Seorang Perempuan duduk di kursi kerja. Dua kancing teratas kemeja berwarna peach sengaja dibiarkan terbuka memperlihatkan bel*han d*danya. Mengacak sedikit rambutnya yang terurai, dibuatnya berantakan di arahkan searah.
Seorang laki-laki tinggi, tampan, berkulit bersih dengan rahang dipenuhi rambut-rambut kecil. Begitu gagah berjalan memasuki ruangan menghampiri perempuan yang duduk sudah menanti kedatangannya.
"Pagi sayang ...." Sapanya.
Tanpa aba-aba disamb*rnya b*bir berlipstik merah merona itu tanpa permisi, dilum*tnya secara liar. Membuat perempuannya terenggah mencari pasokan oksigen.
"Aaahh ...." Erangnya terdengar erot*s ditelinga sang kekasih. Bibir itu masih saling m*lum*t, saling memberikan kenikmatan.
Dreeettt .... Dreeettt .... Dreeettt ....
Getar ponsel berbunyi berkepanjangan mengganggu. Lelaki itu menghentikan aktivitasnya. Dengan lembut dilepaskan paut*n dua b*bir yang masih menyatu. Diambil lah ponsel yang berada di saku celananya.
"Yes, baby." ucapnya, menjawab panggilan telepon.
"Uncle where are you?Aku udah di Bandara."
Lelaki itu melihat jam yang bertengger di tangan kirinya.
"Tunggu, Uncle segera datang." Pesannya.
Lelaki itu segera mematikan sambungan telepon.
"Sorry sayang, nanti kita lanjutkan lagi. I Miss you so much," ucapnya kembali menc*um b*bir kekasihnya singkat.
Perempuan itu hanya tersenyum, sebelum menjawab "Aku gak bisa lama, banyak kerjaan."
"Oke, maaf nanti aku jemput." Ucap sang lelaki lagi.
Di k*cupnya b*bir itu lagi secara singkat, sebelum meninggalkan perempuan itu sendiri di dalam ruang kerjanya.
Lelaki itu segera berlalu, berjalan dengan gagah memakai setelan, dengan jas hitam yang masih berada di tangannya.
Pintu tertutup, dengan cepat perempuan itu menutup dua kancing kemejanya dan merapikan rambutnya kembali. Matanya mengarah ke kamera kecil berbentuk jarum yang sengaja ditancapkan tersembunyi di bingkai sebuah lukisan yang nempel di dinding menghadap ke arah meja kerja, perempuan itu mengarahkan j*ri tengahnya.
Di ruangan lain yang tersembunyi. Seorang laki-laki menyaksikan adegan panas itu di layar komputer.
"Sialan Tania hot," Umpatnya.
Tin tin tin ....
Tin tin tin tin tin ....
Tin tin tin ....
Klakson mobil dan motor bersahutan. Traffic light mendadak error tidak bergerak. Kemacetan terjadi.
Semua pengendara dibuat cemas. Apalagi bertepatan dengan pagi di hari Senin. Semua jalur berantakan. Saling mengumpat karena keterlambatan.
"What the f*ck?" umpat lelaki mengendarai mobil berwarna hitam pekat.
Di barisan lain dalam mobil berwarna putih seorang wanita harus menahan kontraksi. Memegangi perutnya yang besar merasakan sakit setengah mati.
"Sabar sayang ku," suaminya terlihat cemas menenangkan.
"Perasaanku gak enak." Jawab sang istri.
"Udah jangan bilang gak enak gak enak ,cemas ini!" cekcoknya.
"Telepon Arya bodo!" Perintah sang istri sudah tidak tahan lagi.
Tanpa ba bi bu si suami menuruti, mencari keberadaan ponsel setelah segera menekan tombol memanggil, benda berbentuk pipi segera dirampas tanpa permisi oleh sang istri.
"Arya ini kelakuan kamu bukan?" Tanyanya sambil berteriak.
Si lelaki yang di sampingnya baru menyadari dan merebut kembali ponselnya.
"Jangan bilang ini kelakuan kamu, istriku kontraksi bodoh. Sampai istriku kenapa- kenapa awas saja kamu. Burungmu yang ku potong biar gak punya masa depan!" ucapnya emosi.
"Apa sih kak?Masih pagi juga." Jawab seorang lelaki di balik telepon.
"Kamu tuh yang masih pagi, semenit lagi gak di benerin awas saja kau!" ancamnya.
"1 jam lagi kak," Jawabnya bercanda.
"Emang nih anak ya , Minta dipotong beneran."
Di sampingnya si istri semakin merintih kesakitan.
"Arya cepet jangan bercanda Sabilla udah mulai mau lahiran cepet Ar." Ucapnya memohon.
Menyaksikan istrinya yang merintih kesakitan nada bicaranya kini terdengar rendah khawatir dan memohon .
"Wkwkwk wkwkwk siap kak." Jawab Arya, seseorang di balik telepon.
"JANGAN KETAWA B*GO!" Bentaknya.
"Iya ini udah kak." Jawab Arya santai.
"B*doh cepat jalan, Udah pada jalan!" kini Sabilla yang mengomel kepada suaminya.
Mobil di belakangnya tidak berhenti membunyikan klakson tanda menyuruhnya melajukan mobil. Segera dirinya menutup telepon, membanting setir cepat cepat.
Situasi bandara begitu ramai, lalu lalang keluar masuk para penumpang. Seorang perempuan tinggi, hanya memakai celana jeans, kaos polos putih, flat shoes dan rambut panjang yang menjuntai bak Rapunzel. Di balik kaca mata hitam terlihat cantiknya begitu natural tidak seperti tujuh tahun silam, yang wajahnya tertutup make up tebal tidak beraturan.
Brukk ....
"Aduh …." Rintihnya
"Sorry girl." Ucap Lelaki itu.
"Iya gak papa." Jawabnya sambil memegangi bahunya.
Seorang lelaki tampan dengan sengaja menabrak, terlalu fokus memainkan ponsel dijadikan alasan.
Perempuan itu terus memegangi bahu meringis sedikit nyeri, efek benturan lengan besar seorang lelaki bertubuh atletis.
Lelaki itu memperhatikan lekat, berjalan lebih dekat.
"Apa perlu ke rumah sakit?" Tanyanya pada sang perempuan cantik.
"Ah tidak usah!" Tolaknya tanpa basa-basi.
"Hmmmmmm, boleh kenalan?" Seketika menjadi kesempatan yang ditunggu-tunggu. Sebelum ada jawaban lelaki itu mengulurkan tangannya.
"Putra." Katanya
"Arika." Perempuan itu membalas jabatan tangannya. Enam tahun meninggalkan Indonesia tidak ada salahnya memulai mencari teman baru. Ah, kalau dipikir siapa juga yang akan menolak jika ada seorang lelaki tampan mengajaknya berkenalan.
"Lagi nunggu seseorang?" Tanya Putra.
"Nunggu jemputan." Jawab Arika, celingukan melihat kanan kiri.
"Kalau tidak keberatan, boleh aku antar sekalian?" Ucap Putra tanpa basa-basi.
Arika terlihat berpikir mempertimbangkan tawaran Putra.
"Sepertinya tidak bisa, Uncle sudah dijalan." Tolaknya sebelum pada akhirnya dering telepon berbunyi.
"Baby, uncle telat. Jalanan macet entah lampu lalu lintas error." Ucap seseorang dibalik sambungan telepon, terdengar emosi.
Putra yang masih berdiri di sebelahnya mendengar percakapan itu.
"Oke, aku pulang sendiri Uncle."
"Hati-hati Baby, Uncle secepatnya sampai rumah!"
"Oke uncle." Jawabnya jengah.
"Sorry, sepertinya aku menerima tawaranmu." Ucap Arika setelah menutup sambungan teleponnya.
Putra tersenyum menang.
Seorang perawat keluar ruangan memberikan kabar bahagia kepada Bayu yang mondar mandir tidak karuan.
Prosedur Rumah Sakit tidak mengizinkan suami menemani sang istri melahirkan.
Emosi Bayu membara, ingin rasanya mencekik semua pekerja. Jika perlu detik itu juga dirinya membeli rumah sakit supaya bisa menemani Sabilla yang sedang berjuang antara hidup dan mati.
Melihat Sabilla merintih kesakitan, Dirinya saja tidak mampu. Andai bisa, biarkan dirinya sendiri yang mengandung dan melahirkan.
"Selamat Pak, Ibu dan Bayi sehat. Semuanya berjalan lancar, jenis kelamin Perempuan." tutur seorang Dokter
Sekujur tubuh Bayu lemas, berucap syukur ketika anak pertamanya laki - laki dan kini perempuan, Lengkap sudah. Air matanya berlinang kebahagiaan.
Mobil sedan berhenti tepat di pelataran rumah yang cukup mewah dan unik. Gaya modern klasik membuat orang yang melihat mengagumi keindahannya.
"Thanks." Arika mengucapkan terima kasih pada Putra untuk tumpangannya.
"No problem." Putra menyodorkan ponselnya sebelum Arika membuka seat belt untuk turun.
Muka Arika bingung, lalu bertanya "Why?"
"Gak ada yang gratis, nomer telepon kamu?" Putra tersenyum smirk, meminta nomor ponsel Arika.
Arika geleng-geleng kepala, menerima ponsel dan memencet beberapa angka kemudian dikembalikan lagi ponsel itu ke Putra.
"Thanks girl." Ucap Putra setelah mendapatkan keinginannya.
"You're welcome Boy." Arika memberikan senyuman sedikit terpaksa.
Arika turun, Putra segera melajukan mobilnya cepat-cepat sebelum si Jamie datang.
Sesuai dugaan, jarak beberapa menit mobil Jamie sudah terparkir, segera keluar berlari menyambut keponakan kesayangannya.
"Hai baby, welcome back to home." Sambutnya.
"Uncle …." teriak Arika meloncat ke pelukan Jamie.
"Kabar Paris gimana?"
"Bosen, Capek." Jawab Arika manyun masih memeluk samping tubuh Jamie.
Jamie mengacak puncak kepala rambut Arika.
"Kalau gak mau capek ya tidur aja di rumah." tuturnya
"Capek uncle, photoshoot sana sini. Maunya disini liburan panjang dulu." Keluh Arika.
"Ambil cuti berapa lama?" Tanya Jamie yang masih merangkul keponakan tersayangnya.
"Aku bilang ke Rebecca buat menolak semua tawaran sampai mood ku membaik." Tutur Arika.
"Idih yang udah jadi model internasional, songong ya sekarang." Goda Jamie, mengusap puncak kepala Arika.
Kini mereka berdua duduk di sofa menghadap ke taman. Jamie berdiri mengambil air minum untuk dirinya dan Arika.
"Uncle …." Panggil Arika
"Iya."
"Arika gak denger kabar Mom and Dad. Arika sempat nyari juga di Paris tapi gak ketemu." Cerita Arika, memperhatikan Jamie yang sedang meminum. Perkataan Arika membuat Jamie tersedak.
"Mungkin mereka sibuk,"
"Mandi sana!" Perintahnya kemudian sebelum Arika mengajukan pertanyaan - pertanyaan lainnya.
Arika selalu mencoba stay positive thinking ketika Jamie memberikan pengertian atas keberadaan orang tuanya.
"Iya Uncle." Arika menuruti. Tubuhnya juga gerah, menempuh perjalanan lama, tubuhnya juga butuh istirahat.
Brum Brum Brum Brum
Brum Brum Brum Brum Brum
Deretan mobil mobil mewah yang sudah termodifikasi berjejer rapi di lapangan luas, jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Tempat dimana menjadi ajang balapan mobil-mobil mewah, anak konglomerat.
"Kali ini kita taruhan mobil. Siapa yang kalah akan serahkan mobilnya?" Ujar Carlos salah satu pembalap dan ketua dalam komunitas mobil mewah.
"Deal." Tanpa pikir panjang seorang laki-laki mengindahkan permintaannya.
Mereka berdua masuk ke dalam mobilnya masing - masing. Grid girl sudah berada di tengah antara mobil satu dan mobil dua, untuk memberikan aba - aba.
One
Two
Three
Brum ….
Brum ….
Mobil melaju meliuk-liuk di jalanan. Di jam dini hari membuat mobil dengan kecepatan tinggi bebas menerjang jalanan. Saling mengejar satu sama lain merebutkan kemenangan.
Beberapa menit berlalu terlihat dari kejauhan mobil berwarna hitam abu memimpin hingga garis finis.
"Yes." Seorang lelaki yang menantikan harap-harap cemas, melayangkan kepalan tangan ke udara.
"Wow." Lelaki itu keluar dari dalam mobil dengan wajah bahagianya.
Bukan hanya kebahagiaan akan menerima mobil mewah sebagai tanda kemenangan. Melainkan misi yang dirinya lakukan berjalan dengan baik.
"Selamat My twin." Ujar laki-laki yang dari tadi menunggu, memberikan pelukan singkat.
Carlos keluar dari mobilnya dengan muka sedikit masam, melemparkan kunci mobilnya kepada si pemenang.
"Gue orangnya suportif, gue akui Lo emang keren." Pujinya pada Riki
"Thanks brother, jadi kesepakatan kita sebelum ini deal." Riki mengingatkan.
"Deal ,Lo keren. Welcome in My community." Sahabatnya dengan bangga, bertemu si Kembar yang hebat. Si kembar Raka dan Riki tersenyum penuh kemenangan.
Mission success.
Bersambung ….
Berita kebakaran sebuah pabrik terdengar dimana-mana. Kabar masih simpang-siur. Reporter menyampaikan adanya gangguan pada arus listrik yang menyebabkan terjadinya kebakaran.
Putra segera mematikan layar televisi. Berdiri dari duduknya, mengambil secangkir kopi di atas meja, berjalan menuju jendela melihat pemandangan luar.
"Rencana licik apa lagi yang akan kau lakukan?" Tanyanya pada diri sendiri. Menghisap kopi secara perlahan. Otaknya mencari ide, apa yang akan dirinya lakukan?
Bunyi ponsel bergetar segera dirinya angkat menggunakan tangan kanannya, tangan kirinya masih memegangi secangkir kopi hitam kesukaannya.
"Hallo ...."
"Itu pabrik yang kamu incar kan?" Tanya orang dibalik telepon.
"Iya."
"Minta bantuan Arya untuk menyelidiki semua cctv." Perintah orang dibalik telepon.
"Korban?" Tanya Putra, matanya yang tajam memandang ke depan.
"2 security, 34 pegawai dan 7 diantaranya meninggal. Yang lain hanya luka kecil."
"Pasti ada pegawai penyusup, karena akses itu hanya bisa dilalui pemilik. Sedangkan pemilik dari pantauan hampir jarang sekali memasuki area situ. Dia pasti main licik. Kita selidiki dulu dimana barang-barang itu dipindahkan." Tutur Putra.
"Oke!"
Sambungan telepon segera dimatikan.
Putra menaruh secangkir kopinya di atas meja. Mengambil baju kemeja warna navy untuk menutupi badannya yang atletis. Membuatnya terlihat semakin berkharisma. Segera menyambar tas dan kunci mobil meninggalkan apartemen.
"Sayang anak kita jadi dikasih nama siapa?" Ucap Bayu yang menimang - nimang bayi mungilnya
"Yang cowok Elang, gimana kalau ini kita kasih nama Pipit atau cendrawasih nanti panggilannya Asih?" Ucap Bayu.
"Kamu kira peternakan burung. Kamu manggil aku lovebird, terus Elang, Cendrawasih. Kira-kira Bay!" Sabilla yang tiduran di atas ranjang pesakitan, pemulihan 2 jam setelah selesai melahirkan dibuat gemas, geram oleh suaminya.
"Iya gak papa sayang, kalau lihat burung jadi inget anak-anak kita." Candanya
"Ambigu banget Bay. Jadi miris anak aku disamain sama burung kamu." Sabilla mengedikkan pundak.
Kini Bayu jadi bucinnya Sabilla, sedangkan Sabilla menjadi semakin ceplas-ceplos. Semenjak ditinggalkan Inara, segalanya berubah. Sabilla belajar untuk tidak menyimpan beban. Menangis jika ingin, marah jika perlu dan protes jika harus.
Kelulusan sekolah sejatinya untuk merayakan kemenangan, menjadi perayaan mengenang kepergian dua siswa Kinara dan Bagas. Bu Nani selaku guru kesiswaan merasa terpukul dan menyesal. karena dirinya merasa tidak memahami kondisi muridnya.
Kehilangan Bagas dan Inara membuat kehidupan mereka hancur dengan luka kesakitan masing-masing.
Setahun setelah lulus Bayu dan Sabilla menikah, masa bodo dengan perekonomian. Karena Bayu anak pewaris tunggal yang tidak pernah memikirkan andai kelaparan. Hidup mereka kini bahagia, di rumah mewah, ya! terkadang cekcok mulut dari keduanya membuat suasana rumah menjadi gaduh dan itu hal yang lumrah dalam rumah tangga.
Putra datang membuka pintu kamar ruangan VIP. Tangan kirinya membawa bingkisan untuk si bayi yang baru lahir.
"Hola Om ...." Sapa Bayu mengangkat jari jemari bayinya yang mungil.
"Jangan dipanggil om, Kak Putra!" Protes Putra menaruh bingkisan yang dibawanya di atas meja.
Bahkan si Elang anak pertama Bayu dan Sabilla memanggil Putra Brother.
"Idih." Bayu merasa geli mendengar ucapan Putra.
"Namanya siapa?" Tanya Putra setelah mencuci tangannya di wastafel sebelum mendekat memegang si Bayi.
"Asih, kepanjangannya Cendrawasih."
"Ogah Bay!" protes Sabilla
"Wkwkwk wkwkwk wkwkwk." Putra tertawa sebelum melanjutkan perkataannya "Kamu mau bikin Peternakan burung apa Peternakan anak?"
"Nah kan burung cendrawasih itu cantik di lindungi." Bayu masih berargumentasi, tidak mau ngalah.
"Sini aku bantu kasih nama," Putra sedikit berfikir.
"Biar gak ribet kasih nama Sabay, diambil dari nama kalian Sabilla dan Bayu." Ucapnya
"Tuh keren, dari pada peternakan burung." Ucap Sabilla
"Sabay putri cendrawasih." Bayu masih kekeh
"Wkwkwk wkwkwk terserah Kamu Bay." Final Putra pada sahabatnya.
Bayu mendapatkan lemparan bantal dari Sabilla. Semenjak menikah, Bayu mengoleksi banyak burung di rumahnya. Katanya biar seperti Sabilla, Lovebirdnya yang tidak boleh dan tidak bisa dipisahkan."
Di ruang rahasianya, Arya dengan lihai memainkan jari jemarinya di atas keyboard. Mencoba meretas salah satu data, tanpa hitungan menit data sudah terakses. Di dapatkan dan segera di copy paste tersimpan dalam flashdisk.
"Yey Berhasil." Arya merasa senang, mengudarakan gempalan tangannya.
Setelah meluangkan waktu menjenguk Baby Sabay, Putra meluncur ke Markas kebesarannya. Yang tak lain dan tak bukan Studio musik yang sedari remaja di milikinya.
Jangan salah, sekarang bukan hanya sekedar studio musik. Di balik studio musik ada ruangan tersembunyi untuk melancarkan misinya.
Kafe, masih berdiri sama. Sekarang lebih ramai dan bangunan kafe menyatu dengan studio musik.
"Gimana?" Tanya Putra yang duduk di atas meja memperhatikan gerak gerik Arya alias Y'ar sepupu dari Bagas, anak dari Ani dan Rio. Seorang hacker, bekerja sama dengan kepolisian dan tentunya bekerja sama untuk Putra.
"Beres brother, tinggal kita cari bukti di dalam pabrik. Yang terlihat hanya satu mobil sedan warna putih keluar masuk ruangan. Mobil yang di ketahui pemilik CEO Perusahaan."
"Mr. Angkasa?" Tanya Putra untuk memastikan.
"Yes Brother." Jawab Arya.
"Oke kita cari pasti ada kaitannya dengan Jamie." Ucap Putra, menyebut nama Jamie membuat emosi amarahnya bertambah.
Di lorong gelap terdengar bunyi minta tolong. Arika berjalan menelusuri setiap lorong, mencari asal suara yang amat sangat dirinya kenali.
"Mom, Dad, where are you?"
"Are you okay?"
Tidak ada Jawaban dari setiap teriakan pertanyaannya. Hanya rintihan dan tangis yang didengar. Arika terus berlari, mencari asal suara hingga dirinya jatuh bangun lutut berdarah tidak dirasakan olehnya.
"Mom, Dad …." Panggilnya terus menerus.
Arika tidak hentinya memanggil mereka. Bulir keringat membasahi sekujur tubuhnya. Dadanya semakin sesak, entah sudah sejauh mana dirinya berlari mencari asal suara.
Suara musik dari alarm berdering nyaring. Tubuhnya tersentak dan terbangun, napasnya tak beraturan.
"Oh My God," tangannya meraba botol minum yang ada di atas nakas kemudian meminumnya rakus.
"Ada apa dengan Mom and Dad?" Tanyanya pada diri sendiri.
Arika selalu mencoba berpikir positif tentang keberadaan mereka, meskipun berulang kali dirinya mengalami mimpi yang sama.
Bangun dari ranjang, membasuh wajah dan menggosok giginya sebelum keluar kamar.
Dilihatnya Jamie sedang mempersiapkan makanan untuk sarapan.
Di rumah ini tidak ada pembantu, selain seorang security dan tukang bersih-bersih yang didatangkan 2hari sekali.
"Hai Baby, sudah bangun. Uncle masak spaghetti kesukaan kamu." Kata Jamie dengan apron warna hitam di tubuhnya.
Arika ingin sekali menceritakan mimpi buruknya tapi sikap Jamie yang terlihat senang membuat dirinya mengurungkan.
"Lihat kotak yang ada di meja sebelah!" Pinta Jamie kepada Arika menunjukkan meja sebelah dekat sofa, sedangkan dirinya menuangkan spaghetti ke atas piring yang sudah disiapkan.
Arika berjalan mengambil kotak berwarna pink, dibukanya perlahan.
"Wow seriously uncle?" Tanya Arika terkejut.
"Yes Baby. Lihat di depan!"
Jamie memberikan hadiah sebuah mobil mini Cooper berwarna tosca, mobil yang dari SMA diimpikan Arika.
Arika berlari ke halaman rumah untuk memastikan mobil impiannya ada. Arika menari nari senang.
Karena selama di Paris dirinya selalu di antar jemput manager, tidak pernah ada waktu luang untuk berkeliaran sendiri. Itu pun ulah Jamie, supaya Arika selalu dalam pantauan Agensi.
Arika yang sejatinya polos, terlalu di manjakan Jamie, adik dari Daddynya. Merasa tidak kekurangan kasih sayang, meskipun dirinya sangat rindu keberadaan orang tuanya semenjak 8 tahun yang lalu.
Mommy dan Daddy nya berpamitan untuk berpindah ke luar negeri, dirinya di titipkan ke Jamie, uncle kesayangannya. Semenjak itu Arika tidak pernah berjumpa lagi dengan orang tuanya.
"Helen, apa jadwal hari ini?" Tanya Tania kepada asisten pribadinya bernama Helen.
"Meeting dengan investor terbaik yang anda tunggu-tunggu." Jawab Helen, sekretaris kepercayaan Tania.
"Mr. Angkasa?" Tanya Tania memastikan.
"Iya."
Tania memberikan senyuman smrik.
"Oke, atur tempatnya."
"Siap!"
Helen keluar meninggalkan ruangan Tania. Tania segera menghubungi Putra, kakak sekaligus partner dalam menjalankan misinya.
"Tempat sudah diatur." Ucap Tania.
"Oke." Jawaban singkat Putra dari balik telepon.
Entah apa rencana mereka berdua.
Bukan hanya kehilangan Bagas yang membuat mereka liar, kehilangan ke dua orang tuanya 4tahun lalu membuat mereka berdua beringas. Semakin berani untuk menjalankan misi balas dendam.
Mr. Angkasa hanya CEO biasa yang tidak pernah memperhatikan seluk-beluk lawan, baginya bekerja dan menjadi investor terbaik adalah pekerjaannya.
Yang terpenting keuntungan bagi dirinya dan perusahaan itu nomer satu.
Tania berjalan dengan elegan memasuki ruangan meeting yang sudah disiapkan. Kali ini meeting dilakukan di luar perusahaan.
Sebuah restoran bernuansa Spanyol dipilihnya.
"Silakan duduk Nona Muda!" Mr. Angkasa mempersilakan Tania.
Tania duduk di kursi seberang. Ada dua orang di dalam dan tiga bersama Tania.
"Silakan dimulai!" Tania mempersilakan.
Mr. Angkasa menyodorkan berkas-berkas yang perlu di tandatangani, kesepakatan bersama sudah di bicarakan via telepon sebelum mereka sampai, untuk mengurangi waktu.
"Terima kasih atas kerjasamanya Nona." Ucap Mr. Angkasa mengulurkan tangannya, Tania dengan sigap menyambut uluran tangan.
"Ah ...." Teriak Mr. Angkasa
"Maaf, apakah terlalu kencang jabatan tangan saya?" tanya Tania
"Tidak, rasanya seperti tertusuk mungkin ada gangguan di telapak tangan saya," Mr. Angkasa mengepal membuka tutup tangannya
"Sudah merasa ringan." Lanjutnya
"Syukur." Jawab Tania
Tania segera menjabat tangan orang yang datang bersama Mr. Angkasa untuk menemani. Entah asisten atau pengacaranya, Tania tidak perlu tahu. Yang Tania tahu misinya berhasil.
"Misi berhasil, sekarang lanjutkan!" ucap Tania via telepon setelah berada di mobil untuk kembali menuju kantornya.
Seperti biasa Tania menyempatkan diri untuk mampir ke kantor Jamie. Kantor yang terletak searah dengan jalan menuju kantornya.
Terlihat gedung berlantai 20, lalu lalang pekerja.
Semua pekerja tahu siapa Tania. Gayanya yang elegan selalu menjadi pusat perhatian. Bukan hanya itu, sudah setahun terakhir Tania menjadi kekasih Jamie.
Membuat pekerja menjadi segan dan hormat ketika melihat Tania mengunjungi tempat kerja kekasihnya. Meskipun hanya sebentar.
Tanpa rasa sungkan, Tania memasuki ruang kerja Jamie tanpa permisi. Terlihat Jamie duduk di kursi kerjanya menandatangani berkas-berkas. Tak butuh basa basi Tania duduk di pangkuan Jamie. Mencium lembut bibirnya.
"Masih pagi sayang," Ucap Jamie menghentikan aktivitasnya, beralih membelai rambut Tania.
"Biasanya juga sarapan gini." Jawab Tania. Karena Tania lebih sering berkunjung ke kantor Jamie terlebih dahulu sebelum beranjak ke kantornya sendiri.
Tingkah Tania membuat Jamie gemas. Membalikan tubuh Tania ke arahnya, menciuminya dari kepala hingga leher membuat Tania mengerang.
Tania seketika teringat pantauan dari cctv yang tersembunyi. Membuatnya menahan, menghentikan kenakalannya.
"Sayang, aku udah telat ada meeting." Ucapnya ke Jamie
"Nanggung Sayang," Jamie mencoba menahan, memeluk tubuh Tania begitu erat.
"Kita lanjutkan nanti, besok atau lusa." Kecup Tania singkat, berusaha melepaskan tangan Jamie. Perlahan tangan Jamie melonggar, Tania segera menurunkan tubuhnya dari pangkuan Jamie untuk kembali jalan, pergi ke kantornya dan seperti biasa mengangkat menunjukkan jari tengah ke arah kamera cctv tanpa sepengetahuan Jamie.
Jamie orang yang tidak semudah itu di taklukkan. Di umur Jamie yang sudah berkepala tiga, Tania harus bisa bermain cantik untuk mendapatkan hatinya terutama dalam hal seksual. Karena hanya itu yang dibutuhkan Jamie, supaya dia sedikit lepas dari bayang-bayang Arika ponakan kesayangan dan membuka dirinya untuk wanita lain.
Sampai detik Tania mendekatinya belum pernah terdengar ada wanita lain selain Tania yang berani mendekati, entah apa yang membuat dirinya begitu tertutup atau mungkin membatasi diri dari seorang wanita.
Tidak mudah bagi Tania untuk bisa sampai di titik ini. Berbagai hal bahkan mengubah identitasnya menjadi salah satu dalam misi.
Mungkin bibirnya bisa ******* begitu napsu tapi hati dan pikiran ingin rasanya menembakkan peluru tepat di kepala Jamie.
Bersambung ….
Di Tempat persembunyiannya. Arya seperti biasa lihai memainkan jari jemarinya di atas keyboard dengan detail memantau apa yang dikerjakan Mr. Angkasa dari cctv yang juga bisa menjadi alat penyadap suara. Alat yang ditancapkan Tania sewaktu berjabat tangan dengan Mr. Angkasa. Apabila telapak tangannya membuka, cctv dan penyadap suara berfungsi, dan jika telapak tangan menutup hanya berfungsi sebagai penyadap suara. Alat itu buatan dari kejeniusan Arya alias Y'ar. Dan baru di uji coba di tubuh Mr.Angkasa.
10 tahun lalu setelah mendengar kabar kematian Bagas tertabrak tubuhnya terpental cukup jauh, membuat Arya meretas semua cctv yang ada di sekitar tempat kejadian, sebelum rekaman cctv itu dihilangkan dengan alasan rusak oleh pemantau cctv atas ancaman dari Jamie.
Kasus tabrak lari Bagas diambil alih oleh Angga selaku Papa Putra sekaligus pengacara handal. Mencari bukti kesana kemari untuk mencari keadilan hingga datang seorang lelaki setengah baya menyerahkan diri ke kantor kepolisian mengaku menjadi pelaku tabrak lari Bagas.
Tidak ada yang percaya dan mustahil. Mobil Lamborghini pengeluaran terbaru terpantau melaju dengan kencang dari saksi mata kala itu, sedangkan lelaki paruh baya dalam perekonomian dibawah tiba-tiba datang menyerahkan diri. Selidik punya selidik seorang lelaki paruh baya datang menggantikan Jamie di balik jeruji besi. Polisi menerima seseorang itu menjadi Pelaku, Beberapa oknum berpihak pada Jamie dengan keuntungan yang diterima masing-masing.
Beberapa bulan dari kasus itu, kasus dialihkan menjadi kasus suap yang dilakukan oleh Angga selaku pengacara. Para jaksa dan hakim bermain licik hingga Angga dijerat hukuman yang membuat dirinya meninggal dunia karena serangan jantung. Ambar yang juga pengacara ditemukan tewas overdosis di kamarnya sendiri berita menyebar, istri seorang pengacara bunuh diri overdosis dikarenakan kehilangan suaminya.
Bukan hanya kehilangan Bagas dan Inara yang membuat dunia Putra dan Tania hancur. Kehilangan kedua orang tuanya membuat mereka berdua bersembunyi dan menghilang, bahkan tidak menampakan diri ketika kedua orang tuanya dikebumikan.
Pergi menjauh, bersembunyi dan menghilang meninggalkan negaranya. Menyembuhkan luka, mengganti identitas, belajar bangkit untuk misi balas dendam.
Datangnya Putra dengan gelar pengacara hebatnya membuat Arya memberanikan diri untuk memberikan bukti dan menceritakan keahliannya. Kala itu Arya masih SMP tidak punya keberanian untuk memberikan bukti-bukti yang masih disimpannya rapi.
Sayangnya kepolisian pihak dari BIN mengetahui keahlian Arya karena Arya dengan sembunyi-sembunyi pernah membantu memulihkan data penting negara yang sempat diretas oleh seseorang dari negara lain.
Arya diajak kerjasama dengan mengganti identitasnya menjadi Y'ar.
Arya tetap bermain cerdik tidak sepenuhnya percaya dengan pihak kepolisian dan tanpa sepengetahuan, Arya berpihak bekerjasama dengan Putra dan hanya Putra yang tahu jika Arya alias Y'ar salah satu dari agensi BIN.
Arya tidak mau kecolongan melihat dan mendengarkan secara detail apa yang sedang dilakukan oleh Mr. Angkasa. Memantau berkas-berkas yang ditandatangani Mr. Angkasa masih dalam kontrak kerja yang wajar.
Berjam-jam Arya memantau dari tempat persembunyiannya. Dan yang ditunggu akhirnya tiba.
Jamie ….
Datang duduk di kursi meja kerja Mr. Angkasa. Mereka berdua berbincang tanpa diketahui oleh Arya, kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mereka. Entah nama barang atau tempat diganti dengan kata-kata kode yang mungkin hanya mereka berdua yang tahu.
Tiba-tiba Mr. Angkasa membuka laci mengambil kunci mobil melemparkannya ke Jamie.
"Oh, ini cara licik kalian." Ucap Arya pada dirinya sendiri dan masih fokus memantau meskipun cctv yang menempel di tangan Mr. Angkasa tidak terlihat jelas.
Mr. Angkasa hanya CEO dalam perusahaan bukan pemilik gedung. Pemilik gedung adalah Jamie. Jamie membiarkan Mr. Angkasa memakai gedungnya untuk mengelabui mereka yang biadab menurutnya yaitu polisi.
Dari pantauan hanya beberapa ruangan yang tidak tersisa dari kebakaran kemarin. Terlihat garis polisi memutari ruang lingkup tempat yang terbakar tanpa adanya penyelidikan. Karena diyakini pasti ada oknum polisi yang ikut campur dengan urusan Jamie.
"F*ck." Umpat Arya seperti dugaan.
Lampu warna-warni menghiasi ruangan gelap, sesak penuh makhluk dengan aktivitasnya masing-masing. Berjoget entah menghibur diri atau mencari hiburan. Di ruang VIP cukup luas, sofa panjang berwarna marun lengkap dengan home theater, Minuman beralkohol tinggi dan makanan ringan.
"Gimana lomba tadi?" Mario memulai obrolan.
"Menegangkan." Jawab Riki.
"Tapi kamu keren sih." Saut Mario langsung.
Atas bantuan Nando yang notabenenya anak komunitas otomotif, Raka dan Riki mendekati Mario untuk mencari lebih banyak bukti atas kematian kakak sulungnya.
Bengkel motor usaha yang dibangun oleh Bagas sudah memiliki ratusan cabang yang sekarang dikelola oleh Mas Doni, seseorang yang dipercaya Bagas dan masih menjadi kepercayaan Si kembar. Dan bukan hanya itu Raka dan Riki berhasil mengembangkan bengkel mobil, juga sudah memiliki puluhan cabang, lebih tepatnya bengkel modifikasi mobil. Yang sudah dipelajari dari Bagas tidak sia sia, sangat membuahkan hasil.
Kini komunitas motor milik Jamie masih tetap berjalan tetapi tidak lagi Jamie yang miliki. Jamie berganti membentuk komunitas modifikasi mobil - mobil mewah. Salah satunya Mario lah ketua dari komunitas.
Raka dan Riki sangat ingat ketika barang bukti diserahkan pada kepolisian adalah mobil Lamborghini pengeluaran lama bukan pengeluaran terbaru kala itu, dengan plat nomor yang juga berbeda dari video cctv, bukti yang di perlihatkan oleh Arya dan Putra.
Kemarahan si kembar memuncak. Membuat mereka bergabung dalam komunitas mobil. Ikut melakukan misi balas dendam, mencari keadilan untuk kakaknya.
"Minggu depan ada perlombaan lagi," tutur Mario.
"Kamu harus turun jalan!" Lanjutnya sambil menepuk pundak Riki.
Riki merasa berhasil mendekati Mario. Riki hanya mengangguk sebagai jawaban untuk mengindahkan perintah dari Mario.
10 anggota inti komunitas berada di ruangan VIP club untuk merayakan kemenangan. Mereka mulai membuka botol minum, saling menikmati setiap tegukan minuman beralkohol tinggi. Kecuali si kembar hanya membuka botol sebagai bentuk formalitas.
"Keluarkan barang!" Pinta Mario ke salah satu anggota.
"Sialan." Umpat si kembar dalam hati. Mereka berdua tidak mau terjebak dan beruntungnya mereka membawa alat yang di kasih Arya untuk merekam semua kejadian.
Raka berdiri dari duduknya berpura-pura mabuk sambil membawa botol. Berjalan kemudian berhenti bersandar di dinding yang diberi peredam suara ditancapkan benda berbentuk jarum kecil.
Riki yang juga pura pura mabuk menepis serbuk putih pemberian Mario, membuat Mario emosi.
"Bangsat." Umpat Mario
"Sorry brother." Dengan gaya pura-pura mabuknya. Mario mulai mengalihkan perhatian, menikmati serbuk putih dan alkoholnya tidak peduli dengan sekitar.
"Brengsek." Umpat Putra memandangi monitor tempat kerja Arya. Pemandangan di dalam ruangan. Bukan hanya barang haram, mereka mengundang para wanita sewaan. Di waktu yang tepat si kembar berhasil keluar ruangan sebelum pesta sesat di mulai.
"Woy pemandangan macam apa ini?" Arya terbengong dan terkejut.
Menyaksikan para wanita dengan pakaian minim menari nari bahkan ada yang sudah memulai melepaskan baju duduk di pangkuan Mario.
"Untung aku sudah 20+." Celetuk Arya.
Putra melirik Arya, di balas senyuman sambil mengedipkan mata.
Bersambung ….
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!