NovelToon NovelToon

Queen, Putri Yang Hilang

bab 1

Sinar indah matahari kini menerangi sebagian pemukiman sederhana yang ada di pinggiran Meksiko city. Menghangatkan suasana juga rumah-rumah sederhana yang berjejer rapi. Begitu juga yang terlihat di sebuah rumah petak kecil yang letaknya di ujung gg sempit di pemukiman tersebut.

Sepasang kelopak mata indah dengan bulu mata lentik, tampak bergerak-gerak saat cahaya matahari menerpanya melalui celah gorden sederhana.

Gadis itu terdengar melenguh halus sambil mulai mengerjap dan setelahnya kedua kelopak mata indah mulai terbuka sedikit demi sedikit untuk menyesuaikan pencahayaan. 

Namun … detik berikutnya, gadis itu terbelalak dan segera bangkit dari ranjang sederhana. Sambil berseru ia pun berjalan terburu-buru menuju kamar mandi yang berada di kamar sederhana itu.

"Astaga, aku kesiangan!" Pekiknya sambil menutup pintu kamar mandi tersebut begitu kuat.

Suara keras itu bisa terdengar hingga keluar kamar gadis itu, membuat pasangan suami-istri yang berada di dapur terkejut pun menjadi panik.

"Suamiku, ada apa dengan putri kita?" Tanya sang istri yang sedang duduk di meja makan dengan nada khawatir.

Pria berusia 55 tahun itu melihat istrinya dan meninggal kegiatan memasak, untuk memeriksa keadaan putrinya di dalam kamar.

"Biar aku memeriksanya. Tetaplah, disini,"ujarnya yang memerintahkan istrinya untuk tetap duduk.

Pria itu berjalan dengan langkah tersaruk-saruk, karena salah satu kakinya terlihat pincang.

Gadis bertubuh tinggi semampai itu baru keluar kamar mandi dengan terburu-buru, ia melangkah menuju lemari yang sudah sangat lusuh, ia mengambil seragam sekolah, lantas memakainya tergesa.

"Gawat, aku pasti mendapat masalah lagi hari ini," monolognya dengan wajah panik. 

Raut wajah rupawan gadis itu terlihat gelisah, bagaimana tidak, kali ini lagi-lagi ia bangun kesiangan untuk berangkat ke sekolah.

Saat merapikan tas sekolah, gadis tersebut mendengar pintu kamarnya di ketuk, juga ia bisa mendengar suara khawatir sang papa.

"Queen, apa terjadi sesuatu padamu?" Tanya papanya dengan nada gelisah.

Gadis bernama Queen, berjalan menuju pintu kamar lalu membukanya, ia bisa melihat dengan jelas wajah cemas sang papa.

"Aku tidak apa-apa, papa," jawab Queen sambil memperlihatkan senyum manis, agar pria kesayangannya ini tidak khawatir lagi.

"Papa mendengarmu, berteriak," sela pria di depannya yang masih khawatir. Diperhatikannya dengan teliti wajah dan tubuh putrinya, mencoba mencari sesuatu yang akan membuat anak gadisnya itu kesakitan.

"Katakan, dimana kau terluka? Papa akan mengobatinya," lanjut pria itu dengan wajah cemas.

"Papa, aku baik-baik saja. Tidak terjadi sesuatu padaku, percayalah." Queen menarik salah satu tangan tua papanya itu ke dalam kamar, ingin memperlihatkan keadaan di dalam sana.

"Lihat, tidak ada sesuatu terjadi, bukan?" Queen tersenyum, lalu merangkul manja pundak tua sang papa. Gadis itu begitu beruntung memiliki orang tua yang sangat menyayanginya.

Pria berwajah teduh di hadapannya tampak lega, ia membawa salah satu tangannya untuk mengelus puncak kepala putrinya itu.

"Papa hanya khawatir, putriku. Kami mendengarmu berteriak, juga suara keras," ujar sang papa, membalas rangkulan putrinya. Wajah cemasnya kini terlihat lega. Pria itu hanya takut sesuatu terjadi pada Queen.

Queen tersenyum dan menjauhkan kepalanya dari pundak sang papa, ia terlihat sangat cantik dan manis. Sungguh Queen dipersembahkan wajah rupawan pun postur tubuh sempurna. Meskipun usianya masih terbilang muda, namun lekuk tubuhnya sangat proporsional. Ditambah rambutnya yang panjang, membuatnya sangat mempesona.

"Aku hanya terkejut papa. Karena …, oh astaga, aku harus segera berangkat ke sekolah." Gadis itu tiba-tiba berseru dan kembali kelabakan, saat mengingat waktu semakin siang untuk segera berangkat ke sekolah.

Sang papa pun ikut panik, melihat putrinya kini berdiri di depan cermin untuk menyembunyikan wajah cantiknya dari orang-orang sekitar.

"Papa akan menyiapkan bekal untukmu, nak," seru pria itu, segera berjalan pincang menuju pintu kamar putrinya. Meninggalkan Queen yang masih sibuk menyembunyikan wajah cantiknya dengan makeup pucat dan membuat bintik-bintik di sekitar wajahnya. Tidak lupa, Queen juga memakai kacamata dan rambutnya di ikat kepang. Membuat penampilan Queen kini tampil berbeda dari sebelumnya. 

Gadis itu terlihat sangat culun dan jelek, kalau bukan perintah kedua orang tuanya, Queen mungkin tidak akan melakukan ini, entah apa alasan papa dan mamanya, hingga mereka ingin ia menyembunyikan wajah aslinya.

Keduanya beralasan demi keselamatannya dari kejahatan di luar sana. Sebagai gadis penurut, Queen pun menuruti perintah kedua orang tuanya itu. 

Meskipun ia harus menerima begitu banyak hinaan juga perundungan di lingkungan tempat tinggalnya juga di sekolah. 

Tiada hari tanpa Bullyan ia dapat dari sekolahnya. Queen mengikuti pelajaran tingkat atas di salah satu sekolah internasional yang terkenal di Meksiko city. Berkat kecerdasan juga ketekunannya belajar, Queen menerima beasiswa untuk bersekolah di sana. Di mana anak-anak dari kalangan elit berada di sekolah tersebut. Dan hanya beberapa dari kalangan rendah sepertinya berada di sana. 

Berlatar belakang dari kasta rendah dan memiliki kedua orang tua yang menyandang disabilitas, membuat Queen menjadi bahan Bullyan juga perundungan.

Gadis itu hanya bisa diam dan menerima semua tindakan semena-mena mereka. Demi cita-cita juga pendidikannya, ia harus menelan semua kata hinaan dari orang-orang yang merundung atau menghinanya.

"Queen, ini bekal untukku. Jangan lupa untuk memakannya, nak!" Seorang wanita paruh baya dengan penampilan sederhana melangkah hati-hati ke arah Queen dengan kotak bekal di tangannya.

"Mama. Berhati-hatilah," seru Queen saat melihat langkah Mamanya yang akan menginjak sesuatu tajam. 

Queen yang sedang memasang sepatu lusuhnya segera mendekati sang Mama yang ternyata seorang tunanetra.

Gadis itu membawa mamanya duduk di kursi tua yang terdapat di rumah mereka. Ia berlutut di depan sang mama sambil tersenyum getir.

"Mama seharusnya tidak perlu repot, aku bisa mengambilnya sendiri," ucap Queen lembut. Diusapnya keringat yang mengalir di pelipis mamanya.

Sungguh Queen sangat sedih melihat keadaan kedua orang tuanya yang memiliki kekurangan. Namun, ia sangat diberkati karena memiliki papa dan mama yang begitu menyayanginya. Walaupun keduanya dalam keadaan tidak sempurna, mereka masih bekerja keras untuk membiayai pendidikannya.

Papa dan mamanya juga selalu melindunginya dari sikap keji orang-orang disekitarnya yang selalu menghina, bahkan berlaku kasar.

Sang papa bekerja sebagai tukang kebun di salah satu keluarga kaya dan mamanya menjual bunga di pinggir jalan. Membuat gadis itu begitu khawatir dengan keadaan mamanya.

"Mama, Queen berjanji akan belajar dengan rajin agar mendapatkan nilai bagus dan mendapatkan pekerjaan baik, kelak aku akan mengumpulkan uang untuk pengobatan, mama dan papa. Jadi … bersabarlah. Doakan, Queen bisa membahagiakan kalian." Gadis itu kini tampak sedih berada di hadapan mamanya, ia berkata dengan nada tercekat, menahan rasa sesak di dadanya. Ia begitu tidak tega melihat kedua orang tuanya sering mendapat hinaan dari orang-orang di sekitar rumahnya.

Sang mama kini mengelus kepala putrinya yang berada di pangkuannya. Ia begitu terharu dengan perkataan Queen. 

Wanita bernama Rosalina itu begitu beruntung memiliki Queen. 

Diciumnya penuh cinta kasih puncak kepala Queen. Membuat sang putri menatap haru dengan kedua kelopak matanya kini berlinang air mata.

"Melihatmu bahagia dan sukses, sudah membuat kami senang, nak. Kelak, tidak akan ada lagi yang merendahkanmu." Sang mama berkata lembut, mengusap pipi putrinya yang basah.

"Aku tidak masalah dengan mereka, mama. Aku hanya ingin membuat kehidupan layak untuk kalian," sahut Queen dengan tangisan lirih.

Sang papa yang berada di balik pintu dapur, hanya bisa menahan rasa sedih juga haru. Melihat istri juga putrinya yang begitu saling menyayangi.

Pria itu pun menyeka air matanya, lalu mendekati Queen juga sang istri.

"Waktunya kau berangkat, nak!" Seru sang papa, membuat Queen kembali terloncat kaget.

"Oh Tuhan, aku benar-benar akan mendapat masalah," pekik Queen.

Gadis itu lalu berpamitan pada kedua orang tuanya dengan mencium pipi keduanya saling bergantian. Setelah itu, Queen berlari keluar, mengambil sepeda usang yang biasa dipakai ke sekolah elit tersebut.

bab 2

Meskipun sekolahnya menyiapkan fasilitas transportasi untuk para murid, namun sayang semuanya butuh pengeluaran uang banyak. Queen tidak ingin terlalu membebani orang terkasihnya. Ia pun meminta sang papa untuk memperbaiki sepeda peninggalan kakeknya.

"Sampai berjumpa, papa, mama!" Seru Queen dengan senyum mengembang.

"Berhati-hatilah, sayang," sahut kedua orang tuanya di ambang pintu sambil melambaikan tangan. Mengantar putri mereka yang mulai menjauh.

Sang papa terlihat menatap nanar punggung putrinya, ia memikirkan sesuatu yang begitu dalam, hingga ucapan istrinya membuatnya terkejut.

"Seharusnya, dia tidak berada di sini. Putri kita harusnya bersama dengan mereka. Hidup dengan layak dan mendapatkan perlindungan ketat." Mama Rosalina, berkata dengan suara sedih. Mengingat kembali kejadian menakutkan 16 tahun silam.

"Suatu saat, mereka sendiri yang akan menjemputnya. Bukankah, dia sendiri yang mengatakan itu?" Pria bernama Albert, membalas perkataan istrinya itu dengan pandangan menerawang.

"Kita harus berhati-hati membahas ini, sayang. Aku takut seseorang di masa lalu masih mencari keberadaannya," ujar papa Alber. Mengajak istrinya itu memasuki rumah, setelah memeriksa keadaan di luar sana.

Sementara Queen kini mengayuh sepedanya di gg sempit dengan jalan setapak, ia tampak cemas saat menyadari sebentar lagi jam pelajaran sekolah dimulai. Beruntung ia mengendarai sepeda, jadi dirinya tidak akan terjebak macet.

Saat akan membelokkan sepedanya, tiba-tiba seseorang tersenyum sinis dengan sebuah ember di tangan.

"Byurr!" Air berbau amis kini mengenai sebagian tubuh Queen.

Gadis itu sontak terkejut dan menghentikan sepedanya. Ia membeku saat melihat sosok gadis cantik di depan sana bersama dengan kawan-kawannya.

Queen menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Ia hanya membersihkan pakaiannya yang terkena air berbau amis itu. Meskipun penampilannya menjadi berantakan, Queen tetap akan ke sekolah.

Queen memasang wajah biasa saja, saat ke empat gadis itu kini mendekat. Queen sudah bisa menebak, apa yang akan ia terima. Pasti mereka akan membully dan menghinanya.

Gadis-gadis itu merupakan warga kompleks pemukiman di mana ia tinggal. Sudah hal biasa Queen menghadapi keadaan menakutkan ini.

"Wah … wah …, lihatlah, gadis culun ini, kawan. Dia begitu bau dan jelek!" Seru seorang gadis yang merupakan ketua dari keempatnya.

Terlihat wajah-wajah keempatnya begitu sinis dan mencemooh. Mereka bahkan mengendus ke arah Queen dan memperlihatkan ekspresi jijik dan mual.

"Menjijikkan," ucap keempat diikuti tawa mengejek. Mengelilingi Queen yang tampak begitu santai.

"Maaf, aku terburu-buru," ucap Queen yang bersiap untuk mengayuh sepedanya. Namun salah satu dari keempat gadis itu menahan sepedanya.

"Jangan terburu-buru, sayang. Kami 'kan, belum melakukan hal menyenangkan untukmu," bisik gadis yang berpakaian paling menonjol. Ia tampak terlihat dari keluarga berada.

"Terimakasih, tapi aku harus segera ke sekolah." Queen menjawab dengan ekspresi gelisah. Jam sederhana di tangannya sudah menunjukkan angka tujuh pagi.

"Kau pikir kami peduli?" Gadis berbaju pink itu memajukan wajah di telinga Queen sembari berbisik. Ia juga memberikan kode ke teman-temannya untuk mengambil tas Queen dan membuangnya ke genangan air kotor tidak jauh dari mereka.

"Lepaskan. Apa yang akan kalian lakukan?!" Queen berusaha memberontak, saat dipaksa turun dari sepeda dan kedua tangan di cekal kuat.

"Lepaskan! Hei …, kembali tas milikku!" Teriak Queen yang mencoba melepas diri dari cekalan kedua gadis di sampingnya. Mata Queen terbelalak, saat gadis berambut pirang itu membuka tasnya lalu menghamburkan semua isinya. 

"Tidak! Jangan lakukan itu. Aku mohon," pinta Queen yang tidak bisa berkutik, ketika melihat buku-bukunya kini sudah berserakan di jalan itu.

Ia juga melihat tas usangnya di lempar ke genangan air.

"Kalian keterlaluan! Apa kalian tahu? Buku-buku itu sangat penting, papa dan mama harus bekerja keras." Queen berkata dengan suara parau. Air matanya pun ikut luruh. Ia lelah memohon kepada keempat gadis itu. Ia turun dari sepeda dan mencoba melangkah mengambil tasnya. Namun sebuah tangan mendorongnya, hingga terjatuh di atas jalan setapak. Kacamata Queen terlempar jauh. Queen hanya bisa meringis lirih. Menatap keempat gadis di depannya ini.

Yang hanya menertawakan ketidak berdayanya. Queen kembali berusaha bangkit, namun salah satu dari gadis itu menahan dadanya menggunakan salah satu kakinya.

Keempat tertawa, melihat kondisi Queen yang tidak berdaya. Mereka sangat  puas sudah menindas Queen.

Gadis bernama Selena yang kini menekan dada Queen, melepaskan kakinya dari atas dada Queen. ikut berjongkok lalu berbisik dengan nada sinis.

"Kau, terlalu bangga bersekolah di sana rupanya. Ingat, kau hanya gadis buruk rupa dan dari keluarga miskin. Kau tidak lebih dari sampah, berada di sana yang berisikan orang-orang kaya raya. Bagi kami kau tidak jauh seperti kotoran binatang. Sangat tidak pantas." Selena mencibut kuat dagu Queen, membuat gadis itu mendongak dengan wajah sendu.

"Lihat, wajahmu yang buruk ini, sungguh menjijikan. Kau hanya beruntung bisa bersekolah di sana yang seharusnya aku mendapatkan kesempatan itu, bukan kau yang miskin dan berasal dari keluarga cacat!" Selena berteriak di depan wajah Queen, mendorong kening gadis malang itu ke belakang, hingga Queen kembali terjerembab di jalan setapak.

"Jangan lupa, latar belakang keluargamu yang menjijikkan. Keduanya seorang pecundang juga cacat," lanjut Selena dengan wajah jijik, ia bahkan mendecih ke arah Queen.

"Tutup mulutmu. Mereka tidak seburuk itu, bagiku, papa dan mama adalah harta berharga. Seharusnya kau yang buruk. Hanya seorang anak simpanan orang kaya!" Queen bangkit, gadis itu sangat membenci seseorang yang menghina kedua orang tuanya.

Queen membalas tatapan tajam Selena. Gadis itu seakan memiliki energi kekuatan untuk melawan para gadis yang seumuran dengannya.

"Kau. Beraninya, menantangku. Aku pastikan membuatmu cacat seperti kedua orang tuamu!" Selena sangat emosi, melihat Queen berani menentangnya.

"Aku tidak akan diam saja saat kedua orang tuaku dihina," jawab Queen yang tampak gugup melihat kini keempat gadis itu melangkah ke arahnya.

"Aku tidak pernah mengambil hak mu, semua hanya keberuntungan. Mungkin kau tidak beruntung untuk bersekolah di sana," pungkas Queen sambil melangkah mundur. 

Semakin gugup saat melihat wajah Selena yang begitu marah.

"Diam kau, pecundang sialan!" Sentak Selena yang kini menampar wajah Queen, mendorong tubuh lemah Queen, hingga terjerembab kembali di jalan setapak.

"Lepaskan, jangan lakukan itu," Queen berteriak kencang, saat dirinya kini dikeroyok keempat gadis tersebut. Tubuhnya kini diinjak dengan tidak berprikemanusiaan.

Tidak ada satu orangpun yang lewat di sana, hingga Queen ingin meminta tolong.

"Rasakan ini, gadis sialan. karena sudah menantangku. Aku bahkan bisa menganiaya kedua orang tua cacatmu itu," ucap Selena sembari tertawa puas. Melihat wajah Queen yang tidak berdaya.

Gadis itu begitu tidak berdaya, hanya bisa menatap nanar keempat gadis yang menindasnya. Ia sungguh tidak mampu untuk melawan dengan tubuh ditekan menggunakan salah satu kaki Selena.

Queen hanya mampu meneteskan air mata di wajahnya yang sudah tampak kotor. 

"Kasihan sekali gadis ini, dia begitu kotor. Bukankah sebaiknya kita membuangnya di saluran pembuangan sana?" Dengan tersenyum jahat, Selena masih belum puas untuk menindas Queen.

Gadis berambut panjang pirang itu, memerintahkan ketiga kawannya untuk menyeret Queen ke arah saluran air di depan sana.

"Tidak. Jangan, Selena. Lepaskan aku!" Queen terus memohon sambil berusaha menahan diri, saat di seret paksa ketiga teman Selena.

"Plak. Diamlah, sialan, aku hanya membantumu membersihkan diri dengan air itu," ujar Selena setelah menampar wajah Queen, wajah Selena sungguh begitu puas. Setelah mengatakan itu, Selena kembali tertawa keras, diikuti ketiga temannya.

bab 3

"Cepat, dorong dia ke dalam sana!" Perintah Selena dengan wajah mencibir ke arah Queen. Tatapan membenci ia berikan kepada gadis menyedihkan itu.

"Aku mohon, lepaskan aku, Selena. Jangan lakukan ini, aku harus ke sekolah!" Queen kembali menghibah dengan  menekan diri saat tubuhnya kini sudah berada di depan saluran pembuangan yang airnya tampak sangat menjijikkan.

"Selena, tolong lepaskan aku!" Sekali lagi Queen meminta dengan tangisan yang begitu amat ketakutan.

"Aku akan melepaskanmu, setelah kau berada di dalam air kotor itu, karena di sanalah tempatmu, sialan," sentak Selena sambil memperlihatkan senyum jahatnya, memberikan kode kepada temannya yang memegang kedua sisi tubuh lemah Selena.

Dengan berpangku tangan, Selena amat sangat puas saat memberikan pelajaran kepada gadis yang sangat ia benci. Wajah puas juga senyum jahatnya terlihat jelas. Sungguh ia menginginkan Queen menderita di tangannya.

Sedangkan Queen sekuat tenaga melawan saat dirinya akan didorong ke dalam saluran pembuangan yang berukuran besar itu, ia tidak bisa berenang, dan tidak mungkin dirinya harus mati tenggelam di genangan air pembuangan.

Namun nasib baik masih berpihak kepadanya, ketika seorang warga pemukiman melihat tindakan keji Selena.

"Hey, apa yang akan kalian lakukan. Lepaskan, dia!" Teriak seorang pria dengan tubuh kekarnya. Menatap tajam ke arah teman-teman Selena.

"Bos, bagaimana ini," seru salah satu teman Selena yang terlihat panik. Selena pun tampak panik dan memberikan kode kepada teman-temannya untuk melepaskan Queen.

"Kali ini kau selamat, pecundang. Aku pastikan, lain waktu kau tidak akan lolos dariku." Selena mendorong tubuh Queen di atas jalan setapak, gadis itu bahkan meludahi tubuh Queen lalu berjalan menjauh dengan tawa puas.

"Nak, kau tidak apa-apa?" Pria yang berusia dengan papanya bertanya dengan khawatir. Pria tersebut mengenali Queen yang merupakan tetangganya.

"Aku baik-baik saja paman. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku mohon, jangan beritahu papa dan mama tentang semua ini. Mereka pasti akan cemas!" Queen memohon kepada pria yang ia panggil paman untuk tidak menceritakan apa yang ia alami. Gadis itu hanya takut kedua orang tuanya menjadi khawatir.

Queen kini sudah berdiri sambil membersihkan dirinya, ia tersenyum getir melihat penampilannya yang begitu berantakan. Melirik ke arah buku dan tasnya yang ikut kotor.

Ia mengambil buku itu lalu memasukkan di dalam tas usangnya, menatap sedih sepeda tuanya yang rusak, akibat tendangan salah satu teman Selena.

"Sepertinya, kau tidak mungkin menggunakan sepeda ini, nak. Kau harus membawanya ke bengkel," seloroh pria baik hati itu saat memeriksa sepeda Queen.

Queen hanya mengangguk sedih, menghapus air matanya. Berusaha menahan rasa sakit di sekujur tubuh. Ingin rasanya gadis itu menangis histeris, untuk menghilang sesak di rongga dada.

"Biar paman yang mengantarmu, nak," ucap pria di sampingnya, membuat Queen terkejut.

Dengan wajah sedih, Queen menggeleng kepala lemah, ia merasa tidak nyaman, apalagi kalau istri paman ini tahu, sudah di pastikan, kedua orang tuanya akan mendapat masalah.

"Tidak paman, terima kasih. Aku akan jalan kaki saja," sahut Queen, kini memegang sepedanya yang rusak.

"Tapi kau akan terlambat, nak," sela paman itu kembali, merasa kasihan melihat keadaan Queen sekarang.

"Tidak, paman. Terimakasih atas bantuanmu," Queen kembali menolak dengan sopan.

Pria di hadapannya hanya bisa menghela nafas panjang, ia paham maksud gadis ini. Ia begitu kasihan melihat kehidupan Queen yang serba kekurangan.

Diam-diam pria itu mengeluarkan uang sambil melihat keadaan. Takut seseorang muncul lalu melihatnya. Sama seperti Queen, ia takut istrinya tahu dan akan membuat masalah dengan orang tua Queen.

"Nak, ambilah ini. Kau bisa memakainya untuk ongkos taksi ke sekolah juga biaya perbaikan sepedamu." Paman itu menghentikan langkah Queen, lantas menyisipkan beberapa lembar uang di tangan Queen.

"Aku tidak bisa menerimanya, paman. Bagaimana kalau bibi Ana tahu," ucap Queen yang akan mengambil uang itu. Namun paman tersebut menolak sambil tersenyum.

"Anggap saja kau berhutang, bagaimana? Kau pasti membutuhkannya untuk segera tiba di sekolah. Juga untuk memperbaiki sepedamu," ucap paman itu sambil menepuk pundak Queen.

Gadis itu tersenyum, ia pun menerima uang tersebut dengan niat berhutang. Kalau memiliki uang ia pasti akan menggantinya.

Keduanya pun berjalan menuju jalan besar, meninggalkan gg sempit di sana. Tanpa keduanya sadari, sejak tadi seorang wanita melihat interaksi mereka yang kini tersenyum jahat.

******

Queen kini tiba di depan pintu gerbang bangunan sekolahnya. Gadis itu berlari kencang saat gerbang menjulang tinggi akan tertutup otomatis.

Queen lega dengan nafas ngos-ngosan, gadis itu berhenti sejenak di depan pintu tinggi gerbang untuk mengontrol degupan jantungnya.

"Hampir saja," gumamnya dengan tarikan nafas lega.

Queen berjalan menuju bangun tinggi dan mewah di depan sana. Tampak begitu ramai dengan siswa yang sedang berkumpul.

Queen mengabaikan tatapan aneh para siswa lain, melihat penampilannya yang berantakan. Mencoba fokus untuk segera masuk ke dalam kelas. 

Namun saat berjalan menuju kelasnya, tiba-tiba ia kembali di siram. Akan tetapi kali ini dengan air bersih.

Queen hanya bisa berteriak, ketika merasa seluruh tubuhnya basah.

Gadis itu memejamkan mata saat wajahnya terkena cipratan air. Queen bisa mendengar tawa orang di sekitarnya.

Ia hanya bisa menghela nafas panjang, seakan terbiasa dengan ini. Queen hanya bisa diam. Melihat sekelompok siswa di depannya dengan tatapan remeh juga jijik.

"Lihatlah, sampah di sekolah ini. Begitu bau dan menjijikan!" Seru seorang gadis berpenampilan rapi dan anggun dengan seragam sekolah serba feminim. Rambut coklat gadis itu dibiarkan terurai. Dandanan menonjol, khas gadis sosialita.

Yah, sekelompok gadis di depan Queen merupakan geng anak-anak dari kalangan atas. Yang sering menindas kaum bawah seperti Queen. 

"Kenapa kau menyiramku, Sasa?" Queen bertanya sambil melihat tubuhnya yang basah kuyup.

"Hey, kau gadis busuk. Apa kau tidak melihat penampilan juga baumu. Itu sungguh menjijikkan. Kau seharusnya berterima kasih pada kami yang membersihkan tubuhmu ini," ujar Sasa dengan ekspresi jijik. Mencebikkan bibir ketika Queen bergerak ke arahnya.

"Menjauhlah, dari kami!" Perintah Sasa sambil mengusir Queen layaknya seekor binatang.

"Aku akan ke toilet," sahut Queen tidak acuh. Mencoba menghindar dari jangkauan sekelompok gadis di hadapannya. Ia sudah terlalu lelah mendapat bullyan pagi ini.

Akan tetapi, nasib baik belum berpihak padanya kali ini. Saat ketua kelompok gadis-gadis elit itu menahan pundaknya. Mendorong kasar membuatnya kembali terjerembab di atas lantai marmer mewah.

"Jangan terburu-buru dulu, honey. Kami belum melakukan hal menarik untukmu. Kami butuh asupan hiburan pagi ini," ucap Sasa dengan senyuman licik, memainkan rambutnya sambil menatap buas ke arah Queen.

Siswa lainnya hanya bisa menikmati tontonan biasa di depan mereka sembari  ikut menertawakan Queen. Menurut mereka ini hal rutin menjadi bahan tontonan. Apalagi Queen setiap pagi akan menjadi bahan lelucon buat mereka.

"Kasih sekali, siapa suruh kau berada di lingkungan kami. Seharusnya kau berada di tempat sampah. Dasar miskin!" Hardik gadis lain sambil menendang kaki Queen.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!