“Shit! Sudah ku duga pria itu akan datang kemari dan meminta HR Group menopang perusahaannya yang hampir bangkrut itu! Dia benar-benar culas¹.”
Dingin ac dalam ruangan bernuansa modern bergaya elegan berubah menjadi sumuk². Seorang pria berjas hitam yang duduk didepan meja eksekutif beberapa kali berdeham kecil, berusaha mengurangi hawa yang tidak enak pasca pertemuan penting didalam ruangan usai. Sesekali dilihatnya kursi kulit yang memunggunginya, tanda agar dirinya menunggu beberapa saat agar sang eksekutif tenang. Barulah mereka akan berdiskusi langkah apa yang selanjutnya diambil oleh sang eksekutif untuk menghadapi konflik yang terjadi.
“Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini, Alex?” kursi kulit itu berputar 45 derajat, menjadikan keduanya saling berhadapan. Berbatas meja kaca yang menunjukkan batasan dari jabatan yang mereka pegang, keduanya lagi-lagi terdiam beberapa saat, hanyut dalam pikiran masing-masing.
Alex yang merupakan Dewan Penasihat CEO yang menggantikan ayahnya yang sudah pensiun menarik napas dalam sebelum menyatakan pemikirannya tentang masalah yang kini dihadapi oleh atasannya.”Jika Horizon Group menjadi penopang utama Radiant Development, maka Nona akan menjadi-“
***
Satu jam sebelum kedatangan Dewan Penasihat ke ruang CE0...
Dering telepon perusahaan memecah kefokusan seorang eksekutif yang tengah membaca sebuah berita terbaru di layar tabletnya. Dia mengeram kesal karena fokusnya harus teralihkan, namun tetap diambilnya gagang telepon dengan segera. "Ya?-Langsung antar ke ruangan saya seperti biasa," perintahnya pada seseorang dibalik sambungan, ternyata resepsionis. Setelahnya telepon diputus secara sepihak, tablet yang mulanya menampilkan berita terbaru diganti fitur kamera yang menampilkan wajah sang eksekutif disana.
Wajah diamond dengan polesan make up tipis,bibir padat berwarna merah, alis curve rounded serta paduan rambut bergaya effortless natural hair-down waves yang semakin menambah kharismatik dan kesan tegas yang membuatnya banyak dikagumi oleh para kolega bisnis baik internal maupun eksternal. Bersamaan dengannya selesai bersiap,terdengar ketukan pintu yang menandakan tamu pentingnya telah tiba, “Masuk!”
Pintu terbuka, seorang pria kisaran umur lima puluh tahunan berwajah datar melangkah masuk. “Selamat datang, pak Anton. Silakan duduk,” sang eksekutif beranjak dari kursi kulit kebesarannya, menyambut Presiden Direktur perusahaan Radiant Development yang beritanya baru saja ramai di website berita pagi ini. Mereka lantas berjabat tangan, kemudian duduk di sofa berwarna abu yang biasa digunakan untuk rapat khusus. Terletak beberapa langkah dari meja kebesaran sang eksekutif. Resepsionis yang mengantar segera pamit undur diri, meninggalkan dua orang beda generasi yang bersiap memulai rapat penting.
“Anda pasti sudah tahu berita terbaru perusahaan saya bukan, nona Nanda?” pak Anton mulai membuka percakapan setelah dua cangkir teh hijau yang masih mengepul tersaji diatas meja.
Dengan tenang Nanda yang baru mendaratkan tubuhnya di sofa mengangguk. Berita terbaru itu muncul begitu Nanda hendak melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda kemarin, “Bisa langsung ke intinya?” Nanda yang tidak suka basa-basi langsung mengarahkan pembicaraan. Dia hafal betul, pria didepannya ini sangat suka sekali basa-basi jika memiliki niat tersembunyi. Menyebalkan memang.
Wajah yang semula datar itu perlahan menunjukkan keseriusan, “Saya sebagai Presiden Direktur Radiant Development ingin memberi penawaran pada Horizon Group.Jika Horizon Group mau menopang RD, saya jual 15% saham saya kepada Nona.”
Nanda tak lantas mengiyakan, penawaran ini butuh pendiskusian dengan dewan nasihatnya. Melihat kondisi RD yang tengah diambang kebangkrutan tentu akan berat jika harus menopang keseluruhan hutang-hutangnya. Walaupun Nanda tau perusahaannya dikatakan sangat mampu melunasinya. Nanda berpikir bagaimana nantinya reputasi HR Group di publik, meski saham yang ditawarkan besar dengan nilai jual yang cukup anjlok di pasaran.
“Penawaran yang cukup menarik, Pak Anton. Tapi adakah penawaran tambahan dan alasan yang mengharuskan HR Group menopang RD yang sedang di ujung tanduk selain dari saham yang akan saya dapatkan?”
Seperti sudah menyiapkan jawaban akan pertanyaan dari Nanda, Pak Anton merogoh saku jas hitamnya yang berbalut kemeja biru muda. Sebuah foto berukuran 4r sebanyak lima lembar diserahkannya kepada Nanda. Penasaran, Nanda segera mengambil foto yang sodorkan oleh pak Anton.
“Itu alasan yang cukup agar anda mau menopang perusahaan saya. Ah ya, satu hal lagi. Saya juga mengetahui bahwa pak Rama tidak merestui hubungan kalian,” Nanda yang sudah dibuat geram setelah melihat foto 4r itu menatap tajam orang yang terkenal licik dalam berbisnis di seberangnya. Dia merasa muak harus berada disituasi konyol seperti ini. Berbisnis menggunakan kelemahan pribadi lawan. “Emm, bagaimana jika kita membuat kesepakatan untuk saling membantu, Nona? Bukankah kita akan saling diuntungkan?”
Foto yang tadi dipegang Nanda dibuangnya dengan kesal ke meja. Foto yang menampilkan dirinya di sebuah club bersama sang kekasih. Jujur, dia enggan sekali berurusan dengan orang yang wajahnya mudah berganti demi sebuah keuntungan pribadi.
"Jika Nona menyetujui, saya akan rahasiakan hubungan Nona dengan pria yang ada difoto. Serta saya yakin Hr Group pasti akan tambah melebarkan sayap setelah perusahaan saya kembali seperti sedia kala. Saya jamin itu."
“Jangan pernah berbisnis dengan cara seperti ini, pak Anton. Ini sangat kuno dan memalukan,” Nanda menatap lawan bicaranya dengan penuh keberanian dan ketegasan.
Pak Anton justru tertawa jenaka mendengar Nanda yang seakan tidak terpancing, “Terkadang cara yang kuno dan memuakkan ini justru yang akan membawa kita menjadi orang yang paling kuat diantara yang lemah. Ingat satu hal Nona, saham yang anda miliki sekarang, cepat atau lambat akan berpindah tangan ke adik anda. Jika saja ayah anda sudah mengetahui hubungan terlarang ini.”
Dor! Lagi dan lagi, kelemahan Nanda digunakan oleh pak Anton yang tengah tersenyum penuh kemenangan ditempat duduknya.
Nanda baru menyadari bahwa orang yang kini dihadapinya benar-benar bukan lawan biasa. Dengan cara kotor, lawan bicaranya ini akan selalu menang jika bertarung dengan siapapun. Shit! Dan dirinya sudah kecolongan beberapa kali.
“You always know how to win, Bastard. Now I admit it.”
Pak Anton menarik sudut bibirnya, secangkir teh hijau diambilnya lalu mengajak Nanda untuk bersulang.Ting!
“Berikan penawaran tambahan supaya saya yakin jika rahasia ini akan aman.”
Teh hijau tersisa setengah, pak Anton dengan penuh keyakinan membalas, ”Menikahlah dengan anakku, Nona.”
“Are you crazy?”
...•°•Ω○♤<♡>♤○Ω•°•...
¹Culas : dalam KBBI berarti curang atau tidak lurus hati.
Seringkali orang culas memiliki sifat licik dan pandai dalam merencanakan sesuatu untuk mencapai tujuan pribadinya. Sikap culas juga berkaitan erat dengan watak tamak dan serakah.
²Sumuk : istilah dari bahasa Jawa yang artinya gerah atau suasana panas dalam level sedang.
..."••◇◇ ♤◇◇••"...
...Hallo readers, ...
...Welcome back to Istriku Seorang CEO spesial revisi. Semoga kalian bakal lebih suka sama cerita ini. And I need your support to that I can complete this revision. ...
...Stay tuned to the next episode...
... Salam literasi, Author 💙...
✨Permintaan✨
Bu Irma pun menelpon Idris atas permintaan dari suaminya. Tak lama panggilan bu Irma pun tersambung.
"Assalamualaikum mah..." ucap Idris dari sebrang telepon.
"Waalaikum salam nak..." balas bu Irma.
"Ada apa mah? Tumben mamah menelpon?" tanya Idris.
"Iya nak... Mamah cuman ingin tanya sama kamu... Apa kamu bisa pulang ke rumah sekarang?" jawab bu Irma sekaligus bertanya.
"Tentu saja mah... Nanti aku akan izin terlebih dahulu pada Abah yah mah..." jawab Idris.
"Baiklah nak... Mamah tunggu kamu dirumah yah... Assalamualaikum..." ucap bu Irma.
"Iya mah... Waalaikum salam..." jawab Idris lalu mematikan sambungan telepon.
Bu Irma menghela napas lega setelah menelpon anaknya. Kemudian bu Irma pergi ke dapur untuk memasak makanan karena dirumahnya tidak ada pembantu jadi bu Irma yang memasak untuk keluarga kecilnya.
(Pesantren)
Idris berjalan menuju ndalem untuk meminta izin pada Abah Kyai. Sesampainya di depan ndalem Idris segera mengetuk pintunya. Sesaat kemudian pintu pun terbuka dan seorang wanita keluar dari dalam ndalem. Tak disangka yang keluar dari ndalem adalah ning Rekha anak dari Abah Kyai yang menjadi idaman para santri.
"Assalamualaikum ning..." ucap Idris menundukkan pandangannya.
"Waalaikum salam mas Idris... Ada apa yah?" tanya ning Rekha.
"Abah ada di ndalem ning?" tanya Idris balik.
"Ada didalam... Sebentar yah saya panggilkan... Silahkan masuk dan duduk dulu..." jawab ning Rekha mempersilahkan Idris untuk masuk dan duduk di sofa ndalem sambil menunggu kedatangan Abah Kyai.
"Iya ning... Terima kasih..." ucap Idris lalu masuk dan duduk di bawah sofa ndalem seperti kebanyakan santri.
Beberapa menit kemudian Abah kyai datang dari balik tirai dengan bantuan ning Rekha. Umur Abah kyai mungkin sekitar tujuh puluh tahunan. Abah kyai berjalan menggunakan tongkat kayu dengan ukiran cantik berwarna cokelat tua kehitaman. Lalu duduk di sofa dengan perlahan, sedangkan ning Rekha masih setia berdiri dibelakang Abah Kyai. Idris kemudian mencium tangan Abah Kyai terlebih dahulu. Barulah setelah itu Idris memberitahu maksud kedatangannya ke ndalem.
"Ada apa Idris?" tanya Abah Kyai to the point.
"Jadi begini abah... Idris mau minta izin pulang... Apa boleh Abah?" jawab Idris dengan kepala tertunduk untuk menghormati gurunya.
"Hehe... Idris... Idris... Kamu udah berapa tahun dipondok? Masih aja begini nggak... Kalau mau pulang, silahkan pulang saja... Abah titip salam yah buat keluargamu... Assalamualaikum..." ucap Abah kyai dengan senyum yang menyejukkan.
"Alhamdulillah... Makasih Abah... Insyaallah Idris sampaikan salam Abah pada keluarga..." ucap Idris sambil mengusap wajahnya dengan senang hati.
"Iya... Hati-hati dijalan yah..." ucap Abah kyai.
"Iya Abah... Idris pamit... Assalamualaikum..." ucap Idris lalu mencium tangan Abah kyai sebanyak tiga kali.
"Iya... Waalaikum salam..." balas Abah kyai.
Kemudian ning Rekha membantu Abah Kyai bangkit dari sofa dan mengantarkannya masuk kedalam kamar. Setelah mendapatkan izin dari Abah Kyai, Idris segera bangkit dan keluar dari ndalem.
"Mas Idris!" panggil seseorang yang membuat langkah kaki Idris terhenti. Lalu membalikkan badannya.
"Dalem ning? Ada apa yah?" tanya Idris ketika melihat ning Rekha yang sedang tersenyum di depan pintu ndalem.
"Ini oleh-oleh dari abah buat keluarga katanya..." ucap ning Rekha menghampiri lalu memberikan sekantung plastik hitam.
"Terimakasih ning... Assalamualaikum..." ucap Idris menerima pemberian dari ning Rekha.
"Waalaikum salam... Hati-hati mas Idris..." balas ning Rekha sambil melambaikan tangannya ke arah Idris. Dengan malu-malu Idris membalas lambaian itu. Dan berbalik meninggalkan ning Rekha yang masih setia berdiri di depan pintu ndalem.
Sesampainya di kamar, Idris segera membuka kantung plastik yang diberikan oleh ning Rekha. Terlihat banyak buah-buahan segar di dalamnya. Setelah selesai bersiap lalu Idris bergegas menuju parkiran motor.
"Idris! Mau kemana?" tanya pak Lukman yang sedang menyapu disekitar parkiran motor.
"Mau pulang pak..." jawab Idris sambil menyalakan mesin motor dan duduk di atasnya.
"Hati-hati Idris..." ucap Pak Lukman.
"Iya pak... Pulang dulu yah... Assalamualaikum..." ucap Idris lalu menjalankan motor nya keluar dari area pesantren.
"Iya... Waalaikum salam..." balas pak Lukman.
Sekitar 30 menit, akhirnya Idris sampai di rumahnya. Terlihat bu Irma sedang menunggu kedatangan anaknya di teras rumah. Idris memasukkan motornya kedalam garasi bersama mobil pak Anton yang sudah terparkir di dalamnya.
"Assalamualaikum mah..." ucap Idris.
"Waalaikum salam..." balas bu Irma.
"Ini ada oleh-oleh dari Abah Kyai mah... Dan juga Abah Kyai nitip salam sama Idris buat keluarga... Assalamualaikum..." ucap Idris menyampaikan salam sambil memberikan sekantung plastik yang berisi buah-buahan segar di dalamnya kepada bu Irma.
"Iya waalaikum salam... Makasih yah... Ayo masuk dulu..." balas bu Irma menerima oleh-oleh tersebut lalu mengajak Idris untuk masuk ke dalam rumah.
Allahuakbar... Allahuakbar...
Idris segera membersihkan badannya lalu melaksanakan kewajibannya pada Yang Maha Kuasa. Setelah itu Idris berjalan ke ruang makan. Di sana sudah ada pak Anton, bu Irma dan juga adik perempuannya yaitu Fika. Mereka telah menunggu kedatangan Idris di meja makan.
"Mas Idris pulang kapan ko Fika ngga tahu si?" tanya Fika ketika Idris akan duduk di sebelahnya.
"Tadi sore dek..." jawab Idris lalu duduk disebelah adiknya.
"Ayo kita makan..." ucap bu Irma.
"Iya mah... Kita berdoa dulu... Ayo..." ucap Idris lalu memimpin doa sebelum makan.
Setelah makan malam selesai Idris berkumpul diruang tamu bersama pak Anton dan bu Irma. Fika tidak ikut karena pak Anton menyuruhnya untuk masuk ke dalam kamar. Pak Anton perlahan mendekati Idris dan duduk di sebelahnya.
"Idris..." panggil pak Anton.
"Iya pah..." ucap Idris seraya menoleh ke arah pak Anton.
"Papah punya permintaan sama kamu... Maukan kamu memenuhi permintaan papah?" tanya pak Anton.
"Iya pah... Emang papah punya permintaan apa?" tanya Idris memandang pak Anton dengan serius.
"Sebenarnya perusahaan papah kemarin hampir bangkrut karena papah punya banyak hutang sama perusahaan Firma Group... Salah satu syarat agar perusahaan Firma Group tidak mengambil perusahaan papah adalah kamu harus menikah dengan Nona Nanda pewaris perusahaan Firma Group Idris... Seandainya kamu menolak maka perusahaan papah akan bangkrut nak..." jawab pak Anton menjelaskan ke inti.
"Papah ngga bercanda kan?" ucap Idris tak percaya.
"Papah nggak bercanda Idris... Kamu mau kan memenuhi permintaan papah? Kamu pengen perusahaan papah bangkrut?" tanya pak Anton.
Kemudian Idris terdiam dengan pertanyaan pak Anton padanya. Idris termenung memikirkan pertanyaan tersebut dan berusaha supaya tenang.
"Kasih waktu aku untuk berpikir pah..." jawab Idris dengan lirih.
"Papah ngasih waktu kamu sampai besok pagi yah..." ucap pak Anton sambil memegang pundak anaknya.
"Iya pah... Idris ke kamar dulu pah mah... Selamat malam..." ucap Idris lalu bangkit dan berjalan ke arah kamar.
"Iya malam juga..." balas pak Anton dan bu Irma lirih.
✨Jalan terbaik✨
Di sepertiga malam Idris terbangun untuk melaksanakan sholat tahajud dan meminta petunjuk pada Sang Ilahi. Perkataan dari pak Anton sungguh membuat Idris merasa bimbang.
"Ya Allah... Apakah ini jalan terbaik bagiku? Kuatkan aku untuk menjalani semua yang telah engkau takdir kan pada ku Ya Allah.... Jika ini adalah jalan terbaik bagi ku insyaallah aku siap untuk menjalani nya Ya Allah..." ucap Idris menengadahkan tangannya seraya melihat ke atas.
Setelah itu Idris bersujud selama beberapa saat. Kemudian membaca Alquran sambil menunggu waktu shubuh. Idris berusaha melawan kantuk yang begitu terasa dengan terus membaca Alquran. Hingga suara adzan subuh pun terdengar ditelinganya.
Dengan segera Idris mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibannya pada Sang Ilahi. Kemudian dilanjutkan dengan membaca Alquran kembali. Hingga tak terasa Idris tertidur sambil memeluk Alquran.
Bu Irma masuk ke dalam kamar Idris karena hari sudah mulai siang. Perlahan mata Idris terbuka ketika pancaran sinar matahari menerpa wajahnya. Tirai gorden yang tadinya tertutup sekarang terbuka lebar membawa udara yang sejuk masuk ke dalam kamar.
"Idris... Kamu sudah bangun nak?" tanya bu Irma berjalan mendekati anaknya.
"Iya mah..." jawab Idris sambil mengucek matanya yang masih sedikit buram.
"Ayo mandi setelah itu kamu sarapan yah... Mamah tunggu kamu diruang makan..." ucap bu Irma mengelus pundak Idris kemudian berlalu dari dalam kamar.
"Iya mah..." balas Idris lalu bangkit dari kasur. Berjalan ke arah kamar mandi. Tak lupa pula mengambil handuk yang ada di lemari kecil.
10 menit sudah Idris berada dikamar mandi. Setelah membersihkan badannya dan berpakaian seperti biasa Idris segera keluar menuju meja makan. Ternyata pak Anton, bu Irma dan Fika sudah menunggumya di sana.
"Maaf kalau lama..." ucap Idris sambil menarik kursi disamping Fika.
"Ngga papa ko... Ayo kita makan..." balas bu Irma.
Semua orang berdoa lalu memakan makanan nya masing-masing. Terasa sangat hening di ruang makan hanya terdengar suara dentingan sendok dengan piring. Setelah selesai makan pak Anton mengajak Idris untuk pergi ke taman belakang rumah.
"Bagaimana Idris? Apa keputusan mu?" tanya pak Anton to the point.
"Iya pah... Idris mau menikah dengan Nona Nanda..." jawab Idris dengan menundukkan kepalanya.
"Kamu yakin dengan keputusan mu?" tanya pak Anton meyakinkan.
"Iya pah... Jika ini adalah jalan terbaik maka Idris akan menjalankan nya dengan sepenuh hati pah... Insya Allah..." jawab Idris dengan penuh keyakinan.
"Terima kasih nak... Papah bersyukur punya anak seperti kamu yang mau ngertiin papah..." ucap pak Anton sambil memeluk Idris dengan erat.
"Iya pah..." balas Idris lalu membalas pelukan dari pak Anton.
"Papah diberitahu jika Nona Nanda ingin bertemu dengan mu direstoran Palas jam sepuluh... Kamu bisa kan?" tanya pak Anton memberitahu sambil melepaskan pelukannya.
"Iya pah... Idris siap-siap dulu..." jawab Idris lalu pergi meninggalkan pak Anton di taman belakang.
Idris bersiap-siap selama 20 menit, setelah itu ia keluar dari kamar. Karena sekarang adalah hari minggu jadi pak Anton dan Fika berada di rumah. Didekatinya Fika yang tengah belajar di ruang tamu lalu duduk di sebelahnya.
"Dek kamu lagi ngapain serius banget?" tanya Idris.
"Aku lagi ngerjain tugas buat besok..." jawab Fika yang serius dengan pekerjaan dilaptopnya.
"Sekarang kamu kelas berapa yah dek?" tanya Idris yang membuat Fika langsung menoleh.
"Mas Idris lupa? Tambah tua jadi pelupa..." jawab Fika memandang Idris dengan bibir yang dimajukan.
"Hehe ngga lupa ko... Sebentar lagi kamu lulus kan?" tanya Idris dengan kekehan kecil.
"Iya mas..." jawab Fika.
"Jangan cemberut lagi donk... Senyum dek kan ngga harus bayar..." ucap Idris mencubit pipi gembul adiknya.
"Iya ini aku senyum...." balas Fika menunjukkan lengkungan senyum dibibirnya.
"Eh tunggu dulu... Mas Idris mau kemana? Kok rapi banget..." tanya Fika yang melihat Idris dengan heran.
"Kepo banget si kamu... Udah kerjain tuh tugasnya..." jawab Idris meledek.
"Jahat banget si... Bawel mas Idris..." balas Fika lalu mulai mengerjakan tugasnya kembali.
Idris melirik jam tangan yang melekat di tangan kirinya. Lalu bangkit dan bergegas keluar dari rumah menuju garasi untuk mengambil motornya. Bu Irma menghampiri ketika Idris akan keluar dari gerbang.
"Apa kamu yakin dengan keputusan mu nak?" tanya bu Irma dengan raut wajah khawatir.
"Insyaallah mah... Doakan yah..." jawab Idris lalu mencium tangan Bu Irma.
"Iya nak... Hati-hati yah..." ucap bu Irma sambil memegang pundak Idris dan mengelus dengan lembut.
"Iya mah... Assalamualaikum..." ucap Idris.
"Waalaikum salam..." balas bu Irma.
Setelah itu Idris menancap gas dan pergi ke restoran Palas. Karena hari minggu restoran tersebut terlihat ramai. Sesampainya disana Idris memarkirkan motornya lalu berjalan memasuki restoran. Idris melihat seorang wanita yang sedang duduk sendirian dibangku pojok.
"Permisi..." ucap Idris menghampiri wanita yang tengah asik bermain ponsel.
Wanita tersebut mendongak ke arah Idris. Dia memperhatikan Idris dari atas sampai bawah. Dan kembali memandang ke wajah tampan Idris.
"Maaf... Apa bener anda ini Nona Nanda Firmadani?" tanya Idris dengan hati-hati. Takutnya salah orang.
"Iya bener... Kamu anaknya Pak Anton?" tanya Nanda memastikan.
"Iya betul..." jawab Idris dengan anggukan kepala.
"Oh silahkan duduk!" ucap Nanda mempersilahkan Idris untuk duduk di bangku kosong di depannya.
"Oh iya terima kasih..." balas Idris lalu menarik kursi kosong tersebut dan duduk berhadapan dengan Nanda.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!