah topik paling sensitif bagi Marcell.
"Dia masih istri dan ibu yang baik. Baru setelah hamil dan melahirkan putri kami dia menjadi jelek dan tidak menarik." Jawab Marcell. Meski terdengar gila, dia tetap membela istrinya saat dipojokkan oleh Vanessa.
"Oh, ayolah Marcell. Kalau hanya untuk membersihkan rumah dan mengurus anak kau bisa menyewa pelayan!" Vanessa memijat kepalanya.
"Aku sudah bersamamu selama enam tahun. Jangan jadi bajingan yang tidak punya pendirian!"
Marcell tetap diam, tampaknya dia mengabaikan Vanessa, bahkan terkesan meremehkannya.
"Urghh! Baiklah. Aku tidak sudi seperti ini selamanya."
"Aku tidak ingin hanya menjadi jalangmu di tempat tidur!
Aku ingin komitmen, jadikan aku istrimu dan menantu di keluarga Sebastian!"
Marcell tidak menatap Vanessa saat dia melepas handuk, mengganti baju, mengambil tasnya lalu pergi sambil mengomel. Sementara itu Marcell hanya menatap kota di bawah dari kaca kamarnya sebelum kembali ke rumah.
*****
Marcell memarkir mobilnya di garasi dengan keras. Mungkin dia menabrak sesuatu, namun dia tidak peduli. Untuk saat ini, dia hanya ingin melihat putrinya Amanda.
Meskipun terlambat akhirnya dia merasa bersalah karena melewatkan moment spesial putrinya. Dia begitu asik dengan Vanessa sehingga dia mengabaikan hal hal penting lainnya tadi malam.
Marcell membuka pintu menuju ruang tamu. Matanya mengamati sekeliling dan melihat istrinya Catherine yang tak lama akhirnya muncul.
Dia duduk di sofa memasang tampang antara kemarahan dan kekecewaan.
"Oh! Selamat datang di rumah, Marcell Sebastian." Sapa Catherine dengan dingin.
"Aku terkejut kamu menemukan arah jalan pulang ke sini. Aku pikir kau sudah lupa, soalnya sudah satu hari lho!"
Marcell memegang kepalanya yang pusing dan berjalan ke arah Catherine.
"Dimana Amanda? Aku akan membawanya jalan jalan."
"Dia ada di rumah ibuku sekarang." Jawab Catherine.
"Dia tidak mendapatkan acara makan malam yang pantas yang seharusnya dia dapatkan, jadi aku menyuruhnya merayakannya bersama nenek dan sepupunya di sana."
Marcell mengerutkan kening. "Kenapa kamu berlebihan sekali? Kita selalu makan malam bersama Amanda. Aku hanya melewatkan satu hari!"
"Satu hari?" Catherine memelototinya.
"Marcell Sebastian. Apa kamu tidak sadar bahwa kamu telah pergi berminggu minggu? Aku bisa menghitung dengan jariku berapa kali kamu pulang ke rumah dalam satu bulan terakhir!"
"Jika kamu ingin menghabiskan waktumu dengan sekretaris murahan itu silahkan pergi saja!" Tegas Catherine.
"Oh, diam, Catherine. Aku tidak punya waktu untuk omong kosong ini. Terus kenapa? Ayolah! Jangan abaikan fakta jika aku bisa bosan dan merasa lelah dengan pekerjaanku di kantor." Jawab Marcell membela diri.
"Sesekali bermain dengan wanita seharusnya bukanlah suatu masalah. Sebagai gantinya, sampai matipun aku bisa bemberikan kehidupan mewah untukmu. Persetan! Berdebat denganmu tidak akan menyelesaikan masalah."
Marcell kesal sekarang. Dia pulang hari ini untuk menebus kesalahannya tadi malam yang melupakan janjinya pada Amanda. Tapi dia malah harus mendengarkan Catherine
berteriak tentang hal yang sama berulang kali.
"Jangan membuatku lebih pusing dengan ocehanmu."
"Pusing?" Catherine menggigit bibir bawahnya. Tangannya sudah terkepal sepanjang waktu dan dia hampir saja meninju suaminya yang tidak tahu rasa bersalah itu.
Tapi Catherine siap untuk pukulan yang lebih besar dari hanya sekedar pukulan. Dia siap untuk semuanya yang akan dia tanggung setelah menangis sepanjang malam. Menangisi tentang hal ini, tentang keluarga yang susah payah coba ia pertahankan akan hancur setelah ia menandatangani kertas itu.
Dia tidak tidur semalaman. Tidak peduli berapa kali dia mencoba menutup mata, matanya akan terbuka setiap kali dia mendengar suara mobil di luar. Berharap itu mobil Marcell.
Tapi ternyata itu bukan Marcell. Karena laki laki bajingan itu menghabiskan waktunya dengan memuaskan sekretarisnya di kamar hotel dan melupakan keluarga aslinya.
Catherine mengambil surat cerai itu dari atas meja dan mendorongnya ke dada Marcell.
"Ambillah! Aku membuatmu pusing? Mungkin surat itu akan menyembuhkan pusingmu."
Marcell yang terkejut mengerutkan kening. Dia masih bingung dan hampir tidak bisa membaca kata kata di surat itu.
"Apa apaan ini?" Dia bertanya.
"Itu surat perceraian. Aku sudah mengisi bagianku menandatanganinya, kamu hanya perlu melakukan hal yang sama. Atau haruskah aku memanggil sekretarismu untuk membantumu?"
"Perceraian?"
Di samping penglihatan dan pendengarannya, pikiran Marcell semakin menajam. Dia menyipitkan mata dan menatap Catherine.
"Ya. Kau bisa melihatnya sendiri. Aku tidak akan mengulanginya lagi setelah ini." Catherine menegaskan. Berbicara dengan api di mulutnya. Dia berusa keras agar tetap terlihat kuat. Dia tidak ingin terlihat putus asa di depan suaminya yang telah berselingkuh sejak dia masih hamil satu satunya buah hati mereka.
Tapi siapapun tahu betapa hatinya berdarah saat dia menyerahkan surat cerai itu kepada Marcell.
Perceraian
Kata itu membakar Marcell. Dia berkedip beberapa kali untuk membaca sepintas kertas itu. Dan itu semua sah. Catherine tidak berbohong dan benar benar sedang serius saat membahas tentang perceraian. Padahal ide soal perceraian tidak pernah sama sekali ada di dalam pikiran Marcell.
Dia tidak akan pernah menceraikan wanita yang ada di hadapannya ini.
Marcell selalu berpikir bahwa dia memiliki kehidupan yang stabil bersamanya, meskipun dia berslingkuh dia memberikan kehidupan yang nyaman, kehidupan yang hampir diingankan oleh setiap wanita.
Dalam kehidupan yang kaya, Catherine bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan. Dia bisa mendapatkan seluruh kota jika dia mau.
Tapi, Marcell juga mengakui bahwa Catherine tidak semewah yang dia harapkan. Dia berharap Catherine bisa lebih boros dalam membelanjakan uang, jadi dia bisa memiliki alasan untuk bermain di luar.
Tapi memang hanya itu yang ia bisa dapatkan sebagai seorang laki laki, uang.
"Kau gila!" Kata Marcell yang hilang kendali. Ini semua di luar rencananya.
"Ya, benar. Aku bisa gila jika terus tinggal denganmu." Jawab Catherine.
"Cih! Apa ini semua gara gara uang?"
"Jika memang kau marah padaku hanya karena aku tidur dengan wanita lain, beli saja barang bagus untuk dirimu. Borong tas, perhiasan atau mobil jika kamu mau. Kau tahu uang bukan masalah bagiku, Catherine Sebastian."
"Aku bukan CATHERINE SEBASTIAN lagi brengsek!"
Catherine mengambil surat cerai dan melambaikannya ke depan wajah Marcell. Menunjuk dengan jari telunjuknya yang panjang ke tempat yang sudah ia tanda tangani.
"Lihatlah! Aku menggunakan nama
gadisku di surat cerai! Aku sudah tidak tahan hidup lagi denganmu. Aku ingin kita berpisah!"
Marcell melihat nama yang ditunjuk Catherine. Itu benar Catherine Anderson. Dia sangat yakin tentang perceraian dan Marcell masih tidak mengerti mengapa.
"Terserah! Berhentilah berbicara tentang perceraian. Aku sedang dalam kondisi yang buruk sekarang. Ingatlah, aku tidak akan tertawa jika kau mengatakan ini hanya lelucon."
"Sayangnya ini bukan lelucon."
"Aku memberimu uang dan kehidupan yang mewah. Apa lagi yang kau inginkan?"
Catherine terdiam tidak habis fikir. Dia menutup mulutnya yang menganga. Marcell tidak mengerti betapa seriusnya ini. Dia tidak sadar betapa sakitnya hati Catherine akibat ulahnya.
8 tahun menikah dan 7 tahun hanya pengkhianatan. Dimana Marcell memaksanya menjadi istri dan ibu rumah tangga yang baik merawat anak mereka di rumah, sedangkan dia bercinta dengan setiap wanita yang ditemuinya di luaran sana.
"Aku memberimu status menantu keluarga Sebastian, rumah tangga yang stabil dan seorang putri yang pintar." Dia membuang nafas.
"Segalanya sudah aku berikan. Berhenti berbicara yang aneh aneh dan katakan saja padaku apa yang kau butuhkan!" Lanjutnya.
"Aku ingin bercerai, SIALAN! Aku ingin bercerai!"
Catherine mulai memukul dada Marcell sekuat tenaga sambil berteriak. Namun dia hanyalah seorang wanita biasa, tidak ada apa apanya jika dibandingkan dengan tenaga pria yang ada di depannya.
Marcell yang kesal akhirnya mencengkram pergelangan tangan Catherine dengan erat.
"Akh!"
Marcell mencondongkan tubuh hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Catherine. Dia mengulangi pertanyaannya seolah-olah dia masih tidak mengerti apa yang salah.
"Apa aku perlu mengingatkanmu darimana kamu berasal, Catherine?"
"Aku menolongmu dari kemiskinan. Membayar hutang keluargamu dan membantumu membayar biaya pendidikan."
"Apa menurutmu kau masih bisa hidup seperti ini jika bukan karena bantuanku?"
"Catherine, gunakan otak kecilmu sebentar. Aku tahu kamu hanya seorang ibu rumah tangga yang bodoh, tapi aku memilihmu," kata Marcell, berpikir bahwa itu akan cukup untuk mengintimidasi dan menghalangi Catherine dari perceraian.
"Tentu, aku tidur dengan wanita lain, tapi apakah aku pernah melakukannya di dalam rumah kita? Apakah aku pernah membiarkan Amanda melihat perselingkuhanku? Apakah aku berhenti memberikan uang kepadamu dan Amanda?"
"Jadi, katakan. Apa yang harus kulakukan agar kau berhenti berfikir tentang perceraian ini? Kau tidak akan punya apa apa tanpa aku jika kamu memutuskan untuk melanjutkan perceraian ini."
Catherine menatap Marcell, pria yang dicintainya selama 12 tahun itu, pria yang berbagi tempat tidur dengannya, pria yang memberikannya seorang putri yang cantik dan berjanji bahwa dialah satu satunya. Air matanya mulai menggenang dan jatuh ke pipinya.
"Aku ingin kamu yang seperti dulu." Ucap Catherine.
"Hah?"
"Aku butuh cinta, Marcell Sebastian."
Kali ini, Marcell yang terdiam tidak bisa berkata-kata. Kata itu terdengar kuno di telinganya, karena dia sudah lama tidak mendengarnya dari Catherine.
"Marcell Sebastian, genggam tanganku dan tatap mataku dengan jujur. Apakah kau masih mencintaiku dan masih menganggapku sebagai istri sahmu?"
Marcell terdiam seketika. Dia tidak yakin bagaimana menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Catherine.
Dulu ketika mereka pertama kali menikah, dia berpikir bahwa dia akan mencintainya selamanya dan memiliki banyak anak bersamanya. Memiliki keluarga sendiri memang menyenangkan, tetapi ketika dia hamil, Marcell menjadi tidak sabar menunggu untuk berhubungan sek*s, jadi dia pergi keluar dan mulai bermain-main untuk menyalurkan hasrat.
Suatu saat dimulailah ekstasi perselingkuhan yang menenggelamkannya, membuatnya kecanduan berulang kali berselingkuh dengan banyak wanita sambil mengabaikan keluarga aslinya. Bahkan setelah Amanda lahir, kebiasaannya itu semakin kuat.
Catherine menggigit bibir bawahnya, dan air mata mulai mengalir deras dari ujung matanya. "Baik. Kalau begitu aku akan bertanya dengan pertanyaan yang lebih sederhana."
Catherine tergagap.
"Apakah kamu bersedia meniduriku seperti sebelum aku hamil, dan berhenti bermain dengan wanita di luaran sana?"
Pertanyaan itupun tidak mampu dijawab oleh Marcell.
Marcell tidak akan berbohong bahwa dia merasa sangat jijik bahkan hanya untuk berpikir tentang bercinta dengan Catherine ketika dia menjadi gemuk karena hamil. Ditambah lagi, bertahun-tahun mengasuh Amanda membuat Catherine lebih gemuk dan tidak terawat, memberi Marcell lebih banyak alasan untuk tidur dengan sekretarisnya dan bahkan lebih banyak wanita di luar.
Bahkan setelah Catherine kembali ke tubuh aslinya... dia masih berpikir dalam-dalam.
Marcell menelan ludah. Lidahnya benar benar tercekat sekarang, tidak dapat menjawab pertanyaan apa pun dari Catherine.
Hati Catherine tenggelam ketika dia menyadari bahwa Marcell tidak bisa mengatakan apa-apa sekarang. Dia tahu bahwa dia sudah tidak diinginkan olehnya. Tidak ada alasan untuk tetap tinggal.
"Baiklah kalau begitu. Aku menganggap diammu sebagai persetujuan."
"Itu alasan yang bagus untuk mengajukan perceraian. Tanda tangani suratnya dan aku yang akan menangani sisanya agar kau tak terlalu repot."
"Tidak!"
Catherine heran ketika Marcell masih dengan tegas menolak.
"Lalu, apa yang kau harapkan dari sebuah pernikahan tanpa cinta seperti ini?"
"Jika ini tentang Amanda.
Kita bisa merawatnya secara bergiliran setelah berpisah, agar dia tidak merasa kehilangan
orang tuanya di sisinya."
"Semudah itu kan?"
"Aku bilang tidak!" Kata Marcell.
Catherine menggelengkan kepalanya karena tidak percaya, dia tidak bisa menangani pria ini sama sekali.
"Aku sudah tidak tahan lagi, Marcell."
"Kamu sudah tidak menginginkanku dan kamu menyuruhku
tinggal di pernikahan ini sementara kau bermain main di luaran sana. Apa kau gila!"
Catherine meronta lagi, dan Marcell akhirnya melepaskan cengkeraman di pergelangan tangannya. Dia menatap Marcell masih dengan mata berkaca-kaca.
Marcell menarik napas dalam-dalam. Dia memalingkan muka dan menjawab, "Apa kau kira aku bodoh?"
"Catherine, aku tahu kamu hanya menginginkan hartaku setelah
kita bercerai. Lalu kamu akan menikmatinya bersama laki laki lain kan? Dasar licik! Aku tidak akan tertipu dengan rencanamu, Catherine."
Kata Marcell. Dia terdengar tenang ketika dia menuduh Catherine melakukan hal seperti itu.
"Beraninya kau berbicara seperti itu! Dengarkan baik baik! Aku hanya akan pergi membawa putriku dan barang barangku sendiri."
"Aku tidak butuh sepeser pun harta darimu!"
Catherine meninggalkan Marcell dan pergi ke kamar tidur mereka. Dia sudah mengemas semuanya dalam koper besar semalan dan koper itu hanya berisi pakaiannya dan beberapa tas dan sepatu.
Dia kembali ke Marcell, yang berdiri diam, menatapnya seperti elang.
"Lebih baik kau cepat menanda tangani surat cerai itu. Aku tidak sabar melihatmu di depan hakim pengadilan."
"Setelah resmi bercerai, kau bisa meniduri wanita manapun sesukamu." Kata Catherine. Dia berjalan ke pintu depan, dan Marcell akhirnya bereaksi. "Hei, kau pikir kemana kau bisa pergi!"
"Terserah kemana, yang penting bukan di sini. Aku akan membawa barang barang Amanda setelah menemukan tempat
tinggal baru. Jangan khawatir, itu tidak akan lama." Kata Catherine dengan tegas.
"Hei! Jangan terlalu naif. Kau hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak muda lagi. Kau tidak akan bisa dapat pekerjaan. Tidak akan ada yang mau menginginkan wanita tua sepertimu!" Kata Marcell dengan kejam.
Catherine menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Dia sangat terluka sehingga dia ingin menangis lagi. Tapi tidak ada lagi air mata yang harus ditumpahkan. Dia sudah selesai dengan laki laki ini.
"Aku harap kau sadar dengan kata katamu dan tidak akan mengatakan hal yang sama pada wanita berikutnya, Marcell Sebastian."
Catherine akhirnya meninggalkan rumah tersebut, meninggalkan Marcell sendirian di rumah yang mereka bangun bersama. Dia memanggil taksi dan meminta sopir untuk pergi ke motel terdekat karena dia tidak punya banyak uang.
Catherine menoleh dan melihat rumah indah yang sangat dia hargai. Dia memiliki banyak kenangan di sana, tetapi kenangan buruk melebihi kenangan yang baik.
Di dalam taksi, ia bergumam meratapi keluarganya yang hancur.
"Keluarga kecilku."
Sementara itu, di dalam rumah, Marcell masih berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Dia duduk di sofa dan meletakkan surat cerai di atas meja.
Dia menggerutu dan meletakkan tangannya di atas kepalanya. Apakah dia benar-benar mengatakan hal-hal menyakitkan itu kepada Catherine hanya untuk melampiaskan amarahnya? Nalurinya menyuruhnya untuk tidak menceraikannya, meskipun dia tidak yakin apakah dia masih mencintainya atau tidak.
Penyelesaian perceraian tidak menjadi masalah. Dia memiliki begitu banyak uang dari perusahaan dan warisannya. Bahkan jika Catherine harus mendapatkan setengahnya, dia akan tetap kaya raya.
Menandatangani surat ini berarti dia bisa bebas dari rasa bersalah karena berselingkuh. Dia bisa tidur dengan siapa pun yang disukainya tanpa konsekuensi setelah ini, dan lagipula Catherine telah mengatakan bahwa dia akan membawa Amanda bersamanya.
Dia akan bebas...
"Seharusnya aku senang kan. Aku bisa hidup sesukaku sekarang."
"Tapi kenapa? Kenapa aku tidak bisa menandatangani surat cerai ini? Apa yang terjadi denganku!"
Marcell bertanya pada dirinya sendiri sambil terus merenung.
****
Catherine duduk linglung di dalam taksi. Dia terus memikirkan Marcell dan putrinya. Dia menyusun rencana yang tepat di kepalanya, jadi Amanda tidak akan terlalu kaget begitu dia menyadari bahwa orang tuanya akan berpisah.
Karena Amanda adalah korban sebenarnya di sini, dalam setiap perpisahan, yang paling menderita adalah anak-anak. Catherine sangat memahami rasa sakit karena orang tuanya juga bercerai ketika dia berusia 15 tahun.
"Marcell adalah tempat bersandarku saat ayahku pergi dariku dan ibu. Ia menghibur kami bagai pahlawan."
"Tapi, kini...."
Lamunan Catherine terhenti ketika suara sopir taksi menyadarkannya kembali.
"Bu, ini motel terdekat. Biaya sewanya murah namun tempatnya kecil, jauh jika dibandingkan dengan perumahan mewah tempat anda tinggal tadi."
"Ah, tidak apa apa. Terima kasih."
Catherine membayar supir taksi itu dan mengambil tasnya. Dia berdiri sebentar, menatap motel kumuh di depannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!