Sambil sesekali melihat jarum jam yang terus berjalan El gelisah menunggu mobil-mobil yang berjejer panjang didepan mobilnya.
"Ayo dong please setengah jam lagi gue ada rapat penting." Katanya sambil menekan klakson berulang kali berharap kemacetan pagi ini segera berakhir dan ia bisa langsung menuju kantor.
"Halo, Pak Arman tolong handle meeting pagi ini sebentar ya, Saya masih dijalan kejebak macet." Setelah sambungan telepon putus, Ia kembali menekan klakson mobilnya.
Sedikit demi sedikit mobilnya mulai berjalan hingga akhirnya ia tau penyebab kemacetan panjang itu karena kecelakaan.
Tapi bukan kecelakaan itu yang menjadi perhatiannya saat ini melainkan korban dari kecelakaan tersebut. Karena rasa penasaran, El memarkirkan mobilnya terlebih dahulu sebelum melihat korban kecelakaan tadi.
Setelah selesai El segera turun dari mobil dan langsung berjalan menuju tempat kejadian.
"Pak Dewa!" Teriak El nyaring sambil menghampiri korban kecelakaan tadi yang sedang menunggu ambulance datang. El sangat terkejut saat tau bahwa yang saat ini terluka parah ialah pak Dewa staf administrasi dikantornya. Terlebih El dan pak Dewa memiliki hubungan yang sangat dekat bukan hanya sebagai atasan dan anak buah melainkan sebagai seorang teman walaupun usia mereka cukup jauh berbeda. Bahkan El sangat menghormati pria paruh baya itu layaknya orangtua kandung.
"Anda kenal dengan korban?" Tanya polisi yang menangani kecelakaan itu.
"Iya pak Saya kenal, Beliau rekan kerja saya namanya pak Dewa."
"Panggil ambulance!" Teriak El lagi, Bicara pada mereka yang mengelilingi pak Dewa dan hanya sekedar menonton sambil mengambil gambar.
"Mohon sabar, Sebentar lagi ambulance datang." Sahut polisi yang berjaga.
Selang beberapa menit kemudian mobil yang ditunggu itupun datang. Pak Dewa langsung dibawa kerumah sakit terdekat dan El ikut mengantarnya.
Sesampainya di RS pak Dewa langsung dilarikan ke ruang IGD untuk mendapatkan penanganan yang tepat. El pun menunggu pak Dewa diluar ruangan.
Satu jam berlalu tapi dokter belum juga keluar dari sana, Kekhawatiran pun menyelimuti El yang saat itu menunggu seorang diri. Ia meraih telepon genggam miliknya lalu menghubungi asisten pribadinya lagi.
"Hallo, Pak Arman. Maaf saya gak bisa ikut meeting hari ini karena ada urusan yang lebih penting saat ini. Tolong handle untuk semua urusan saya hari ini ya. Terimakasih."
"Anda pak El?" Ucap seorang perawat pada El yang baru saja selesai menelepon.
"Iya, Saya El. Bagaimana keadaan pak Dewa?"
"Pasien ingin bertemu anda sekarang juga." Mendengar ucapan perawat itu membuat El makin tak karuan. Dengan cepat ia melangkah memasuki ruang IGD.
Dari jauh sudah terlihat senyuman dari wajah pak Dewa, Ya seperti biasa saat ia melihat El dimanapun dan kapanpun ia akan tersenyum seperti saat ini.
"Pak Dewa, Gimana keadaan bapak? Apa kata dokter?" Beberapa pertanyaan langsung disodorkan pada pak Dewa yang terlihat sangat lemah dengan selang yang terpasang dihidung dan ditangannya.
"Saya gak apa-apa pak El. Terimakasih sudah mau menolong saya." Jawabnya lemah terputus-putus.
"Pak, Kita lagi gak dikantor. Panggil saya El seperti biasanya." Mendengar ucapan El pak Dewa kembali tersenyum pada El.
"Tapi ini masih jam kerja pak. Apa saya boleh minta tolong lagi?" El mengangguk cepat menyetujui permintaan pak Dewa.
"Tolong hubungi anak saya. Namanya Luna, Minta dia kesini tapi tolong sebisa mungkin jangan membuatnya kaget karena saat ini dia lagi di sekolah." El pun langsung menurut, Ia meraih handphone milik pak Dewa lalu mencari list contacts atas nama Luna.
"Hallo......Oh maaf saya temannya pak Dewa. Ummmm begini, Tapi sebelumnya tolong tenang dan jangan panik dulu. Pak Dewa saat ini berada di RSUD umum Harapan. Beliau mengalami kecelakaan tadi pagi."
Setelah selesai mengabari Luna anak pak Dewa, El kembali mendekati pak Dewa.
"Sudah saya hubungi pak" El lalu duduk disamping ranjang pak Dewa.
"Terimakasih pak El sudah membantu saya.
Luna anak satunya-satu yang saya miliki. Dia gadis baik, Cantik dan juga Pintar. Dia gak punya siapa-siapa lagi selain saya." Jelas pak Dewa, Wajahnya dihiasi senyuman saat menceritakan tentang Aluna anak semata wayangnya itu.
"Oleh karena itu pak Dewa harus pulih, Kasian anak bapak." Jawab El menyemangati pak Dewa yang makin terlihat lemah.
"Waktu saya gak banyak pak El."
"Ayah!" Belum sempat El menjawab seorang gadis masuk membuka pintu dengan tergesa berlari sambil menangis kearah pak Dewa.
"Ayah, Ayah kenapa bisa jadi gini sih?" Katanya sambil terisak berdiri disamping pak Dewa.
"Ayah.......Ayah gak apa-apa Luna." Jawab pak Dewa dengan nafas yang berat dan suara yang terbata.
"Pak, Pak Dewa. Saya panggilkan dokter sebentar." El ingin segera beranjak namun tangan pak Dewa langsung menahannya.
"Gak, Gak usah panggil dokter." Katanya, Luna pun makin terisak melihat keadaan ayahnya yang makin parah.
"Pak El, Apa saya boleh minta tolong?" Katanya lagi meraih tangan El yang masih berdiri disampingnya.
"Saya bakal lakuin apapun itu, Bapak mau apa bilang ke saya." Mendengar ucapan El pak Dewa tersenyum puas. Ia meraih tangan anaknya dan menggenggamnya kuat.
"Luna, Menikahlah sama pak El dihadapan ayah." Sontak membuat El dan Luna kaget dengan permintaan itu.
"Me...... Menikah?" Ucap El ragu.
"Ayah, Ayah ngomong apasih. Ini bukan saatnya ngomongin itu, Yang lebih penting saat ini adalah kesembuhan ayah." Tolak keras dari Luna. Tentu ia menolak, Umurnya baru menginjak usia 18 tahun ia juga baru saja menyelesaikan ujian kelulusan. Baginya jalannya masih panjang, Dan menikah bukanlah impiannya saat ini.
"Luna.....Dengerin ayah. Waktu ayah sudah gak lama, Untuk terakhir kalinya ayah ingin mewujudkan impian ayah yaitu menikahkan kamu. Dan pak El adalah pria yang tepat untuk mu."
"Pak, Bapak jangan ngomong lagi. Sekarang juga saya akan panggil dokter." El langsung pergi berlari memanggil dokter.
"Luna, Cuma ini keinginan terakhir ayah. Ayah mohon, Menikahlah dengan pak El. Dia pria yang baik, Bertanggung jawab, Dan memiliki hati yang lembut. Gak ada pria lain yang ayah percayai selain Elang." Nafas pak Dewa makin berat, Alat pengukur detak jantung yang terpasang pun mengeluarkan bunyi tanda detak jantung makin melemah.
"Yah, Ayah Luna mohon yah ayah bertahan. Ayah harus bertahan, Ayah harus kuat. Ayah, Ayah 3 hari lagi acara kelulusan sekolah Luna, Ayah udah janji sama Luna bakalan datang. Ayah mau maju kedepan untuk ambil piagam Luna. Luna ranking 1 yah, Ayah harus kuat. Luna mohon yah." Luna makin terisak menggenggam tangan ayahnya yang mulai tidak merespon ucapan Luna.
Tidak lama dokter dan beberapa perawat datang mendatangi pak Dewa. Mereka langsung sibuk memeriksa keadaan pak Dewa sedangkan Luna dan El menunggu diluar ruangan.
Keduanya terlihat panik dan tidak tenang.
"Ayo kita menikah." El kaget dan langsung menoleh melihat kearah Luna. Luna sudah berdiri didepannya dengan wajah yang kacau dan airmata yang terus berjatuhan.
"Ayo kita menikah. Aku mohon, Ayo kita menikah." Ucapnya lagi kini tangisnya pun tidak dapat lagi ia tahan. Ia terduduk lemah dilantai sambil menangis hebat.
Melihat Luna yang begitu rapuh El bingung harus berbuat apa.
"Aku mohon, Ayo kita menikah " Hanya itu yang keluar dari mulut Luna sambil terus menangis.
"Baiklah." Sahut El, Ia tidak tau apakah keputusan ini benar atau salah. Yang jelas saat ini memang inilah yang harus ia lakukan.
Pernikahan pun dilakukan di ruang IGD RS. Disaksikan beberapa orang perawat dan dokter yang menangani pak Dewa. Pernikahan yang harusnya diwarnai senyum dan kebahagian malah sebaliknya. Pernikahan dijalani dengan air mata dan rasa sedih yang amat dalam.
"Berjanjilah, Kalian akan tetap bersama bagaimanapun keadaannya. Jangan pernah berpisah jangan saling menyakiti. El, Tolong jaga Luna. Dia memang masih muda, Tapi pikirannya sangat dewasa. Dia juga cerewet tapi dia baik, Sangat baik. Jangan sakiti dia, Jaga dia seperti kamu menjaga diri kamu sendiri." Pesan pak Dewa pada El yang kini resmi menjadi menantunya.
"Luna, Ayah yakin kamu akan bahagia dengan El. Bersikap baik sama El ya, Sekarang dia udah sah menjadi suami kamu. Mulai saat ini El yang bertanggung jawab atas diri kamu menggantikan tugas ayah, Jangan membuatnya repot. Perlakukan dia dia dengan baik layaknya seorang suami." Setelah mengucapkan kalimat itu pak Dewa memejamkan matanya dengan tenang. Tiiiiiiiiittttt suara dari monitor detak jantung pak Dewa.
"Ayah...........Ayah bangun ayah. Jangan tinggalin Luna ayah, Luna mohon." Teriak Luna tangisnya pecah. Ia terus menggoyang tubuh pak Dewa yang sudah tidak bernyawa. Dokter menepuk pundak El yang berdiri terdiam membisu menyaksikan semua yang ada didepan matanya saat ini.
Perawat menutupi wajah pak Dewa dengan kain putih.
"Buka! Ayah saya masih hidup. Jangan ditutup! Ayah, Ayah bangun jangan gini bercandanya Luna gak suka." Katanya meneriaki perawat yang menutupi wajah pak Dewa.
El tersadar mendengar teriakan itu. Ia berjalan menghampiri Luna yang kini sudah menjadi istri sahnya. Tanpa mengucapkan apapun ia memeluk tubuh Luna.
"Ayah gak meninggal. Ayah cuma bohongin aku, Tolong bilang ke ayah suruh dia bangun sekarang juga. Kita udah ngikuti semua keinginannya dia harus bangun sekarang juga." Ucap Luna terisak dalam pelukan El......Dan El mengusap lembut pundak Luna berusaha menenangkan Luna hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini.
Bersambung.........
Mau up nya sering, Gampang syaratnya dukung terus novel ini ya. Like n komen dinanti......😘😘😘
Oh iya ini dia sicantik Aluna Dewi Mentari.
Acara pemakaman pun langsung dilakukan. El mengurus semuanya dari awal sampai pemakaman selesai. Orang-orang yang melayat pun mulai pergi satu persatu kini hanya tinggal Luna dan El ditempat itu. Luna terus menangis sambil memeluki kayu nisan bertuliskan Dewa Arianto.
"Saya gak tau tentang kamu, Bahkan saya tidak mengenal kamu. Tapi, Status kita saat ini adalah sepasang suami istri. Itu artinya mulai saat ini saya yang bertanggung jawab atas semua hal tentang kamu. Saya tau ini gak gampang, Oleh sebab itu saya gak bisa minta kamu untuk sabar. Tapi kamu harus tau pak Dewa sangat mencintai kamu dan selalu membanggakan mu, Maka kamu harus kuat, Kamu harus bangkit. Saya juga gak yakin sama keputusan yang saya ambil tapi saya mau kamu pulang kerumah saya." Kata El, Namun semua itu tidak digubris oleh Luna. Ia masih terus meratapi kepergian ayahnya.
Dengan sabar El menunggu Luna, Walaupun diantara mereka tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut masing-masing El benar-benar sabar menunggu dan menemani Luna.
Satu jam sudah Luna dan El ditempat ini. Pada akhirnya Luna berdiri lalu berjalan tanpa memperdulikan El yang sejak tadi menemaninya. El menghela nafas panjang melihat tingkah Luna, Ia membuntuti Luna dari belakang.
Hari mulai gelap karena mendung dan akan segera turun hujan El memberanikan diri menarik Luna masuk kedalam mobil dan membawanya dari tempat ini.
"Lepasin." Ucap Luna dingin dan datar tanpa melihat kearah El.
"Sebentar lagi bakalan turun hujan. Saya gak masalah kalo emang kamu gak mau kerumah saya, Tapi saya akan tetap nganterin kamu pulang."
"Kita bukan siapa-siapa. Kita bahkan tidak saling kenal. Jadi berhenti bersikap seolah-olah semua adalah tanggung jawab anda. Seperti anda yang punya kehidupan pribadi, Saya juga seperti itu." Sahut Luna, Ucapannya sedikit membuat El kaget tapi El mengerti betul perasaan Luna saat ini.
El memandangi Luna sejenak lalu melepaskan tangan Luna.
"Saya tau dan sangat mengerti perasaan kamu saat ini. Lupakan masalah hubungan dan status, Saya bertahan ditempat ini bukan karena itu semua tapi karena sebuah janji. Janji pada orang yang sangat saya hormati, Janji pada seorang teman yang sangat dekat, Dan janji pada orang yang sudah saya anggap sebagai orangtua saya sendiri."
Setelah mengatakan itu semua El kembali meraih tangan Luna lalu membawanya masuk kedalam mobil. Kali ini Luna menuruti ucapan El walaupun ia cuma diam tanpa mengatakan apapun.
El langsung melajukan mobilnya menuju rumah Aluna. El pernah satu kali berkunjung kerumah pak Dewa pada saat mengantar pak Dewa pulang dari kantor karena mobil yang dibawa pak Dewa mogok, Jadi ia tau kemana harus membawa Luna.
Sesampainya dirumah Luna, Luna langsung turun dari mobil El berjalan menuju rumahnya. El hanya diam dimobil memperhatikan Luna yang pikiran dan pandangannya kosong.
El yang melihat sebuah mobil melaju cepat kearah Luna langsung turun dari mobil dan berlari mengejar Luna.
Bruuukkkkk........Tubuh Luna terpental. El tidak sempat menyelamatkan Luna. Didepan matanya ia menyaksikan istrinya sendiri tertabrak mobil.
"Luna!..........." Teriknya berlari kearah tubuh Luna yang penuh darah. El langsung menggendong Luna berlari meuju mobil dan langsung membawanya kerumah sakit.
"Bertahan, Tolong bertahan. Tolong bertahan untuk ayah kamu, Saya mohon." Katanya sambil terus menyetir.
Sesampainya di RS El menggendong Luna berlari meminta pertolongan petugas RS.
"Tolong tunggu disini, Pasien akan segera di tangani dokter." Pintu ruangan pun ditutup dan El menunggu diluar ruangan dengan segudang rasa cemas dan bersalah karena tidak bisa menjalankan amanat pak Dewa untuk menjaga Luna.
***
Tidak lama dokter keluar dari ruangan, El yang melihat langsung berdiri dan menghampiri dokter tersebut.
"Bagaimana keadaannya dok?"
"Pasien hanya mengalami luka ringan. Kami sudah menangani nya. Apa anda anggota keluarganya? Ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan dengan keluarga pasien menganai kondisi pasien."
"Sa......Saya kakak pasien. Anda bisa jelaskan ke saya."
"Baiklah, Kalau begitu mari ikut keruangan saya."
El berjalan mengikuti dokter tadi, Pikirannya sudah campur aduk memikirkan kondisi Luna.
"Silahkan duduk." El pun duduk menyiapkan diri untuk mendengarkan dokter yang akan menjelaskan kondisi Luna.
"Begini, Apa pasien baru saja mengalami hal yang buruk? Pasien seperti sedang tertekan dan stres. Luka-luka ditubuhnya tidak membahayakan untuknya tetapi perasaannya saat ini sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Kalau terus-terusan seperti ini tidak menutup kemungkinan pasien akan mengalami depresi berat yang membahayakan kehidupan nya. Seperti yang kita tau bagaimana resiko depresi berlebih pada seseorang."
"Orang......Ummmm maksud saya om saya yaitu papanya pasien baru saja meninggal tadi pagi. Dan kami baru saja menyelesaikan pemakaman."
"Pasien sangat membutuhkan pertolongan saat ini. Terutama orang terdekatnya. Terus dampingi dia jangan biarkan dia sendirian atau banyak pikiran yang akan memicu timbulnya depresi." El mengangguk pelan, Setelah dokter selesai menjelaskan kondisi Luna. El langsung kekamar perawatan Luna.
Dilihatnya Luna yang masih belum sadarkan diri, El mendekat lalu duduk di samping Luna.
Diputarnya cincin yang melingkar dijari manisnya itu, Cincin pemeberian pak Dewa, Cincin yang dulu mengikat pernikahan pak Dewa dan istrinya kini mengikat El dan Luna.
"Maafin saya pak Dewa, Saya gak bisa menjaga amanat yang bapak berikan. Belum sehari bapak pergi Luna berada ditempat ini sekarang" Katanya bicara sendiri, Ada rasa bersalah dalam hatinya karena tidak bisa menjaga Luna dengan baik sesuai permintaan pak Dewa.
"Saya berjanji pak, Mulai saat ini saya akan menjaga Luna seperti halnya saya menjaga diri saya sendiri. Saya berjanji akan selalu ada untuknya kapanpun dan dimanapun dan saya berjanji tidak akan membuatnya sedih apalagi sakit." El yang awalnya juga tidak bisa menerima pernikahan dadakannya itu ingin belajar menerima keadaan dan takdir yang diberikan padanya.
"Cepat sembuh, Saya yakin ayah kamu gak akan suka ngeliat kamu seperti sekarang ini. Lanjutin hidup kamu sesuai permintaan ayah kamu, Gak peduli sama status kita sekarang ada atau tanpa status itu saya akan tetap menjaga kamu. Jangan pikirkan tentang status kita, Mulai sekarang kita teman. Dan kenalkan namaku Elang, Kamu bisa panggil El seperti yang lain." Katanya sambil menjabat tangan Luna yang masih belum siuman.
El baru sadar bajunya yang terkena noda darah Luna saat menggendong Luna. Ia berencana pulang sebentar untuk mengganti baju lalu kembali lagi kemari.
"Saya pulang dulu sebentar, Gak akan lama dan segera kembali." Setelah pamit pada Luna yang belum juga sadar ia langsung pergi.
*Ada cerita sedih dibalik promote novel ini. Jd kek biasanya author promote di kolom2 komentar kek yg lain. terus ada 1 akun yg marah2 gitu krn author promote ktanya ngeganggu pdhl bnyk jg author lain yg lg promote disana.......😔 dan mulai dr skg author mls mau promote lg. Syedddiiihhh 🥺😢
Elang Edgar Wirayudha
Setelah selesai mandi dan makan, El buru-buru kembali ke RS, Takut kalau Luna sadar karena dia cuma sendirian.
***
Sesampainya dirumah sakit El langsung menuju kekamar rawat Luna.
Belum lama ia masuk El kembali berlari keluar kamar.
"Suster liat pasien dikamar ini gak? Katanya bertanya pada perawat yang baru saja lewat di depan kamar rawat Luna.
"Saya gak ada liat pak. Mungkin pasien lagi di toilet." Katanya lalu pergi meninggalkan El yang kebingungan karena Luna tidak ada dikamar nya.
El kembali ke kamar memeriksa dengan benar, Barang kali yang di ucapkan perawat tadi benar. Ia mrngetuk pintu toilet berulang kali tapi tidak ada jawaban dari dalam El pun nekat membuka pintu toilet dan disana tidak ada sosok Luna. El mengusap kasar wajahnya, Terlihat jelas ia sedang frustasi karena Luna.
El berlari keluar ruangan. Ia bertanya pada siapa saja yang ia temui namun jawaban mereka semua sama, Tidak melihat sosok Luna.
"Kamu dimana sih Luna?" Katanya sambil terduduk lelah didepan ruangan Luna dirawat.
"Abang lagi nyariin kakak yang ada dikamar ini ya? Yang kakinya patah dan jalannya pakai tongkat." Kata seorang anak perempuan menghampiri El. El langsung mengangguk cepat.
"Katanya dia mau keatap, Mau ketemu ayah nya yang tinggal disurga." Ucap polos anak perempuan itu.
"Makasih ya." El langsung berlari menuju atap rumah sakit. Karena pintu lift belum juga terbuka ia memilih naik keatap rumah sakit melalui tangga darurat.
El terus berlari menaiki anak tangga satu persatu, Tidak perduli dengan nafasnya yang tersengal-sengal dan bajunya yang basah karena keringat.
El menengadah melihat beberapa tangga yang harus ia lewati.
***
Setelah sampai didepan pintu atap RS, Tanpa membuang waktu El langsung mendobrak pintu besi itu. Dan benar saja saat El masuk Luna sedang berdiri ditepi atap.
"Luna stop!" Teriaknya dengan nafas putus sambung karena harus berlari menaiki 7 lantai mnggunakan tangga.
Luna memutar tubuhnya dan kini menghadap kearah El.
"Please Lun, Kamu jangan nekat begini." Katanya lagi membujuk Luna. Luna hanya diam tidak juga bicara hanya air mata yang mewakili semua perasaan yang ia rasakan saat ini.
"Jangan begini, Paling enggak untuk ayah kamu. Kamu pikir ayah kamu bakalan seneng liat anak kebanggan nya berbuat hal gila kek gini Huh?" El memberanikan diri melangkah sedikit demi sedikit mendekati Luna.
"Heh......Anda tau apa? Kita bukan siapa-siapa dan kita gak saling kenal. Jadi berhenti bersikap peduli." Sahut Luna dingin.
"Ya, Kamu bener. Kita bukan siapa-siapa, Kita juga gak saling kenal. Harusnya saat pak Dewa meminta saya untuk menikah sama kamu saya langsung menolaknya. Hmmmmm saya rasa pak Dewa hanya bicara omong kosong. Anak ku yang baik, Anak ku yang penurut, Anak ku yang selalu membanggakan katanya, Heh......Nyata nya saya menikah sama cewek lemah, Cengeng dan juga nyusahin. Selama ini pak Dewa selalu bicara omong kosong, Pembual dan satu lagi apa mungkin dia emang sengaja nikahkan putri manja dan lemahnya sama saya biar bisa selalu seperti tuan putri. Aaahhh......Bener-bener ngeganggu dan ngebebani."
"Pak Dewa, Kalo bapak menyaksikan ini langsung dari sana tolong, Tolong restui kami, Karena kami ingin segera berpisah. Lagipula gak penting menjalankan janji dari bapak. Toh bapak menipu saya, Atau memang bapak sengaja menjebak saya."
"Cukup! Jangan bicara lagi tentang orang tua saya! Tau apa anda tentang orang tua saya sampai-sampai berani biacara hal yang gak pantas tentang ayah saya." Teriak Luna pada El.Mendadak wajahnya merah padam tangannya mengepal kuat, Jelas saja ia tidak terima kalau ada orang yang menghina atau menjelekan keluarganya terlebih ayahnya.
"Anda bahkan gak tau orang seperti apa ayah saya, Bisa-bisanya anda mengatakan hal buruk tentangnya."
"Saya tau, Saya sangat tau beliau orang seperti apa. Itu sebabnya saya bilang beliau menipu saya. Dilihat sifat beliau yang amat luar biasa baik, Tegar, Lapang dada dan juga penyabar dan dibanding dengan sifat anaknya yang lemah, Rapuh, Putus asa. Miris bukan? Pernah mikir kesana?" Jawab El santai tanpa rasa bersalah pada Luna.
Hari makin gelap jelas saja ini sudah jam 7 malam, Dan lagi ditambah cuaca yang sedang mendung gelap.
"Anda gak tau......Anda gak tau semua hal, Anda gak tau." Katanya kembali menangis dan beriringan dengan hujan yang turun sangat lebat.
"Orang seperti anda tidak pernah tau apa yang saya rasakan. Saya cuma punya satu orang tua, Yaitu ayah saya. Bagi saya ia lebih dari seorang ayah, Ia seorang ibu, Ia seorang kakak, Ia juga bisa menjadi seorang teman bahkan seorang adik yang mengesalkan. Anda gak tau rasanya kehilangan itu seperti apa. Orang seperti anda tidak akan merasakan hal itu karena semua yang anda mau bisa anda dapatkan." Sambungnya dalam isak tangis ditengah hujan.
Mendengar itu El tersenyum hambar, Ia memejamkan matanya sejenak sebelum bicara.
"Saya tau semua rasa itu. Saya bahkan tau rasa yang lebih sakit daripada itu. Kamu beruntung paling tidak kamu memiliki satu orang tua. Sedangkan saya, Saya tidak memiliki satupun orangtua. Kamu beruntung memiliki satu orang tua namum bisa kamu jadikan ayah, Ibu, Kakak, Teman dan adik. Sedangkan saya, Saya hanya memiliki sepi ditiap harinya, Saya hanya berteman dengan bayangan diri sendiri. Hingga suatu hari Tuhan mempertemukan saya sama pak Dewa, Dari beliau saya baru merasakan yang namanya kasih sayang seorang ayah dan Oerhatian dari keluarga. Itu yang membuat saya menghormati pak Dewa." Mendengar ucapan El, Luna terdiam tidak bersuara.
"Saya mohon atas nama pak Dewa orang yang saya anggap orangtua saya sendiri. Tolong jangan seperti ini, Lupakan status pernikahan kita, Kita hanya perlu bersama sesuai permintaan terakhir ayah kamu. Saya tidak akan merusak hidup kamu atau ikut campur urusan kamu. Kamu bebas menentukannya sendiri, Jika terlalu canggung dengan semua ini anggap saya sebagai kakak laki-laki kamu, Atau seorang teman cukup."
El yang sudah basah kuyup mengulurkan tangannya pada Luna. Luna masih terdiam menatap El yang makin dekat dengannya sambil mengulurkan tangan.
Luna menyambut tangan El dengan ragu, Namun ia akan mencoba seperti yang dikatakan El.......
El membantu Luna berjalan menjauh dari tepi gedung. Mereka berdua sama-sama basah kuyup. Terlebih El tubuhnya mengigil kedinginan, El memang tidak bisa terkena hujan biasanya ia akan langsung deman dan terkena flu tapi karena keadaan yang memaksa El harus kuat dan tahan dibawah guyuran hujan yang deras.
Sesampainya di ruang rawat Luna langsung mengganti bajunya dibantu perawat yang sejak tadi bingung mencari keberadaan Luna. El juga langsung mengganti pakaiannya sambil menunggu Luna.
Tidak lama Luna dan dua orang perawat keluar dari kamar mandi.
"Maaf atas kelalaian kami menjaga pasien." Kata perawat tadi pada El sebelum meninggalkan ruangan. El mengangguk tidak masalah lagipula ini memang bukan kesalahan pihak RS pikirnya.
Kini hanya tinggal Luna dan El yang ada diruangan itu. Luna memilih tidur membelakangi El yang juga sudah berbaring disofa membelakangi Luna.
"Bisakah saya mempercayai anda?" Ucap Luna memecah keheningan. El kini membetulkan posisinya ia menelentangkan tubuhnya dan menatap langit-langit RS.
"Jangan percaya jika kamu ragu, Dan percaya jika kamu yakin. Karena percuma jika kamu percaya tapi hati kamu ragu pikiran kamu gak akan tenang. Dan kalo kamu yakin tanpa harus saya jelaskan atau minta kamu akan percaya dengan sendirinya." Ucap El, Setelah itu tidak ada jawaban lagi dari Luna, El sempat menunggu penasaran apa yang akan dikatakan gadis itu lagi namun setelah itu ia pikir mungkin Luna tertidur karena pengaruh obat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!