NovelToon NovelToon

Cinta Dalam Perjodohan

Pertemuan Pertama

#Derita itu bukan karena jasad saja yang terluka, hati tergores akan lebih merana#

Matahari hampir bersembunyi ke peraduan, langit pun berubah merah layaknya karpet yang bibentangkan menjadi pijakan Surya menuju tempat beristirahat sejenak dari hiruk pikuk dunia dengan berbagai problema.

Pukul 17.00 WIB adalah waktu yang dinantikan oleh karyawan atau pun pekerja pabrik, perusahaan, maupun instansi pemerintahan, karena pada jam itulah mereka dapat pulang pulang ke rumah untuk berkumpul dengan keluarga, atau pulang ke kosan bagi mereka yang masih berjuang menata dan membangun karir.

Di senja itu seorang laki-laki berperawakan jangkung dengan tubuh tegap dengan usianya yang sudah matang keluar dari sebuah perusahaan yang cukup terkenal di kota itu, tepatnya PT Aji Karya Buana, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan perumahan. Dia berjalan menuju tempat parkir yang letaknya di bagian belakang bangunan gedung utama. Lokasi parkir yang Dia tuju tidak jauh dari pintu belakang perusahaan, hanya sekitar 20m.

Dengan langkah gontai akhirnya Dia dapat sampai di tempat parkir, dikeluarkannya kunci dengan gantungan dompet berwarna coklat, lalu dipencet remot kontrolnya dan masuklah laki-laki itu ke dalam mobil S*g*a tahun 2014 yang penuh sejarah. Sejurus kemudian mobil pun sudah melaju di jalan raya dengan kecepatan 40-50/km.

Mobil pun melaju membelah jalan ibu kota yang penuh dengan kendaraan roda dua yang dinaiki para pekerja sepulang dari kantor masing-masing. Di sepanjang jalan laki-laki itu berulang kali melihat pada jam tangannya, Dia khawatir terlambat menjemput putrinya yang sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di kota itu. Sebelum sampai di kampus anak gadisnya, laki-laki itu berhenti di sebuah warung kaki lima yang menjual ayam goreng dua porsi untuk teman makan malam nanti di rumah bersama keluarganya. Selang 15 menit, laki-laki itu berhenti di bahu jalan samping kiri kampus putrinya, lalu dia pun menelpon putrinya dengan wajah khawatir, karena biasanya pukul 17.15 menit putrinya sudah menunggu di pinggir jalan bersama teman-temannya yang ikut nebeng sampai kosan mereka.

Pukul 17.20 WIB, putrinya belum juga keluar dari kampus membuat laki-laki itu tambah gelisah lalu mondar-mandir di trotoar dekat Dia menghentikan mobilnya. Diteleponlah nomor seluler putrinya dengan berulang kali namun tidak aja jawaban padahal HP mode dering

Rasa penasaranannya pun membuat laki-laki itu semakin khawatir terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada putrinya. Dengan tergesa-gesa laki-laki itu menyebrang jalan hendak mencari putrinya ke dalam kampus. Namun baru saja empat langkah kakinya menginjak badan jalan, dari arah belakang sebuah motor dengan laju sangat cepat melintas dari arah samping kanan laki-laki itu kesadarannya sesaat terlintas untuk surut mundur lagi dari badan jalan, tetapi laju motor dengan kecepatan tinggi tidak memberi kesempatan laki-laki itu menghindari benturan. Teriakan tak tertahan laki-laki itu keluar begitu saja seiring dengan suara motor yang terpelanting dan menggores aspal hitam dengan meninggalkan goresan yang cukup kentara.

Tubuh laki-laki itu terpental lalu jatuh berguling beberapa kali dan tersungkur di bawah pohon beringin yang berjajar di pinggir jalan raya, darah mengalir dari luka robek yang parah dari bagian lengan kirinya akibat terbentur dan gesekan aspal saat terpental dari serudukan motor itu. Tiga meteran jarak laki-laki itu tergeletak dari tempat peristiwa Dia tertabrak, tentu saja ini membekaskan luka lebam yang parah di sekujur tubuhnya.

Sementara itu Si pengendara motor pun melayang dari motornya, selintas seperti adegan akrobat yang sering disajikan di adegan sinetron yang berseliweran di televisi. Si Pengendara motor jatuh di samping motor yang dikendarainya dengan kecepatan tinggi itu, untungnya tubuhnya dilindungi jaket kulit yang cukup tebal dan helm yang tetap bertahan pada kepalanya. Posisi jatuh Si Pengendara motor hanya berjarak lima centi dari motornya. Tak terbayang jika si Pengendara motor ini jatuh mengenai motor yang ditungganginya tentu saja tubuhnya akan mengalami benturan dan lebam yang parah.

Dengan cepat Si Pengendara motor itu bangun setelah kesadarannya pulih, Dia berjalan menghampiri laki-laki yang ditabraknya lalu dia menyentuh bagian dada laki-laki itu yang nadasnya naik turun tidak beraturan dan memastikan bahwa luka laki-laki itu tidak fatal. Sejurus kemudian dia lari menuju motornya lalu dengan cepat melesat meninggalkan tempat kejadian ketika Si Pengendara motor itu melihat mobil Sp*rt yang hampir sampai di tempat peristiwa itu lalu memberikan kode kepada sopirnya agar mengikutinya.

Sopir roda empat itu ikut melaju cepat membelah jalan mengejar Si Pengendara motor yang mengambil arah ke taman. Di pinggir taman kota Si Pengendara motor itu terlihat oleh Sopir sedang melepas helm, jaket dan sepatunya. Ketika mobil yang dikendarai oleh Sopir tersebut sampai di hadapannya secepat kilat Si Pengendara motor membuka pintu mobil depan dan menyeret sopir untuk keluar dari belakang stir. Dengan kaget sopir pun keluar kepalanya membentur bagian mobil namun tidak sempat mengeluh Sopir pun sudah berdiri di luar mobil. Dari dalam mobil Si Pengendara motor itu melemparkan kunci motornya kepada Sopir lalu dikendarai mobil itu balik arah dengan kecepatan tinggi menuju tempat peristiwa kecelakaan itu.

Sementara laki-laki korban tabrak lari itu sudah dikerumuni para mahasiswa yang mendengar teriakan dan deritan motor yang suaranya sangat keras dan terdengar sampai pada are kampus. Salah seorang mahasiswi keluar dari kerumunan dan berteriak memanggil-manggil temannya.

"Fany, Fany, cepat carikan Fany,,," sergahnya kepada teman-teman yang lain karena beberapa kali nama Fany dipanggil tidak juga nampak batang hidungnya.

Seorang temannya memberi tahu jika Fany sedang mencari HPnya yang dari waktu istirahat tadi hilang dan belum ketemu. Temannya pun lari ke dalam kampus sambil berteriak menyebut nama Fany hampir saja bertabrakan dengan teman-temannya yang keluar dari kampus. Dicarinya Fany di aula tempat dilaksanakannya kuliah umum dari seorang Doktor yang hanya satu bulan satu kali memberikan materi dan menyampaikan keilmuannya dengan sangat menarik sehingga mahasiswa mengikuti kuliah dengan semangat, diarahkan pandangannya ke setiap sudut aula tetapi Fany belum juga terlihat. Lalu Dia berlari ke arah toilet perempuan dan hampir saja dia bertabrakan dengan seorang gadis yang sedang memasukkan HP ke dalam tas ranselnya.

Dengan kasar diseretnya gadis itu sambil ngomel "Kamu ini dicari ke susah amat, ayo cepat,,," Fany dengan raut kebingungan mengikuti langkah setengah berlari sambil sesekali berkata "Sabar Ais,, ini kakiku masih sedikit kram karena tadi duduk terlalu lama di dalam aula." namun Ais tidak perduli dengan gerutuan temannya, diseretnya Fany sampai tempat kejadian kecelakaan.

Mata Fany dapat melihat dengan jelas mobil yang terparkir di bahu jalan itu pasti mobil ayahnya, karena tempat itu memang tempat favorit ayahnya ketika menjemput Fany, alasannya adem kata ayah karena di bawah rindangnya pohon beringin. Dadanya sudah mulai bereaksi, ada sesuatu yang menyeruak masuk dan membuat nafasnya tertahan. Sambil memegangi dadanya dengan tangan kanan sementara tangan kirinya ditarik oleh Ais membelah kerumunan mahasiswa yang mengitari korban tabrak lari itu.

Jeritan pun keluar dari mulut Fany ketika dia melihat tubuh ayahnya tergeletak tak berdaya, dirangkulnya dan dipanggilnya ayahnya berulang kali namun ayahnya hanya menatap lemah sambil meringis dan memaksakan senyum dan diraihnya tangan kiri putrinya lalu digenggamnya tangan dengan lembut, sementara tangan kanan Fany yang memegangi dadanya mulai lemas terkulai. Pada saat yang sama seorang Pria muda bertubuh tegap dengan memakai kaos hitam lengan pendek meraih tubuh Fany yang hampir ambuk ke dada ayahnya, selintas mata keduanya bertemu, tetapi kesadaran Fany sudah melayang.

Salah, itu keliru

#Tidak ada manusia yang tetap dalam keadaan baik-baik saja, karena derita dan tawa adalah fitrah setiap diri#

Fany merasa ada nyeri di nadi tangan kirinya ketika perlahan membuka matanya. Dikerjakan matanya berulang kali untuk menyempurnakan netra pandangannya. Sesaat kemudian matanya menangkap sebuah tihang penyangga botol infus di sebelah kirinya, fikir normalnya bergerak ini penyebab nyeri di nadinya, jarum infus yang menancap untuk mengalirkan cairan yang menopang kebutuhan nutrisi di tubuhnya.

"Fany, Syukurlah Kamu sudah sadar." ucap seorang pemuda berperawakan sedang dengan tatapan sendu dari sebelah kanan ranjang pembaringan.

Fany menoleh dan memaksakan tersenyum, lalu senyum itu selintas ditahannya, ada yang janggal dalam fikirannya, tapi ditepis sendiri fikir yang selintas itu.

"Kak Ang, terima kasih." Ucap Fany lirih. Lelaki yang disebut dengan Kak Ang itu merapatkan tubuhnya pada ranjang dan mengangkat tangan kanannya hendak menyentuh tangan kanan Fany, tapi reflek Fany menggeser posisi tangannya beberapa senti sekedar memberi kode bahwa tidak mengizinkan untuk disentuh. Ang pun tersenyum maklum dengan sikap gadis yang ada di hadapannya.

"Maaf, tadinya sekedar memastikan Kamu baik-baik saja. Dengan reaksimu yang seperti itu Aku yakin Kamu sudah lebih sehat dari perkiraanku." Ang melangkah mundur lalu mengambil segelas air dari atas nakas, dan memaksa Fany mengitari pandangan disekelilingnya hal ini menyadarkan Fany bahwa tempatnya kini berbaring adalah kamar rumah sakit atau klinik.

"Ayah, mana Ayah, bagaimana kondisi Ayah." Dengan panik Fany mengangkat tubuhnya dari ranjang dan menghunuskan pandangannya kepada sosok yang disebu Kak Ang itu.

"Tenang, Ayah baik-baik saja, tadi Ayah sudah dibawa ke rumah sakit 'AA dan sudah ditangani dokter." Kak Ang menyampaikan kabar Ayah Fany dengan hati-hati, karena jika salah kata saja Fany bisa mengambil sikap yang tidak baik untuk kondisinya saat ini.

"Istirahat saja, nanti kalau Kamu sudah sehat Kita tengok Ayah." Tegas Kak Ang berusaha menguatkan Fany.

Fany mengangguk lemah dan memejamkan matanya kembali, diikutinya perasaan ngantuk yang sangat berat menggelayut di kedua pelupuk matanya.

Setelah memastikan Fany tertidur lagi, Kak Ang menyimpan segelas air ke atas nakas kembali, segelas air yang setadinya akan diberikan kepada Fany. Dengan berat Ang menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan kasar. Diarahkan kembali tatapannya ke arah Fany yang sudah terlelap lalu dirapihkan posisi selimut yang menutupi tubuh Fany dari bagian kaki sampai dadanya. "Sampai kapan Kamu bersikap seperti ini kepadaku Fany, sampai kapan?" Bisik Kak Ang yang hanya didengar oleh dirinya.

Kak Ang. Sosok pria yang digandrungi mahasiswi di kampusnya, berperawakan sedang, dada bidang, senyum menawan, rambut hitam legam ikal sebahu, dan mata elangnya yang membuat wanita bertekuk lutut pada pesonanya. Anggara Wicaksono, Seorang pemuda dari keturunan ningrat yang jika ditelusuri silsilahnya masih layak menyandang Raden pada depan namanya, namun orang tuanya berpandangan modern sehingga embel-embel silsilah tidak dipatrikan pada atribut nama anak-anaknya. Sifat kedua orang tuanya mungkin yang menurun pada sosok Anggara terbukti Dia tidak pernah pilih-pilih teman dengan cara aktif diberbagai perkumpulan maupun organisasi mahasiswa, alasannya mengisi waktu dan membangun relasi. Bapaknya pernah berkata "Jika kamu sudah di dunia kampus maka ada tiga pilihan agar kuliahmu tidak sia-sia. Pertama jika kamu pandai dan cerdas maka galilah ilmu sampai Kamu mendapat bea siswa dan mengenyam pendidikan sampai doktoral. Jika tidak bisa, maka pilihan keduanya adalah dekatlah dengan dosen dan civitas akademik di tempat Kamu kuliah sehingga Kamu mendapat peluang untuk bekerja sesuai kapasitasmu, dan pilihan ketiga adalah bangun relasi sebanyak-banyaknya, bertemanlah dengan siapa pun, karena Kita tidak tahu akan dengan siapa kita hidup kelak. Dengan banyak relasi maka Kamu akan mengenal berbagai macam sifat dan karakter manusia otomatis Kamu juga akan mengetahui apa kebutuhan mereka. Dengan mengetahui kebutuhan mereka maka peluang bisnis akan terbuka"

Anggara melanjutkan langkahnya menuju tempat parkiran kendaraan pengunjung rumah sakit lalu mengambil HP dari saku celananya dan memulai panggilan. Dengan tampang serius Dia berbicara bahkan dengan nada penekanan Dia berkata "Bagaimana pun caranya, harus ketemu, jika tidak maka Kamu akan tahu akibatnya!"

Suara bentakan Anggara sampai terdengar oleh seorang pemuda yang sedang berdiri mematung di pintu mobil yang terbuka sambil menyandarkan tubuhnya dan menahan pintu dengan lutut sebelah kirinya agar pintu tetap terbuka. Laki-laki itu masuk ke dalam mobil, seperti menghindari bertatap langsung dengan Anggara.

Anggara melajukan mobilnya arah pulang, menemani Fany hal yang mustahil, pasti penolakan lebih baik istirahat di rumah, besok pagi Dia kembali lagi.

Sesampainya di rumah, Anggara menghubungi temannya untuk mendapat informasi siapa yang menabrak Bapaknya Fany, tapi tidak ada satu pun temannya yang dapat mengetahui jejak motor yang menabrak. Rata-rata dari mereka tidak tahu dengan alasan ikut acara kuliah umum, sehingga tidak tahu peristiwa kecelakaan itu terjadi.

Mencari data siapa yang tidak ikut kuliah umum bisa saja dilakukan, tapi itu baru besok, sebab seluruh data sudah disetorkan kepada pihak kampus oleh ketua penyelenggara. Namun ada beberapa protokol yang harus ditempuh, berabe, pikir Anggara.

Saat seperti ini, berbagai peristiwa menyeruak dalam ingatannya, Pertemuan dengan Fany berawal dari peristiwa yang tidak disengaja. Anggara sedang menurunkan beberapa salon sound sistem dari mobil bak yang akan digunakan untuk menambah kekuatan jangkauan suara dari aula dalam ke aula bagian luar yang akan di pasang layar untuk menampilkan kegiatan di dalam Aula. Fany yang terburu-buru berlari tidak sengaja menabrak salon sound sistem yang mengakibatkan hampir saja salon yang berjejer roboh jika tidak ditahan oleh Anggara.

Fany kaget dan berteriak, "tolong-tolong!", sontak saja orang berhamburan mendekati jeritan meminta tolong. Anggara dengan sigap menata salon sound sistem dan segera menghampiri Fany untuk menyuruhnya diam. Bukannya diam, Fany malah semakin keras teriakannya karena takut Anggara memarahinya. Melihat itu Anggara panik dan mendekap Fany lalu menutup mulutnya dari belakang. Lalu dengan kata-kata mengancam Anggara berbisik penuh tekanan.

"Diam, atau Kamu gagal masuk perguruan tinggi ini." ancam Anggara.

Ternyata ancaman Anggara berhasil mendiamkan Fany, setelah sadar, Fany langsung melepaskan diri dari Anggara, lalu berkata "Terima kasih ya Kak, sudah menunjukkan jalan yang benar, maaf, tadi saya salah orang, Aku kira tadi Kakak ini copet komplek. Maaf ya, sekali lagi, maaf." sambil berlari Fany meninggalkan kerumunan menuju aula.

Tidak habis pikir, busa-bisanya Fany menganggap Anggara copet komplek, perasaan tampangnya jauh dari tampang kriminal, atau karena mode rambutku atau mungkin mata Fany saja yang rabun.

Bukan Aku, tapi Dia

#Kesalahan sekali dapat menghapus jutaan kebaikan, karena kertas putih lebih mudah ternoda...

Dengan tergesa-gesa Si Pengendara motor melepas jaket kulit dan helmnya, diletakkannya di atas motor lalu bergegas melempar kunci kepada seorang sopir yang menaiki mobil S*ort.

"Amankan motor dan helm, jangan sampai ada orang yang menemukannya. Jika sampai ada yang menemukan maka nyawa taruhannya." Bisik Si Pengendara motor kepada sopir itu.

"Baik Tuan Muda." jawab sopir itu patuh. Namun baru saja Dia akan mengendarai motornya tiba-tiba HPnya berdering dan ketika tangannya membuka layar tertera nama Nyonya Bos, tentu saja memaksa sopir itu untuk mengangkat telpon sambil mengambil posisi duduk di atas jok motor.

"Pak Hamid, mana Devan, cepat suruh Dia mengangkat panggilan Mamahnya, atau berikan HP Pak Hamid padanya, cepat!" suara dari Nyonya Besar dari ujung sana membuat sopir itu tambah panik, lalu dihirup udara di sekitarnya untuk membantu menenangkan fikirannya.

"Nyonya Bos, maaf ini ada sedikit masalah, tapi tenang pokoknya hari ini Saya jamin Tuan Muda pulang ke istana. Kalau sampai janji Saya tidak bisa ditepati Nyonya Bos boleh menghukum Saya. Maaf Nyonya Bos, Saya harus segera melanjutkan pengejaran " kata Pak sopir dengan nada setenang mungkin dan sambil membayangkan kira-kira hukuman apa yang akan diterimanya jika Tuan Mudanya tidak mau pulang. Lalu Pak Hamid, sopir keluarga Devan ini melajukan motor menuju tempat yang sekiranya tidak bisa ditemukan oleh siapa pun.

Di sepanjang jalan Dia berfikir sekiranya tempat yang aman untuk menyimpan motor Tuan mudanya. Lalu muncul ide diotaknya dengan kecepatan penuh Dia menuju rumah ibunya yang letaknya di pinggiran kota dan tinggal di dekat pembuangan sampah. Setelah dekat dengan rumah ibunya yang lebih layak disebut gubuk, Pak Hamid mematikan mesin motor, kendaraan Roda dua itu didorong dengan cepat lalu menyimpan motor, jaket, dan helm Tuan Mudanya di bagian dapur rumah ibunya.

Ditemuinya ibunya yang sedang memberi makan ayam piaraannya di belakang rumah, diciumnya punggung tangan ringkih itu, lalu Pak Hamid mengeluarkan uang pecahan seratus ribu dan mengepalkan pada tangan Ibunya sambil berbisik "Doakan keselamatan untuk putramu ini Ibu"

Ibunya mengusap kepala anaknya dengan lembut sebagai jawaban atas permohonan putranya itu. Dia sangat faham pekerjaan anaknya tidak mudah, anaknya tidak sekedar menjadi sopir di istana megah itu, tetapi menjadi orang kepercayaan Nyonya Bos. Ini sudah menjadi resiko yang diterima dirinya dan anaknya ketika dari awal Dia telah menyerahkan anaknya untuk bekerja di istana itu setelah Dia ingin pansiun setelah mengabdikan dirinya selama 17 tahun merawat dan mengasuh putra mahkota istana itu. Dia menolak untuk tetap tinggal di istana itu, Dia ingin menjalani kehidupan sederhana jauh dari gelimang harta yang membuat hidupnya penuh tekanan. Dia pun menolak ketika putranya mengajak ikut dengan keluarganya menempati paviliun yang disediakan majikannya itu. Dia ingin kembali ke masa-masa sederhana sambil mengenang kehidupannya dengan suaminya dua puluh tahun yang lalu, mengais sampah menjadikan rupiah untuk menopang ekonominya yang serba kekurangan namun tetap disyukuri karena baginya keluarga adalah kekayaannya.

Hamid memeluk Ibunya dan mencium telapak tangan ibunya berulang kali. "Hamid nitip motor Tuan Muda, Ibu lebih tahu apa yang harus dilakukan jika ada yang akan mengambil motor itu. Tolong jaket dan helm ini bakar saja Bu." Pinta Hamid kepada Ibunya. Ibu menerima jaket dan helm dari tangan putranya, Dia pun faham dengan apa yang diminta putranya, karena jika terdesak, tidak hanya jaket dan helm yang harus dimusnahkan, motor majikannya pun harus dimusnahkan yang akibatnya akan membakar gubuknya juga. Resiko ini sudah dari awal siap Ibu hadapi karena keselamatan anak adalah hal terpenting dalam hidupnya saat ini.

Mengemban amanat dari suaminya merupakan tugas yang berat untuk Ibu. Ibu pernah berniat untuk pergi dari istana itu, tapi semuanya sia-sia karena keluarga itu punya cara yang elegan untuk mempertahankan mereka.

Hamid kecil dijadikan teman bermain Tuan muda istana itu, segala kebutuhan Hamid dipenuhi, bahkan apa yang dimiliki Tuan Muda, Hamid pun memilikinya, bahkan kasih sayang dari Papa dan Mama memenjarakan Hamid di istana itu.

Ketika menjelang dewasa, Hamid sudah menampakkan jiwa pengabdian yang tidak jauh dari Bapaknya, ini sempat membuat Ibu sangat takut, Ibu takut nasib malang Bapak menimpa pada anak laki-lakinya juga. Ibu sangat khawatir setiap kali Hamid pergi bersama Devan, yang sesungguhnya lebih tepatnya mengawal dan melindungi tuannya, walau Ibu tahu kemampuan bertanding di ring, Devan lebih jago, tapi tekad dan kesetiaan Hamid tidak ada tandingannya.

"Ibu, ada hal penting yang akan Kami sampaikan kepada Ibu." tutur Nyonya dari istana itu. nyonya dari rumah megah yang tak layak di sebut rumah.

"Iya, Nyonya, ada apa, mohon maaf jika Hamid melakukan kesalahan, mohon ampuni Dia." Ibu sangat cemas memenuhi panggilan Nyonya, Ibu khawatir ada sesuatu yang terjadi pada anak semata wayangnya.

"Ibu tidak usah khawatir, Hamid sudah kami anggap sebagai anak kami." ujar Tuan

"Terima kasih yang tidak terhingga atas kasih sayang yang Tuan berikan kepada anakku, Saya menyerahkan segala hal yang berhubungan dengan Anakku selama Kami masih dibutuhkan di keluarga ini." ucap Ibu.

"Begini, Hamid sudah besar, dan Kami punya rencana untuk menjodohkan Hamid dengan keluarga Handoko. Ini kami lakukan sejak awal agar Hamid belum punya kekasih. Perjodohan ini tentunya diharapkan menjadi jalan kerja sama keluarga kita dengan keluarga Handoko, dan harapan terbesar kami adalah dengan bersatunya dua perusahaan besar ini akan menguntungkan kedua pihak untuk menguasai bisnis yang kita jalankan." ujar Nyonya.

"Untuk masalah ini, Ibu setuju saja, Ibu yakin Tuan dan Nyonya lebih tahu yang terbaik untuk Kami." ujar Ibu sambil tertunduk pasrah.

"Baiklah, kalau Ibu sudah setuju, biar Kami yang menyampaikan ini kepada Hamid." ujar Nyonya.

Ibu hanya bisa pasrah, toh menolak pun tidak mampu. Ibu permisi untuk beristirahat di kamarnya. Sebuah kamar pembantu tapi lebih mirip dengan kamar hotel bintang lima.

Sejak Ibu memilih tinggal sendiri, sebuah syarat yang diajukan ketika Hamid benar-benar harus menjadi keluarga Tuan dan Nyonya, anggota keluarga yang sesungguhnya. Ibu beralasan sudah tenang melihat Hamid hidup di tempat yang seharusnya, dan Ibu tidak mau menjadi beban bagi Hamid dalam meraih kebahagiaannya di dalam keluarga kecilnya.

Tubuh ringkihnya berbaring di dipan beralas kasur tipis dengan kain sprei bermotif bunga yang sudah pudar warnanya. Tapi di sinilah Ibu menemukan kedamaian, jauh dari telunjuk yang kapan saja teracung, jauh dari masalah yang bertubi-tubi muncul tiada henti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!