"dokter yakin?" tanya seorang wanita menatap kepada dokter muda yang baru saja mengatakan sebuah fakta yang membuat nya shock.
"saya yakin nyonya. Hasil pemeriksaan ini di awasi oleh tim medis saya sendiri dan hasil nya sudah pasti akurat" jelas dokter muda itu sembari tersenyum tipis.
"ta....tapi bagaimana mungkin dok"
"saya juga tidak mengerti nyonya. mengapa suami anda melakukan itu. mungkin ada baiknya jika anda bicarakan ini kepada suami anda"
"tapi, beberapa waktu lalu saya dengan suami datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan hasilnya adalah kami sama-sama subur dok" ucap wanita yang mengenakan sweater abu-abu dengan rok span panjang itu.
Matanya terlihat berkaca-kaca memperhatikan laporan medis yang baru saja di terima nya. Wanita itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di ruangan itu.
"nyonya... Dalam dunia medis ada beberapa obat yang mungkin tidak bisa di deteksi jika itu di lakukan oleh dokter kandungan. Nyonya pasti melakukan pemeriksaan dengan ahli kandungan. dan itu sama sekali tidak akan terdeteksi adalah obat pencegah kehamilan dalam diri anda" jelas dokter muda itu.
Merasa prihatin dengan wanita yang mungkin beberapa tahun lebih tua di atasnya. Dia pun tak habis fikir bagaimana bisa ada seorang suami yang memberikan obat pencegah kehamilan kepada istrinya sendiri.
Ya,,, seorang wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu datang ke rumah sakitnya untuk melakukan pemeriksaan diri. Sekaligus melakukan konsultasi mengapa setelah menikah hampir delapan tahun dirinya belum di karuniai seorang putra. Padahal jelas wanita itu membawa laporan medis tentang kesuburan rahim nya. Dan ternyata hasil yang sulit di percaya itu yang di terima.
***
Zaifa.... Wanita yang tadi baru saja melakukan pemeriksaan diri dari rumah sakit. Kini duduk termenung di dalam taksi yang akan membawanya pulang ke rumah sang suami.
Zaifa memandang ke arah luar dimana cuaca sedang mendung dan rintik-rintik gerimis turun untuk menyegarkan dedaunan. Begitu pula dengan hati dan perasaan nya yang ikut mendung dan menangis.
setelah hampir delapan tahun mengarungi bahtera rumah tangga dan selalu mengharap kehadiran seorang anak namun belum juga di karuniai. Awalnya Zaifa berfikir bahwa mungkin ada yang salah dengan kandungan nya sehingga ia dengan imam, suaminya melakukan pemeriksaan di rumah sakit. dan hasil yang di dapat adalah keduanya sama-sama subur.
Sejak itu Zaifa berfikir mungkin jika tuhan memang belum mau menitipkan amanah kepada dirinya. Hingga beberapa hari yang lalu ia menemukan hal yang membuat ia harus melakukan pemeriksaan ulang.
Beberapa hari yang lalu.....
Zaifa sedang menikmati pahit nya kopi di campur dengan manisnya gula di sebuah cafe yang lumayan ramai pengunjung terutama anak muda.
Kejenuhan yang melanda Zaifa di rumah membuat nya pergi keluar untuk sekedar jalan-jalan ataupun meminum kopi di cafe seperti saat ini.
Semenjak menikah delapan tahun yang lalu Zaifa menjadi wanita rumahan yang jarang keluar. Awal-awal pernikahan hidup nya sangat pahit karena usaha sang suami bangkrut dan tidak menyisakan apapun. Maka Zaifa harus pandai mengatur keuangan karena uang yang di dapat sang suami hanya pas-pasan.
Jangan kan untuk berjalan-jalan seperti saat ini untuk sekedar belanja esok hari pun Zaifa harus panda mengatur uang nya. Namun, berkat kegigihan sang suami dan juga Zaifa yang pandai mengatur keuangan, beberapa tahun kemudian Zaifa dan sang suami sudah memiliki usaha sendiri yaitu beberapa toko dan juga usaha kebun yang di pekerjakan kepada beberapa tetangga sekitar rumah nya.
saat asyik dengan nostalgia nya Zaifa menoleh ke arah pintu masuk yang terbuka karena ada pengunjung baru. Mata Zaifa menyipit ketika ia melihat imam, suaminya sedang berjalan bersama seorang wanita yang di kenal nya adalah dokter kandungan yang beberapa bulan lalu memeriksa rahim nya.
Ada urusan apa mereka. Zaifa pun membawa kopi nya untuk mendekati bangku yang di duduki oleh imam dan dokter tersebut. Zaifa duduk membelakangi imam agar ia tidak ketahuan dan bisa mencuri dengar apa yang hendak di bicarakan oleh sang suami.
"jadi, apakah bapak tetap memberikan obat kepada ibu Zaifa?" tanya dokter itu yang di dengar oleh Zaifa.
Obat? Obat apa yang di maksud.
"ya... Sejak awal pernikahan aku sudah memberikan obat itu kepada Zaifa" jawab imam.
"apakah bapak tidak ingin memiliki seorang anak?"
"tidak. atau mungkin belum untuk saat ini."
"baiklah... Saya membawa obat pencegah kehamilan yang bapak minta. Seperti biasa obat ini akan larut dalam air. Saya harap ini terakhir bapak meminta obat ini dari saya sebab saya tidak mau menanggung dosa lebih banyak lagi" ucap dokter itu sembari meletakkan sebuah obat berupa pil dan menggeser ke dekat imam.
tanpa sepengetahuan imam, di bangku belakang nya. Zaifa meremat gelas yang masih berisi setengah kopi. Tak ia hiraukan rasa panas yang menjalar di tangannya. Karena sungguh hatinya lebih panas saat ini.
Pantas saja dokter itu mengatakan bahwa kandungan nya subur dan hanya perlu menunggu waktu agar ia bisa hamil. Ternyata masalah nya bukan di rahim nya. tapi ada pada suaminya.
Dengan perasaan bercampur aduk, Zaifa beranjak dari sana. Membayar minuman nya kemudian berlalu pergi sebelum suaminya itu menyadari kehadiran nya.
Kembali ke saat ini....
"mbak ... Mbak ..." panggil supir taksi membuyarkan lamunan Zaifa.
"sudah sampai mbak" lanjut sopir.
"oh, sudah sampai ya pak. Maaf pak saya malah melamun" Zaifa menghapus air matanya kasar kemudian merogoh tas untuk mengambil beberapa lembar uang berwarna biru.
"ini kebanyakan mbak" ucap sopir itu menyerahkan satu lembar uang berwarna biru itu.
"itu untuk bapak. Anggap saja rezeki untuk anak bapak" ucap Zaifa tersenyum tipis kemudian berlalu menuju rumah yang baru beberapa tahun ini di renovasi menjadi rumah yang di dalam nya hanya dia sang ratu. Namun, ratu apa yang tidak memiliki pangeran. Bukan. Bukan tidak memiliki. Hanya saja belum..
Namun bagaimana bisa ia memiliki seorang anak, jika partner hidup nya tidak mau memiliki seorang anak. Padahal sudah sejak lama Zaifa ingin merasakan kehadiran seorang anak dalam rumah nya.
***
Tok .... Tok .... Tok ...
Baru saja Zaifa mengistirahatkan badannya di sofa tidur yang ada di ruang tamu nya. Ia sudah mendengar pintu di ketuk. Semakin lama pintu itu semakin keras seperti tidak sabaran.
Zaifa mendengus. Sudah bisa di pastikan siapa yang datang ke rumah nya saat ini.
"lama banget sih. Ngapain aja kamu?!" sentak seorang wanita paruh baya. Kemudian melenggang masuk padahal belum di persilahkan oleh sang empu rumah.
"ada apa ma?" tanya Zaifa duduk di depan wanita yang tak lain adalah mama mertua nya.
"kamu dari mana?" tanya Erlin, mama mertua Zaifa.
"dari keluar sebentar" jawab Zaifa malas.
"kamu dari rumah sakit kan?"
"ngapain???"
"mau memeriksa kan rahim? Rahim kamu sehat? Atau memang kamu mandul?" tanya Erlin dengan sinis.
"apa maksud mama?" tanya Zaifa mencoba sabar. Menahan gemuruh di dada nya.
"Halah......."
Klek... Suara pintu terbuka.
"Mama"
Sapa seorang lelaki yang baru saja masuk ke dalam rumah. Lelaki itu tak lain adalah imam.
"darimana kamu?" tanya Erlin kepada putra nya.
"dari toko ma." jawab imam kemudian mengambil tempat di sebelah sang mama.
"gimana perkembangan toko?"
"bagus ma. Pendapatan nya menaik dari hari ke hari. Besok aku mau belanja karena barang sudah banyak yang kosong"
"heh Zaifa!" sentak Erlin membuat Zaifa sedikit terkejut.
"kamu itu gimana sih sudah tau suami baru pulang kerja malah ngga di sambut. Buatin minum sana. Suami mu ini baru dari luar pasti haus. Kamu yang cuma tiduran di rumah ngga menyambut suami dengan baik. Apa ngga bisa kamu mengambil kan minum untuk suami , hah?"
Tanpa mengucapkan sesuatu atau pun membantah Zaifa langsung berlalu menuju dapur.
"istri mu itu Im bikin mama kesel terus tiap kali kesini" curhat Erlin yang masih terdengar oleh Zaifa.
Zaifa hanya mampu mengelus dada sabar. Entah mengapa sikap mama mertua nya berubah menjadi seperti ini. Dulu awal menikah mam mertua nya sangat menyayangi dirinya seperti putri kandung. Terlebih ketika usaha imam sedang merintis, Erlin selalu mengelu-elukan sikap nya yang pandai mengatur keuangan sehingga bisa menabung untuk usaha.
Namun, sudah dua tahun ini sikap Erlin berubah menjadi mertua yang galak dan selalu marah-marah. Zaifa hanya bisa menghela nafas. Ia tahu benar bahwa sang mertua sudah tidak sabar untuk menimang cucu. Apalagi imam adalah putra semata wayangnya..
Namun, tidak kah Erlin berfikir jika dirinya saja tidak sabar memiliki dan menggendong cucu. Apalagi Zaifa yang seorang wanita yang sudah lama menikah. sudah pasti ia juga sudah sangat ingin menimang seorang anak.
Zaifa tersentak ketika ada sebuah tangan yang melingkar di pinggang ramping nya.
"kamu kenapa hem?" tanya imam lembut kemudian mengecup pipi Zaifa.
"masih memikirkan ucapan mama yang tadi? Jangan di ambil pusing sayang"
Zaifa tersenyum tipis menanggapi ucapan suaminya.
"bagaimana jika melakukan sesuatu yang menyenangkan. Kebetulan cuaca sedang dingin" goda imam.
Pipi Zaifa bersemu merah. Memang suami nya ini selalu harmonis dan mampu menafkahi dirinya dengan baik. Baik kebutuhan materi ataupun batin selalu terpenuhi dengan baik.
"kau tunggu lah di kamar" ucap imam.
"baik lah"
Zaifa pun berlalu meninggalkan sang suami yang sedang meraih gelas dan hendak mengambil air minum.
Imam menoleh ke belakang, memastikan bahwa sang istri sudah naik ke lantai atas. Setelah yakin, imam merogoh saku celana nya dan mengambil satu pil kemudian melarutkan ke dalam air. Setelah pil itu larut, imam pun kemudian membawa gelas itu menuju kamar.
dan tanpa sepengetahuan imam, tindakan nya tadi sudah di awasi oleh Zaifa.
Ceklek....
Imam tersenyum melihat sang istri sudah berbaring di ranjang dengan pose menggoda. Memakai baju dinas tipis berwarna hitam. sungguh imam tidak bisa lagi menahan sesuatu yang ingin segera di salurkan.
Imam meletakkan gelas di nakas kemudian mendekati sang istri. Di tatap nya wajah teduh yang sangat ia cintai. Kemudian tatapan nya beralih ke bibir ranum yang sedikit terbuka. Imam memajukan wajahnya dan...
"tunggu mas" ucap Zaifa menahan bibir imam.
"kenapa sayang?"
"mas bersih-bersih dulu dong. Bau keringat" ucap Zaifa membuat imam melotot.
Imam pun mengendus ketiak nya dan memang bau nya agak asem. imam pun kemudian berlalu masuk ke kamar mandi.
Setelah pintu kamar mandi tertutup Zaifa langsung memasukkan air dalam gelas itu ke dalam plastik yang sudah di sediakan nya sejak tadi.
Zaifa tersenyum menatap suaminya yang sudah terlihat segar.
"mama sudah pulang mas?" tanya Zaifa.
"sudah"
Imam pun naik ke ranjang kemudian langsung menubruk tubuh wangi sang istri setelah melirik ke arah gelas yang sudah kosong. Zaifa hanya tersenyum kecut mendapati tingkah sang suami.
****
"kau yakin itu dia?" tanya seorang pria dengan dingin.
"iya tuan. Meskipun ada sedikit perubahan pada fisiknya karena foto yang menjadi petunjuk adalah foto gadis itu ketika masih SMP namun wajah nya hanya mengalami sedikit perubahan saja" jelas sang asisten.
"ini adalah beberapa foto yang sempat di ambil oleh anak buah kita" lanjutnya.
pria dingin yang masih setia mengenakan pakaian kerja itu mengambil beberapa lembar foto yang ada di atas meja nya.
Foto seorang wanita cantik yang sedang menyesal kopi. Wajah wanita itu hanya terlihat sedikit karena saat foto di ambil wanita itu menghadap ke samping. Namun, hal itu tidak mengurangi kecantikan yang ia mikili.
Satu foto lagi yang ia lihat, ketika wanita itu keluar dari rumah sakit. Sorot matanya yang sendu mengundang amarah pria yang memandang fotonya.
Pria itu menggeser foto wanita itu. Sang asisten yang paham pun segera menjelaskan.
"nona datang ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rahim... karena"
"tunggu? Jadi, pernyataan bahwa dia sudah menikah itu benar?" tanya pria itu dengan sorot mata tajam.
"i...iya tuan. Nona menikah delapan tahun yang lalu. Tepat nya saat tuan baru saja pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan"
"saat itu orang tua nona memaksa nona untuk menikah karena hutang keluarga. Dan nona di jadikan penebus oleh keluarga nya."
Rahang pria dingin itu mengeras. Mengetahui wanita yang di cintai telah menikah, lebih marah lagi mengetahui fakta bahwa wanita nya di jadikan alat penebus hutang oleh keluarga nya sendiri.
"waktu itu nona tidak bisa melakukan apapun, nona sempat melarikan diri namun tertangkap dan di hajar habis-habisan oleh ayah nya karena di anggap durhaka. Nona setuju menikah karena di janjikan akan di kuliah kan dan di bebaskan untuk mengejar cita-cita nya menjadi seorang psikolog. Namun, beberapa bulan setelah pernikahan usaha suaminya bangkrut dan impian nona Kandas. Nona harus ikut berjuang dan pindah ke rumah yang lebih kecil. Beberapa setelah itu orang tua nona meningal karena kecelakaan. Nona menjadi sebatang kara."
Asisten itu takut-takut memandang sang bos.
"lanjutkan...."
"beruntung nona memiliki ibu mertua yang baik dan menganggap nona seperti putri kandung nya sendiri. Namun, dua tahun terakhir ini nona seperti tertekan setiap kali ibu mertua nya datang ke rumah. Terakhir adalah kemarin. Nona di cap sebagai menantu mandul karena sudah delapan tahun menikah tapi belum mampu memberikan cucu. padahal....."
Tok ... Tok ... Tok ...
Ucapan asisten itu terhenti ketika terdengar suara ketukan dari luar. dengan sigap sang asisten membuka kan pintu dan ekspresi wajahnya langsung datar melihat siapa yang datang. Tanpa mengatakan apapun asisten pria dingin itu langsung keluar tanpa permisi dan membiarkan tamu sang bos masuk ke ruangan bos nya.
Zaifa meremat tangan nya pertanda ia sedang gugup. Matanya melirik ke arah ruangan bertuliskan nama 'dokter sekar'. Ya, ruangan konsultasi untuk para wanita yang ingin ataupun akan menjadi ibu itu sedang tertutup karena ada satu pasien ibu hamil yang sedang di periksa.
Ceklek...
Zaifa menoleh dan tersenyum lega ketika pintu ruangan sudah di buka. Dokter Sekar tengah mengantar keluar pasien dan suaminya. Kemudian menyambut hangat Zaifa yang sedang berjalan menuju ke arah nya.
"jadi, apa yang bisa saya bantu nyonya?" tanya dokter Sekar sopan. Tentunya setelah mempersiapkan Zaifa duduk dengan nyaman.
Tanpa menjawab Zaifa membuka tas nya kemudian mengeluarkan plastik berisi air. Hal itu membuat dokter Sekar mengerutkan kening nya heran. Namun, ia hanya diam dan menunggu Zaifa mengatakan sesuatu.
Zaifa mendorong plastik berisi air itu lebih dekat kepada dokter Sekar.
"tolong periksa air ini dok"
"kemarin saya melihat suami saya memasukkan sesuatu ke dalam air ini"
Dokter Sekar mengamati air dalam plastik itu. Air bening yang tampak biasa saja. Namun, pernyataan seorang pasien tidak bisa di abaikan begitu saja. Dokter Sekar pun meraih plastik berisi air itu kemudian mengamati nya dengan seksama.
Air yang tampak tenang sedikit bergoyang karena plastik nya di gerakkan oleh dokter Sekar. Dengan mata jeli nya dokter Sekar melihat benda serupa debu ada dalam air itu.
Dokter Sekar lantas mengambil gelas yang ada di samping meja kerjanya. Gelas yang memang di sediakan oleh dokter Sekar untuk menjamu pasien yang konsultasi pada nya.
Dokter Sekar menyobek ujung plastik itu dan menuangkan semua air nya ke dalam gelas. Setelah tertuang semua, dokter Sekar mengangkat gelas itu dan memperhatikan sesuatu yang mulai mengendap ke bagian bawah gelas.
Dokter Sekar melirik ke arah Zaifa yang sedang fokus memperhatikan setiap gerakannya. Dengan hati-hati dokter Sekar meletakkan gelas itu di tengah-tengah meja agar Zaifa bisa melihat apa yang ada di dalam gelas itu.
"coba nyonya perhatikan"
Zaifa pun langsung memperhatikan air dalam gelas itu dan mata nya tidak mendapati apa pun.
"ada apa?"
"coba nyonya perhatikan dengan baik" ucap dokter Sekar.
"ini...." dokter Sekar menunjuk butiran-butiran kecil yang sudah mengendap di bawah gelas itu.
Zaifa kembali melihat gelas itu. Dan benar ada endapan di bawah gelas yang berarti memang ada sesuatu dalam air itu.
"apa itu dok?" tanya Zaifa. Jantung nya sudah berdegup kencang takut-takut dengan pernyataan apa yang akan di katakan oleh dokter Sekar.
Dokter Sekar tersenyum tipis. Kemudian mengaduk-aduk air itu sehingga endapan tadi terlarut dalam air. Kemudian mengambil sebuah alat suntik dan mengambil sedikit air untuk di jadikan sampel.
"saya akan mengecek ini di laboratorium nyonya. Agar nyonya yakin dengan apa yang ada di air itu. Saya harap apa pun hasil nya nyonya akan terima" ucap dokter Sekar kemudian menyimpan sampel itu ke dalam plastik steril.
"kapan hasilnya keluar dok?"
"paling lambat tiga hari. Saya akan mengabari anda jika hasil nya sudah keluar"
Zaifa mendesah pasrah. Walaupun ada rasa tidak sabar namun tentu saja ia harus menghargai prosedur rumah sakit.
"baiklah. Saya percaya kan kepada anda dokter Sekar"
"iya nyonya. Anda bisa percaya dengan saya. Saya usahakan hasilnya cepat keluar"
"kalau begitu saya pamit undur diri dok. Terima kasih "
Dokter Sekar tersenyum tipis dan menatap Zaifa yang sudah keluar dari ruangan nya.
"bagaimana bisa ada seorang suami yang tega memberikan pil KB kepada istri nya sendiri" gumam dokter Sekar dengan wajah datar.
Diluar rumah sakit. Zaifa mencegat taksi kemudian berlalu pergi dari sana. Tanpa Zaifa sadari bahwa gerak gerik nya di pantau oleh seseorang. Dan orang itu kini masuk ke dalam rumah sakit.
***
keesokan harinya....
Benda pipih milik Zaifa berdering. Zaifa yang sedang menyiapkan sarapan pun mengelap tangan nya pada celemek yang di pakai. Melihat nama dokter Sekar muncul di layar Zaifa langsung menggeser tombol hijau. Tak lama sapaan hangat dari dokter muda di sebrang sana terdengar.
"hasil nya sudah keluar dok? Bukan kah dokter bilang sekitar tiga hari lagi?"
"iya nyonya. Saya bernegosiasi kepada pihak laboratorium untuk mendahulukan milih nyonya"
"baiklah. Setelah suami saya berangkat saya akan langsung kesana"
"saya tunggu kedatangan anda nyonya"
Tak lama sambungan pun terputus. Zaifa cepat-cepat menyimpan kembali ponsel nya dan melanjutkan kegiatan memasaknya ketika mendengar suara langkah kaki mendekat ke arah nya.
Di rumah sakit...
"apakah kau puas?" tanya dokter Sekar menatap datar seorang pria yang tengah duduk di depannya.
"lumayan" jawab pria itu.
"ini menyalahi aturan" geram dokter Sekar.
"hei, pemilik rumah sakit yang menghendaki itu. Kita para pekerja nya bisa apa" elak pria itu kemudian mengendikan bahunya melihat wajah kesal dokter Sekar.
"ini ambil lah" dokter Sekar melempar amplop yang di lengkapi logo rumah sakit itu kepada pria di depannya.
"sebentar lagi nyonya Zaifa akan kesini. Segera enyah lah. Kau mengganggu waktu istirahat ku" sentak dokter Sekar.
Pria itu tersenyum tipis melihat wajah merah padam dokter Sekar. Segera mengambil amplop dan berlalu pergi tanpa berpamitan.
"menyebal kan" sungut dokter Sekar.
Kembali ke rumah Zaifa...
"aku berangkat dulu sayang" ucap imam kemudian mengecup pucuk kepala Zaifa dan berlalu pergi.
Zaifa menatap punggung suami nya dengan nanar. Mengenai hasil pemeriksaan rahim nya seminggu yang lalu. Mengenai apa yang ia lihat dua hari yang lalu. Rasanya ia ingin menolak kenyataan yang begitu menyakitkan. Apakah benar suami nya yang dulu sayang mencintai dirinya tega berbuat hal itu kepada Zaifa.
Enggan memikirkan sesuatu yang membuat hatinya sakit. Zaifa segera membereskan meja makan, mencuci piring dan kemudian bersiap untuk pergi ke rumah sakit.
***
"tuan" sapa seorang sekretaris pria dengan ramah.
"bagaimana?"
"beberapa hari yang lalu nona Zaifa kembali ke rumah sakit. Ia membawa air yang di dalam nya terdapat larutan obat. Anda akan terkejut jika tahu obat apa yang di larutkan oleh pria itu." ucap sang sekretaris kemudian menyodorkan amplop berlogo rumah sakit kepada bos nya.
Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu memandang datar amplop berwarna putih. Perlahan tangan nya menyobek ujung amplop dan mengeluarkan sebuah kertas kemudian membaca nya dengan seksama.
sorot mata tajam itu semakin tajam ketika membaca isi dalam kertas itu. Dalam sekejap kertas putih berisi kata-kata yang membuat ia benci sudah lecek dan pria itu melempar kertas itu ke sembarang arah.
"dasar pria breng*sek" ucap nya.
Sang sekretaris yang melihat itu hanya mampu menelan Saliva nya kasar.
***
Di sebuah taman di alun-alun. Seorang wanita yang tak lain Zaifa sedang meremat kasar sebuah kertas putih dalam pegangan nya. Tangan nya gemetar tak kuasa menahan tangis.
Ia teringat dengan ucapan dokter muda yang sudah di percayai nya untuk memeriksa air kemarin...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!