NovelToon NovelToon

Es Kul- Kul Penyambung Hidup

Uang kontrakkan

"Es kul-kul nya berapa Mbak"

"Ini dua ribu satu, dan ini lima ribu tiga tusuk Neng" Ucapku Seraya menunjuk Es Kul - Kul yang sudah di kemas berbeda ukuran.

"Yang lima ribu satu Mbak"

Ku usap kasar wajah yang mulai basah oleh gerimis. Ya, Aku tengah mengadu nasib dengan berjualan Es Kul- Kul. Di sekolah Madrasah. Sudah menjadi rutinitas anak - anak yang bersekolah agama, Kala sore hari di mulai dari jam 2 siang hingga jam 4 sore.

Sekarang baru jam 1, aku berjualan dua kali dalam sehari pagi hari ketika jam istirahat. Dan siang Hari sebelum anak anak masuk sekolah madrasah.

Memanfaatkan keadaan aku mencoba mencari peruntungan dengan berjualan dari sekolah satu ke sekolah lainnya.

Asar mulai menjelang, namun jualan ku masih cukup banyak.

"Es kul-kul nya satu Mbak, yang harga lima ribu"

Sepertinya ini pelanggan terakhirku di sekolah madrasah, anak- anak kebanyakan tak bersekolah, ada yang bersekolah namun sudah di jemput orang tuanya. tak seperti hari biasa.

Sayup sayup suara azan Sudah berkumandang. gegas aku mencari musola terdekat untuk melaksanakan kewajiban ku sebagai umat muslim, selesai melaksanakan panggilnya gegas aku menuju danau rintik hujan sudah berkurang semoga di danau nanti banyak yang beli.

Setibanya di danau , rupanya tak begitu banyak pengunjung namun ku tetap berjualan mungkin satu atau dua akan ada yang beli.

"Mbak es kul _ kul nya satu  yang harga lima ribu"

Gegas aku melayani pembeli, dua jam berlalu hanya ada beberapa yang membeli entah bagaimana nasibnya nanti, mungkinkah akan sama seperti hari kemarin. Yang berakhir di perut anak anak yang kurang beruntung hidupnya.

Cuaca hari ini menang kurang mendukung, Langit seolah bermuram durja. Titik - titik air mulai membasahi bumi.

sepertinya ini memang pelanggan terakhirku hari ini, sayup-sayup terdengar suara azan magrib berkumandang.

Gegas ku pacu sepeda motor butut milikku, titik-titik air kembali menimpa wajah ini sesekali ku sapu kasar.

Di tepi jembatan ku hentikan kendaraan ku, seperti biasa, kulihat anak - anak itu sudah berkumpul di sebuah tenda tepat di bawah jembatan.

ku lambaikan tangan , salah seorang dari mereka menyadari keberadaan ku. anak itu langsung keluar dari tenda,  berlari naik ke atas jembatan di mana aku tengah berdiri.

"Es kul-kul nya bagi ke temen temen ya" ku ulurkan sekantung Es kul Kul kepada anak lelaki itu.

"Terima kasih banyak Bu, ini bisa jadi makanan kami malam Ini, kami tidak bisa Mulung karena Hujan" Anak itu menatapku berbinar, satu titik air melompat dari netranya walau gerimis, sama sekali tak bisa menyamarkan hal itu.

Aku lantas mengangguk, seraya tersenyum. Mana mungkin aku bisa mengeluh atas jalan hidup yang telah di gariskan. Nyatanya ada yang hidupnya lebih sulit dariku.

Kembali ku pacu sepeda motor, hendak kembali pulang.

🍉🍉🍉

Setibanya di rumah, aku di sambut dengan pemandangan yang menambah sesak di dada. Anak semata wayangku yang berusia tiga tahun tengah menangis sesenggukan.

Bocah itu, langsung berlari kala melihat kedatangan ku. "Mamah...”

"Eh anak mama, sudah bangun ya?" Ku angkat bibit tubuhnya hendak aku Gendong.

"Mama kemana, kenapa Nana di tinggal" tanya Nana Masih terisak.

"maaf sayang tadi Nana masih tidur, mamah takut ganggu, mangkanya mama berangkat sendiri."

Biasanya aku jualan dengan mengajak Nana, berhubung tadi sore dia masih tidur, dn di tambah cuaca yang kurang mendukung, jadilah Nana ku tinggal. Sebab, di rumah juga ada sang papa, hingga aku tak begitu khawatir.

"Safira... Aku ingin ke kamar mandi!" teriak Mas Deden  - suamiku.

Ku Turunkan Nana yang masih dalam gendongan" Sebentar ya sayang, mama temui papa dahulu," Nana mengangguk dengan sisa isak tangis

Aku berjalan mauk ke kamar, emas Deden, sudah duduk dibibir ranjang. kedua tangannya terangkat, aku mendekat, menyampirkan salah satu tangan ke bahu ini.

🍉🍉🍉🍉

Beberapa bungkus Es kul - kul telah usia ku buat. Hari ini aku tidak berjualan di tepi danau hanya ke sekolah - sekolah saja jam istirahat nanti aku akan berjualan di desa sebelah, cukup jauh memang namun di sana biasanya lumayan cukup pendapatanku.

Sebenarnya aku juga ingin berjualan di tepi danau,  tetapi sayang modalku sudah habis, jadi aku memilih berjualan di sekolah dahulu yang penghasilannya sudah pasti, tidak seperti di tepi danau walau ramai tetap saja yang membeli jajananku sedikit, karena bersaing dengan pedagang lain. di tambah pula, sudah dua hari ini daganganku selalu bersisa, sama sekali tidak memulangkan modal ku.

"mamah kenapa sedih?" pertanyaan Nana, berhasil membuyarkan lamunanku.

Tanpa sadar, rupanya netra ini telah banjir oleh air mata, Aku begitu lemah. rasanya hidup tengah bermain main denganku

"ah tidak Sayang, mata mamah kemasukan debu, mangkanya jadi berair,"  Cepat ku usap kasar netra serta pipi ini.

"sini Nana tiup, Ma," Ucap nana seraya mendekat

Aku tersenyum getir, ku biarkan sja bocah kecil itu meniup satu per satu mata ini. meski sesekali liurnya ikut-ikut muncrat, membasahi wajah ini.

Meski usianya masih sangat kecil, Namun Nana ku punya perhatian yang begitu luar biasa. Melihat wajahnya yang begitu polos, menjadikan kuat kembali. Aku tidak boleh lemah, aku harus kuat untuk suamiku, untuk anakku, juga untuk diriku sendiri, jika aku ikut lemah siapa yang akan menopang kehidupan kami,

usai berjualan, aku kembali sebelum azan Dzuhur berkumandang walau hanya dapat beberapa puluh ribu saja, alhamdulilah uang ini sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan ku besok dan untuk berjualan lagi.

Usai mendirikan kewajiban tiga rakaat, aku menengadahkan tangan ini ke langit, memohon ampun atas segala dosan dan khilaf. Memohon kepada pemilik alam semesta, agar menguatkan hati juga bahu ku. Kuat menerima kenyataan, cobaan  serta ujian datang tak kenal lelah.

tak henti hentinya aku memohon, agar di berikan kemudahan dalam segala urusan, kemudahan dalam rezeki, serta perlindungan di mana pun aku berada.

Dalam khusyuknya berdoa, terdengar suara ketukan pintu. Gegas ku tutup doaku. Melepas mukena , lantas meraih hijab instan ku.

"Assalamualaikum...."

"Waalaikumsalam.."

"maaf Fira, saya datang di waktu magrib begini"

"Oh tidak apa Bi, mari masuk" Rupanya Bi Hasna yang datang, entah ada keperluan apa perempuan paruh Baya ini datang magrib- magrib ke rumahku.

"Di sini saja Fir, saya tidak lama kok."

"Ada perlu apa ya Bi,?"

"Jadi begini, Fir. Teman - teman kuliah anak saya katanya mau datang malam Ini. Dan saya mau minta tolong di siapkan Es Kul kul buatan kamu. Bisa Fir?"

Mendengar penjelasan BI Hasna, seketika pikiran ku melayang kepada buah buahan yang sudah di potong potong dan berada di dalam kulkas, hanya ada buah pisang pepaya dan melon.

"Tidak bisa ya Fir, Karena saya ngasih taunya mendadak. Iya si anak saya juga bilangnya mendadak" Ucap Bi Hasna.

Membuyarkan lamunanku,

"Sebenarnya si dapur sudah ada 20 bungkus es Kul kul, untuk berjualan besok terang ku.

"Wah, yang benar Win, buat bibi saja ya"

Tanpa pikir panjang aku sanggupi permintaan BI Hasna.

"Iya BI boleh, bibi masuk dahulu saja nanti biar aku siapkan cokelat nya, tetapi maaf BI untuk es kul kul topingnya hanya ada meses saja" Terang ku.

"ya udah ga apa Fir, yang penting ada camilan untuk anak - anak malam ini" Terang BI Hasna,

ya Bi Hasna selalu menganggap semua teman teman dari anaknya. Seperti anak Sendiri, mangkanya aku tak heran jika BI Hasna. Rela magrib magrib menyambangi rumahku hanya untuk menyiapkan camilan.

Mungkin ini jawaban atas doaku, rezeki sudah di takar tidak akan tertukar. Aku yang telah mengeluh dan kesal atas Jalan hidup. Tiba - tiba di beri kejutan yang tak di sangka - sangka.

Akhirnya, selesai juga menyiapkan cokelat dan topping.

"terima kasih ya Fir, ini uangnya," sekantung besar es kul kul itu. Sudah berpindah tangan ke BI Hasna. wanita paruh baya itu lantas menyerahkan empat lembar lima puluh ribu dan satu lembar dua puluh ribu.

"Totalnya hanya seratus ribu bi"

"Sisanya untuk si Nana, buat beli susu," BI Hasna Mencubit pelan pipi Nana, yang kebetulan sudah berdiri di sampingku

"terima kasih banyak Bi, bilang terima kasih sama eyang Nak"

"terimacih eyang...."

🍉🍉🍉

"Fira... Safira..."

Aku yang tengah, memotong buah buahan di kagetkan dengan teriakan seseorang dari luar.

ku tinggalkan saja potongan buah itu, gegas menuju pintu depan. kulihat sosok Ibu mertua tengah berdiri di ambang pintu seraya berkacak pinggang.

"Mari masuk Bu." ku persilakan ibu dari suamiku itu untuk masuk.

"Tidak perlu! mana uang kontrakkan.?" Ucapnya seraya mengarahkan Tangan kepadaku.

"maaf Bu, bukanya yang pembayaran kontrakkan masih satu Minggu lagi" protes ku.

"Ibu butuh uang untuk bayar kuliah Lani, cepat sini uangnya!"

"tetapi Fira belum ada uangnya, Bu. Semua sudah Fira belikan untuk bahan jualan"

"Ibu tidak mau tahu, pokoknya sore ini uang itu harus ada!" Ibu mertua lantas berlalu dengan wajah Masam.

Ya, rumah yang sekarang aku tempati adalah rumah kontrakan milik ibu  mertuaku. mertuaku memang memiliki rumah kontrakan, tidak banyak memang, hanya lima rumah termasuk yang ku tempati saat ini. Perbulannya harus aku bayar sebesar enam ratus ribu, di luar listrik dan air.

Kerap kali ibu mertua menagih uang sebelum waktunya, seperti yang dia lakukan kali ini. Uang enam ratus ribu bukanlah uang yang sedikit bagiku, di tambah pula uang dari Bi Hasna semalam sudah habis aku belikan beras juga kebutuhan jualan beberapa toping untuk es kul kul.

Ibu mertua sama sekali tidak menaruh iba kepadaku, dia pun tahu aku sedang kesulitan, namun dia seolah menambah beban hidupku.

"Fira... Aku ingin ke kamar mandi!" Teriakan Mas Deden membuyarkan lamunanku.

Aku gegas menuju kamar.

Ku papah tubuh Mas Deden menuju ke kamar mandi, bobot tubuhnya yang cukup berisi menjadikan aku sempoyongan hampir saja terjatuh.

Usai dari kamar mandi, Mas Agung meminta di antar ke ruang tengah. Ingin menonton televisi, katanya.

Ya, beginilah keseharian ku, selain menjadi tulang punggung untuk kebutuhan keluarga, aku juga harus sigap melayani suamiku.

Suamiku, sedang tidak sehat. Kedua kakinya mengalami patah tulang satu tahun yang lalu, disebabkan kecelakaan di tempat bekerja.

Hari di mana duniaku terasa di putar balikkan. Kehidupanku langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Aku yang terbiasa hanya menerima uang dari suami, kini harus bertukar peran. akulah yang harus jadi tulang punggung.

Meski patah tulang nya sudah sembuh dari empat bulan lalu, tetapi entah mengapa dia masih belum bisa bergerak dengan normal, dia merasa mati rasa di kedua kakinya.

Kata dokter, hal ini di sebabkan karena keterlambatan penanganan. Operasi jalan keluarnya. Namun, biaya operasi bukanlah hal yang sedikit. Puluhan juta kisarannya, Sungguh aku tak sanggup.

"Ada apa ibu kemari" suara barito Mas Deden memecah keheningan.

"Minta uang kontrakkan"

Mas Deden, hanya diam entahlah apa yang di pikirannya.

Ku putuskan mengambil mainan Nana, yang berserakan di lantai. Bocah itu baru saja menumpahkan sekeranjang mainan miliknya.

"Nana ayo bantu mamah beresin mainannya"

Nana, yang sedang bermain di kamar, langsung berlari ke arahku. Di tangannya memegang boneka Shaun the sheep. yang Warnanya sudah pudar.

"Ayo bereskan mainannya, Nak bukankah mamah selalu bilang, selesai bermain, harus di bereskan. Mama capai kalau harus membereskan semuanya sendiri, Sayang. Aku memperingati Nana dengan Hati - hati.

"maaf mama, ucap bocah kecil itu dengan rasa bersalahnya.

Ku ambil keranjang, di mana tempat mainan Nana biasa di Simpan, Nana mulai memunguti mainannya satu per satu aku pun melakukan hal yang sama.

"Aku minta maaf" Ucap Mas Deden terdengar lirih. Sontak menghentikan gerakkan ku.

"Untuk?"

"Untuk semuanya. maaf sudah merepotkan mu. Aku laki - laki yang tak berguna" Lelaki itu menyugar rambutnya yang mulai panjang.

Bersambung.....

Bab 2 maaf aku selalu merepotkan mu Fira

Aku berjalan mendekat lantas duduk di samping Maas Deden. Ku sentuh pelan lengan kirinya.

“Fira tidak pernah merasa direpotkan, Mas. Fira senang melakukan semua ini. Bukankah dulunya, Mas Deden bekerja keras untuk menghidupi keluarga ini. ? tak salahkan jika sekarang Fira yang menggantikan.

Mas Deden menatap ku sekilas, kembali beralih menekuri lantai.

“Kalau kamu mau ingin meninggalkan Mas, Mas ikhlas, Fir. Carilah kebahagiaan lain, hidupmu hanya akan makin sengsara bila hidup dengan lelaki penyakitan ini.

“Mas sudah tidak mencintai Fira?”

“Kalau di tanya cinta, Mas sangat mencintai kamu Fira. tetapi Cinta saja tidak cukup untuk berumah tangga, butuh tanggung jawab juga”

“Selama cinta Mas Deden, masih utuh untuk Fira. Itu sudah lebih dari cukup, Fira hanya butuh doa serta dukungan dari Mas Deden. Doakan saja agar jualan Fira selalu laris. Fira mau kita berjuang bersama – sama. Mari kita bangkit dari keterpurukan ini emas.”

Aku beringsut, merapatkan duduk kami, sandarkan kepalaku di lengannya,

“ Fira tidak akan pernah meninggalkan Mas Deden apa pun alasannya.”

“kamu yakin ingin bertahan dengan laki - laki pecundang ini Fira?”

“Yakin. Sangat yakin. Badai pasti berlalu. Tuhan tidak akan menguji seorang hamba di luar batas kemampuannya. Bukankah di dalam al quran, dua kali di nyatakan di balik kesulitan pasti ada kemudahan.”

Mas Deden membawa diri ini masuk ke dalam pelukannya. Sudah lama sekali dia tidak melakukan hal ini. Semenjak hari menyakitkan itu, dia berubah pendiam, dan sering kali marah marah karena hanya hal sepele.

“terima kasih banyak, Fira.”

Kurasakan beberapa tetes air membahasi pucuk kepalaku. Ya tuhan , menangis kah suamiku?

Saat aku hendak mendongakkan kepala, cepat di tahan oleh Mas Deden. Mungkin dia tak ingin aku menangkap basah, dia yang tengah menangis.

Meski seringkali, aku melihatnya menangis di Tengah malam. Tersengal nafasnya membendung tangis yang kian terisak. Namun, dia tak menyadari jika aku mengintipnya di balik selimut.

Ada perih yang ku rasa kala itu.

“ kita berjuang bersama – sama ya, Mas?”

Mas Deden hanya mengangguk. Lantas mempererat pelukannya. Jadilah kami larut dalam perasan haru.

“Ah iya, Mas Fira lupa” ku tepuk pelan jidatku.

Dahi Mas Deden mengernyit. “mengapa, Fir?”

“Fira tadi panaskan cokelat, Mas. Waduh oto gosong nih panci’’

Aku gegas bangun menuju dapur. Syukurlah, memaskan cokelat, masih Aman.

Ku matikan kompor, sebab cokelat sudah meleleh. Setelah di panaskan cokelat akan mudah untuk menjadi topingnya.

Sembari menunggu cokelat dingin, aku menyiapkan toping lainya.

Beberapa bungkus ES kul –kul sudah jadi, Sengaja aku pisahkan karena pesanan bi Yanti. Ku masukan ke dalam kulkas.

“Fira… fira…. keluar kamu!”

Kala aku menyiapkan semua dagangan, memasukan toping ke beberapa stoples kecil, lagi – lagi teriakan seseorang mengagetkan ku.

Apakah ibu mertua berubah pikiran, tidak jadi menagih uang kontrakan sore ini, dan justru memintanya sekarang? Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan.

Ku percepat langkah menuju ruang depan, dengan dada berdebar tak karuan. Ku abaikan emas Deden memanggil berkali – kali.

Pikiranku kala ini benar – benar tengah berkecamuk hebat. Ya tuhan ku harap semua baik – baik saja.

Saat di depan betapa kagetnya aku, melihat Nana tengah menangis sesenggukan. Salah satu lengannya di cengkeram erat oleh mbak Marni, tetangga depan rumah. Mbak Marni terlihat begitu marah, dadanya naik turun, wajahnya merah padam. Ya Tuhan, ada apa ini?

Melihat kedatanganku Nana menggelinjang hendak melepas cengkraman di lengannya. Namun cengkraman Mbak Marni, kian kuat. Tak ingin menyerah Nana pun, menggigit tangan wanita itu, alhasil Mbak marni teriak kesakitan.

Setelahnya, Nana langsung berlari dan memelukku. Bocah tiga tahun itu menangis sesenggukan.

“Kamu sebagai orang tua, harusnya ajarkan anakmu sopan santun, Fir! Masa dia main gigit aku begini” maki Mbak Marni seraya mengibas - ngibaskan tangannya bekas gigitan Nana.

“Maaf sebelumnya, Mbak,sebenarnya apa yang terjadi?”

“Lihat itu, ulah anakmu yang nakal ini!” Mbak Marni menunjuk kearah rumahnya. Ku ikuti arah telunjuknya, tampak salah satu jendelanya sudah menganga dengan kaca berserakan di tanah.

Ku tutup mulutku, tak percaya rasanya anakku penyebab itu semua. Ku ubah posisi ku menjadi berlutut, mensejajarkan diri dengan Nana. Ku tatap dalam – dalam netra bocah itu.

“ Nak, benar Nana yang melakukan itu” tanyaku lembut.

Nana menggeleng cepat, hingga sisa- sisa air matanya berhamburan keluar. kulihat tangan kirinya tampak memerah, begitu kuat Mbak Marni mencengkram lengan anakku. Ku usap pelan lengannya, namun dia meringis menahan sakit. Ya Allah.

“Nana tidak bohong kan kan ? ingat sayang berbohong itu dosa dan perilaku yang di benci oleh Allah.” Kembali ku tatap netranya dalam dalam.

“Nana ndak boong, Ma! Ndak boong…” Nana berteriak lalu lari masuk ke dalam rumah.

Aku kembali berdiri, beralih menatap Mbak Marni yang kini menatapku dengan wajah masam.

“Tidak mungkin Nana yang melakukan itu, Mbak.”

“tetapi itu kebenarannya! Aku melihat sendiri anakmu yang berada di sana setelah kaca itu pecah. Aku tidak mau tahu kamu harus ganti rugi!”

“Nana tidak mungkin bohong, Mbak. Aku selalu mengajarkan agar selalu berkata jujur dan menjadi anak yang baik.”

“Masih saja kamu bela anak nakal mu itu! Pokoknya kamu harus ganti rugi, kalau tidak, kamu bisa saja aku laporkan ke polisi!” usai mengancam ku Mbak Marni berlalu begitu saja.

Ganti rugi. Lapor polisi. Ya Tuhan, pecah rasanya kepalaku.

kulihat mbak Marni sudah menghilang di balik pintu. Sementara aku, masih berdiri di tempat yang sama, tubuhku terasa terkunci, pikiranku berkecamuk hebat.

Tanpa sengaja, kulihat dua anka laki – laki tengah bersembunyi di balik bunga yang cukup rimbun, tepat di sebelah rumah Mbak Marni, keduanya tampak ketakutan.

Aku yakin, pasti salah satu dari mereka yang memecahkan kaca itu. Mereka terkenal nakal di kampung ini, seringkali melakukan keonaran meski usianya barulah enam tahun . keduanya sering mengambil jambu dan mangga warga tanpa izin.

tetapi aku tidak punya bukti kalau bukan Nana yang melakukanya. Jika aku menuduh tanpa bukti sama saja aku menciptakan masalah baru. Ya tuhan tolonglah aku.

🍉🍉🍉

Karena tragedi ibu mertua pagi – pagi menagih uang kontrakan dan juga Mbak Marni yang marah – marah. Jadinya Aku tak berjualan ke sekolah- sekolah.

Usai salat asar, aku bergegas bersiap untuk berjualan seperti biasa di danau. Nana ku bawa serta, aku tak mau kejadian kemarin terulang lagi. Bocah itu menangis kejer karena ku tinggal.

“Fira pamit ya, Mas. Doakan jualan Fira laku semua hari ini, oh ya takutnya nanti Fira belum pulang di kulkas lima belas bungkus es kul – kul pesanan bu Yanti Mas”

“Iya. Tentu Fir, Mas selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu. Hati- hati dijalan, ya.”

Aku hanya tersenyum seraya mengangguk.

“bagaimana kalau Nana di rumah saja?” Pandangan Mas Deden beralih kepada Hana. Ya, putri kami bernama Hana, karena dia belum fasih menyebutkan namanya sendiri, jadilah dia menyematkan panggilan nya sebagai Nana.

Nana cepat menggeleng, lantas bersembunyi di balik tubuhku. Semenjak kecelakaan itu, hubungan Nana dan emas Deden memang merenggang. emas Deden tak mau lagi mengajak Nana bermain atau sekadar mengobrol.

Sepanjang hari, hanya di habiskan dengan melamun dan melamun. Sering marah – marah hanya karena Hal sepele. Menjadikan Putri semata wayang kami takut kepadanya dan lebih dekat kepadaku.

“Nana biar ikut dengan Fira saja, Mas. Lagian nanti Mas repot kalau Nana mau minta makan atau buang air.

“lelaki itu hanya mengangguk samar. Ada raut kesedihan yang terpancar di wajahnya. Mungkin dia, baru menyadari, betapa nana sudah sangat jauh dari dirinya. Bukan salah Nana toh emas Deden sendiri yang menciptakan jarak.

Bersambung.....

terima kasih sudah menyempatkan waktu membaca ceritaku.

Nana Di Rumah Saja

“Bagaimana kalau Nana di rumah saja?” Pandangan Mas Deden beralih kepada Hana. Ya, putri kami bernama Hana, karena dia belum fasih menyebutkan namanya sendiri, jadilah dia menyematkan panggilan sebagai Nana.

Nana cepat menggeleng, lantas bersembunyi di balik tubuhku. Semenjak kecelakaan itu, hubungan Nana dan emas Deden memang merenggang. emas Deden tak mau lagi mengajak Nana bermain atau sekadar mengobrol.

Sepanjang hari, hanya di habiskan dengan melamun dan melamun. Sering marah – marah hanya karena Hal sepele. Menjadikan putri semata wayang kami takut kepadanya dan lebih dekat kepadaku.

“Nana biar ikut dengan Fira saja, emas. Lagian nanti emas repot kalau Nana mau minta makan atau buang air.

“lelaki itu hanya mengangguk samar. Ada raut kesedihan yang terpancar di wajahnya. Mungkin dia, baru menyadari, betapa nana sudah sangat jauh dari dirinya. Bukan salah Nana toh emas Deden sendiri yang menciptakan jarak.

🍉🍉🍉

Sepuluh menit berkendara, aku dan Nana akhirnya tiba di tepi danau. Sudah ramai

 pengunjung. Perlahan sudut bibirku terangkat.

kulihat anak – anak muda sudah duduk di kursi kayu. Ada yang datang bersama rekan sejawat, ada yang bersama pasangan, ada pula sebuah keluarga kecil. Di tepi danau, banyak sekal pohon – [pohon besar yang tumbuh, di bawahnya memang di sediakan kursi kayu.

Di sana juga ada tempat bermain anak - anak, hingga Nana tidak akan bosan bila harus menunggu aku berjualan. Di sana juga di sediakan kolam pancing. Hampir setiap hari, di penuhi oleh para bapak – bapak yang hobi memancing.

Aku gegas mengambil meja kecil, yang sengaja ku simpan di sebuah saung kecil. Di sana kami para pedagang, biasanya menyimpan alat- alat kebutuhan untuk berjualan.

“mari bu, neng, adek adek beli es kul-kul nya. Harga murah, rasa di jamin enak.” Aku mulai menawarkan daganganku. Namun orang orang hanya tersenyum tanpa memilih singgah di lapak ku.

Ya allah, jangan sampai hari hari kemarin terulang lagi. Banyak utang yang harus ku bayar. Jendela yang pecah, sewa kontrakan, ah semua seolah menari nari di benakku.

“es kul – kul dua, Bu, yang harga lima ribuan.”

“saya juga dua, Bu, lima ribuan”

“saya satu, Mbak yang dua ribuan”

“Es kul – kul satu Neng, lima ribuan.”

Satu per satu pembeli mampir di lapakku. Ku layani setiap yang datang dengan senyum serta sapaan hangat.

Bukankah rezeki akan mudah datang pada orang yang senantiasa berbahagia?

Jangan banyak mengeluh, Maka Nikmat dan rezeki akan senantiasa datang tanpa di sangka - sangka.

Begitulah nasihat Bapak yang dulunya selalu dia dengarkan kepada kami anak – anaknya.

Magrib sudah menjelang, sang surya perlahan tenggelam. Gegas ku kemasi barang jualanku. Dari dua puluh tiga bungkus Es kul – kul yang ku bawa tersisa tiga bungkus harga lima ribuan . Syukurlah meski masih ada sisa, setidaknya aku mendapatkan uang hari ini.

🍌🍌🍌

Saat tiba di rumah, kulihat ibu mertua sudah menunggu di teras. Ternyata dia tak main – main dengan ucapnya tadi siang. Sudah pasti dia ingin menagih uang kontrakan.

“Assalamualaikum, Bu, mari masuk…”

“Tidak perlu basa basi mana uangnya?”

“Maaf bu Fira belum ada uangnya.”

“Jangan bohong kamu! Kamu kan baru pulang jualan, masa dia gak dapet duit.”

“Sungguh bu uang ini untuk moda jualan besok”

Tanpa ba- bi-bu, Ibu mertua langsung merebut paksa tas kecil di tanganku. Diambilnya beberapa lembar uang di dalamnya.

“Lho kok cuman ada seratus rib, kurang ini., Fira!” ucap ibu usai menghitung uang lembaran di tangannya.

“Fira hanya punya uang segitu, Bu. Belum lagi Fira harus ganti rugi jendela rumah Mbak Marni.”

“Lho mengapa”

“Nana di tuduh memecahkan jendela Bu.”

“Ibu sama anak sama saja bodoh mangkanya kamu ajarin anak kamu biar gak bandel “

“ Bukan Nana pelakunya, Bu, Nana di fitnah.” Aku tidak terima, anakku di katai begitu, meski oleh neneknya sendiri.

“Ah terserah! Uang ini Ibu ambil, sisanya harus kamu bayar secepatnya!” Ibu melempar kasar tas itu ke arahku.

“Jangan di ambil semua, Bu, uang itu untuk modal jualan besok .”

Aku berusaha menahan langkah ibu mertua yang hendak akan berlalu.

“Ini saja masih kurang banyak masih untung kamu tidak saya usir,minggir sana !” Ibu mertua mendorong tubuhku, aku terhuyung hampir saja terjerembah.

”Fira mohon Bu, jangan ambil semua. Jika Ibu tak kasian pada Fira tolong kasihanilah emas Deden, dia anak kandung ibu. Atau bahkan Nana, dia cucu Ibu.” Aku tah hentinya mengiba dan memohon kepada Ibu mertua. Harap, dia masih punya belas kasihan.

“Untuk apa aku peduli pada orang lain timpalnya, ketus.

“Mungkin Fira hanya orang lain di mata Ibu meskipun status Fira adalah menantu, bagian dari keluarga ibu juga. tetapi, Mas Deden, bukan orang lain, Bu, dia darah daging ibu, anak kandung Ibu. Tolong Jangan lakukan ini pada kami, Bu.”

“baik kamu ataupun Deden, sama – sama orang lain bagiku! Sudahlah minggir sana aku muak lihat wajah bod*h mu itu.

“Ini apa? Sini! Ibu mertua turut merampas kantung yang berisi sisa ceker mercon dari tanganku.

Sama – sama orang lain ? apa maksud kata – kata ibu mertua barusan?Ah entahlah, kepalaku terasa berdenyut hebat. Semua tampak menghitam, dengan langkah sempoyongan aku berjalan mauk ke dalam rumah.

Saat di dalam rumah, aku kembali di kagetkan dengan keberadaan Mas Deden yang sudah berada di lantai. Lelaki itu susah payah menyeret diri dengan mengesot. Gegas ku hampiri dia, meski kepalaku berdenyut tak karuan.

“Ya Allah, Mas Deden mau ke mana, mengapa tidak memanggil Fira, kalau perlu apa – apa panggil saja Fira emas, jangan menyusahkan diri sendiri seperti ini.”

“Mas mau menemui Ibu, Fir.”

“Ibu sudah pulang.” Ku bantu suamiku untuk berdiri, menuntunnya kembali masuk ke dalam kamar. Saat ingin merebahkan di kasur, tiba-tiba aku hilang keseimbangan.

Bruk ! kami jatuh bersamaan. Salah satu tanganku tertimpa Mas Deden, sakit sekali. Sepertinya tanganku terkilir. Melihat aku meringis kesakitan , Mas Deden susah payah mengalihkan tubuhnya dariku.

“kamu tidak apa-apa,Fira?” Mas Deden meraih tanganku memijatnya dengan pelan. “ayo luruskan tangan mu Fira”

Mas Deden dengan telaten mengurut tanganku, sementara aku masih meringis menikmati setiap rasa sakit yang kian menjalar. Sudahlah sejak tadi kepala berdenyut- denyut, sekarang tanganku justru terkilir, lengkap sudah.

“masih sakit, Fir” Tanya Mas Deden beberapa menit kemudian. Aku menggeleng. Sakit di tanganku berangsur hilang, meski masih terasa ngilu, namun bisa ku tahan.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!