NovelToon NovelToon

Cinta Lama Bersemi Kembali

Cinta Lama Bersemi Kembali

Awal perkenalan Airish dan Delilah biasa saja, entah kenapa rasanya begitu menyesakkan sejak berpisah. Mungkin inilah yang disebut dengan "cinta".

Berbagai rintangan menghadang, meminta dibayar dengan nyawa dan tetesan air mata.

Yaa... Namanya jodoh, walaupun terpisah jarak dan waktu, walaupun banyak yang menghalangi, akhirnya kembali bersama.

Biar saja anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu!!

Pemuda Misterius

Menjelang audisi pementasan seni budaya dan bakat, Delilah terpaksa mengikuti kursus biola lebih intensif lagi. Orang tuanya sangat berharap agar putri kesayangannya lolos audisi dan tampil di konser musik bertaraf internasional.

"Sayang, jangan lupa bawa biolamu! Sepulang sekolah, engkau harus pergi ke sanggar untuk melanjutkan kursus biola. Waktu pementasan tinggal dua Minggu lagi!"

Selvi begitu antusias untuk kemajuan putri kesayangannya, hingga tidak disadarinya hal ini membuat Delilah tertekan.

"Iya, mama. Delilah sudah meletakkannya di kursi belakang mobil mama."

Memang sedari pagi tadi Delilah telah meletakkan biola kesayangannya ke dalam mobil Lamborghini yang biasa dibawa oleh mamanya untuk mengantar Delilah ke sekolah.

Jam lima sore, Selvi menjemput Delilah di sanggar seni. Dalam perjalanan pulang, tatkala mobil yang dikendarainya berhenti di lampu merah, Delilah melihat seorang pengamen yang memainkan biola dengan lagu armada yang sedang viral. Permainan biola pemuda itu begitu merdu, seperti dimainkan oleh orang yang telah mahir dalam bermain biola.

"Wow! Benar-benar hebat pemuda itu, permainan biolanya begitu enak didengar!. Kok bisa ya, anak jalanan itu memainkan biola layaknya pemain biola yang mahir?"

Delilah begitu kagum menyaksikan pengamen lampu merah yang bermain biola sambil bernyanyi. Lalu Delilah membuka kaca jendela lebih lebar agar bisa memberikan selembar uang dua puluh ribuan yang merupakan uang jajannya yang tidak terpakai hari ini.

Airish tersenyum melihat Delilah mengeluarkan uang itu dan melepaskannya. Airish segera mengejar uang kertas itu yang berterbangan ke arah seberang jalan.

Seperti biasa, setelah Delilah pulang ke rumah, Delilah pergi ke taman kota untuk bermain dan jajan makanan ringan yang dijual oleh pedagang keliling.

Ada sebuah jajanan favorit yang biasa Delilah beli dari seorang pedagang keliling yang menggunakan gerobak dengan ciri khasnya. Tidak lain makanan kesukaan Delilah adalah Cilok dengan bumbu racikan khusus.

"Bang, seperti biasa ya? Cilok lima buah tanpa kuah, tanpa cabe. Saos dan kecapnya sedikit kental!"

"oke nona, Abang tidak lupa kok racikan kegemaran nona"

Karena Delilah setiap hari membeli cilok dengan pedagang itu, tentu saja pedagang tersebut hafal dengan kebiasaan Delilah.

Tanpa Delilah sadari, di sebelah pedagang cilok itu berdiri seorang pemuda yang membawa biola di tangannya. Tidak salah lagi! dialah yang tadi Delilah lihat mengamen di lampu merah.

"Bang, aku duluan ya? Tidak lupa kan? kecap dan saosnya lebih kental!. Jangan di kasih kuah dan tanpa sambal ya?"

"Eh elo ikut-ikutan saja! Loe copas pesanan aku ya?"

Di dalam hati Delilah bertanya -tanya. Apakah pemuda ini yang tadi dilihatnya mengamen di lampu merah? Kenapa dia ada disini?

Delilah tidak menyangka ternyata pemuda yang mengamen di lampu merah itu dilihatnya ada di taman tempat Delilah biasa bermain.

"Enak saja bilang saya copas. Saya memang suka dengan racikan seperti ini. Tanya saja sama abang cilok. Benar kan bang?"

"Iya, benar. Memang racikan nona Lila dan den Iris sangat sama. Apakah kalian telah lama kenal? Sepertinya kalian sangat kompak ya? Hobinya sama, racikan makanannya juga sama."

Airish dan Delilah saling menatap, sama-sama bingung. Mereka tidak pernah saling bertemu sebelumnya, bagaimana mungkin abang cilok mengatakan bahwa mereka telah lama saling kenal?

"Bocah! Bukankah engkau yang tadi mengamen di lampu merah? Selamat ya, permainan biolamu telah menyentuh hatiku. Aku akui bakat bermain biolamu sungguh luar biasa!"

"Apakah aku mengenalmu? Oh.. Ya. Sekarang aku ingat! Ternyata nona yang telah memberikan uang selembar dua puluh ribuan di lampu merah tadi bukan? Terimakasih atas pujiannya, tetapi nona telah memberikan uang terlalu banyak! Aku biasanya memperoleh uang dua puluh ribu setelah mengamen seharian. Sebaiknya aku kembalikan saja uang nona"

Airish mengeluarkan uang dua puluh ribuan dari kantong celananya.

Delilah menolaknya dan segera meninggalkan Airish setelah menerima sebungkus cilok dari pedagang cilok itu.

"Simpan saja uang itu, nanti aku ingin memintamu memainkan biolamu untukku!"

"Nona! Jangan pergi dulu! Engkau belum memperkenalkan namamu!"

Sambil berlalu, Delilah meneriakkan namanya.

"Namaku Delilah...”

Airish tersenyum dan mengambil cilok pesanannya. "Bang, tadi abang memanggilnya non Lila. Kenapa dia memperkenalkan namanya Delilah?"

"Iya den. Namanya memang Delilah! Abang biasa memanggilnya non Lila saja. Eh den, apakah aden mengenal papanya non Lila? Pak Antono papanya non Lila adalah developer perumahan mewah di wilayah ini!. Pak Antono sangat selektif atas pergaulan putrinya! Saran abang sih, sebaiknya den Irish segera menjauhi non Lila. Jangan sampai pak Antono mengetahui kalian berteman, abang khawatir nanti abang dilarangnya berjualan di sini lagi!"

"Yaah abang, jangan lebay deh...! Lagian, siapa juga yang mau berteman dengannya? memang sih, kebanyakan orang kaya seperti mereka selalu memandang rendah orang miskin seperti kita."

Airish pergi meninggalkan pedagang cilok dan menyantap cilok yang telah dibelinya sambil membawanya keatas pohon jambu biji yang memiliki dahan kuat. Airish kembali memainkan biolanya dari atas pohon jambu biji tersebut.

Dari kejauhan, Delilah mendengar musik biola yang sedang dimainkan oleh Airish.

"Dari mana asal suara musik biola itu? Sepertinya aku pernah mendengarnya. Merdu sekali lagu yang sedang di mainkannya! Oh iya! Ini irama biola yang pernah ku dengar di lampu merah! Pasti pemuda itu yang sedang memainkannya!"

Delilah mencari sumber suara itu dan dilihatnya di atas pohon jambu biji ada Airish yang sedang memainkan biolanya. Delilah segera memanjat pohon jambu biji itu mendekati Airish dan duduk disebelahnya.

Melihat kedatangan Delilah, Airish menghentikan permainannya.

"Nona Lila, apakah permainan biola ku bagus?"

"Bagus apanya? Bisanya cuma copas! Pemain biola profesional tidak menyanyikan lagu ciptaan orang lain! Apakah engkau tidak memiliki satu lagu pun yang telah engkau ciptakan sendiri?"

"Belum ada sih, tapi tunggu! Besok aku akan menciptakan sebuah lagu khusus untukmu! Itupun jika engkau sudi mendengarnya"

"Baik, besok aku akan kembali kemari! Awas ya kalau engkau membohongiku, aku tidak akan menemuimu lagi!"

"Siap nona, aku pasti menepati janjiku! Datanglah besok kesini. Aku akan menciptakan sebuah lagu malam ini, besok akan kutunjukkan kepadamu!"

Delilah hendak meninggalkan Airish karena hari sudah menjelang Maghrib.

"Hei! Engkau belum memberitahu namamu! Apakah engkau tidak memiliki nama?"

"Hahahaha. Namaku Airish! Sudah sana pulang! Nanti dicariin mama nona!"

"Jumpa lagi besok, Airish! Eh, sebenarnya engkau tinggal dimana?"

"Disana! Di dalam terowongan itu tuh! Engkau bisa melihatnya dari sini kan?"

"Masak tinggal disana? Memangnya engkau tidak punya rumah?"

"Aku sudah tidak punya rumah lagi sejak ayah dan ibuku meninggal karena kecelakaan"

Sambil berlalu, ada perasaan simpati dari hati Delilah. "Malang benar nasib pemuda itu, sayang sekali! Sepertinya dia telah kehilangan harta dan keluarganya! Aku melihat dari keahliannya dalam bermain biola, sudah pasti orang tuanya telah membekalinya sebelum meninggalkannya"

Setiap hari ketika melihat Airish mengamen di lampu merah, Delilah selalu mengeluarkan selembar uang untuk Airish.

Juga setiap sore, Delilah selalu menemui Airish di taman kota.

Setelah beberapa kali bertemu, akhirnya mereka menjadi akrab, bahkan mereka saling menyukai.

Orang Tua Tidak Merestui

"Mana janjimu yang akan menciptakan sebuah lagu untukku?"

Delilah menagih janji yang pernah Airish katakan.

"Baiklah, dengarkan baik-baik ya?" lalu Airish mulai memainkan biolanya.

Lagu yang di ciptakan oleh Airish berisi puisi yang menceritakan tentang dua kekasih terpisah karena orang tua tidak merestui.

Delilah mendengarkan lagu itu yang diiringi dengan musik biola, dirinya terbawa oleh perasaan. Sesekali Delilah mengusap air matanya tetapi tidak diketahui oleh Airish.

Delilah mencoba mengikuti Airish bernyanyi. Memang lagu ini baru pertama kali di dengarnya, makanya terkadang Delilah menyanyikan dengan lirik yang berbeda. Memang benar Airish baru menciptakan lagu ini khusus untuk Delilah.

Setelah Airish mengakhiri lagunya, Airish tidak dapat menahan air matanya keluar membasahi pipinya.

"Waah.. Luar biasa Airish! Engkau layak menjadi bintang!" Kemudian Delilah memeluk Airish dan mengusap air matanya.

"Airish, engkau harus mengajarkan kepadaku lagu ini sekarang juga. Akan ku kenang lagu ini untuk selamanya, dan aku tidak akan mempublikasikan lagu ini. Ku harap engkau juga tidak mempublikasikan lagu ini, karena dengan lagu inilah nanti kita akan tetap bersama."

"Delilah! Hati -hati!" Tiba-tiba Delilah terpeleset dari dahan pohon jambu biji dan hampir jatuh. Untunglah Airish sempat meraih pergelangan tangan Delilah, dan menyelamatkannya. Hanya saja, gelang yang dipakai Delilah menjadi patah!

"Uhuu... Gelang kesayanganku patah... Padahal ini gelang pemberian nenek Lila saat Lila ulang tahun!" Delilah menangis tersedu-sedu meratapi gelang kaca berwarna merah miliknya patah.

Airish ikut sedih melihat Delilah menangis, dalam hatinya berniat untuk membelikan gelang baru yang mirip dengan gelang milik Delilah.

Delilah pulang ke rumahnya dan Airish pergi ke pasar untuk mencari gelang yang mirip dengan gelang yang patah itu.

Dalam perjalanan, Airish di cegat oleh seorang berandalan yang meminta setoran atas mengamen di wilayah kekuasaannya.

Airish tidak memberi tahu tempat Airish menyimpan uang untuk membeli gelang.

"Bocah! Mana setoran hari ini? Tinggal kau saja yang belum nyetor kepada aku!"

"Ini bang, cuma segini yang ku dapat hari ini. Hari ini aku kurang beruntung, bang!"

"Apa-apaan ini? Cuma tujuh ribu lima ratus rupiah? Kau sudah membuatku marah!" Lalu pemuda berandalan itu merebut biola milik Airish dan menghancurkannya.

Airish tidak bisa berbuat apa-apa, melawan juga tidak mungkin bisa, karena postur tubuh pemuda itu tinggi, kekar dan bertatto. Airish hanya bisa meratapi kesialan yang telah dialaminya.

Airish melanjutkan pergi ke pasar, dan ternyata di temukanlah pedagang yang menjual gelang kaca yang mirip dengan gelang milik Delilah.

"Berapa harga gelang ini pak?"

"Yang ini harganya dua puluh lima ribu per set"

"Di bungkus ya pak? Ini uangnya"

Airish membawa gelang itu pulang, dia berencana untuk memberikannya kepada Delilah besok saat berada di taman.

Keesokan harinya Airish bertemu dengan Delilah di taman dan Airish memberikan gelang yang telah dibelinya kemarin.

"Woow! Bagus sekali gelangnya, pas lagi di pergelangan tanganku. Aku akan selalu memakainya sampai kapanpun! Terimakasih Airish"

"Aku senang kau menyukainya."

"Eh Airish, tumben engkau tidak membawa biolamu? Apakah engkau sudah bosan bermain biola? Lalu sekarang engkau mengamen pakai apa?"

"Biolaku telah rusak, di hancurkan oleh Pandu yang biasa sebagai pemalak di pasar. Padahal biola itu satu-satunya peninggalan dari ibuku dan hanya dengan biola itulah aku mencari nafkah"

"waah, sayang sekali. Oh iya. Apakah engkau bisa memperbaiki biola? Aku memiliki biola lama yang telah rusak. Jika engkau bisa memperbaikinya, akan kuberikan kepadamu"

"Dengan senang hati aku menerimanya. Aku telah biasa memperbaiki biola"

"kalau begitu, tunggulah sebentar disini. Aku akan segera kembali"

Tidak lama Delilah meninggalkan Airish, Delilah kembali dengan menenteng sebuah biola. Tanpa disadarinya ternyata mama Delilah mengawasi gerak-gerik Delilah.

Selvi tidak menyukai putrinya bergaul dengan gelandangan, dan berusaha untuk menjauhkan putrinya dari Airish. "Ternyata selama ini Delilah bermain dengan berandalan jalanan! Aku harus membawa Delilah jauh dari berandalan itu!"

"ini Airish, biola yang ku maksud tadi. Biola ini adalah biola pertama yang kumiliki, makanya tetap ku simpan walaupun aku tidak memakainya lagi. Sekarang biola ini akan kuberikan kepadamu"

"terimakasih Delilah, biola pemberianmu ini sangat bermanfaat bagiku. Aku akan segera memperbaikinya"

Orang tua Delilah mengetahui bahwa putrinya telah menjalin hubungan dengan seorang pemuda yang tinggal di pemukiman kumuh. Untuk memisahkan mereka tanpa menyakiti perasaan putrinya, Selvi dan Antono berencana untuk pindah rumah keluar kota.

Pagi harinya Selvi dan Antono sudah bersiap-siap untuk pindah rumah. Delilah yang sudah siap untuk berangkat ke sekolah, tidak menyangka bahwa hari ini dia tidak pergi ke sekolah melainkan pindah rumah keluar kota.

"Apa-apaan sih ma? Masak kita pindah rumah tanpa memberitahu kepadaku sebelumnya?"

Selvi sengaja tidak memberi tahu kepada Delilah agar Delilah tidak meninggalkan jejak kepada pemuda berandalan itu.

"mama juga tidak menyangka, sayang. Papamu di pindahkan tugas oleh direktur perusahaan untuk memimpin perusahaan di Bandung, kabar inipun baru di sampaikan semalam"

Dalam perjalanan, ketika tiba di lampu merah, Delilah melihat Airish sedang mengamen. Seperti biasa, Delilah mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan. Tapi kali ini uang kertas itu di tulisnya nomor telepon dari handphone miliknya.

"Airish! Telpon akuu!!..." Delilah berteriak kepada Airish sambil memberikan selembar uang itu.

Tanpa persiapan untuk berpisah, Delilah hanya bisa meninggalkan nomor telepon kepada Airish. Delilah dan Airish sempat mengutarakan janji untuk setia menunggu pertemuan mereka kembali.

Airish sempat bengong melihat Delilah tiba-tiba menyuruhnya menelepon sambil menunjuk ke arah uang kertas. Karena terdiam sesaat, uang kertas itu direbut oleh Pandu yang pernah memalaknya.

Airish berusaha merebut kembali uang kertas itu, Pandu di kejarnya walau berlari kemanapun, bahkan melompati pagar tembok juga tetap diikutinya. Airish menyadari bahwa nomor telepon itu adalah satu-satunya jejak untuk bertemu kembali dengan Delilah.

Hampir saja Pandu ditangkapnya, tetapi meleset! Hanya baju bagian belakang Pandu saja yang sobek, terlihat bekas luka pada punggungnya. Pandu berhasil kabur, dan Airish tetap berusaha mengejar hingga pada jalan perempatan, Airish tidak mengetahui kalau tiba-tiba ada sebuah mobil yang berjalan dan menabrak dirinya!

Karena benturan yang cukup keras, Airish tidak sadarkan diri dan di bawa ke rumah sakit oleh Shinta si pengendara mobil yang menabrak Airish.

Di rumah sakit, Yohanes suaminya Shinta telah datang karena Shinta telah menelepon agar suaminya datang.

Di sana juga telah hadir beberapa petugas dari Polsek untuk menginterogasi pelaku penabrakan dan korban. Karena korban belum siuman, maka kedua petugas kepolisian itu terpaksa harus menunggu sampai korban sadarkan diri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!