"Mas, malam ini kamu pulang cepet ya!" ujar Zicka sambil mengulas senyum.
"Liat aja ntar," ketus Marcel dingin membuat jantung Zicka rasanya bergemuruh.
Lagi-lagi sikap dingin Marcel yang ia dapatkan. Namun, Zicka tetap berusaha untuk sabar. Mungkin Marcel sedang ada masalah pikirnya.
"Ayolah Mas, masa' pulang larut terus. Dulu gak segitunya deh. Masih sempat buat kumpul keluarga, tapi sekarang kok susah banget. Sibuk terus. Sampai nggak ada waktu untuk anak dan istri," protes Zicka sambil memasang mimik cemberut.
Bila dulu Zicka bersikap demikian, maka Marcel akan segera memeluk dan menciumi pipinya, ia harap saat ini pun masih. Walaupun ia sedikit ragu mengingat sifat dan sikap suaminya saat ini hampir berubah 180°.
"Namanya juga sibuk," ketus Marcel lalu pergi meninggalkan kopinya yang belum disentuh sedikitpun.
"Selalu aja gitu. Apa salah kalo aku minta waktu untuk kumpul bareng. Anak istri itu bukan hanya butuh duit, tapi juga butuh kehadiran seorang suami sekaligus ayah anak-anaknya," keluh Zicka saat Marcel telah menghilang dari pandangannya.
Raut wajah cemberut tadi seketika berubah menjadi berkaca-kaca. Hatinya bertanya-tanya, apakah gerangan yang membuat sikap suaminya berubah seperti ini?
Hari ini adalah hari anniversary pernikahan mereka yang ke 4 tahun. Jadi Zicka ingin merayakannya walau hanya mereka bertiga saja, Zicka, Marcel, dan Meyra. Tapi keinginannya pupus sudah.
Entah kenapa, 2 tahun ini sikap suaminya benar-benar ketus. Zicka tahu, memang dari dulu sifat suaminya seperti itu, Marcel itu agak egois, tapi ia tak tahu kenapa makin hari sikapnya bukan hanya makin egois, tapi juga ketus, dan kasar. Tak pernah mau mengalah apalagi mengaku salah.
Setiap melakukan kesalahan, bukannya mengaku salah, justru sebaliknya menyalahkan dan marah-marah. Ia tak segan melayangkan tangan atau melempar apapun yang ada di hadapannya. Sikap Marcel terkadang membuat Zicka frustasi, namun ia sadar ia memiliki seorang putri yang harus ia lindungi. Oleh karena itu, ia berusaha untuk terus bertahan. Walaupun ia tak tahu sampai kapan batas kesabarannya ini diuji. Ia hanyalah perempuan biasa. Hatinya tak seluas samudera. Bila rasa sakit ini terus-menerus dipupuk, bukan tidak mungkin ia akan menyerah.
Tok tok tok ...
"Pagi, Ka," sapa Marvin saat pintu telah terbuka lebar. Marvin adalah adik dari Marcel. Usianya tak jauh berbeda dari Zicka.
"Eh, kamu Vin. Pagi juga. Tumben nih pagi-pagi dah datang," sahut Zicka sambil mempersilahkannya masuk.
"Taraaa ... Aku bawain ini nih buat kamu."
Marvin pun memberikan sebuah bingkisan pada Zicka. Zicka menerimanya dengan senang hati. Sebaik itulah Marvin. Ia begitu peduli dan perhatian dengan Zicka dan juga Meyra, keponakan kesayangannya.
"Apa nih Vin?" Tanya Zicka penasaran.
"Dah, buka aja!" jawab Marvin sambil mengulum senyum.
"Wah, mie ayam. Tau aja aku sama Meyra belum sarapan," seru Zicka sambil tersenyum lebar.
"Tau donk, aku kan ... oppps. Ah gak jadi. Hehee ..."
"Aku kan apa, ayo selesain kata-katamu tadi!" perintah Zicka dengan mata melotot pura-pura galak.
"Mau tau aja atau mau tau banget?" goda Marvin seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Iii ... mata oom ada cacingnya ya, kedip-kedip ke mama," celetuk Meyra dengan wajah polosnya.
"Iya, bener, di mata oom banyak cacingnya tuh soalnya jarang mandi. Hehehe ..." Zicka terkekeh geli ikut menimpali.
"Enak aja jarang mandi, oom rajin mandi yeee malah udah kayak makan, bisa 3x sehari, biar wangi terus. Kalo nggak percaya nih cium-cium," Marvin mendekatkan tubuhnya ke Zicka supaya Zicka mencium aroma tubuhnya yang wangi namun Zicka malah berlari-lari sambil menertawakan Marvin. Meyra pun ikut menertawakan Zicka dan Marvin yang sedang berkejar-kejaran.
Ya, Marvin memang sangat baik. Sikap Marvin selalu dapat membawa kebahagiaan bagi Zicka dan Meyra. Malah Meyra cenderung lebih dekat dengan Marvin dibanding Marcel. Saat sakit pun, Meyra bukannya ingin bertemu Marcel, tapi justru ingin bertemu sang paman, Marvin. Marvin akhirnya menemani Meyra layaknya seorang ayah padahal statusnya hanya paman Meyra. Kehadiran Marvin membawa kehangatan yang selama ini Zicka rindukan. Bahkan tanpa sepengetahuan Marcel, Marvin memiliki panggilan tersendiri pada Zicka, yaitu Icka. Bila di depan Marcel ia memanggil seperti biasa, Zicka, tapi di belakang ia memanggilnya Icka. Zicka pun tak pernah mempermasalahkan itu.
"Vin, kok cuma beli 2 bungkus? Emang kamu udah sarapan?" tanya Zicka sambil memakan mie ayam miliknya.
"Belum sih, tadi kehabisan, cuma pas-pasan sisa 2 bungkus aja," jawab Marvin dengan tersenyum sambil memperhatikan kedua ibu dan anak itu menyantap mie ayamnya.
"Duh, maaf aku gak tau. Kalo tau tadi, sudah aku bagi 3 sama kamu mie ayamnya," ujar Zicka merasa sedikit menyesal dan tak enak hati.
"Udah, nggak papa. Makan aja yang penting kamu dan Meyra kenyang," ujar Marvin yang tak begitu mempermasalahkannya.
"Hmmm ... gimana kalo kamu makan yang aku aja, aku juga nggak terlalu laper kok dari pada entar nggak habis," tawar Zicka pada Marvin yang justru mengerutkan keningnya kemudian ia tersenyum menyeringai.
"Nggak mau kalo ambil yang kamu, tapi kalo makan berdua aku mau," jawab Marvin yang sontak membuat wajah Zicka memerah, suaminya saja enggan makan sepiring berdua dengannya eh malah adiknya, Marvin dengan senang hati mau makan berdua dengannya.
"Ka-kamu serius?" Tanya Zicka terbata.
Tanpa basa-basi, Marvin menarik mangkok mie ayam yang ada di hadapan Zicka dan memakannya dengan lahap sambil sesekali menyuapi Zicka.
Meyra tak pernah protes sikap pamannya itu, justru sebaliknya kehadiran pamannya itu selalu Meyra nantikan.
"Eh Vin, emang kamu gak kerja hari ini, ini udah jam 8 lho," tukas Zicka mengingatkan.
"Itulah enaknya punya usaha sendiri Ka, mau datang kapan aja bebas. Yang penting karyawan aku udah tau jadwal buka tutup tokonya. Nggak kayak kak Marcel, kerjanya terikat waktu, jadi nggak punya waktu walau sekadar untuk kumpul sama anak dan istri sendiri," ucap Marvin santai namun begitu menusuk relung hati Zicka yang memang sedang tidak baik-baik saja.
Tanpa Marvin sadari, ucapannya itu membuat Zicka sedih. Bukan sedih karena tersinggung, tapi karena memang begitulah kenyataannya. Bekerja dengan orang lain, membuat suaminya sulit untuk menyisihkan waktu walau untuk berkumpul dengan anak dan istri sendiri. Pergi pagi-pagi sekali dan pulang begitu larut. Bahkan Meyra sering bertanya-tanya tentang ayahnya yang jarang ia jumpai.
'Mas, apa kau tak pernah merindukan kami, istri dan anakmu? Kami merindukanmu, Mas. Sangat.' batin Zicka bermonolog.
...***...
Hai kak, mungkin di sini ada pembaca setia othor dari zaman baheula dan pernah baca cerita ini. Cerita ini pernah othor publish, tapi dah lama banget dan sudah othor hapus. Tapi sekarang mau othor publish lagi setelah revisi.
Selamat membaca. Semoga suka. ❤️
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
Hari sudah malam, jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 tapi Marcel belum juga pulang ke rumah. Padahal dulu biasanya setiap pukul 5 sore, ia telah pulang. Paling telat pun sebelum maghrib ia sudah tiba di rumah. Jadi setelat-telatnya Marcel pulang, mereka masih sempat mengerjakan sholat maghrib bersama. Entah karena kesibukannya yang sudah makin bertambah atau ada hal yang lain yang dilakukannya, Zicka tak tahu.
Dulu bila Marcel tiba-tiba harus lembur atau pulang malam, ia selalu menyempatkan berkirim kabar baik via telfon maupun sms atau zaman sekarang via whatsapp. Tapi sekarang, boro-boro memberi kabar pun tidak, telfon atau chat dari Zicka pun tak pernah lagi direspon.
Mengapa Marcel begitu berubah? Mengapa ia seakan sudah tak peduli lagi pada istri dan anaknya? Sikapnya sungguh membuat Zicka bertanya-tanya, apakah yang telah membuat suaminya itu berubah sedemikian rupa?
Tring ...
Sebuah pesan masuk ke aplikasi perpesanan di ponsel Zicka. Awalnya Zicka pikir itu Marcel, tapi ternyata harapan tinggallah harapan. Justru Marvin lah yang mengiriminya pesan.
Marvin : "Hai Ka, lagi ngapain?"
Me : " Nggak lagi ngapa-ngapain."
Marvin : "Emang kak Marcel belum pulang?"
Me : "Belum."
Marvin : "Udah hampir jam 10 kok belum pulang. Apa dia lembur?"
Me : "Nggak tahu."
Marvin : "Kok jutek amat sih?"
Me : "Nggak jutek ah, cuma lagi badmood aja."
Marvin : "Udah ah badmoodnya, nanti cantiknya hilang lho!"
Me : "Biarin."
Marvin : "Ihhh juteknya ... Entar cepet tua juga terus dikirain oma nya Meyra, mau?"
Me : "Apa sih enak aja dipanggil oma. Iya kalo aku dipanggil oma, kamu opa nya."
Marvin : "Nggak papa asalkan oma nya kamu."
Me : "?@($_-"
Marvin : "Ka, udah makan malam belum?"
Me : "Belum."
Marvin : "Lho kok belum, nanti sakit magh mu kambuh lho!"
Me : "Biarin, nggak ada yang peduli juga."
Marvin : "Kata siapa gak ada yang peduli?"
Me : "Tuh liat kakak kamu, ngasi kabar kenapa belum pulang pun nggak mau, apa namanya itu kalo bukan nggak peduli."
Marvin : " Mungkin kak Marcel sibuk. Tapi kan aku peduli sama kamu, Ka. Kalo nggak peduli nggak mungkin aku belain chat malam-malam keq gini."
Me : "😭😭😭"
Marvin : "Lho kok nangis? Please, jangan sedih ya! Kalo kamu mau apa-apa atau butuh sesuatu hubungin aku aja. Aku selalu siap sedia kok. Atau kamu lagi pingin makan sesuatu?"
Me : "Iya sih, ada yang pingin. Tapi udah malam, gimana mau belinya. Mau keluar nggak bisa bawa motor, mau g'food, tadi dah lihat-lihat gak ada, giliran ada eh jauh-jauh semua kan kasian abang ojolnya kalo anter jauh-jauh. Mau minta beliin Mas Marcel sekalian pulang kerja, boro-boro dibeliin, dari tadi chat nanyain pulang jam berapa dibaca aja nggak apalagi dibales, gimana mau nitip coba."
Marvin : "Emang kamu pingin apaan sih?"
Me : "Pingin martabak telor bebek."
Me : "Vin ..."
Me :" Marvin, kamu tidur ya?"
"Ikh pasti tidur nih anak. Dia yang ajakin chat, giliran dibales, eh dia malah ngilang, pasti udah molor tuh. Hmmm ... apa lagi udah hampir jam 11. Duh, Mas Marcel mana sih kok belum pulang juga! Aku coba telfon aja lah."
"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau di luar jangkauan, mohon hubungi beberapa saat lagi."
"Duh, kemana sih kamu Mas kok gak bisa dihubungin," gumam Zicka mulai frustasi karena mengkhawatirkan keadaan Marcel yang tak kunjung bisa dihubungi.
tok tok tok...
"Nah, itu mungkin mas Marcel."
Zicka pun segera membuka pintu, "Mas kamu kok pul ... eh kamu Vin, kirain aku mas Marcel. Kenapa kamu malam-malam kesini, aku kira kamu tadi udah ketiduran sampai nggak bales-bales chat aku lagi."
"Nih, ambil! Dimakan ya! Aku nggak mau kamu sakit." Marvin memberikan sebuah kantong yang entah apa isinya.
"Apa ini, Vin?" Tanya Zicka penasaran.
"Buka aja," ujar Marvin sambil tersenyum manis.
"Martabak telor? Astaga, jadi kamu tadi ngilang karena mau beliin aku martabak telor ya?" tanya Zicka dengan mata yang sudah berkaca-kaca yang hanya dijawab dengan senyuman oleh Marvin.
"Makasih banyak ya, Vin." Tiba-tiba saja air mata Zicka mengalir sendiri dari sudut matanya. Ia benar-benar terharu dengan sikap Marvin yang tak terduga.
"Udah, nggak usah pake terharu gitu," ucap Marvin sambil menyeka air mata Zicka yang sudah mengalir di pipi.
"Aku kan udah bilang, kalo kamu mau apa-apa atau butuh sesuatu, hubungin aja aku, aku pasti akan selalu siap sedia. Ya udah, aku pulang dulu ya!" Pamit Marvin yang segera berlalu dari hadapan Zicka lalu melambaikan tangan.
"Nggak mampir dulu, Vin?" Pekik Zicka membuat Marvin menoleh.
"Nggak usah, udah malem, entar orang kirain kita ngapa-ngapain. Bye Ka, selamat makan and selamat malam. Udah makan, segera tidur ya," ucap Marvin sambil melambaikan tangan lagi sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Zicka.
"Marvin, seandainya mas Marcel sebaik kamu, pasti aku akan jadi wanita yang paling bahagia di dunia ini. Sayangnya itu hanya mimpi," gumam Zicka yang masih berdiri di depan pintu. Setelah itu, ia pun segera masuk ke dalam rumah.
Lalu Zicka segera mengambil piring dan memasukkan martabak plus kuahnya ke dalam piring dan mulai memakannya dengan lahap. Meyra sudah tertidur lelap jadi ia tidak membangunkannya untuk mengajak makan bersama. Sesekali ia terhenti dari makannya saat mengingat entah dimana keberadaan suaminya saat ini. Tak ada kabar sama sekali. Seakan lupa ia memiliki anak dan istri yang selalu menanti kepulangannya di rumah.
Selesai makan, Zicka pun segera membereskan peralatan makannya barusan dan langsung mencucinya. Setelah itu, ia pun kembali ke kamar dan mengetikkan sebuah pesan untuk Marvin.
Me : "Vin, makasih banyak ya untuk semuanya."
Marvin :" Sama-sama."
Hari sudah makin larut, bahkan jarum jam pun sudah menunjukkan pukul 11 lewat. Namun Zicka masih saja terjaga. Ia tak dapat memejamkan matanya walau sejenak karena terus teringat pada sang suami yang tak juga menunjukkan tanda-tanda akan pulang. Ia pun mengisi waktunya dengan membaca novel online untuk mengusir rasa suntuknya. Selain itu, ia harap dengan membaca bisa membuat matanya segera mengantuk sehingga ia bisa segera tertidur lelap seperti Meyra.
Percuma juga menunggu Marcel pikirnya, suaminya itu saja tak mau menghubunginya sama sekali. Namun, ternyata rasa khawatirnya lebih besar dari pada ego untuk tak mempedulikan suaminya. Ia khawatir terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada sang suami, jadi Zicka pun sesekali berusaha menghubungi Marcel kembali walaupun yang menjawab masih saja mesin operator provider. Zicka hanya bisa menghela nafas seraya berdoa, semoga saja suaminya baik-baik saja dimana pun berada.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam, tapi tanda-tanda kepulangan Marcel belum juga ada. Sudah berkali-kali Zicka mencoba menghubungi tapi tetap saja jawabannya nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan. Di chat pun percuma, hanya centang satu. Pesan yang sebelumnya dikirim pun boro-boro dibalas, dibaca juga tidak.
"Sebenarnya kamu kemana sih mas? Kamu anggap aku dan anak kamu ini apa sampai kamu seperti udah nggak peduli lagi sama kami. Ingin tidur duluan, takutnya kamu tiba-tiba pulang. Mau tak mau aku terpaksa menunggu, entah sampai jam berapa," gumam Zicka yang sudah mulai bosan menunggu.
Namanya istri, walaupun enggan tetap saja dilakukan. Semua demi bakti sebagai seorang istri. Walaupun kadang dianggap sepele, tapi yang di atas tahu bagaimana perjuangan seorang istri untuk menunjukkan baktinya pada sang suami.
kreeeekkkk ...
Suara pintu dibuka.
"Ah, itu suara pintu! Sepertinya Mas Marcel sudah pulang. Ah, ternyata benar!" Serunya kegirangan saat melihat Marcel membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
Rasa kesalnya menguap begitu saja. Ia pikir, suaminya pasti sangat lelah setelah bekerja siang malam demi mencukupi kebutuhan mereka, anak dan istrinya.
Tanpa basa-basi Zicka pun segera menghampiri Marcel lalu mencium punggung tangannya dan menyambut tas Marcel untuk ia letakkan di tempatnya.
"Mas mau mandi ?" Tanya Zicka lemah lembut dan senyum yang terus merekah di bibir berharap sikap lembutnya dapat membuat Marcel balas tersenyum.
"Nggak," sahutnya datar.
"Atau mau minum sesuatu?" Tawar Zicka lagi. Mungkin saja saat ini Marcel sedang kehausan.
"Nggak usah! Aku mau langsung tidur aja," sahutnya datar tanpa menoleh lagi.
"Hmmm ... " Sahut Zicka dengan gumaman saja. Ia sudah kehilangan kata.
Ada rasa nyeri di dada Zicka. Rasa nyeri yang tak sanggup ia katakan. Hanya mampu memendam. Apalagi yang bisa ia coba selain bersabar. Tidak mungkin pula ia langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang ia yakini akan berujung pertengkaran. Apalagi hari sudah begitu larut.
Zicka pun mengekori Marcel hingga ke kamar. Ia segera mangambilkan baju ganti untuk Marcel. Setelah berganti pakaian, Marcel dan Zicka segera membaringkan tubuhnya di ranjang milik mereka.
"Mas...!" Panggil Zicka pelan saat tahu Marcel belum tertidur.
"Hhmmm..." Sahut Marcel belum tanpa menoleh sama sekali.
"Kok pulangnya larut banget?" tanya Zicka hati-hati.
"Mau aku bilang berapa kali sih, aku itu sibuk," ketus Marcel dengan suara meninggi membuat Zicka terkejut setengah mati. Zicka menghela nafas, berusaha untuk tetap bersabar.
"Ya sesibuk-sibuknya kan nggak mungkin sampai pulangnya larut terus kayak gini, Mas. Belum lagi pagi-pagi bener Mas udah harus berangkat lagi, masa' waktu istirahatnya bentar banget. Libur juga sudah lama nggak ada." Zicka mengungkapkan unek-uneknya sambil memilin jemarinya karena gugup
"Langsung aja ke intinya, kamu nggak percaya sama aku, hah?" Bentak Marcel yang langsung duduk menghadap Zicka dengan tatapan mengintimidasi.
Melihat Marcel duduk, Zicka pun ikut duduk sehingga mereka kini duduk saling berhadap-hadapan.
"Bukannya aku nggak percaya Mas, tapi dulu kamu nggak sesibuk ini, masih ada waktu buat keluarga, tapi sekarang ... jangankan waktu libur, pulang pun kamu selalu larut sampai-sampai kamu tak pernah tahu bagaimana pertumbuhan anakmu sendiri, Mas. Kami ini kamu anggap apa sih mas?" jawab Zicka sedikit meninggi. Ia pun punya emosi. Bila Marcel selalu bicara dengannya dengan meninggi, ia pun bisa. Walaupun sebenarnya itu tak boleh, tapi mau bagaimana lagi. Ia pun bisa marah dan kesal bila diperlakukan seperti itu terus-terusan.
"Kamu sudah berani berteriak di depanku, hah? plakkk ..."
Sebuah tamparan melesat tepat di pipi kiri Zicka meninggalkan bekas memerah bahkan sedikit luka di ujung bibirnya.
"Mas, salahku apa? Kenapa kamu jadi gini, Mas? Kamu jahat banget tau nggak sih mas." Zicka sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Ia sakit. Sangat sakit. Bukan hanya fisik, tapi batin.
"Kalau kamu masih begini, lebih baik aku nggak pulang sekalian. Bosen aku menghadapi pertanyaan-pertanyaan kamu."
Marcel sontak berdiri, mengambil jaket dan tas nya lalu pergi begitu saja entah kemana menggunakan mobilnya membuat Zicka panik luar biasa.
"Mas, Mas, Mas Marcel, kamu mau kemana, Mas? Jangan tinggalin kami mas?" teriak Zicka setengah berlari mengejar Marcel yang telah melajukan mobilnya keluar dari halaman.
Zicka terkulai di lantai dengan memeluk lututnya. Air matanya terus tumpah dan terus mengalir makin deras tak terbendung.
"Mas, kamu mau kemana mas? Cepat kembali! Baiklah aku nggak akan banyak tanya lagi, tapi aku mohon kembali, kasian Meyra, Mas, dia masih butuh kasih sayang dari ayahnya. Mas, kamu kemana? Mengapa kamu tega, Mas?"
Sementara mobil Marcel sudah makin menjauh meninggalkan Zicka yang menangis sendirian.
Pagi hari,
"Ma, Ma, Ma..." Meyra mendekati Zicka.
"Apa sayang?" sambil mengelus kepala Meyra.
"Ma, papa mana sih kok Meyra nggak lihat-lihat papa, papa nggak pulang ya?"
"Papa pulang kok sayang cuma papa sibuk, jadi pagi-pagi papa udah berangkat kerja lagi. Papa mau bangunin Meyra, tapi Mama yang larang kan kamu masih bobok."
Meyra mencebik kesal. Lalu ia menatap wajah mamanya yang nampak berbeda.
"Mama habis nangis ya?"
"Enggak kok sayang, kok Meyra bilang mama habis nangis?"
"Itu mata Mama bengkak, hidung mama juga merah, atau mama lagi demam?"Meyra memeriksa dahi Zicka dengan punggung tangannya seperti yang biasa Zicka lakukan.
"Tuh, Mama demam. Mama istirahat aja. Meyra nggak ngambek lagi kok. Mama harus cepat sembuh. Kalo mama sakit, siapa yang jagain Meyra." Mata Meyra sudah berkaca-kaca karena merasa khawatir dengan ibunya.
"Mama nggak sakit kok sayang, mungkin cuma kecapekan aja. Istirahat sebentar juga udah sehat. Oh ya, Meyra tadi kok tumben tanyain papa, emang ada apa?" selidik Zicka sambil menatap lekat netra sang anak.
"Meyra pingin jalan-jalan, Ma, pingin berenang juga kayak Ajeng. Kemarin Ajeng cerita dia pergi jalan-jalan sama mama dan papanya. Katanya asik banget. Meyra juga pingin, Ma!" ucap Meyra dengan wajah sendu.
"Oh ya udah nanti kalo papa nggak sibuk kita ajakin jalan-jalan sama renang ya. Nanti mama bilangin ke papa, tapi Meyra jangan sedih lagi ya!" bujuk Zicka sambil mengusap kepala Meyra.
"Ah, yang bener, Ma?Asikkk ... Meyra mau jalan-jalan sama renang."
Meyra berseru kegirangan sambil melompat-lompat. Baru mendengar janji sang ibu saja ia sudah begitu bahagia. Ia hanya harap, putrinya itu tidak kecewa bila suatu hari janji itu tak kunjung bisa ia tepati mengingat sikap Marcel sekarang yang sangat jauh berbeda dan tak peduli sama sekali dengan istri dan anaknya.
"Maafin mama ya, Nak, Mama terpaksa bohong! Mana mungkin papa mau ajakin kita jalan, papa aja seperti udah nggak peduli sama kita," gumam Zicka sambil memandangi wajah girang sang putri. Tanpa Zicka sadari, air matanya telah mengalir dari sudut matanya.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!