"Akhirnya aku menemukanmu, Nak! Hu..hu.” Tangis Ibu itu pecah sembari memeluk Danika dengan erat, hingga gadis itu merasa sesak nafas karena tercekik.
“Bu, tolong, Bu! Saya tercekik, Bu!” Tangan Danika menggapai-gapai pada Reni yang berdiri dengan terbodoh menyaksikan kejadian didepannya. Bagaimana tidak, dia pun syok dengan apa yang terjadi barusan.
Beberapa jam lalu..
“Pusing banget kepala gue, Ren!” Danika berujar sambil memijit keningnya.
Danika dan Reni adalah sahabat sejak mereka SMA, hubungan persahabatan itu kembali terjalin saat kuliah dan bekerja di perusahaan yang sama.
Mereka berdua baru saja keluar dari kantor untuk pulang ke rumah masing-masing. Danika dan Reni berjalan menuju halte terdekat untuk menunggu angkutan umum.
“Memangnya lo pusing kenapa, Ka?”
“Kerjaan kantor banyak banget belakangan ini. Terus tadi gue ditegur kepala staf karena sering terlambat. Padahal terlambat gue hanya 30 menit doang!”
“Puufftt..,” Reni tiba-tiba saja tertawa. Danika langsung ilfil karenanya.
Danika bersedekap dada. “Kenapa lo ketawa, hah? Memang ada yang lucu?”
“Tidak ada. Lagi pula memang lucu ‘sih! Masa iya lo terlambatnya parah banget begitu?”
Danika menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. “Gue juga tidak tahu! Jangan sampai gue bermasalah deh di kantor, apa lagi kalau sampai kena tegur sama Bos! Wah, bisa tamat gue! Mana skincare gue belum pada lunas lagi!”
“Makanya lo tidurnya cepetan nanti malam!”
“Oke, Bos!” Mereka berdua kemudian tertawa.
“Ren, gue haus, nih! Gue beli minum dulu ya di depan.”
Reni mengangguk. Danika segera beranjak dari duduknya untuk ke minimarket yang ada di seberang jalan. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba ciiiiiit. Terdengar deritan rem yang begitu panjang dan jeritan Danika setelahnya.
“Nikaaaa!” Reni menjerit histeris sejadinya. Dia langsung berlari menghampiri Danika yang sudah duduk terjatuh.
“Nika, Lo tidak apa-apa?” Reni sibuk memeriksa semua bagian tubuh Danika. Dia bersyukur Danika selamat.
Sang pengemudi langsung keluar dari mobilnya yang ternyata seorang wanita paruh baya dengan penampilan cukup nyentrik. Rambut pendek dan berponi ala Dora, dengan berpakaian ala anak muda. Untung tidak sekalian membawa ransel dan bertanya di mana peta.
“Ya ampun, Nak! Kamu tidak apa-apa? Maafkan saya. Saya benar-benar tidak sengaja.”
“Duh, Ibu, sih? Apa sedari tadi Ibu menyetir tidak lihat jalan apa, Bu?” Reni sudah merepet hingga sepanjang jalan kenangan.
Ibu itu gelisah dan takut. Dia menangkupkan tangan di depan dadanya. “Maafkan saya! Ayo kita bawa teman kamu ke Rumah Sakit.”
“Tunggu, Bu! Saya akan coba menyadarkan dia lagi,” ucap Reni.
Ibu itu hanya mengangguk pasrah saat mendengar apa yang akan dilakukan oleh teman gadis yang dia tabrak ini.
Danika yang masih syok hampir saja basah celananya. Pandangannya kosong seperti dompetnya yang minta diisi. Reni semakin khawatir, dia mendekatkan bibirnya tepat ditelinga Danika.
“Danikaaaaaa..!!!”
Entah karena kekuatan suara Reni yang tinggi, atau bau mulut Reni yang begitu menggugah perut ingin muntah, membuat Danika kembali sadar dari rasa syoknya.
“Kurang ajar! Apa-apaan lo, Ren?” Danika mengusap-usap hidungnya. Sedang Reni mengucap syukur tiada henti karena usahanya berhasil. Tidak sia-sia dia makan rendang jengkol buatan emaknya tadi pagi.
Sedang wanita penabrak Danika tiba-tiba tidak bergeming. Tubuhnya seperti kaku ketika mendengar nama gadis cantik yang hampir dia tabrak itu. Pelan-pelan dia berlutut untuk melihat dengan jelas wajah gadis yang bernama Danika itu.
“Nak, apa benar kamu bernama Danika?”
Danika dan Reni saling pandang satu sama lain. Danika langsung saja mengangguk “Iya, benar nama saya Danika.”
Ibu itu tiba-tiba saja bergerak mendekat pada Danika, dekat sekali. Danika merasa ngeri, sebab mata Ibu itu mendelik seperti orang kesurupan padanya.
“Apa benar kamu anaknya Sawiyah dan Toyib yang tidak pernah pulang-pulang tiga kali puasa dan tiga kali lebaran itu?” Ibu itu bertanya tanpa jeda nafas.
Danika menjadi gugup “I-iya benar!”
Ibu itu terharu dan bernafas lega. Adegan selanjutnya terjadi. Danika tidak habis pikir apa yang sedang terjadi saat ini.
*_*
Danika menatap langit-langit kamar kos-nya yang tidak terlalu lebar ini. Kejadian tadi benar-benar aneh baginya. Dan dia jadi merasa rindu pada kedua orang tuanya yang sudah tidak ada lagi di hidupnya ataupun di dunia ini.
Danika bangkit dari rebahan-nya, dia membuka lemari dan mengambil sesuatu di sana. Ternyata Danika mengambil foto yang berbingkai 8 inci itu. Air mata menetes dari pelupuk mata indah Danika.
“Ibu, Ayah, Danika rindu sekali pada kalian.”
Lama Danika menangis. Kemudian dia sadar, dia tidak boleh bersedih dengan keadaan yang ada pada dirinya sekarang. Ini sudah takdir dari Allah untuknya.
“Maafkan Nika, Nika tidak boleh sedih. Nika harus kuat dan selalu semangat! Apalagi kisah horor The Tante sudah waktunya tayang, hehe. Astaghfirullah, maafkan hamba, Ya Allah.”
Danika dengan semangat membuat kopi susu favoritnya. Sudah tahu kan kenapa dia selalu saja terlambat masuk kantor? Jelas sekali sebabnya adalah tidur selalu lewat tengah malam. Ditambah lagi pengaruh kopi yang membuat matanya sulit untuk terpejam.
“Wah, benar-benar semakin seru saja, nih kisah horornya. Gila! Merinding aku jadinya, kan?” Danika menggerutu sendiri sambil menyeruput kopinya yang mulai agak dingin.
“Duh! Kenapa cepat banget dingin sih, kopi ini!” tanpa sengaja Danika melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Dia pun panik setengah ampun. Dan dengan segera menyudahi acara menonton kisah horor The Tante dengan perasaan tidak rela.
*_*
Di sinilah Danika sekarang. Menatap bosnya dengan rasa sebal yang luar biasa. Bagaimana tidak, dia sudah hampir setengah jam berdiri hanya untuk menunggui bosnya yang sedang membolak-balik kertas.
‘Kurang ajar! Apa lagi salah dan dosaku sehingga aku berhadapan dengan bos yang aneh ini! Dan sialnya, kakiku sudah lelah sekali berdiri dengan heels seperti ini! Huuufftt.'
Arsenio Roberto, lelaki tampan stok langka ini yang sudah berusia 33 tahun itu tengah serius memperhatikan kertas berisi biodata seseorang di sana. Sepertinya dia tak peduli pada makhluk hidup yang tengah bernafas sebal melalui hidungnya yang kembang kempis di hadapannya itu.
Sebenarnya, Danika dan beberapa karyawan wanita yang lain begitu terpesona pada Arsenio. Tapi sayangnya lelaki tampan dengan janggut tipisnya ini sudah memiliki istri. Istrinya juga cantik bagai model kelas atas.
Sedang mereka hanya apa coba? Mungkin kalau dibandingkan, istri Arsenio itu bagaikan hidung mancung, mereka hanya bagaikan ingusnya. Kalau istri bos mereka bagaikan kulit yang mulus, mereka hanya bagaikan kulit burik dan berjerawat-nya. Jelas sangat jauh berbeda bukan?
Tidak mengapa juga 'sih kalau mengagumi bos mereka yang tampan bagaikan pangeran dari kayangan itu. Tapi bagi Danika, dia sudah pensiun untuk terkagum-kagum pada Arsenio.
Eh, belum terlalu lama juga. Karena yang sesungguhnya Danika tahu, bosnya ini sangat, sangat apa ya? Sangat menyebalkan sekali. Dia selalu saja dapat hukuman yang aneh-aneh saat tanpa sengaja Danika terlambat masuk kantor. Memang sih tidak melalui Arsenio langsung, tapi melalui kepala staf. Tapi kan yang memberikan perintah 'kan tetap Arsenio.
“Kamu Danika?”
“Eh, iya, Tuan?”
Arsenio mendekatkan kembali kertas CV karyawan untuk dia baca “Nama panjang kamu Danika aroma melati?” tanyanya dengan tawa yang di tahan.
“Iya! Itu memang nama saya!” Danika terkejut setengah mati saat tiba-tiba Arsenio tertawa cekikikan. Bahkan dia sampai memegangi perutnya. Danika memasang wajah ilfil.
“Kenapa nama kamu tidak Danika aroma kantil saja?”
“Hmm, mungkin waktu itu Ibu saya ngidamnya menghirup bunga melati dan makan pecahan beling, Tuan! Ya suka hati Ibu saya lah, Tuan! Kenapa Tuan yang heboh!”
Braaak! Arsenio menggebrak meja. Danika antara panik dan bingung.
‘Kumat nih orang!’
“Kamu tahu apa kesalahan kamu?”
“Justru saya mau tanya sama Tuan apa kesalahan saya!” jawab Danika santai.
Arsenio sudah mulai memasang wajah masam. Danika cengengesan dan mengusap tengkuk belakangnya.
‘Duh! Kenapa wajah dia berubah begitu? Apa jangan-jangan dia marah? Waduh siaga 1 gue! Bisa gawat, nih! Mana skin care gue belum lunas lagi!’
Danika jantungan dan bersiap-siap kalau-kalau dragon di hadapannya ini akan menyemburkan api.
'Amboi! Habislah aku!’
***
Danika menghela nafas gusar tatkala telinganya yang indah ini terpaksa menerima omelan Bos di depannya ini.
“Kamu ini sebagai karyawan seharusnya membiasakan diri untuk selalu disiplin waktu! Apa jadinya perusahaan saya mempunyai karyawan yang sering terlambat seperti kamu ini! Ini yang ketahuan, bagaimana kalau ada karyawan lain yang mengikuti jejak sesat kamu ini, hah?”
‘Apa? Sesat katanya? Tak kuasa aku! Telat itu adalah hal berguna untuk memangkas waktu bekerja, Tuan!’
Danika mengedikkan bahu. “Ya itu bukan urusan saya, Tuan! Toh, ini bukan perusahaan saya!”
Arsenio melotot. “Apa? Berani sekali kamu, ya?”
Nyali Danika menciut. “Maafkan saya, Tuan,” ucap Danika penuh penyesalan yang dibuat-buat.
Arsenio menghela nafas. Baru ini ada karyawan yang kurang ajarnya melampaui batas padanya. Arsenio langsung ingin berubah jadi malaikat maut saat ini juga.
“Sekarang kamu keluar! Ini peringatan terakhir dari saya. Kalau kamu terlambat barang sedetik saja, siap-siap kamu terhempas dari kantor saya. Dan asal kamu tahu, kamu bakalan ada di daftar hitam!”
Danika garuk-garuk kepala tidak mengerti maksud bosnya. “Maksud Tuan itu apa, sih?”
Arsenio semakin kesal saja. “Keluar kamu sekarang!”
“Baik, Tuan! Dari tadi juga saya sudah mau keluar!” Danika bersuara seperti orang berbisik.
“Apa kamu bilang?” lagi-lagi Arsenio melotot pada Danika.
“Saya permisi dulu, Tuan!” dengan jurus lari seribu, Danika sudah hilang dari hadapan Arsenio.
Arsenio kembali menghela nafas. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi kekuasaannya itu lalu mengendurkan sedikit dasinya. Dari rumah dia sudah uring-uringan tidak menentu, ditambah lagi dengan masalah karyawan yang selalu dikeluhkan oleh kepala stafnya membuat Arsenio semakin pusing. Dan kadar pusingnya semakin naik frekuensi saja saat mengingat Mamanya menyuruh dia melakukan sesuatu yang aneh. Pikirannya menerawang pada kejadian tadi pagi di mansion-nya.
*_*
Menikah dengan wanita yang Arsenio cintai merupakan hal terindah yang sudah terwujud saat ini. Pernikahan itu tak terasa sudah berjalan hampir 2 tahun. Zakia adalah wanita sempurna. Selain cantik, dia juga pintar dalam segala hal.
Dari tadi malam hingga pagi ini semuanya terasa indah. Apalagi mereka sudah lama tidak bertemu dalam hitungan bulan karena Zakia sedang mengurus perusahaan orang tuanya di Eropa. Tentu saja untuk melepaskan kerinduan mereka yang sudah mendalam dan menggebu itu, mereka habiskan di tempat tidur dan bergumul di bawah selimut.
“Lain kali, aku tidak akan mendengar alasanmu, sayang. Aku akan menjemputmu kapanpun aku mau.”
Zakia tertawa mendengar protes suaminya, dia mencubit gemas ujung hidung suaminya yang mancung itu. “Baiklah, sayang.”
Melihat senyuman sang istri, semakin dalam rasa cinta Arsenio pada Zakia. Walau saat ini mereka belum di karuniai buah hati. Itu tidak menyurutkan rasa cinta Arsenio pada istrinya. Anak itu hanya bonus dari sang pencipta. karena hidup bersama orang yang dicintai selamanya itulah yang dituju dari sebuah pernikahan. Begitu kira-kira semboyan Arsenio Roberto untuk urusan cinta. Asal jangan pernah menduakan cintanya, apa pun akan dia lakukan untuk orang tercintanya.
“Perasaan, kenapa kamu semakin cantik saja, ya? Sepertinya kadar kecantikanmu tidak pernah berkurang, melainkan selalu bertambah pakai kuadrat.”
“Hehe, kamu bisa saja!”
Arsenio tersenyum, dia mengecup kening Zakia cukup lama lalu memeluknya kembali dengan erat. Niat hati sih ingin melanjutkan tidur setelah pertempuran panas yang mereka lakukan di pagi subuh begini. Tapi ketukan pintu mengganggu mereka.
Arsenio berdecak sebal, “Kurang ajar! Siapa yang berani menggangguku?
Zakia mengusap lengan suaminya. “Sabar, sayang. Coba lihat, mana tahu ada urusan penting.”
“Ck! Urusan apa? Aku akan memecat orang yang sudah mengganggu kita saat ini juga!”
Mau tidak mau Arsenio bangkit dan berjalan menuju pintu dengan mulut yang terus mengomel. Dia semakin kesal saja saat yang mengetuk pintu semakin mengeraskan suara ketukannya.
“Ada apa?” tanya Arsenio pada orang yang menyebalkan yang telah mengganggunya. Tapi dia malah celingak-celinguk memperhatikan sekitar yang gelap ini. Soalnya lampu-lampu di lorong kamarnya masih belum dihidupkan oleh para pekerja di mansion-nya.
“Loh! Tidak ada siapapun di sini! Hei, keluar! Aku akan menghabisi orang yang telah mengganggu tidurku!”
Tiba-tiba..
“Baaaaa...”
“Arrghhh..!” Arsenio terjengkang karena terkejut. Bagaimana tidak terkejut, dia melihat hantu mirip Mamanya dalam balutan mukenah putih. Keringat dingin langsung mengucur dari keningnya. Ya, mungkin dia bisa membuat orang-orang takut akan kekuasaannya, tapi dia malah takut pada penampakan. Hem, mungkin dia sedang lemah iman.
Melihat suaminya terkejut hingga terjengkang seperti itu, membuat Zakia khawatir. Dia segera turun dari ranjang dan sedikit berlari untuk menghampiri suaminya. Zakia tidak melihat apa yang membuat suaminya terkejut, karena dia langsung fokus pada suaminya.
“Sayang, ada apa?” Zakia mengusap keringat yang membasahi kening Arsenio.
Arsenio menunjuk penampakan di hadapannya. Zakia langsung melihat apa yang ditunjuk suaminya, dan seketika lengkingan pun mulai terdengar memekakkan telinga. Zakia langsung memeluk suaminya erat-erat.
“Sayang, aku takut!”
“Jangan takut, sayang! Aku akan mengusirnya! Hei, hantu yang mirip Mamaku! Jangan kurang ajar kamu, ya? Jangan
berani-beraninya kamu menampakkan diri mirip Mamaku, karena kamu sama sekali tidak mirip! Mamaku itu masih muda, bohai dan bahenol! Tidak seperti kamu yang keriput, tua, dan jelek pula lagi!”
Plak! Pukulan keras mendarat sukses di kepala Arsenio.
“Kurang ajar kamu!”
Zakia menjerit lagi melihat kepala suaminya jadi sasaran empuk pukulan hantu. Alis tebal Arsenio mengerut, Mana ada hantu bisa memukul dan berkata kurang ajar padanya. Berani sekali hantu ini padanya.
“Galak benar hantu ini. Berani-beraninya mengatakan aku kurang ajar!” bentak Arsenio.
Plak! Pukulan kembali mendarat. Arsenio mengusap-usap kepalanya.
“Dasar anak nakal! Berani-beraninya mengatai Mamanya sendiri kurang ajar!” Mama Lena berjalan maju sambil berkacak pinggang.
“Mama? Ini benar Mama?” Arsenio memastikan lagi kalau ini memang benar Mamanya.
Mama Lena dengan gemas menarik telinga Arsenio. “Apa kamu bilang tadi, hah? Mama keriput dan tua?”
“Tidak hanya itu, Ma! Mama juga jelek!” Arsenio semakin meringis sakit ketika Mama Lena semakin menarik telinganya.
Mama Lena sendiri ‘sih mau membicarakan sesuatu di saat yang tidak tepat. Tadinya Mama Lena baru saja menunaikan sholat malam, tiba-tiba dia teringat pada Danika yang dia tabrak tadi. Karena begitu bahagia dan ingin cepat bertemu Arsenio di jam seperti ini, timbul niat jahil Mama Lena. Makanya dia sengaja menakut-nakuti Arsenio.
Melihat menantunya-Zakia sok ketakutan seperti tadi membuat Mama Lena sedikit jengkel. Ya, sebenarnya Mama Lena mulai tidak suka pada Zakia saat tanpa sengaja mengetahui apa yang sudah wanita itu lakukan di belakang anaknya mulai dari setahun yang lalu. Tapi anaknya terlalu bodoh hingga tidak tahu apa saja yang sudah ditutupi oleh istrinya yang busuk ini.
“Mama ingin bicara sesuatu yang penting sama kamu, Arsen.”
Arsenio mengusap-usap telinganya yang sudah semerah tomat, sedang Zakia penasaran apa yang ingin dibicarakan oleh mertuanya yang mulai terang-terangan tidak menyukai dirinya ini.
“Mau bicara apa sih, Ma? Masih pagi juga!”
“Huuuftt.., sebelum berangkat kerja, temui Mama di kamar. Hanya kamu! Ingat itu!” Mama Lena menunjuk-nunjuk di depan wajah Arsenio lalu melenggang pergi.
Zakia mengerutkan alis dan menatap suaminya. “Memang apa yang ingin dibicarakan Mama ya, sayang?”
“Mana aku tahu! Sudahlah, ayo kita kembali tidur. Mama ada-ada saja tingkahnya pagi-pagi buta seperti ini.” Arsenio merangkul Zakia dan membawanya ke ranjang dan melanjutkan tidur mereka yang tertunda.
Zakia hanya mengikuti langkah suaminya. Tapi di dalam hatinya sudah muncul rasa penasaran yang teramat sangat.
‘Hem, sepertinya Mama mertua sudah semakin terang-terangan saja membenciku. Ah! Apa jangan-jangan Mama mertua sudah tahu apa yang sudah aku lakukan selama ini? Tidak-tidak! Itu tidak mungkin!’
Zakia mulai cemas. Tapi saat memperhatikan wajah suaminya yang damai, dia pun merasa tenang dan ikut menyusul suaminya ke alam mimpi.
*****
Sebelum berangkat ke kantor, Arsenio menyempatkan datang ke kamar Mamanya. Dari wajah Mamanya yang sangat serius tadi pagi, pasti ada sesuatu yang sangat penting yang ingin disampaikan oleh wanita yang telah melahirkannya itu.
“Kamu memang sendirian, kan?” Mama Lena berkeliling memutari tubuh Arsenio. Barangkali ada bayang-bayang Zakia yang ikut untuk menguping. Mama Lena harus waspada pada menantunya itu.
Arsenio geleng-geleng kepala. “Dia sudah pergi bekerja, Ma!” Arsenio melangkahkan kakinya untuk duduk menyilangkan kaki pada sofa mahal yang ada di kamar Mamanya ini.
“Apa yang ingin Mama bicarakan?”
Mama Lena ikut duduk di samping putra semata wayangnya itu. “Arsen, Mama begitu sangat bahagia mengetahui hal ini.”
Alis Arsenio terangkat sebelah. “Memang hal apa yang membuat Mama bahagia?”
“Kamu ingat sama Ibu Sawiyah teman Mama?”
Arsenio coba mengingat dan kemudian mengangguk. “Memangnya kenapa dengan Ibu itu? Bukannya Ibu itu sudah meninggal?”
“Iya, dia dan suaminya memang sudah lama meninggal. Kamu ingat kan, dia sangat berjasa untuk kehidupan Mama? Kalau bukan karena dia, mungkin Mama sudah tidak ada di hadapan kamu sekarang.”
“Mama ini bicara apa, sih? Hanya itu kah yang ingin Mama bicarakan? Bisa tidak kita lanjutkan nanti. Arsen harus berangkat, Ma.”
“Masalahnya, Mama ada janji padanya yang harus segera di tunaikan, Arsen.”
Alis Arsenio mengerut. “Janji apa?”
“Ibu Sawiyah sudah menitipkan putrinya pada Mama. Dan Mama sudah berjanji untuk menikahkan putrinya sama kamu! Mama sudah bertemu dengan putrinya, dia ternyata tumbuh dengan sangat cantik.”
“Uhuk-uhuk!” Arsenio langsung terbatuk-batuk tidak menentu. Mama Lena segera mengusap-usap punggung Arsenio.
“Kamu kenapa? Kenapa tiba-tiba batuk, hah?”
“Habis tertelan singa!”
“Apa? Tertelan singa? Bagaimana bisa?” Mama Lena histeris. Membuat Arsenio ilfil.
“Arsen terkejut, Mama! Terkejut! Lagi pula, Mama itu kalau bikin janji jangan yang aneh-aneh, napa!”
“Kamu ini bagaimana, sih! Ibu Sawiyah itu sudah sangat berjasa untuk kelangsungan hidup Mama. Mama juga harus membalasnya dengan hal yang sama, dong!”
“Tidak-tidak!” Arsenio mengibas-ngibaskan tangannya di depan dada. “Arsen tidak setuju dengan janji yang Mama buat tanpa sepengetahuan Arsen itu! Apa yang tidak Arsen ketahui, itu namanya ilegal dan invalid! Arsen tidak wajib menjalankannya ataupun menunaikannya!”
Mama Lena menggeleng sebal. “Dasar anak nakal! Ya iyalah kamu tidak tahu. Kan kamu masih kecil waktu itu. Pokoknya Mama tidak mau tahu, kamu harus menjalankan perjanjian itu!”
Arsenio langsung bangkit dari duduknya, dia mengepalkan tangannya. “Arsen tidak akan mau memenuhi janji itu! Arsen sudah menikah dan sangat mencintai Zakia.”
Arsen langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Mamanya tanpa memedulikan teriakan Mamanya yang sangat memekakkan telinga. Bahkan dia sampai menepuk-nepuk telinganya yang tersiksa karena lengkingan Mamanya yang mirip seriosa itu. Iya seriosa, seriosa fals.
Mama Lena menepuk sofa dengan sebal. “Iihh kesalnya! Seandainya kamu tahu apa saja yang sudah istri kamu lakukan di belakangmu, pasti kamu akan dengan cepat melepaskan istri yang kamu cintai itu, Arsen!”
.................................*****................................
Setalah bertanggung jawab mengobati ‘Calon mantu’ yang tanpa sengaja Mama Lena tabrak itu ke Rumah Sakit, Mama Lena tak lupa untuk meminta nomor ponsel gadis cantik itu. Di sore yang sangat cerah ini, Mama Lena mengirim pesan pada Danika untuk bertemu.
“Untung aku mengajaknya pas dia pulang kantor. Wah, Magdalena memang sangat pintar dan cantik.” tidak ada angin tidak ada hujan, Mama Lena memuji dirinya sendiri.
Tak lama Danika datang. Terlihat sekali wajahnya begitu letih, tapi tak menyurutkan untuk senyum pada Mama Lena yang terpukau pada kecantikan gadis itu.
“Assalammu’alaikum, Bu?” Danika mengulurkan tangan untuk menyalami Mama Lena.
“Wa’alaikumsalam.” Mama Lena takjub dengan perilaku Danika. Belum lama loh dia menabrak anak ini. Seharusnya anak ini masih marah kan padanya?
‘Wah-wah! Memang anak sholehah! Menantuku saja tidak pernah melakukan hal ini padaku! Boleh tidak aku mengatakan menantuku itu dengan sebutan menantu laknat? Astaga!’
“Ayo duduk, Nika.”
“Ah, makasih, Bu. Maaf ya, sudah membuat Ibu menunggu.”
Mama Lena tertawa sok anggun dengan menutup mulut. Tertawanya sih sudah sok anggun, tapi bahunya tetap terguncang seperti orang yang tengah tertawa terbahak-bahak. Jadi terkesan tidak anggun ya, kan?
“Tidak, Nika. Ibu memang sengaja menunggu kamu di sini sambil ngopi. Eh, kamu mau minum? Ayo pesan.”
“Tidak usah, Bu. Tadi Nika sudah minum sama Reni.”
“Oh iya, kemana teman kamu itu?”
“Sudah pulang duluan, Bu. Oh iya, Ibu mengajak Nika untuk bertemu, apakah ada hal yang penting?”
Mama Lena menghela nafas. “Sebenarnya iya, Nika. Kamu pasti bertanya-tanya kan ada hubungan apa Ibu dan Ibu kamu?
Danika mengangguk. “Iya, sebenarnya Nika sudah penasaran dari saat Ibu menyebut nama Ayah dan Ibunya Nika.”
Mama Lena langsung mulai bercerita. Danika dengan fokus mendengarkan apa saja yang di ucapkan oleh Ibu Lena. Dan dia pun juga terkejut kalau Ibunya ingin menjodohkan dirinya dengan anak Ibu Lena.
“Hah, sekian tahun Ibu mencari kamu, Danika. Dan Allah akhirnya menemukan kita di saat waktu yang tidak bisa kita duga.”
Danika meringis mendengar ucapan Ibu Lena. Menikah? Ya, menikah itu memang impian setiap wanita, termasuk dirinya. Tapi ini menikah karena perjodohan yang sudah diatur oleh orang tuanya dulu, yang bahkan dia sendiri saja tidak tahu siapa orang yang akan dijodohkan dengannya. Itu dikategorikan pemaksaan atau tidak ya?
“Ibu mohon, Danika. Menikahlah dengan anak Ibu. Ibu tidak akan tenang kalau kamu menolak ini, Nak. Soalnya setelah kami melakukan perjanjian itu, Ibu sudah tidak tenang. Apalagi saat kamu entah di mana keberadaannya waktu itu. Ibu takut tidak bisa menunaikan janji ini sama Ibu kamu.”
Danika menghela nafas. Ada benarnya juga sih ucapan Ibu Lena ini. Tapi dia kan harus bertemu dulu dengan pria yang akan di jodohkan dengannya.
“Baiklah, Bu. Nika akan lakukan semua ini untuk almarhum Ibu.”
Akhirnya dia pun menerima perjodohan ini, semata-mata untuk orang tuanya.
‘Semoga Ibu bisa tenang di sana’
Mama Lena tersenyum girang. Dia bersorak-sorai hingga beberapa pengunjung cafe melihatnya dan geleng-geleng kepala. Mungkin mereka mengira ada orang gila baru.
Danika hanya meringis melihat Ibu Lena yang begitu gembira ini. Tapi perlahan senyum terbit dari bibirnya. Hah, dia sendiri sih tidak tahu perjanjian apa saja yang telah mereka lakukan. Tetapi melihat Ibu Lena yang sangat bersyukur dan bahagia ini, pasti ada sesuatu yang sudah dilakukan Ibunya yang sangat berharga pada Ibu Lena.
“Baiklah, sayang. Ibu akan mengatur pertemuan kamu dengan anak Ibu. Ibu yakin kamu bakalan langsung mau dinikahi sama dia. Anak Ibu itu orangnya tampan, baik hati dan orang terkenal di negara kita ini.”
Danika merasa keki. Perutnya bergejolak ingin muntah mendengar segala pujian yang keluar dari mulut Ibu Lena. Tapi penasaran juga siapa gerangan anaknya, sih. Haha, amboi!
‘Anak Ibu Lena terkenal di negara ini? Siapa? Kalau anaknya terkenal, kenapa Mamanya tidak terkenal juga? Ah, bodoh amat! Kenapa juga aku harus peduli?’
Pertemuan mereka pun berakhir. Besok malam Bu Lena akan mengajaknya ke restoran mewah untuk bertemu dengan anaknya yang tampan itu.
'Haaah, kenapa tiba-tiba aku berpikir terpaksa ya melakukan ini? Tapi, ini semua untuk Ibuku. Aku harus bisa. Haaah, lelah hayati. Selama ini pacar saja tidak punya, sekarang sudah harus menikah karena terpaksa’
*******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!