NovelToon NovelToon

Library'S Notes

BIKIN KESAL!

"Ra, lo urusin absen mereka. Gue mau ke kantor mau ngumpulin tugas."

Kinara menghela napasnya sesaat sebelum duduk. Hari ini perpustakaan sedang padat-padatnya. Ada petugas yang menyortir buku. Mereka mengganti buku yang sudah rusak menjadi baru lagi.

Selain itu, ada kelas yang mendapat hukuman dari gurunya. Mereka dianjurkan membaca dan merangkum sebuah buku. Anak IPS 3 itu rupanya kakak kelas Kinara.

Awalnya, Kinara terkejut karena tiba-tiba mereka berbaris di depan meja resepsionis. Temannya kewalahan karena banyak yang mengantre untuk meminjam. Baginya, Kinara datang di waktu yang tepat.

Ada wali kelas mereka juga di sini. Tatapannya tajam dan menusuk. Kinara yang bukan anak didiknya juga merasa dihukum.

"Huh, Arika malah kabur," cebiknya. Meski begitu, ia tetap melayani pengunjung untuk absen.

CTAK!

"Hah, akhirnya selesai juga," helanya lega. Kinara meregangkan otot-ototnya yang kaku.

Arika teman sesama petugas perpustakaan belum juga kembali. Ia mendengus lelah. Matanya berkeliling menyusuri setiap sudut ruangan. Hanya sekumpulan orang membaca buku di depannya.

Matanya jenuh untuk membaca novel. Padahal tujuannya ke sini bukan untuk bertugas. Kinara memilih untuk menenggelamkan kepalanya di meja. Kelopak matanya enggan memejam meski kantuk menyerang.

Tuk!

Suara ketukan di meja mengusik Kinara. Gadis itu rasa sangat enggan untuk mendongak. Ia masih mengumpulkan niat dan tenaga untuk bangun.

Tuk! Tuk!

Orang itu kembali mengetuk. Kinara menyadari telah membuat orang itu menunggu. Mungkin kalau tidak sabaran, ia akan dilempari setumpuk buku.

"Ma-maaf," ucapnya begitu melihat siapa yang datang.

Seorang lelaki berdiri dengan dua buku di tangannya. Saat datang pun tak berbicara, hanya mengetukkan bukunya dengan meja. Ia menatap Kinara tanpa eskpresi apapun.

"Absen," katanya tak lama kemudian.

Kinara mengangguk tapi tak segera melayaninya. Netranya menangkap manik mata lelaki itu. Sorot matanya sendu tapi juga tajam.

Karena kebodohan Kinara yang malah melamun, ia mengetuk meja sekali lagi. Agak keras kali ini dan membuat sebagian pengunjung perpustakaan menoleh. Gadis itu terperanjat dan segera mengambil kartunya.

"Maaf, kurang fokus," ucapnya walau ia tahu lelaki itu tidak peduli sama sekali.

"Dengan siapa?" Siswa itu hanya menunjukkan bet nama yang ia sembunyikan di sakunya.

"Raf-fa-no, oke ketemu. Sudah selesai," ujar Kinara sembari menyerahkan kartu anggota padanya.

Tanpa panjang lebar lagi, anak itu langsung membawa bukunya. Tak mengucapkan sepatah katapun, hanya pergi melengos begitu saja. Hal itu membuat Kinara sedikit terkejut.

Selama ini, orang-orang memang bersikap dingin padanya. Ia tak peduli dengan itu dan menganggapnya hal biasa. Namun, hari ini ia merasa ada yang berbeda dengan orang barusan.

Matanya memutar mengikuti ke mana lelaki itu pergi. Dia berhenti di salah satu rak buku. Genre novel remaja kesukaan Kinara.

"Gue nggak salah lihat, kan?" batinnya.

Ia tak percaya ada laki-laki yang suka baca novel sepertinya. Kebanyakan dari mereka menghindari hal 'menye-menye' seperti itu. Daripada fiksi remaja atau roman picisan, dewa perang atau misteri mungkin lebih menarik.

Tak seperti pengunjung lain, orang itu memilih membaca sembari duduk di tangga. Perkakas yang ia gunakan untuk mengambil buku di tempat tinggi. Tatapannya yang sendu dan jari-jari tangannya membolak-balikkan halaman.

Kinara mengaku iri dengan jari tangan anak bernama Raffano itu. Jenjang dan lentik padahal laki-laki. Ia bahkan cemberut memandangi jari-jari tangannya sendiri.

Tak!

"Ukh...!" pekiknya saat sebuah buku menyapa kepalanya.

Kinara menoleh mendapati Arika berkacak pinggang, "Lo pikir ini kagak sakit?!" ketusnya.

"Melamun, sih! Gue takutnya lo kesambet atau apa diam saja dari tadi. Ngelamunin apa, hah?" tanyanya.

Kinara menggeleng, "Tidak ada. Gue cuma bosan," jawabnya berkilah.

Tak ada jawaban, Arika duduk begitu saja dan mulai sibuk dengan tugas-tugasnya. Kinara menghela napas panjang. Gadis itu lega Arika tidak curiga padanya yang sedang mengagumi jari lentik orang.

"Ka, gue mau ke kelas," celetuknya.

Arika hanya mengangguk. Kinara menggendong tasnya dan beranjak berdiri. Sebenarnya, ia sendiri hanya ingin melihat ada tugas atau tidak di kelasnya.

Tuk!

Belum sempat Kinara pergi, seseorang mengetuk mejanya lagi dengan buku. Kinara menoleh, lelaki yang sama kembali mendatanginya. Ia menyerahkan beberapa buku pada gadis itu.

"Pinjam?" tanya Kinara memastikan.

Lelaki itu menatapnya sekilas, "Hm."

Kinara menghembus napasnya pasrah. Ia segera menulis nomor buku yang lelaki itu pinjam. Raffano pergi begitu saja setelah bukunya selesai didata.

"Terima kasih lah minimal!" batinnya geram.

Kinara mendengus kemudian pergi dari sana. Ia hampir lupa tujuannya untuk pergi ke kelas. Lelaki itu masih ada di lorong, Kinara melihatnya tepat setelah menutup pintu perpustakaan.

Raffano berjalan dengan santai dengan dua buku di tangannya. Kinara berjalan di belakangnya. Karena masih kesal, ia mengambil jarak sekitar 5 meter dari Raffano.

Anak itu berhenti tetapi Kinara tidak. Ia tetap berjalan karena memang mau ke kelas. Gadis itu tak peduli dengan urusan orang lain.

Raffano menoleh ke belakang, "Lo ngikutin gue?" tanyanya ketus. Ia juga menatap tajam Kinara yang hampir sejajar dengan langkahnya.

Gadis itu reflek berhenti dan menggeleng, "Nggak, gue mau ke kelas," balasnya tak kalah ketus.

Namun, sepertinya lelaki itu tidak puas dengan jawaban Kinara. Ia menatap gadis itu dari bawah ke atas. Kinara menyadarinya, ia kembali berhenti melangkah di depan Raffano.

"Masa?"

Kinara menatapnya, "Gue nggak tahu lo punya masalah apa sama gue. Tapi gue beneran mau ke kelas, kebetulan kelas gue di ujung sana terus belok kiri," balasnya panjang lebar.

Raffano berdecak, "Lo ngawasin gue, kan?"

"Hah-"

"Di perpustakaan tadi."

Kinara mengerutkan wajahnya. Ia mencebik, "Gue nggak tahu maksud lo apaan. Gue cuma melihat dan mengawasi selaku petugas di perpustakaan," balasnya.

Kinara berdecak, ia tahu lelaki di depannya ini tidak puas dengan jawabannya. "Terserah apa kata lo, tapi gue nggak bohong."

Ia melangkah pergi setelah berkata demikian. Tujuannya ke kelas jadi tertunda sebab pertanyaan tidak jelas barusan. Kinara mencoba masa bodoh dengan sikap Raffano.

"Gue memang kelihatan banget, ya, kalau miskin? Sampai orang seperti dia memandang remeh," batinnya miris.

Kinara berpikir kalau Raffano juga salah satu dari sekian yang merundungnya. Ia memang bukan dari keluarga yang berada. Sejak awal masuk SMA perundungan sudah menjadi makan siangnya setiap hari.

Ia melajukan langkahnya. Suasana hati yang buruk membuatnya lelah. Agaknya menyesal untuk pergi ke kelas. Mungkin kalau tidak bertemu dengan Raffano, dia akan baik-baik saja.

Kinara tidak menoleh ke belakang. Namun, ia tahu lelaki itu masih ada di sana sembari menatapnya. Menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan.

Raffano membawa bukunya di samping badan. Ia memasukkan tangan kirinya di saku celana. Tatapannya lurus ke depan, melihat Kinara yang semakin mengecil di pandangannya.

"Dasar perempuan, bikin kesal saja!"

COWOK SUKA BACA NOVEL?

Kinara terkejut mengetahui suatu hal. Ia tidak tahu kalau anak kemarin adalah langganan perpus. Selama ia bekerja di sini, ia tidak pernah lihat anak itu datang lalu absen.

"Raffano, kan? Dia seangkatan dengan kita. Setiap hari hampir di jam yang sama selalu datang ke sini."

Begitulah kata Arika saat ia bertanya tadi.

"Gue meleng apa bagaimana?" batinnya.

Ia berpikir kalau Raffano datang sewaktu dirinya tidak dalam jam wajib. Namun, akhir-akhir ini Kinara menghabiskan sebagian besar waktunya di perpustakaan. Dia tak menyadari kehadiran lelaki itu di sana.

Tak!

Sebuah buku tebal digunakan untuk menjitak kepala gadis itu. Kinara tak mengaduh, ia tengah melamunkan sesuatu. Arika memandanginya dengan wajah cemberut.

"Lo hobi ngalamun atau bagaimana, hah?!" tegurnya.

Kinara malah menyengir kuda. "Ahaha, gue cuma berpikir tentang apa yang lo omongin tadi," katanya.

Arika menghela napasnya, "Anak itu hampir setiap hari mengunjungi perpus menurut buku absen yang lo baca," katanya.

Kinara berusaha menyembunyikan ekspresi syok. Jarang ia menemukan anak laki-laki yang suka datang ke perpustakaan. Apalagi membaca novel roman seperti itu.

Arika mengernyit melihat Kinara yang kembali diam. "Ada apa?" tanyanya penasaran.

Gadis itu hanya menggeleng. Ia tak mau Arika menaruh curiga. Temannya itu akan meledeknya kalau menyangkut lawan jenis.

"Tidak ada." Kinara menggeleng.

"Yah, gue heran ada laki yang suka baca novel," gumamnya.

Ia mulai membaca beberapa buku untuk mengalihkan perhatian. Arika malah mengangguk dan pergi entah ke mana. Helaan napas lelah keluar darinya.

"Lo... ngawasin gue lagi?"

"Ha?"

Terkejut? Tentu saja. Kinara bahkan tidak sadar. Raffano sudah berdiri di depan mejanya. Biasanya selalu terdengar ketukan buku di meja. Ia tak menghitung sudah berapa menit terlarut dalam dunia fantasi yang ia baca.

Gadis itu tak tahu harus bereaksi apa. Seperti maling yang sudah terbongkar gelagatnya. Kepalanya menunduk, matanya berkeliling mencari alibi.

"Benar ternyata," cebik lelaki itu. Raffano tersenyum miring.

Hati Kinara kesal mendengarnya. Ia segera melayani peminjaman buku agar Raffano segera pergi. Namun, lelaki itu masih di sana dengan senyuman miring.

"Dasar, apa lagi yang dia tunggu?!" batin Kinara.

Ia memutuskan untuk kontak mata dengan Raffano. Kinara menatapnya dengan senyum palsu.

"Ini formalitas, oke?" batinnya getir.

"Ada yang bisa di—"

Ucapannya terpotong karena lelaki itu pergi begitu saja. Kinara mencelos melihatnya. Ia merasa sedang dipermainkan.

"Dasar aneh!" gerutunya.

Kinara mendengus kesal. Padahal sudah sering mendapatkan perlakuan yang sama. Namun, entah mengapa kali ini terasa menyebalkannya.

Diam-diam ia merutuki Arika yang malah tidak ada di sana. Temannya itu selalu muncul setelah masalahnya selesai. Rasanya seperti melarikan diri dan melimpahkannya pada Kinara.

"Ada apa?" celetuk Arika yang muncul tiba-tiba.

"Astaga!"

Sebagian pengunjung menoleh ke arah mereka. Kinara tak sengaja memekik ketika temannya muncul. Ia berdiri dan meminta maaf pada para pengunjung.

Arika malah mendelik ke arahnya, "Heh, lo kenapa?"

"Kenapa katanya? Salah siapa? Hilang lalu muncul tiba-tiba!" batin Kinara sebal. Ia tak bisa mengomel di perpustakaan.

Arika acuh tak acuh melihat Kinara yang sebal sendiri. Ia kembali duduk dan membaca novel. Teman Kinara yang satu ini seperti tak peduli pada hal yang bukan urusannya.

Kinara berdecak, suasana hatinya malah buruk. Ia memutuskan untuk meninggalkan perpustakaan. Perutnya juga keroncongan karena tidak sempat sarapan pagi tadi.

Arika melirik sekilas, "Mau ke mana, lo?"

"Kantin!" balasnya masih sebal.

Langkahnya terhenti sebelum membuka pintu. Kinara jadi teringat kejadian kemarin. Hal itu membuatnya terdiam sebentar sambil memegang knop pintu.

Pikirannya bertanya, apakah Raffano masih ada di luar. Lelaki itu belum lama melengos tadi. Ia malas berdebat kalau sampai terulang kembali.

Kinara mendengus kesal, "Terserah saja, emang ini sekolah punya dia?!" gerutunya.

Klap!

Pintu terbuka, gadis itu menyembul dan menoleh kanan kiri. Ia bersorak senang dalam hati mengetahui tak ada siapapun di sana. Kinara jadi berlaku aneh sebab celingukan sana-sini.

Seperti pencuri yang tengah bersiap melancarkan aksinya. Ia mencoba untuk melangkah perlahan. Langkah kakinya sama sekali tak berderit.

"Aman!" ucapnya dalam hati.

Gadis itu berhasil sampai di kantin. Ia memilih salah satu mesin penjual otomatis. Teh oolong terlihat menyegarkan siang ini. Kinara menyesapnya untuk mengusir dahaga.

...\= \= \=...

Rasanya waktu cepat sekali berlalu. Bel pulang sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Namun, Kinara masih berjalan dengan gontai menuju halaman sekolah.

Terkadang ia memakinya mengapa harus seluas ini. Sekolah elit semua serba besar. Gedung, lapangan, taman, bahkan gerbang. Hal itu membuatnya merasa sangat kecil.

"Kenapa pula gue bisa berakhir di sini?" gumamnya.

Itu semua berasal dari beasiswa. Berawal dari dirinya yang masuk juara olimpiade mewakili sekolah. Ia banyak bersyukur akan hal itu.

Ayah dan ibunya tak perlu pusing lagi untuk membiayai sekolah. Semua uang hasil bekerja bisa ditabung untuk kebutuhan lain. Tanpa sadar, gadis itu tersenyum sendiri mengingatnya.

Kembali lagi di sini, di tengah lapangan SMA. Entah ia sendiri atau orang lain juga merasakannya. Matahari semakin terik, seperti berada di tengah gurun.

Perempuan itu menoleh ke kanan kiri juga ke belakang. Entah untuk apa ia melakukannya. Kakinya melangkah kembali menuju tempat parkiran.

Ia menghela napas lega. Seperti mendapat keberuntungan hari ini. Kalau biasanya ia agak sedih melihat sepedanya dijadikan samsat bagi para perundung. Hari ini, sepeda kesayangannya itu masih berdiri di tempat.

"Yes, hari ini kagak nyuci lagi. Masih bersih seperti baru," katanya dengan antusias.

Masih di gerbang, ia berhenti karena ada yang sesuatu di depan sana. Seseorang dengan mobil sedan yang terparkir. Hal itu menarik perhatiannya.

"Mobil siapa, tuh? Emang boleh parkir di jalan?" batinnya.

Kepalanya celingukan sana-sini. Padahal manik matanya tetap tertuju pada mobil di seberang jalan. Ia tak ingin ketahuan sedang mengamati orang.

Padahal ini bukan tujuan awalnya. Kinara hanya berniat untuk pulang. Kebetulan sesuatu yang dianggapnya "menarik" muncul di depan mata.

"Silakan, Tuan Muda."

Kinara sukses membelalakkan matanya. Telinganya tak salah mendengar. "Gila, sebutannya saja Tuan Muda!" batinnya.

Mobil melaju perlahan meninggalkan tempat itu. Tanpa sengaja ia melihat sesosok remaja yang ia 'kenal' di sana. Anak lelaki tanpa emosi dengan sikap menyebalkannya.

"Benar dugaan gue! Dia anak orang kaya seperti anak lain. Pantas, bikin panas hati!" gumamnya.

Kinara jadi kepikiran. Ia mulai bertanya-tanya tentang eksistensi Raffano. Namun, yang ia pikirkan hanyalah jari lentik dan wajah sombong anak itu.

"Dasar! Apa orang kaya selalu seperti itu?!" gerutunya lagi.

Gadis itu mulai berpikir macam-macam. Bayangannya tentang Raffano si arogan mulai terbentuk. Ia sudah menaruh kesal padahal tidak kenal satu sama lain.

CTAK!

Kakinya menginjak pedal agak keras. Ia menghentak melampiaskan kedongkolan hati. "Hentikan Kinara, untuk apa memikirkan orang macam dia?!"

DARAH DI PERPUSTAKAAN

"Huh... lagi-lagi semua tentang uang," gumamnya sembari menghela napas frustasi.

"Lo butuh uang?" celetuk seseorang di depannya.

Kinara terperanjat karena terkejut. Ia juga tak sengaja menabrak orang tersebut dan memekik dalam diam. Pikirannya tentang uang sekolah membuatnya hampir bertindak ceroboh.

Lelaki itu tersenyum miring melihatnya. Ia menutup buku yang ia pegang, tetapi masih pada posisinya. Tak berpindah dan tetap bersandar pada rak buku.

Kinara mengerjapkan matanya, raut wajah yang polos berubah menjadi masam. Ia menghembus kesal. Sudah gundah tambah gelisah.

Bertemu seorang Raffan membuatnya sawan.

"Hah, anak ini lagi," batinnya mendumel.

Kinara tak menghiraukan orang itu dan tetap melakukan keperluannya. Ia mengembalikan dua buku di rak yang tepat berada di belakang punggung lelaki itu. Tanpa babibu ia melengos dan memasukan buku ke sana.

Tagihan uang sekolah membuatnya pusing tujuh keliling. Gaji dari kerja paruh waktunya tak cukup untuk membayar. Beasiswa dari pemerintah juga belum cair bulan ini.

"Hah...!" helanya kasar.

Rupanya lelaki itu cukup terganggu. Ia mengerutkan dahinya menatap Kinara. Ia gatal sendiri melihat bagaimana Kinara melakukan pekerjaannya.

"Bisa santai nggak naruhnya?!" gertaknya.

Kinara tak peduli, suasana hatinya sedang buruk. Tak ingin ambil masalah, Raffan bergeser ke rak di depan. Ia mencoba mengabaikan Kinara di dekatnya.

Tinggal tiga buku tapi letaknya di atas. Mau tak mau ia harus menggunakan tangga untuk membantu meletakkannya. Ia meletakkan bukunya asal di rak terdekat.

Gadis itu mencari tangga dan membawanya. Tindakan frustasi Kinara mengundang rasa penasaran Raffan yang masih berdiri di sana. Ia melirik sekali untuk melihat apa yang dilakukan oleh gadis bertubuh kecil itu.

Kinara mulai memanjat dan menyusun buku sesuai urutan semula. Pengembalian diiringi dengan ******* menyesal. Mengapa ia mengambil buku yang letaknya di atas seperti ini?

Suasana hati yang buruk mengontrol dirinya menjadi seceroboh ini. Ia duduk sebentar di atas sana. Malas turun tetapi ingat Joue yang sedang menunggunya di luar.

Tangannya berpegangan untuk menjaga keseimbangan. Sepertinya hari ini sedang sial. Baru saja menapakkan kaki di anak tangga kedua, keseimbangannya hilang begitu saja.

Alhasil kakinya tak menapaki tangga dengan benar. Ia terpeleset. Tangannya juga terlepas dari pegangannya. Ia memekik kecil hampir tak terdengar.

"Heh! Lo mau ngapain!?"

Raffan yang masih ada di sekitarnya reflek memegangi tangga. Ia juga mencekal baju belakang Kinara untuk menahannya. Kinara dapat bertahan dengan berpegangan pada dudukan tangga.

Ia tak berani menoleh ke belakang. Masih bergemetar tangan sampai kakinya. Jantungnya turut berdebar cepat.

"Heh!" Raffan menegurnya sembari menggoncang pelan tubuhnya berulang kali.

Kinara menjawabnya lirih, "Ka-kaki gue lemas..." bisiknya. Raffan tak mendengarnya karena terlalu pelan.

"Hah? Ngomong apaan?" tanyanya memastikan. Ia merasakan tangga mulai bergoyang.

Bruk!

Mereka berdua terjatuh ke lantai dengan posisi miring. Kinara memunggungi Raffan, dan lelaki itu reflek memeluknya. Hanya mereka yang terjatuh.

Tangga bantu itu tetap berdiri sehingga tak menimbulkan suara gaduh. Suasana tetap hening lalu kemudian menjadi canggung. Tak ada yang menghampiri keduanya.

Kinara mengubah posisinya menjadi duduk. Tangan kanan memegang pundak kiri, tangan yang kiri memegangi kakinya yang lemas. Raffan masih di sana. Ia memandangi gadis di depannya yang sedang tertunduk.

Ia mengernyit, "Dia gak lagi nangis 'kan?" tanyanya dalam batin.

"Ouh!" Kinara memekik, bahunya terasa pegal karena terbentur lantai.

Raffan mendengarnya, ia duduk menepi hampir bersender pada rak buku di belakang. Kinara mendongak dan menatapnya. Raffan sedikit terkejut karena cara menatap Kinara yang tidak biasa.

"Mau ngapain nih bocah? Konslet nih?" batinnya.

Mata gadis itu membelalak, mulutnya terbuka sedikit. "Lo nggak apa-apa, kan?!" tanya Kinara pada Raffan. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir.

Raffan mengernyit bingung, ia mengamati tindakan gadis di depannya. Kinara memegangi kedua tangan Raffan dan mengecek sana-sini.

Ia menarik tangannya, "Lepas. Risih tahu, lagian lo ngapain pake acara jatuh segala?" tanyanya ketus.

Kinara merasa bersalah.

Ia menunduk, "Gue minta maaf, gue nggak sengaja. Beneran!" ucapnya tulus.

"Hm." jawabnya.

Raffan kembali bersikap dingin seolah tak ada apa-apa. Begitu juga Kinara, gadis itu juga tak ambil pusing. Ia segera merapikan buku yang bereserakan di lantai.

"Uhukk!!"

Bruk!

"Raffan?!"

Kinara menoleh ke arah Raffan yang limbung. Lelaki itu mencoba bersandar pada rak buku di sampingnya. Ia menutup mulutnya dengan tangan.

Darah segar mengalir keluar. Kinara membelalak melihatnya. Ia mengabaikan buku-buku itu belum tertata di rak.

"Hei, lo kenapa?" tanyanya panik.

Raffan tak dapat meresponnya. Bagian dada menjalar rasa sakit. Ia menahannya sekuat tenaga sampai lemas seluruh tubuh. Ia mulai limbung ke belakang.

Kinara segera mengambil tisu yang ia lihat di meja respsionis perpustakaan tadi. Menggunakannya untuk mengelap darah di tangan Raffan. Lelaki itu terlihat pucat setelah mengeluarkan darah dari batuknya.

"Lo nggak bawa obat?"

"Minggir...!" sergah Raffan.

Lelaki itu masih berusaha mengusir Kinara. Ia mengibaskan tangannya. Berulang kali nenepis Kinara yang mengusapkan tisu padanya.

"Gue nggak butuh kasihan dari lo!" katanya dengan marah.

Gadis itu tak mengindahkan ucapan Raffan. Ia fokus membersihkan darah dengan tisu. Sesaat ia menyingkirkan pikiran tentang Raffan yang selalu ketus setiap kali bertemu dengannya.

"Uhukk!!"

Raffan memegangi dada sebelah kirinya. Ia tak dapat mengimbangi berat tubuhnya dan langsung ambruk ke badan Kinara di dekatnya.

Gadis itu memang bingung tapi dengan sigap menangkap lelaki di hadapannya. Mereka kembali terduduk di lantai. Kinara menunggu reaksi lanjutan.

"Lepas!" kata Raffan dengan dingin.

Namun, Kinara tidak mendengar karena suara terlalu kecil. Ia mendekatkan telinga berusaha memastikan.

Tanpa aba-aba, Raffan menghempaskan tangan Kinara. Gadis itu terkejut dan sedikit ketakutan. Matanya membelalak menatap Raffan. Mereka saling beradu pandang.

Kinara dengan tatapan ketakutan, sedangkan Raffano dengan mata memicing tak suka. Lelaki itu menutupi setengah mukanya dengan tangan kiri.

"Apa natap-natap!?" sentak Raffan, suaranya yang dingin dan tajam membuat Kinara terperanjat.

Dengan cepat Kinara berlari menuju meja. Ia mencari tisu atau kain apapun untuk lap. Ia kembali ke hadapan Raffan yang sepertinya semakin lemas.

Tanpa rasa jijik, gadis itu membersihkan darah di tangan Raffano. Pandangannya mulai mengabur. Darahnya memang sedikit yang keluar, tetapi berhasil membuatnya lemas.

"Eh! Bangun! Eh, jangan mati di sini gue takut!" teriak Kinara guna mencegah lelaki itu pingsan di tempat.

"Gue nggak mati goblok!" Masih sempat mengomel di tengah dirinya mengontrol keseimbangan.

"Ngomong doang, lemes 'kan lo!" batinnya.

Walau begitu, Kinara tetap berusaha membopong Raffan di punggungnya. Berat memang karena tubuhnya lebih kecil dari Raffan.

"Lo mau ngapain sih?" tanya Raffan, nada bicaranya memelan karena kehabisan tenaga.

"Udah diem! Orang sakit nurut sama orang sehat!"

Giliran Kinara yang mengomel. Nampaknya lelaki itu menurut, ia tak mengeluarkan suaranya lagi. Kinara berjalan dengan hati-hati. Ia masih menyempatkan untuk menutup perpustakaan walau tak menguncinya.

Sekolah sudah sangat sepi. Tak ada orang di sana. Mungkin ada satpam tetapi tidak di sekitar situ. Jarak dari perpustakaan dengan gerbang luar sangat jauh.

Baru beberapa langkah ia sudah ngos-ngosan. Namun, beruntungnya bisa mencapai tujuan tanpa ambruk. Keberuntungan ada di pihak mereka berdua. Kinara berhasil memberhentikan sebuah taksi.

"Pak, ke rumah sakit terdekat yang ada UGD-nya," kata Kinara.

Supir mengangguk kemudian melajukan kendaraannya. Gadis itu tetap santai dan tidak panik. Tidak dengan Raffan yang berusaha memberontak.

"Jangan ke sana—"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!