"Melvin selingkuh."
Wanita cantik ini tersedak minum karena memang tengah menikmati kopi di sebuah kafe.
"Kamu bisa minum pelan-pelan," kata Gempita sembari menyodorkan tisu ke hadapan sahabatnya, Sifa. Gadis hitam manis yang memiliki rambut ikal.
"Kamu membuatku kaget. Melvin selingkuh? Dari mana kamu tahu?"
"Ya, tahu saja. Aku melihatnya di restoran semalam. Sepertinya karyawan kantor atau kenalan. Mungkin juga dia selebgram. Wanita itu sangat cantik."
Sifa memandang lekat sahabatnya ini. Gempita, wanita yang memiliki kulit putih bersih, rambut panjang sebahu dan tubuh tinggi sekitar 175 centimeter.
"Cantik mana dengan dirimu?" Sifa menaikturunkan alisnya, menggoda.
Gempita menghela napas panjang. Meraih gelas berisi air putih, lalu meneguknya hingga habis. "Rambutnya pirang, bila dilihat dari wajah, sepertinya keturunan timur tengah. Muda, pipi saja berisi."
"Sementara kau kurus, pipimu saja tirus begitu."
"Padahal bentuk wajah dan tubuh ini idaman semua gadis. Aku seperti model, kan? Melvin saja yang gatal!" Gempi menggebrak meja, membuat piring dan gelas jadi bergetar.
"Tenang dulu. Kau yakin jika dia selingkuh?"
"Sangat yakin. Mereka bermesraan di restoran." Gempi menutup wajah dengan kedua tangan. "Apa yang harus kulakukan?" ia kembali menatap sifa. "Mereka mungkin sudah tidur bersama. Bagaimana kalau wanita itu hamil?"
"Melvin harus bertanggung jawab." Sifa meneguk kopi yang tersisa. Ia kembali bicara, "pernikahan kalian sudah memasuki usia tiga tahun. Apa kamu sungguh ingin mengakhirinya dengan perceraian?"
Gempi mengedikan bahu. "Entahlah. Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik."
Cangkir hitam itu diletakan di atas tatakan. Sifa meraih tangan sahabatnya ini, ia mengenggamnya. "Itu menurutmu. Bagaimana dengan Melvin sendiri? Apa kau cukup baik untuk dirinya?"
"Maksudmu apa, sih?" Gempi jadi kesal karena sahabatnya ini, seperti menyalahkan dirinya.
"Jangan menyalahkan salah satu pihak. Coba intropeksi diri. Mungkin kamu ...."
Dering ponsel tiba-tiba berbunyi. Sifa meraih telepon genggam itu dari saku jas yang ia pakai dan ia lekas berbenah.
"Sudah waktunya aku kembali bekerja. Nanti malam, kita sambung lagi." Sifa bergeser dari kursi, mendekat, lalu mendaratkan kecupan di pipi. Ya, perpisahan ala sahabat. "Tenanglah, Sayang. Semua akan baik-baik saja."
"Hati-hati di jalan. Aku akan menghubungimu nanti."
Jam memang sudah menunjukkan pukul satu siang dan waktunya Gempi untuk kembali ke kantornya sendiri. Ia memiliki usaha sebagai penyedia event organizer. Mau itu pernikahan, sebagai promotor yang mendatangkan para artis dari luar negeri untuk konser atau event dalam kota.
Sampai di tempat parkir, Gempi menerima pesan dari pria yang berstatus sebagai suaminya. Melvin mengirim chat yang mengatakan kalau ia tidak bisa makan malam bersama. Alasan pastinya tidak diberitahu, hanya mengabarkan jika tidak bisa makan bersama.
Gempit membalas pesan dengan mengetik "Mau makan bersama kekasih gelapmu?" ia membacanya sekali lagi sebelum kirim. Sesaat kemudian, Gempi menghapus kalimat itu, lalu menggantinya dengan satu kata, yaitu "Oke".
Embusan napas keluar dari bibirnya. Gempi menarik pintu mobil, masuk, lalu menutup kembali. Tiga tahun menjalani pernikahan, semua baik-baik saja sampai ia mengetahui Melvin selingkuh tadi malam.
Ini bukan sekadar dugaan, tetapi kenyataan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Ya, semalam, saat pergi menemui Melvin di kantor. Suaminya membawa masuk seorang gadis cantik ke mobil.
Melihat itu, Gempi mengikuti mereka berdua sampai di restoran. Melvin merangkul pinggang gadis itu dengan mesra. Tidak ada teman wanita yang diperlakukan seperti itu, lalu ia juga tahu jika Melvin memberi hadiah cincin berlian yang membuat gadis itu bahagia.
Ini tidak bisa dibiarkan. Rasanya sakit, tetapi Gempi berpikir, mungkin dirinya yang kurang melayani Melvin.
"Dia harus pulang cepat nanti malam." Gempi mengirim pesan kepada Melvin, ia menginginkan suaminya malam ini. "Kirim emot love, eh, tidak, stiker? Terlalu kekanak-kanakan. Sudahlah, kirim-kirim saja." Gempi menambahkan emoji tanda hati. Lalu ia menyimpan lagi ponsel dalam tas.
Mobil yang dikendarai Gempi tidak sampai di kantor, tetapi berhenti di spa. Ia terlalu sibuk hingga jarang mengurus diri sendiri dan malam ini, demi suaminya, Gempi akan melakukan segala cara. Merawat seluruh tubuh hingga malam ini tidak akan terlupakan untuk Melvin.
Pukul delapan malam, Gempita tiba di rumahnya sendiri. Sepi, karena memang Melvin belum pulang. Janjinya pukul sembilan malam dan berarti sisa satu jam.
Kediaman ini hanya ditempati Gempi dan Melvin saja. Tidak ada penjaga khusus karena perumahan ini sudah ada satpam penjaga di gerbang utama. Gempita juga tidak menyediakan asisten rumah tangga yang tinggal di rumah. Pelayan, baru datang tiga kali seminggu untuk beres-beres.
Selama tiga tahun ini, belum ada tangis dan tawa dari seorang anak kecil. Gempi dan Melvin memang menundanya, meski umur mereka sudah memasuki kepala tiga. Melvin di usia 32 dan Gempi 30 tahun.
Selagi menunggu, Gempi menyiapkan diri dengan memakai gaun malam. Apa salahnya mencoba menggoda? Dan digoda adalah suami sendiri. Ini pertama kalinya, jujur Gempi sangat gugup dan malu.
Sudah pukul sembilan malam, tetapi belum ada tanda kalau Melvin akan pulang. Gempi tidak tahu sejak kapan hubungan gelap itu terjalin. Tapi, suaminya selalu pulang tepat waktu.
Suara mobil mendekat terdengar. Gempi beranjak dari sofa, ia mengintip dulu dari tirai. Itu suaminya, dan memang Melvin tepat waktu kali ini. Ia lantas segera membuka pintu menyambut.
Melviano Moiz, pria yang sudah menikah. Tinggi, rambut cepak, kulit putih dengan wajah perpaduan oriental dan Indonesia. Pemilik dari showroom yang menjual mobil mewah.
"Melvin ...." Gempi langsung meraih lengan suaminya. "Kau sibuk, ya?"
Melvin mengecup kening. Ia memperhatikan penampilan Gempita yang tidak seperti malam biasa. Istrinya memakai gaun tipis.
"Sengaja, supaya aku cepat pulang?" Melvin tersenyum.
Gempi tersipu malu. Ia mengusap jas yang masih melekat di tubuh suaminya. Gempi bisa membaui aroma yang melekat. Apel bercampur shea butter. Makan malam bersama wanita itu.
"Makan malam bersama siapa?" Gempi menatapnya lekat.
"Oh, sama teman-teman. Sudah lama aku tidak kumpul bareng."
"Teman kampus?"
"Ya, kamu juga mengenal mereka, Sayang."
Gempi mengangguk. "Pantas saja, aromamu bercampur dengan parfum lain."
"Tunggu, ya, aku mandi dulu. Ini tidak akan lama."
"Aku akan menunggu." Gempi kembali menyunggingkan senyum seolah tidak terjadi apa-apa.
Keduanya naik bersama ke lantai atas menuju kamar tidur. Melvin langsung ke kamar mandi, sedangkan Gempi duduk di tempat tidur.
"Apa coba tanya saja sama Mas Ridwan?" Gempi lekas meraih ponsel yang ada di atas nakas. Ridwan adalah teman baik Melvin. Namun, Gempi lagi-lagi mengurungkan niat karena itu sama saja membuat semua curiga. Ia membuka story dari masing-masing teman Melvin karena memang sebagian Gempi simpan nomornya.
"Restoran Da Lavia."
Dilihat dari view story teman-teman Melvin, terlihat hampir sama. Mereka berada di restoran yang sering Gempi kunjungi. Ia ingat betul tempat itu.
Itu artinya, Melvin tengah makan malam bersama para sahabatnya. Namun, Gempi tidak tahu apakah ada wanita itu juga. Jika Melvin membawa serta kekasih gelapnya berarti, semua tahu akan hubungan itu.
Gempi menggeleng karena tidak mungkin. Melvin sudah gila jika berselingkuh secara terang-terangan.
Dering ponsel terdengar dari jas yang tersampir di sofa kamar tidur. Gempi beranjak dari duduknya, meraih pakaian tersebut, dan mengambil ponsel yang terus berbunyi.
Bertepatan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Melvin muncul seraya mengerutkan kening. Karena dalam pernikahan mereka adalah rasa kepercayaan. Selama tiga tahun ini, baik Melvin dan Gempi sama-sama tidak pernah mengecek ponsel masing-masing.
"Ada yang telepon, Sayang." Gempi tidak bisa melihat nama si pemanggil. Ia langsung menyerahkan telepon genggam itu kepada suaminya.
Melvin menyambut baik uluran tangan Gempi, melihat nama si penelepon, lalu ia mengabaikannya, bahkan menonaktifkan ponsel itu.
"Siapa yang telepon?" Gempi heran karena Melvin malah memutus sambungan telepon itu.
Melvin berjalan melewati Gempi ke arah meja lampu tidur. Ia meletakkan ponselnya di sana, lalu membuka handuk yang melilit di pinggang.
Gempi memalingkan wajah, tersipu malu memandang tubuh polos suaminya. Melvin sendiri tidak ragu, ia meraih Gempi dalam pelukan, sama-sama menjatuhkan diri di atas tempat tidur, dan mulai memberi kehangatan.
Melvin langsung tertidur setelah menunaikan kewajibannya. Gempi beringsut bangun, meraih baju tidur yang tergeletak di lantai, lalu memakainya.
Pandangan matanya tertuju pada ponsel milik Melvin. Telepon genggam yang selama pernikahan, bahkan perkenalan belum pernah ia buka.
Rasa penasaran Gempi membuncah. Ia ingin mengetahui sendiri, mencari tahu apakah benar. Mencoba untuk tidak percaya pada fakta yang ia temui di restoran.
Apa salahnya? Ia adalah istri Melvin dan tidak apa-apa kalau seorang istri itu curiga terhadap suami yang terduga berselingkuh.
Menguatkan hati, Gempi meraih ponsel Melvin, lalu membukanya. Bersandi dan harus dibuka. Gempi menoleh ke belakang, suaminya tertidur pulas.
Pertama, tanggal lahir Melvin, tetapi tidak bisa. Hari ulang tahun Gempi, juga tidak bisa. Terakhir, dan Gempi harap kodenya terbuka. Hari saat mereka bertemu. Ya, kunci itu terbuka.
Bagian pertama adalah pesan yang baru masuk. Gempi menemukan nama Nindiya yang ujungnya diberi emoji hati. Gempi membuka chat itu. Ada pesan serta gambar.
Telepon genggam itu kembali di letakkan di atas nakas. Ia beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Air dingin dapat menenangkan kepala dan hati yang panas.
Setelah membersihkan diri, Gempi turun ke lantai bawah. Ia melangkah ke area bar mini yang ada di rumahnya. Minuman beralkohol bisa sedikit menenangkan hati.
Tangan kiri memegang gelas yang terisi air berwarna kecokelatan. Itu bukan teh, melainkan minuman memabukan bila diminum terlalu banyak dan tangan sebelah kanan memencet nomor telepon yang sering dihubungi. Gempi melakukan panggilan video pada sahabatnya Sifa.
"Aku menunggumu sedari tadi." Sifa berkata begitu setelah panggilan video tersambung. "Kamu lihat, aku mau tidur."
"Namanya Nindiya."
"Apa?" Sifa tidak mengerti.
"Kekasih Melvin."
"Kamu tahu dari mana?"
"Untuk pertama kalinya setelah tiga tahun, aku memeriksa ponselnya. Nama wanita itu Nindiya. Dia mengirim pesan mesra dan foto." Gempi meletakan gelas di meja, lalu mengarahkan dua jarinya.
"Maksudmu foto tanda kutip?"
Gempi mengangguk. "Ya, baru saja. Mungkin mereka sudah tidur bersama."
"Aku sama sekali tidak heran. Kita hidup di kota besar. Melvin itu pria mapan dan dia tidak cukup hanya dengan satu wanita. Dia mungkin cinta padamu, tetapi keinginan mendominasi, terlihat hebat, penakluk wanita, pasti ada. Pria sukses itu sudah pasti akan bermain perempuan."
"Itu tergantung pria. Aku yakin tidak semuanya."
"Seratus per satu orang. Rata-rata begitu. Itu sebabnya, aku tidak ingin menikah," ucap Sifa.
Gempita terdiam mendengar ucapan Sifa. Ia sendiri tidak tahu bagaimana menanggapi ini semua.
"Kalau aku jadi dirimu, aku akan biarkan saja Melvin bersama wanita itu. Kamu bisa bebas melakukan apa saja. Anggap saja kamu masih seorang gadis." Sifa menghela napas. "Ingat, Gempi. Kamu punya alasan mengapa bisa menikah dengan Melvin."
"Ya, aku tahu. Ini sudah malam. Sebaiknya, kita pergi tidur."
"Tunggu! Kamu habis bersama Melvin?" Sifa melihat rambut Gempi yang lembab.
"Mungkin saja dia bisa berpaling dari gadis itu."
Sifa mengibaskan tangan. "Itu tidak akan terjadi. Pria yang sekalinya sudah jatuh ke pelukan wanita lain, maka sulit untuk lepas. Apalagi servisnya memuaskan. Kamu juga bilang jika dia wanita muda."
"Kamu benar." Gempita mengakhiri panggilan video bersama Sifa. Apa yang sahabatnya katakan, meski sakit mendengarnya, tetapi itu benar. Gempi ingat alasan ia bisa menikahi Melvin.
Gempita kembali ke kamar. Melvin masih tertidur, sedangkan ponsel yang baru saja ia buka, menyala. Getarannya tidak membangunkan pria yang kelelahan. Nama itu lagi. Panggilan mesra, foto yang menampakan bagian sensitif wanita. Gambaran itu terlintas begitu saja. Tidak tahan, Gempi menonaktifkan kembali telepon itu.
Kepala terasa pusing karena Gempi tidak nyenyak tidur. Lingkaran hitam di bawah mata terlihat jelas. Berbeda sekali dengan wanita yang menjadi idaman suaminya.
"Kamu terlihat lelah. Apa ini karena semalam atau giat bekerja?" Melvin memeluk istrinya dari belakang. Dari kaca hias, ia dapat melihat wajah Gempi yang letih. "Jaga kesehatanmu, Sayang. Aku tidak ingin kamu sakit."
Gempita tersenyum, ia memejamkan mata saat Melvin mengecup puncak kepala dan pipinya. Perlakuan ini selalu ia dapatkan. Melvin memang sosok yang lembut, tetapi tidak disangka bisa menyakiti hati perempuan.
"Mau aku antar ke kantor?"
Gempita mengangguk. "Boleh. Kita sarapan dulu."
"Bersiaplah, aku tunggu di bawah."
Satu anggukkan Melvin terima. Ia kembali mengecup pipi Gempita, kemudian berlalu dari kamar tidur.
Jika masih bisa diselamatkan, maka Gempi akan melakukan itu. Ia bisa memberitahu ibu mertuanya, mungkin Melvin akan mendengarkan nasihat orang tua.
Selepas Melvin mengantarnya ke kantor, Gempi bekerja seperti biasa. Ia dan tim akan mengadakan konser dengan mendatangkan grup band dari luar negeri. Penjualan tiket segera dibuka, baik secara online maupun offline.
Setelah itu, pada jam makan siang, Gempi pergi mengunjungi kediaman mertuanya dengan menumpang taksi online. Namun, ketika ia tiba di pintu gerbang, mobil Melvin terlihat.
Gempita langsung masuk saja, tetapi ia berusaha untuk tidak terlihat ada di rumah. Pintu terbuka, ia masuk dengan berjalan pelan. Tidak ada di ruang tamu berarti, ada di ruang keluarga.
"Kamu yakin ingin menikah lagi?"
Suara itu, Gempita hapal betul siapa yang bicara. Itu adalah Nyonya Deswita, ibu Melvin. Itu artinya, ibu mertuanya sudah tahu akan hubungan gelap putranya.
"Iya, Ma. Aku akan menikahi Nindi secara siri. Tapi, aku akan berikan dia pernikahan yang mewah." Melvin tersenyum sembari memandang kekasihnya.
Nindia memang cantik. Wajah yang merupakan perpaduan Timur Tengah dan Indonesia. Wanita berusia 25 tahun ini, berhasil memikat Melvin.
"Kalau begitu, segera saja. Mama dan Papa setuju saja," ucap Deswita.
Jangan sampai ketahuan. Gempi lekas keluar dari rumah, ia berlari tanpa henti hingga menjauh dari kediaman Deswita.
Satu fakta lagi terungkap. Jika mertuanya tahu, mungkin teman-teman Melvin juga dan mereka mendukung hubungan gelap ini. Tinggal tunggu waktu saja sampai Melvin sendiri yang memberitahu kalau ia akan segera menikah lagi.
Gempita memesan taksi yang untungnya cepat datang. Ia menuju ke kafe dekat kantor Sifa. Jam makan siang masih ada dan ia bisa menceritakan semua ini pada sahabatnya.
Sekitar 45 menit, Gempi tiba di kafe. Memesan segelas es kopi serta sepotong tiramisu. Makanan manis ini cocok untuk suasana hatinya. Ia juga memesan untuk Sifa yang sebentar lagi akan datang.
Wanita hitam manis ini datang juga. Sifa langsung duduk dan menyeruput minuman es kopi miliknya.
"Aku bergegas kemari. Untung bosnya adalah kekasihku. Diberi sentuhan sedikit, langsung meleleh." Sifa terkikik geli. Ya, ia memang bekerja di perusahaan e-commerce milik kekasihnya sendiri.
"Mertuaku juga tahu hubungan Melvin dan kekasih gelapnya." Gempi langsung saja bicara.
"Serius?"
Gempita mengangguk. "Mereka bahkan merencanakan pernikahan."
"Aku turut berduka atas nasibmu. Tapi, apa kamu akan langsung bercerai?"
"Aku tidak tahu, Sifa. Selama ini kami baik-baik saja. Bahkan tadi malam, Melvin tidak bicara."
"Mungkin saja setelah ini. Mereka akan menikah." Sifa kembali menyeruput minumannya. "Jadi, ini alasan Charlie tidak mau berkomitmen denganmu?"
"Kenapa tiba-tiba bahas dia?" Gempi terlihat tidak senang.
"Bagaimana, ya, kabar si bule itu? Aku hanya melihatnya di TV. Dia semakin terkenal saja. Cal memang berbakat menjadi aktor dan penyanyi."
"Kita bicara tentang Melvin."
"Oke! Jangan marah begitu, dong. Aku hanya ingat mengenai dirinya yang tidak percaya cinta. Dia berkata benar. Cinta itu hanya menyakiti. Dalam hubungan yang terpenting adalah kenyamanan, kesanggupan, sedangkan cinta cuma pelengkap saja."
"Dia pria berengsek!" Gempi tidak suka Sifa membahas mantan kekasihnya.
"Kalian bersama dari kuliah hingga lulus."
"Aku tidur dengannya. Memberinya perhatian, tetapi dia menganggapku teman. Aku cuma butuh status. Aku ingin diakui sebagai kekasihnya. Tapi, dia tidak bisa melakukan itu karena trauma." Gempita menghela napas panjang. "Kamu juga tahu aku menikah dengan Melvin karena dia menyatakan cinta, melamarku dan mengikatku dalam sebuah pernikahan."
"Sekarang apa yang kamu dapatkan, Gempi? Suamimu berselingkuh dan sebentar lagi akan menikah."
"Aku akan bercerai."
Sifa tertawa mendengarnya. "Merelakan wanita itu memiliki Melvin seutuhnya? Kamu bodoh. Kalau aku jadi kamu, aku akan tetap berada di sisi Melvin."
"Menderita dengan kehidupan pernikahan seperti di neraka?"
Gempita bingung dengan pola pikir Sifa. Di mana-mana wanita yang diselingkuhi akan meminta cerai pada suaminya. Ya, tapi ada juga yang bertahan dengan alasan tertentu. Anak misalnya.
"Melvin itu mapan. Usahanya tengah sukses saat ini. Kamu rela membiarkan si cewek gatal itu menikmati semuanya?"
"Aku tidak serakah."
"Aku tahu. Menurutku biarkan saja Melvin menikah, hitung-hitung kamu dapat bantuan mengurus suamimu. Setiap pagi, kamu bangun, menyiapkan sarapan, mengurus pakaiannya dan setelah dia punya istri baru, Melvin akan jarang pulang. Kamu bisa santai. Bangun siang, tetapi uang mengalir terus. Belanja saja setiap hari dan jangan bekerja bila perlu."
Gempita terperangah mendengar nasihat sahabatnya ini. "Kamu serius?"
"Sekarang, aku ingin tanya. Kamu cinta sama Melvin? Setahuku, kamu hanya mencintai Cal."
"Aku mencintai Melvin."
"Menurutku, kamu terlalu banyak mau. Santai saja."
Membiarkan Melvin sama saja dengan perbuatan konyol. Gempi tidak ingin ditertawakan atau dianggap remeh. Ia tahu, tetapi berpura-pura. Bukankah itu bodoh namanya.
"Kamu bilang tidak ingin serakah, kan? Biarkan saja Melvin." Sifa kembali bicara.
"Masalahnya ...."
"Aku tahu."
Belum juga selesai bicara, Sifa sudah memotong kalimatnya. Gempi sedikit kesal, tetapi penasaran juga.
"Kamu merasa harga dirimu sebagai istri diinjak-injak, kan? Kamu bukan mengkhawatirkan Melvin, tetapi omongan orang. Kamu merasa orang di sekitarmu menganggapmu bodoh dan tidak tahu apa-apa, kan?"
"Bagaimana kamu bisa tahu pikiranku?"
Sifa menghela napas panjang. "Aku ini sahabatmu. Aku tidak akan memuji, bersimpati atau apa pun itu. Aku akan bicara apa saja. Dulu, saat kamu bersama Cal juga begini. Kamu mendengarkan semua omongan teman kita di kampus. Jika kamu masa bodoh dengan mereka, kamu pasti masih bersama dia."
"Kamu mau aku terombang-ambing dengan status tidak jelas? Dia memperkenalkan diriku sebagai teman, padahal kami bersama faktanya. Aku mencintai Cal."
"Balik lagi. Bersama Melvin, kamu juga terkhianati."
"Semua pria memang berengsek!" Gempi meneguk minuman kopinya, lalu menyuap kek tiramisu dengan potongan besar.
"Aku akan mendukung jika kamu ingin bercerai. Selalu." Sifa mengenggam tangan Gempi, menguatkan kondisi sahabatnya ini.
"Aku akan memikirkannya."
Sifa mengangguk. "Ya, pikirkan dengan matang. Apa kamu mau aku menyerang perempuan itu? Kita labrak saja dia."
Gempita menggeleng. "Itu malah membuatku terkesan tidak berkelas. Wanita itu tahu Melvin punya istri, tetapi masih mendekatinya. Apa dengan mendatangi Nindi, semua akan berjalan seperti semula? Tidak, kan? Malah memunculkan masalah baru."
"Nah, santai saja. Nikmati hari-harimu sebagai istri dari Melviano Moiz. Kamu juga bisa bersama pria lain, bersenang-senang. Itu malah lebih seru." Sifa tertawa geli.
Bukan berarti Gempita setuju dengan ucapan Sifa. Tapi, bercerai itu memang tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak hal dan butuh mental kuat dalam menghadapinya.
Berbagi cerita bersama Sifa, mengurangi sedikit kegelisahan hati Gempi. Ia kembali ke kantor, bekerja seperti biasa sampai pukul lima sore, Melvin datang menjemput.
"Hai, Sayang." Melvin memeluk, lalu mengecup pipi Gempi. "Bunga untukmu."
"Terima kasih." Gempi mengambil sebuket mawar merah yang disodorkan suaminya. Perlakukan Melvin seperti biasa, tidak ada yang berubah, tetapi pria ini berselingkuh. "Sayang, kamu ganti parfum?"
Melvin tersentak. "Oh, ini, aku memang ganti parfum. Eh, tidak. Sebenarnya ini pewangi ruangan."
"Wanginya sangat mewah." Gempita tersenyum mengatakannya.
"Sayang, kamu mau liburan?" Melvin mengalihkan topik dari minyak wangi.
"Liburan? Tiba-tiba sekali."
"Kita bicarakan saja di rumah." Melvin membuka pintu mobil, mempersilakan Gempi masuk.
Rencana liburan, sepertinya Gempi tahu maksud dari Melvin. Mengirimnya pergi, lalu menikahi wanita itu.
"Untuk dua bulan ke depan, aku tidak bisa pergi liburan," kata Gempi, saat suaminya sudah menyusul masuk mobil.
"Jadwalmu padat?"
"Begitulah."
"Kita keluar negeri dan itu butuh waktu untuk mengurusnya. Kamu bisa pilih mau pergi ke negara mana saja."
"Tumben sekali. Kamu tidak sibuk?"
Melvin menggenggam tangan istrinya. "Aku sibuk, tapi tidak sempat mengajakmu jalan-jalan. Kamu bisa pergi bersama teman-temanmu. Bersenang-senanglah, Sayang."
"Aku mengerti. Tidak apa-apa kalau kamu sibuk."
"Kamu harus pergi. Lihat wajah lelahmu. Jangan terlalu banyak memforsir tenaga."
Jadi, ini yang dinamakan mengusir secara halus? Melvin ingin ia pergi bersenang-senang, lalu menikmati pernikahannya bersama dengan wanita lain.
"Aku ingin pergi ke Italia."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!