"apa!?,"
Teriak seorang wanita cantik, terkejut setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Ayahnya.
Dia adalah Ellen Marinson, Wanita cantik berkulit putih, bersurai hitam legam, dengan iris mata berwarna violet, tingginya sekitar 160 cm.
"Ellen, ayah mohon Ellen, ini semua demi klan manusia kita,"
Ia berucap sembari meraih tangan putri sulungnya, berharap Ellen mau menurutinya.
Karleis Marinson, ayah dari Ellen, memiliki ciri fisik yang sama dengan Ellen, namun tentunya ia jauh lebih tinggi dari putrinya itu, ia memiliki tinggi sekitar 180 cm.
Ellen memejamkan matanya sejenak, kemudian menghembuskan nafas nya dengan jengah.
"Ayah, bukankah mereka para manusia serigala dilarang menikah dengan manusia biasa?,"
Tanya Ellen, dengan raut wajah nya yang nampak kebingungan
"Benar, para manusia serigala memang dilarang untuk menikah dengan para manusia, tapi pangeran ke tiga berbeda Ellen, dari rumor yang tersebar, dia adalah satu-satunya keturunan keluarga kerajaan, yang tidak bisa berubah wujud menjadi serigala,"
Jelas ayah Ellen.
"Berarti dia manusia,"
Sela Ellen, mencoba memastikan identitas dari orang yang ingin dinikahkan dengannya ini.
Ayah Ellen menggelengkan kepalanya, membuat Ellen semakin kebingungan.
"Jika dia tidak bisa berubah wujud, berarti dia bukan manusia serigala, kalau begitu, bukankah seharusnya dia seorang manusia?,"
Lagi lagi ayah Ellen menggelengkan kepalanya.
"Sampai saat ini identitas nya belum ditentukan Ellen, apakah dia manusia serigala, atau manusia biasa,"
Jujur, Karleis sendiri tidak ingin putri sulungnya menikah dengan pangeran ke tiga,yang tidak jelas identitasnya.
Jika saja ia memenangkan peperangan, maka ia tidak perlu mengorbankan putri sulungnya, untuk dinikahkan dengan para klan manusia serigala itu.
Semua masalah ini bermula saat tiga tahun yang lalu, dimana sebuah portal terbuka dan menghubungkan dua dunia yang berbeda itu.
para manusia menganggap manusia serigala sebagai monster, dan ingin melenyapkan mereka, inilah awal terjadinya peperangan tersebut, hingga berakhir dengan kekalahan dari klan manusia.
Karleis Marinson seorang raja dari klan manusia, ia sudah kalah di medan pertempuran, yang ia picu sendiri, dan demi keberlangsungan keturunan manusia, karleis mengakui kekalahan nya, dan meminta perdamaian dengan klan manusia serigala.
Klan manusia serigala berbelas kasih, dan menyetujui perdamaian, namun dengan syarat agar karleis bersedia menikahkan putri pertamanya dengan pangeran ketiga, saat usia mereka sudah cukup untuk menikah.
Setelah kerleis selidiki, ternyata pengeran ke tiga ini sama sekali tidak memiliki pengaruh dan kekuasaan di dalam kerajaannya sendiri, bahkan ia adalah orang yang sering ditindas, karena identitas nya yang tidak jelas.
Dengan menikahkan Ellen dan pengeran ke tiga, hal itu berarti mereka ingin menjadikan putri dari karleis itu sebagai seorang sandra, dan memandang rendah klan manusia.
"Tenanglah Ellen, Ayah berjanji akan menjemputmu saat pasukan manusia kita sudah cukup kuat,"
Ia menatap iris mata putrinya dengan penuh harap.
"Berapa lama saya harus menunggu sampai saat itu tiba ayah?, Sampai kapan?, Apa sampai maut menjemput?,"
Ia merasa sangat kecewa dan sedih, namun di dalam situasi seperti ini, sebagai seorang tuan putri dari klan manusia, ia memiliki tanggung jawab untuk melindungi rakyatnya, maka dari itu Ellen tidak bisa bersikap egois dan mementingkan keuntungan pribadi.
"Jangan menjanjikan sesuatu yang bisa merusak kepercayaan ku kepada ayah,"
Lanjut Ellen, masih dengan raut wajahnya yang terlihat sedih.
"Ellen, ayah mohon."
"Ayah!,"
Sela Ellen, sebelum ayahnya melanjutkan ucapannya.
ia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh ayahnya itu.
"Jangan memohon lagi ayah, apa Ellen pernah menolak perintah dari ayah?,"
Sambung Ellen dengan nada suara yang lembut dan tenang, ia mencoba memaksakan senyuman nya, namun ia tidak dapat menahan air yang jatuh dari iris violetnya.
Karleis pun memeluk putrinya sembari bergumam
"Maafkan ayah putriku,"
Lirihnya, dengan hati yang teramat pedih.
Sementara di suatu tempat, seorang laki-laki bersurai Silver, dengan iris mata biru, kulit putih, dan tinggi 180cm itu sedang merintih kesakitan.
Dinginnya salju membuat sekujur tubuh penuh luka itu terasa amat perih, bibir tipisnya yang bergetar karena kedinginan, sudah berubah menjadi pucat.
Sudah tiga hari ia dihukum berlutut di luar istana, karena tuduhan palsu dari pangeran ke 4 , ia dituduh mencoba mengambil kristal sihir yang ada di kursi duduk raja.
Tidak ada satupun yang peduli, apakah ia kedinginan dan kesakitan, di tengah badai salju itu.
"Pangeran Zeir Lateris, anda dipanggil ke aula,"
Ucap seorang prajurit yang menghampirinya, dan menyampaikan pesan dari sang raja.
Mendengar perintah itu, Ia pun mencoba berdiri Dengan sekuat tenaga.
Prajurit yang menyampaikan pesan tersebut hanya melihat dan enggan untuk membantu Zeir berdiri.
Ia pun berjalan dengan tertatih-tatih menuju Aula istana, baju dan jubahnya yang semula berwarna putih, hampir berubah warna menjadi merah, akibat bekas darah dari lukanya.
Prajurit yang berjaga di pintu aula, langsung membukakan pintu saat melihat pangeran Zeir yang mulai berjalan mendekat.
Saat memasuki Aula istana zeir langsung berlutut dan memberikan hormat pada sang raja.
"Pangeran ke tiga Zeir Lateris memberi salam pada yang mulia raja Hedes Lateris,"
Bahkan suaranya terdengar sangat lemah, bahkan tutur katanya sangat lembut, siapa yang percaya bahwa ia mencoba mencuri kristal sihir.
Hanya saja ia terlihat seperti tidak mempunyai kekuasaan, untuk membela dirinya sendiri, sehingga menerima semua tuduhan itu.
"Pangeran Ke tiga Lateris, terimalah titah dari yang mulia raja Hedes,"
Ucap seorang laki-laki yang berdiri di samping Raja Hedes, ia adalah Fero seorang wakil dari raja Hedes.
Mendengar kalimat titah, seketika tatapan matanya yang tertunduk lemah itu berubah menjadi dingin, ia melirik sekilas sang raja dengan tatapan tajam, tidak ada satupun yang menyadari perubahan sejenak raut wajahnya tadi.
"Pangeran ke tiga yaitu Zeir Lateris telah berusia 18 tahun, sesuai dengan kesepakatan damai antara klan manusia serigala dan klan manusia biasa, maka Zeir Lateris akan dinikahkan dengan putri pertama dari klan manusia biasa, yaitu Ellen Marinson,"
Jelas Fero dengan panjang lebar.
"Saya menerima Titah,"
Jawab Zeir, ia menerimanya dengan pasrah.
Setelah menerima titah raja, ia pun keluar dari aula, dan akhirnya dibebaskan dari hukuman berlutut di luar istana.
Zeir melangkahkan kakinya, untuk kembali ke kastil yang ada di atas gunung, tempat paling terpencil yang ada di istana kerajaan Lateris.
Kastil berwarna biru putih yang nampak tua inilah yang menjadi saksi masa kecilnya hingga saat ini.
Zeir merupakan anak dari selir kesayangan, namun ibunya sudah meninggal saat melahirkan nya, membuat Raja Hedes menyalahkan Zeir, atas kematian yang dialami selir kesayangannya.
Selama 18 tahun hidupnya Zeir Lateris selalu diasingkan, puncaknya ialah saat 3 tahun lalu, ia dipanggil ke Aula istana untuk menunjukkan wujud serigalanya yang pertama kali, namun tidak bisa berubah.
Sejak itulah penindasan-penindasan dari saudara-saudara nya terus terjadi, yang Awalnya hanya pengasingan seketika berubah menjadi penindasan.
Meskipun mengalami pengasingan dan penindasan berkali-kali, ia tidak pernah meneteskan air matanya, itu semua karena ia tidak bisa merasakan 7 emosi, yang seharusnya melekat pada sisi manusianya, artinya ia tidak merasa marah, bahagia, sedih, takut, jijik, dan terkejut.
Itulah yang membuat Zeir tidak memperdulikan penindasan yang di alaminya, karena ia bertindak sesuai dengan apa yang ia pikirkan.
Kastilnya yang terletak cukup jauh dari istana utama, membuat Zeir harus kembali berjalan dengan tertatih-tatih, akibat luka di sekujur tubuhnya, luka itu ia dapatkan, dari beberapa saudaranya, yang dengan sengaja memukulnya, saat ia masih berlutut di luar istana, karena menerima hukuman.
Langkah-langkah demi langkah, ia naiki tangga itu, sesekali ia akan berhenti di tengah jalan, karena merasakan sakit pada lutut, dan kakinya.
Hembusan nafasnya, dan bibirnya, yang tak henti bergetar kedinginan, matanya bahkan sudah memerah, akibat cuaca Ekstrim di Klan manusia serigala.
Jubah tipis yang dikenakan Zeir, terus tertiup angin kencang, menandakan bahwa ia sudah sampai di atas gunung, tempat kastilnya berada, lalu dengan perlahan Zeir pun membuka pintu kastil itu, dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
Hari ini tibalah waktu yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak, untuk melaksanakan sebuah pernikahan.
Gaun pernikahan berwarna putih, dan jubah panjang yang melekat di tubuh Ellen, terlihat sangat cantik dan elegan, ditambah lagi dengan perhiasan yang ia kenakan, mulai dari kalung, anting dan juga gelang.
Surai Hitamnya di biarkan tergerai, lalu sebuah selendang, diletakan di atas kepalanya, untuk menutupi wajah sang pengantin, ini adalah tradisi dari klan manusia, dimana pengantin pria tidak boleh melihat wajah pengantin wanita, sebelum mereka sah menjadi suami istri.
"Ellen,"
Ucap sang Ayah, sembari mengulurkan tangannya.
Ellen menyambut uluran tangan Ayahnya, dengan senyuman, dan raut wajah sedih.
Jauh didalam lubuk hati Ellen, Ia tidak ingin meninggalkan Keluarganya, dan juga dunianya.
Dalam keluarganya, Ellen hanya memiliki seorang ayah, dan sepasang adiknya, ibunya sudah meninggal sejak ia berusia 5 tahun, kini Ellen sudah berusia 18 tahun.
Ellen dan Ayahnya mulai melangkah kan kaki, menuju ke altar pernikahan, semua mata tertuju pada mereka.
Di tempat duduk sebelah kanan di isi oleh klan manusia biasa, sebaliknya di sisi kiri tempat duduk, di isi oleh klan manusia serigala.
Saat sampai di atas Altar pernikahan, Karleis menyerahkan putri sulungnya kepada Zeir.
"Zeir Lateris, Saya menyerahkan putri sulung Saya, yang bernama Ellen Marinson, dan berharap Zeir Lateris mampu membahagiakan putri saya,"
Ucapnya, kemudian menyerahkan tangan Ellen kepada Zeir, sebelum ia turun dari altar.
Kini Ellen dan Zeir berdiri berhadapan, mendengarkan doa dari sang penghulu.
Di balik penutup kain itu, Ellen menatap sinis kepada pria yang akan menjadi suaminya itu.
Sedangkan yang ditatap hanya diam, dan mengabaikan tatapan sinis yang ditujukan padanya.
Acara Pernikahan berjalan dengan baik, dan sudah tibalah waktunya Ellen pergi meninggalkan dunia manusia, dan mengikuti suaminya, ke dunia manusia serigala.
"Ellen jaga dirimu, Ayah akan berkunjung jika situasi di kerajaan kita sudah baik,"
Ucap Karleis, sembari menggengam tangan anaknya.
"Ayah jangan terlalu khawatir, Ellen adalah putri terhormat dari kerajaan Marinson, Ellen berjanji pada ayah, tidak akan membiarkan diri ditindas oleh siapapun, Ayah cukup menjaga diri, dan menjaga dunia manusia ini"
Ucap Ellen, kemudian memeluk ayahnya, sebelum ia menaiki kereta kuda pengantin.
"Ayah jangan lupa kirimkan surat, jika Mona dan jay sudah pulih."
Mona dan jay adalah adik dari Ellen, Mereka memiliki bakat sihir yang hebat sehingga di usia yang ke 17 tahun, adik kembarnya itu sudah ikut ke medan perang, sayangnya mereka terluka parah hingga tak sadarkan diri, sampai saat ini keduanya masih dalam perawatan.
Di dunia manusia ada beberapa orang yang terlahir istimewa karena bisa menggunakan sihir, adik kembar Ellen adalah salah satu contohnya.
Kereta kuda pengantin, yang di iringi oleh para prajurit itu mulai menjauh dari kerajaan manusia.
Didalam kereta, Ellen duduk berhadapan dengan Zeir.
"Jangan berharap saya akan menjadi istri yang baik untuk anda!,"
Jelas Ellen, mencoba mengintimidasi Zeir.
Mendengar ucapan Ellen, membuat satu sudut bibir Zeir terangkat, ia lalu mendekatkan tubuhnya pada Ellen, sembari berucap.
"Nona kau sangat bodoh, menikahi orang yang tidak kau kenal,"
Zeir menekan setiap kalimat yang ia ucapkan.
suara rendahnya membuat Ellen merinding, ia meneguk ludahnya sendiri, karena merasa sangat gugup, apalagi ditambah dengan jarak mereka yang kini hanya tersisa sejengkal saja.
Tidak ingin kalah, Ellen memberikan senyum remeh pada Zeir sembari menyilangkan tangan di depan dada.
"Tidak kenal?, Memangnya perlu?, Semua orang juga tahu kau adalah pangeran lemah yang sering ditindas,"
Masih dengan tatapan meremehkan.
Iris violet Ellen, dan Iris biru milik Zeir terus bersitatap dengan sengit, sampai Zeir mengalihkan tatapannya,dan menjauhkan tubuhnya dari Ellen.
"Jadi dengan begitu kau pikir, kau juga bisa menindas ku seperti mereka?,"
Zeir kembali menatap tajam pada Ellen.
"Tentu saja, kenapa tidak,"
Jawab Ellen, Menyunggingkan senyum miringnya.
Padahal ia sama sekali tidak tertarik untuk melakukan hal-hal tidak penting seperti itu, ia memiliki tujuan dan ambisinya sendiri.
Setelah percakapan singkat itu, keadaan kembali menjadi hening.
Mereka telah melewati pintu portal ke dunia manusia serigala.
berbeda dengan dunia manusia yang saat ini dipenuhi dengan bunga musim semi, dunia manusia serigala sekarang sedang memasuki musim dingin.
"Akh!"
Teriak Ellen, karena kereta yang tiba-tiba berhenti, membuat kepalanya terbentur.
Ia pun kembali berteriak
"Kenapa kalian berhenti!"
Ucap Ellen, sembari membuka jendela kereta tersebut.
"Turun!, Cepat turun kalian!,"
Ucap salah satu dari prajurit yang mengiringi kereta kuda mereka.
Hal itu membuat Ellen menyerngit heran, ia pun segera turun dari kereta diikuti oleh Zeir di belakangnya.
Setelah Ellen dan Zeir turun dari kereta, seluruh prajurit yang tadinya bertugas untuk menjaga dan mengiringi kereta kuda, malah mengacungkan pedang ke arah mereka.
"Nona marinson menyingkirlah jika tidak ingin mati, kami hanya diperintahkan untuk membunuh sampah itu, jika anda mau bekerja sama, dan tidak menghalangi tugas kami, saya tentu akan membiarkan nona tetap hidup dan kembali ke keluarga anda."
Tawar salah satu dari mereka, yang merupakan ketua dari kelompok pembunuh itu.
Pantas saja tidak ada satupun keluarga kerajaan, dari klan manusia serigala yang ikut, rupanya mereka ingin bermain licik!, Tapi sayangnya kalian salah orang!,
Gumam Ellen dalam hati.
"Tawaran yang bagus, tentu saja saya menyetujuinya, silahkan lakukan tugas kalian,"
Ucap Ellen tanpa ragu, kemudian ia pun menyingkir dan membiarkan mereka untuk membunuh Zeir.
"Terimakasih atas kerja samanya nona Marinson."
Ellen hanya membalasnya dengan senyuman.
Mereka pun mulai bersiap menyerang Zeir, sebagian dari mereka berubah menjadi serigala, sedangkan yang lainnya masih memegang pedang.
"Menyerahlah pangeran, jika anda tidak ingin mati mengenaskan!,"
Ucap ketua kelompok pembunuh itu.
"Menyerah?,"
Jawab Zeir, sembari tertawa.
"Coba saja bunuh kalau kalian bisa!."
Sambung nya
Kemudian ketua kelompok itu memberikan isyarat pada anak buahnya, untuk mulai menyerang.
Zeir berhasil menghindari setiap serangan itu dengan lincah, akan tetapi ia sama sekali tidak membalas serangan-serangan yang ditujukan padanya.
"Kita lihat sampai kapan kau bisa menghindar!,"
Ucap ketua sang Kelompok.
Dari kejauhan, Ellen bisa melihat, bahwa sedari tadi yang dilakukan oleh Zeir, hanya menghindar saja.
"Ck!, Membosankan!,"
Gumam Ellen.
Sementara itu di sisi lain, Zeir yang kehilangan banyak tenaga, akibat kelelahan menghadapi serangan mereka, kini ia mulai lengah, sehingga membuat musuh mendapatkan celah untuk Menyentuhnya.
"Agh!,"
Rintihnya menahan sakit, tubuhnya terpental cukup jauh, akibat terkaman dari pembunuh yang mengambil wujud serigala.
"Kau sudah kalah pangeran Zeir, manusia serigala yang tidak bisa berubah wujud sepertimu, adalah aib bagi kerajaan ini, itulah sebabnya banyak yang ingin menghabisi nyawamu,"
Ucap ketua kelompok itu, yang kemudian menebaskan pedangnya kepada Zeir.
"Aaaaghh,"
Lagi-lagi Zeir berteriak kesakitan, tebasan pedang itu membuat luka yang cukup dalam pada lengannya, karena mencoba menangkis pedang itu.
Zeir terlihat seperti tidak memiliki tenaga lagi, untuk menghindar kali ini, bahkan seakan-akan, jika mereka melancarkan satu serangan lagi, maka ia akan kehilangan nyawanya.
Ketua kelompok itu lalu mengambil wujud serigalanya, dan bersiap-siap untuk menerkam dan menghabisi Zeir.
Zeir menatap tajam pada aksi sang ketua kelompok itu, tidak ada yang menyadari bahwa mata birunya kini tengah bersinar.
Para pembunuh itu terlalu senang, karena merasa kemenangan ada di depan mereka, sampai-sampai tidak menyadari senyum licik yang terbit di wajah Zeir.
Wujud serigala itu melompat ke arah Zeir, namun belum sampai menyentuh kaki Zeir, ia sudah jatuh dan terkapar di tanah, dengan luka tebasan pedang, di lehernya.
"Kau!,"
Ucap Zeir, menatap heran pada seseorang yang tiba-tiba muncul, dan berdiri didepannya.
Mata biru Zeir yang semula menyala pun kembali meredup, ia masih menatap seseorang yang tiba-tiba berdiri di depannya, dengan menggenggam sebilah pedang, di tangan kirinya, lalu dia pun menoleh ke arah Zeir, sembari tersenyum miring.
Seorang wanita cantik dengan surai hitam, dan mata violet tengah berlari, sembari melepaskan ikat pinggangnya, yang ternyata merupakan sebilah pedang tipis nan tajam.
Ia menebaskan pedangnya pada leher seekor serigala, yang mencoba menerkam suaminya.
Serigala itu terjatuh ke tanah dengan luka yang teramat dalam, hingga lehernya hampir putus.
Percikan darah serigala itu mengotori wajah, dan gaun putihnya.
Pedang tipis itu tak henti-hentinya meneteskan darah segar.
"Kau!,"
Ucap Zeir, menatap heran pada seseorang yang tiba-tiba muncul, dan berdiri didepannya.
Ternyata dia adalah Ellen Marinson, Aksi tak terduga nya membuat para pembunuh itu saling melirik, dan bergidik takut.
Ellen mengalihkan antensinya pada Zeir sembari berucap,
"Apa dosaku?, hingga punya suami seperti ini!,"
Lalu Ellen mengangkat wajah Zeir, menggunakan ujung pedangnya yang ia selipkan di bawah dagu Zeir.
"Ce-cepat Seraaang!!"
Ucap gugup,salah satu dari pembunuh itu, lalu mereka menyerang Ellen, secara bersamaan.
Ellen menghindari, dan membalas setiap serangan dengan lincahnya, ia bahkan terlihat seperti seseorang yang tengah menari dengan pedangnya.
Pertarungan terus berlangsung dengan sengit, hingga, hampir seluruh kawanan pembunuh itu tergeletak di tanah.
"Anda mengingkari kesepakatan, nona Marinson!, Jadi jangan salahkan kami jika anda kehilangan nyawa hari ini!,"
Teriak salah satu dari mereka
Masih dengan ayunan pedangnya, Ellen memberikan senyum miring.
"Sudah mau mati, tapi masih saja banyak bicara!,"
Ucap Ellen, wajahnya kini hampir tertutup oleh cipratan darah manusia serigala, yang kehilangan nyawa di tangannya.
Terkaman dari para manusia serigala itu terus berlangsung, hingga membuat Ellen sedikit kewalahan.
Saatnya menggunakan cara itu!,
Batin Ellen.
Ellen melompat mundur ke belakang, menjauh dari mereka, lalu pedang yang ia genggam itu melayang di hadapannya, kemudian secara ajaib pedang itu menjadi berlipat-lipat ganda.
Dia mengarahkan seluruh pedang yang melayang di udara itu, ke arah para manusia serigala yang masih tersisa, dan hasilnya mereka semua mati mengenaskan, namun Ellen masih menyisakan satu orang.
"Katakan!, Siapa tuan kalian?,"
Tanya Ellen, sembari mengacungkan pedangnya pada leher manusia serigala yang ia sisakan itu.
"Sa-saya tidak tahu,"
Jawabnya terbata-bata.
"Saya akan mengampuni nyawamu, jika kau mau menyebutkan namanya, katakan!, siapa yang memerintahkan kalian?!,"
Tanya Ellen sekali lagi.
"Ar..,"
Belum sempat melanjutkan ucapannya, pembunuh itu sudah meregang nyawa, akibat sebuah panah kecil misterius, yang secara tiba-tiba menancap di lehernya.
"Sial!,"
Gumam Ellen, ia tidak lagi memperdulikan siapa yang mengirimkan pembunuh itu untuk saat ini, dan kondisi tubuhnya sendiri juga tidak memungkinkan, untuk mengejar pelaku yang menembakan panah itu.
Ia berjalan mendekati Zeir yang kini bersandar dengan lemah di sebuah pohon.
"Jaga kesadaran anda pangeran ke tiga,"
Ucap Ellen, ia lalu mensejajarkan diri di hadapan Zeir, menepuk-nepuk kecil wajah Zeir yang kedinginan.
Ellen kemudian kembali berdiri, ia melangkahkan kakinya mendekati kereta kuda, kemudian Ellen melepas ikatan salah satu dari kuda itu, lalu mengambil sebuah jubah di dalam kereta.
Dia kembali mendekati Zeir, memasangkan jubah hangat itu di tubuhnya, dan juga memapah Zeir untuk naik ke atas kuda.
Ellen menaiki kuda itu, dengan Zeir yang bersandar di punggungnya.
"Kenapa anda menyelamatkan saya?,"
Gumamnya dengan suara yang gemetar karena kedinginan.
"Diamlah, cepat tunjukan jalan ke istana,"
ia sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan dari Zeir.
"Lurus,"
Jawab Zeir.
"Berpeganganlah jika tidak ingin jatuh,"
Ucap Ellen, ia pun mulai memacu kudanya.
Zeir pun menuruti ucapan Ellen, dan melilitkan tangannya ke pinggang Ellen.
Mereka berdua pun pergi menuju ke istana manusia serigala, dengan menerjang hujan salju yang kini mulai turun.
Padahal hanya ingin melihat nya tersiksa saja, tapi dia malah sekarat.
Batin Ellen.
Ellen adalah orang yang memiliki pemikiran yang mendalam, dia tidak akan terjebak dengan rencana murahan seperti tadi.
Jika mereka tadi berhasil membunuh pangeran ke tiga, lalu mengembalikan Ellen ke dunianya, Maka dalang dari pembunuhan itu pasti akan menuduhnya, membunuh Pangeran Zeir, kemudian melarikan diri ke dunia manusia.
lalu tebak apa yang akan terjadi selanjutnya?, Tentu saja jika kabar ini terdengar oleh Raja Hedes, klan manusia serigala akan menyalahkan kematian pangeran ke tiga Zeir, pada klan manusia biasa, dan menghabisi semua nyawa yang ada di dunianya, Itulah yang dipikirkan oleh Ellen.
Sudah dua jam mereka menelusuri jalan bersalju, dan akhirnya tiba di depan gerbang kota.
Ellen memacu kudanya berjalan ke arah penjaga pintu gerbang.
"Siapa kalian?, dan ada tujuan apa masuk ke ibu kota?,"
Tanya salah satu penjaga gerbang di sana.
"Saya Ellen Marinson, membawa Pangeran ke Zeir yang sedang terluka, bukakan gerbangnya,"
Jelas Ellen, dengan deru nafasnya yang berhembus mengeluarkan udara dingin.
"Tunjukan plakat nya,"
Pinta mereka
Ellen pun mengambil plakat kerajaannya, yang ia simpan di dalam lengan bajunya, dan menunjukkan nya pada dua penjaga gerbang itu.
"Mohon maafkan atas kelalaian Saya yang tidak mengenali tuan putri, silahkan masuk,"
Ucap mereka, sembari memberi hormat, lalu membuka gerbangnya.
Ellen kembali melajukan kudanya, ke arah istana yang posisinya berada di tengah-tengah kota.
Kedatangan Ellen, dan Zeir yang penuh dengan luka, dan darah menarik perhatian orang-orang di kota tersebut, mereka bertanya-tanya, siapakah wanita cantik bersurai hitam, dan bermata violet itu.
Para klan manusia serigala, baru pertama kali melihat seseorang di ibu kota, yang memiliki iris mata berwarna violet, karena para klan manusia serigala umumnya memiliki iris mata berwarna coklat
Sedangkan untuk Pangeran ke tiga Zeir, tidak ada satupun dari mereka, yang pernah melihat sang pangeran secara langsung, jadi tidak ada yang tahu bahwa rupa pangeran Zeir sangat berbeda dari manusia serigala pada umumnya.
Ditambah lagi kepala Zeir, yang kini tengah bersandar di punggung Ellen, tertutup oleh topi dari jubah, yang dikenakannya.
Sepasang insan itu telah tiba di depan gerbang istana, penjaga gerbang yang mengenali ciri-ciri dari mereka berdua pun, membukakan gerbangnya.
Di balik gerbang istana, sudah ada pelayan yang berbaris menunggu kedatangan mereka, saat Zeir dan Ellen mulai masuk ke dalam wilayah istana, para pelayan yang menunggu pun, mulai sibuk berbisik-bisik, karena merasa terkejut, melihat keadaan mereka yang datang tanpa kereta kuda, dan bahkan tidak ada satupun pengawal, yang ikut datang bersama mereka.
"Selamat datang di istana tuan putri, dan pangeran ke tiga"
Ucap mereka serentak, para pelayan kembali terkejut, saat melihat kedatangan Ellen, dan Zeir yang penuh dengan noda darah.
Ellen pun hanya menanggapi sambutan itu dengan menganggukkan kepalanya.
"Bantu saya menurunkan pangeran ke tiga,"
Ujar Ellen, namun bukannya segera membantu, para pelayan itu malah sibuk, saling melirik satu sama lain.
"Kalian tidak dengar?, Saya bilang, bantu turunkan pangeran ke tiga dari kuda,"
Ulang Ellen sekali lagi.
Kemudian salah satu dari mereka maju menghadap ke Ellen.
"maafkan kami tuan putri, Kami para pelayan dilarang untuk menyentuh pangeran ke tiga,"
Jelasnya, sembari tertunduk takut.
"Alasan konyol macam apa itu!, Jangan membuat saya menunggu lebih lama, cepat bantu,"
Ellen pikir mereka keterlaluan, tidak masalah jika pangeran Zeir ditindas oleh saudaranya sendiri, tapi kenapa para pelayan juga ikut-ikutan?.
Melihat Ellen yang mulai kesal pun, mereka kembali saling melirik satu sama lain.
"Maafkan kami tuan putri, tapi sekali lagi kami benar-benar dilarang keras untuk menyentuh pangeran ke tiga,"
Masih diucapkan oleh pelayan yang sama.
"Saya masih kuat untuk menopang tubuh saya sendiri nona Marinson,"
Suara dengan nada rendah itu berasal dari Zeir, yang masih bersandar lemah di balik punggung Ellen.
Ia kemudian melepaskan pegangan tangannya dari pinggang ramping Ellen, dan melompat turun dari atas kuda, aksi nya itu membuat Ellen terkejut.
Pangeran Zeir yang masih terluka berat, bahkan seperti tak sanggup menahan tubuhnya sendiri, namun malah melompat dari kuda, membuat dia menanggung rasa sakitnya, kemudian terjatuh ke tanah yang penuh salju itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!