"Pa mana bisa kayak gitu," bentak seorang perempuan bernama Queen pada ayahnya sendiri.
"Ikut Papa sekarang," pria paruh baya itu menarik anaknya masuk ke kamarnya untuk membicarakan suatu hal yang serius.
Di ruang keluarga mansion megah sebuah keluarga tengah mengalami keributan, ini adalah kediaman rumah keluarga konglomerat Fernandez seorang pengusaha sukses di bidang elektronik dan juga pariwisata.
Keluarga Fernandez di karuniai tiga orang anak, anak pertama bernama Julian Fernandez, anak kedua bernama Wilona Alexsia Fernandez sedangkan anak terakhir bernama Queen Alexsia Fernandez.
"Dengarkan Papa, menikahlah dengannya selama satu tahun. Setelah itu kau boleh cerai dan menikah dengan pria pilihanmu," ucap Fernandez pada anak bungsunya yang baru berumur 20 tahun.
"Pa, yang mau di jodohin dan yang buat kesalahan itu Kakak bukan aku. Mengapa aku yang harus menerimanya, aku gak mau. Pokoknya aku gak mau," bentak Queen tidak terima.
"Papa mana mungkin menjodohkan Wilona yang sedang hamil dengan Drian, paham kamu!"
"Tapi-"
"Gak ada tapi-tapian, pokoknya mau tidak mau kau harus menikah dengannya. Papa tidak mau nama baik papa tercoreng karena menggagalkan perjodohan ini," Bentak Fernandez sekali lagi.
"Sialan."
"Kalau kau berani menolak, Papa tidak akan segan-segan untuk mencabut namamu dari ahli waris keluarga."
"Oke-okey, terserah Papa sajalah percuma berdebat sekalipun," Queen membanting pintu kamar dengar keras, ia kemudian berjalan menuju kamarnya di perjalanan ia sempat menatap sinis kakaknya yang tengah menangis di sofa.
Jadi Wilona awalnya akan di jodohkan dengan Drian seorang anak dari teman Fernandez, namun tiba-tiba Wilona mengatakan bahwa dirinya tengah mengandung anak dari pria lain. Jadi karena tidak mau mencemari nama baiknya, Fernandez menggantikan Wilona oleh Queen adiknya sendiri.
"Setelah acara pernikahan pergilah ke Amerika untuk melahirkan anak haram itu, jangan sampai ada yang tahu kalau kau hamil di luar nikah. Kalau sampai ada yang tau kau akan menerima akibatnya," bentak Fernandez.
Wilona menangis di pangkuan ibunya, Julian juga berada di sana. Dalam hidup Fernandez Nama baiknya jauh lebih penting dari apapun, ia akan melakukan cara apapun untuk melindungi nama baiknya itu.
Di tempat lain Drian juga sedang marah-marah karena tidak terima dirinya malah akan di jodohkan dengan adiknya Wilona, "Ini keluar dari kesepakatan awal aku," tegasnya.
"Sudahlah Terima saja, lagipula kalau kita batalkan sepihak nama baik kita yang sudah kita bangun dengan susah payah akan hancur," ucap ayahnya dengan tegas.
"Mengapa harus Queen? Orang yang paling aku benci di dunia ini," Drian mengacak-acak rambutnya karena frustasi.
"Sudah turuti saja, kau tidak kasihan pada ibumu."
Ibunya Drian sedang sakit parah saat ini hal yang paling ibunya inginkan adalah melihat pernikahan anaknya bersama anak dari keluarga Fernandez, saat Drian masih dalam kandungan ibunya dan ibunya Wilona sudah berjanji untuk menjodohkan mereka berdua.
"Tapi yang ibu inginkan itu bersama Wilona bukan dengan wanita gila bernama Queen itu," timpa Drian kembali.
"Cukup Drian!" Kusuma menghela nafasnya dengan berat, "Turuti saja, dengan ini nama perusahaan kita juga akan naik."
Drian berjalan menuju kamarnya.
"Bersiaplah setelah ini kau harus menemani Queen untuk membeli baju pernikahan."
Drian tidak menggubris ucapan dari ayahnya.
___________
Drian dan Queen bertemu di sebuah kafe untuk membicarakan masalah pernikahannya, setelah keduanya sampai mereka malah saling melayangkan tatapan tajam, aura mengerikan muncul di sekitar tubuh mereka.
"Gak usah kepedean," keduanya mengucapkan itu berbarengan.
"Lu duluan," titah Drian.
"Gue nerima perjodohan ini karena keluarga, kalau gue bisa nolak gue udah pasti nolak pernikahan ini," ucap Queen.
"Ya gue juga sama lah, mimpi buruk gue nikah sama lu."
"Lu pikir ini bukan mimpi buruk juga buat gue?"
Drian tersenyum sinis, "Yang ada seneng kali lu."
Queen berdecak sebal, "Seneng lu bilang? Pengen mati gue yang ada."
"Ya udah mati aja biar sekalian gak jadi nikah."
"Tai lu."
"Gue kasih tau yah, saat ini gue udah punya pacar. Jadi walaupun kita udah nikah nanti, gue bakalan tetep pacaran sama cewek gue."
"Lu pikir gue gak punya pacar? Punya kali, mana ada cewek sempurna kayak gue jomblo," Queen kembali tersenyum, "Gini deh, kita lakuin pernikahan ini hanya untuk status doang. Setelah nanti kita tinggal berdua kita bebas lakuin apapun selayaknya gak pernah terjadi pernikahan di antara kita."
"Setuju."
"Bagus," Queen tersenyum bahagia.
___________
Hari pernikahan mereka telah tiba, Queen sedang duduk di kamarnya menunggu namanya di panggil. Tiba-tiba Julian masuk ke kamar itu untuk memeriksa keadaan adiknya, ia tau kalau Queen pasti sangat terpukul akan hal ini.
"Kau yang sabar yah, siapa tau nanti setelah bersama akan muncul benih-benih cinta," Julian mengelus pundak adiknya.
"Enggak, gak bakalan ada. Enak aja cinta sama pria egois dan sinting kayak dia," tolak Queen sambil merinding, ia tidak akan mungkin jatuh hati pada Drian.
Julian tersenyum kecil, "Jangan enggak-enggak tapi nanti kepincut."
"Gak usah ledek aku kak."
"Iya-iya, besok pagi Wilona bakalan terbang ke Amerika kau benar-benar tidak mau bertemunya dulu? Walaupun dia salah tapi cobalah temui dia, dari kemarin ia selalu merasa bersalah padamu bahkan untuk bertemu denganmu saja dia tidak mau."
Queen terdiam sejenak, ia masih kesal dengan kelakuan kakaknya. Tapi bagaimana pun juga Wilona tetaplah kakaknya, kakak yang baik juga, dulu sering sekali Wilona menolong dan membantunya ketika kesusahan.
"Aku pikirkan nanti," balas Queen menundukkan kepalanya.
"Ya sudah, kakak juga gak maksa kamu untuk ketemu dia. Karena kakak tau kalau kau pasti marah padanya, kalau begitu kakak pergi dulu yah. Namamu juga tampaknya akan segera di panggil.
Queen mengangguk perlahan. Namanya di panggil oleh pendeta untuk segera melangsungkan janji suci pernikahannya, pernikahan mereka berjalan dengan lancar. Setelah selesai acara Queen dan Drian langsung di suruh untuk menginap di hotel, Drian dan Queen yang baru masuk kamar hotel langsung berebut kasur.
"Elu yang tidur di sofa," Queen mendorong-dorong tubuh Drian dari atas kasur.
"Enggak, lu aja sana."
"Nanti yang ada gue sakit badan kalau tidur di sofa."
"Dasar manja."
"Biarin, sana gak pergi......."
Drian tidak menghiraukan ucapan Queen, ia dengan santainya malah tiduran di kasur.
"Dasar cowok sinting," Queen melempar bantal ke wajah Drian sembari turun dari kasur, ia tampaknya akan mengalah dan tidur di sofa malam ini.
Drian tersenyum kemenangan, "Siapa suruh mau nikah sama gue."
"Siapa bilang gue mau? Gue di paksa yah Drian sinting," balas Queen sambil menyimpan bantal di sofa, setelah itu ia mulai membaringkan tubuhnya di sofa, seharian ini benar-benar melelahkan untuk nya.
Paginya saat sarapan Drian sarapan sendiri di lobi hotel meninggalkan Queen yang masih tidur, Queen membuka matanya perlahan sembari memposisikan dirinya untuk duduk.
"Sialan, badanku sakit semua gara-gara tidur di sofa," ucapnya setengah sadar.
Queen mulai bangun sambil menggerakkan kakinya ke kamar mandi, selesai dari kamar mandi ia segera turun ke lobi untuk sarapan, setelah mengambil sepiring salad ia langsung mencari Drian.
Queen duduk di kursi dekat Drian, "Bisa-bisanya lu ninggalin," ucap Queen.
"Buat apa gue nungguin lu, gak ada waktu."
"Dasar sinting."
Sementara itu di bandara internasional Soekarno-Hatta Wilona akan segera pergi ke Amerika bersama kekasihnya ia juga ditemani oleh Julian, orang tuanya tidak mau mengantarkan Wilona karena masih kecewa.
"Queen masih marah yah? Sampai dia bahkan gak mau nemuin aku," tanya Wilona pada Julian.
"Sudahlah jangan pikirkan anak itu, sekarang kau pergi saja. Hati-hati di jalan," balas Julian.
"Katakan padanya kalau aku minta maaf, aku tidak tau kalau pada akhirnya akan seperti ini," Wilona tanpa sadar menangis lagi.
"Pasti ku katakan."
"Aku pergi," pamit Wilona sambil menggandeng kekasihnya.
Setelah Wilona masuk Julian langsung menemui Queen yang ternyata ada di sana bersama Drian sedari tadi, "Kenapa gak temuin aja?" tanya Julian pada Queen yang sudah mau kabur.
Queen menghentikan langkahnya lalu berjalan ke hadapan Julian, "Enggak, enggak mau."
"Dia sudah merasa bersalah, jadi maafkanlah dia."
"Aku masih gak terima aja kak, dia yang buat salah mengapa aku yang harus bertanggung jawab. Hidupku selalu saja seperti itu," bentak Queen.
"Terserah kau saja."
"Ya udah," Queen berjalan pergi bersama Drian.
Julian hanya menghela nafasnya dengan kasar, kini ia juga mulai pergi karena ada rapat di kantornya. Sebagai anak tertua dan anak laki-laki satunya ia jadi yang paling sibuk sekarang karena ayahnya sangat berharap besar pada dirinya.
__________
Queen dan Drian telah pulang ke rumah yang di berikan ayahnya Queen untuk mereka tinggali berdua, mereka membereskan barang mereka di kamar mereka masing-masing.
Karena mereka tidak mau jika harus tidur di satu kamar yang sama, Fernandez ayahnya Queen juga tidak masalah jika mereka ingin tidur pisah.
"Gue mau pergi," ucap Drian pada Queen yang sedang sibuk makan cemilan di ruang tengah.
"Mau kemana?" tanya Queen kepo.
"Kepo lu jadi orang."
"Dih ya udah sih kalau gak mau ngasih tau."
"Kalau gue kasih tau yang ada lu ngintilin gue, gue mau ketemu pacar gue."
"Kayak yang kurang kerjaan banget yah gue ngikutin anda," sinis Queen sembari memutar bola matanya malas.
"Ya udah makannya, ke supermarket sana! Belanja bulanan."
"Boleh."
__________
Queen sudah berada di supermarket, karena selama hidupnya ia tidak pernah belanja bulanan kini ia kebingungan harus beli apa saja. Queen sedari tadi malah berdiri di depan rak cemilan, "Beli apa yah?" Queen menatap keranjang belanjanya yang telah di penuhi oleh mie instan dan snack juga minuman saja.
"Segini cukup kali yah? Belanja bulanan? Emangnya kalau belanja bulanan harus beli apa aja?" Queen termenung.
"Ah udah ah pusing, suruh beli aja sendiri kalau ada yang kurang," Queen pergi ke arah kasir untuk membayarnya.
Sesampainya di rumah ia langsung menyimpan semua belanjaannya di atas meja makan, ia duduk di kursinya. Tidak lama setelah itu Drian datang dan langsung menghampiri Queen.
"Beli apa aja tadi?"
"Tuh," Queen menunjuk kresek belanjaan di meja.
Drian membuka kresek itu, "Lu gak pernah liatin pembantu lu buat belanja bulanan apa?"
"Ya bener gitu kan? Emangnya beli apa lagi?"
Drian menghela nafasnya dalam-dalam, "Gak beres nih anak, emangnya lu sebulan cuman mau makan ini aja? Kita baru pindah loh ke sini. Beli sabun kek atau pewangi ruangan bisa kan?"
"Yah kan gue gak tau harus beli itu, lagian kalau makan kita bisa pesen gofood kan."
Drian lagi-lagi menghela nafasnya, "Terlalu di manja sih, makannya kebutuhan bulanan aja lu gak tau."
"Ya maaf, lagian kalau beli sayuran atau bahan masakan lain siapa yang mau masak? Gue gak bisa masak Drian......"
Drian pergi dari sana.
"Mau kemana?" tanya Queen.
"Supermarket lagi," balas Drian sinis.
"Ikut......." Queen mengejar Drian untuk ikut.
Setelah sampai di supermarket, Queen terus membuntuti Drian. Drian membeli beberapa telur, sayuran dan bahan-bahan masak lainnya seperti minyak, Queen hanya celingukan tidak mengerti apapun, ia memang tidak pernah belanja seperti itu karena semua makanan dan keperluannya sudah di siapkan pelayan.
Setelah selesai belanja mereka langsung pulang, di rumah Drian langsung menyuruh Queen untuk membereskan belanjaannya ke dalam kulkas dan rak makanan. Queen menurutinya.
Drian duduk di kursi yang ada di dekat meja makan sambil memainkan ponselnya, sesekali ia menatap ke arah Queen yang sedang menata makanan, "Ternyata ada enaknya juga nikah sama dia, bisa di suruh-suruh. Padahal dulu mana mau dia di suruh-suruh kayak gitu," gumam Drian tersenyum.
"Dih ngapain gue senyum, ah udahlah," tambah Drian kembali fokus pada ponselnya.
Selesai membereskan semua makanan, Queen duduk di sofa dengan sebotol soda di tangannya, ponselnya berdering dan ternyata itu dari Niana temannya.
"Apa?" tanya Queen pada Niana, Queen mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Untuk merayakan pernikahan lu gimana kalau nanti malam kita dinner di restoran," balas Niana di sebrang telpon.
"Merayakan-merayakan, enggak ada. Lagian gue di paksa nikah sama dia."
"Ayolah Queen ku yang baik, siapa tau nanti lu malah suka sama Drian."
Queen mendengar itu langsung pura-pura muntah, "Gak bakalan mungkin, jangan bicara yang enggak-enggak deh."
Niana terdengar tertawa, "Yeh cinta itu ada karena terbiasa Queen."
"Lu ngomong gitu lagi gue apus lu dari daftar teman gue."
"Oh iya Queen, Ken kemarin nanyain lu. Katanya dia juga mau ketemu sama lu, udah bilang belum?"
"Ken?"
"Iya Ken, kayaknya dia juga udah tau deh soal pernikahan lu sama Drian. Makannya dia mau ketemu sama lu."
"Sekarang Ken dimana?"
"Gak tau, entar gue kirim deh nomer Ken nya."
"Okey."
"Ya udah jadi gak ini dinner."
"Iya-iya, ya udah gue matiin dulu," Queen mematikan sambungan teleponnya.
Kebetulan Drian lewat sambil membawa kopi, "Nanti malam Niana ngajak Dinner, ikut yah."
"Boleh."
"Bagus."
Drian berjalan menuju taman belakang rumah, ia ingin bersantai di sana sambil merokok dan minum kopi. Sementara Queen sedang mencoba mengirim pesan pada Ken, Ken adalah mantan pacarnya yang belum lama putus, Queen masih berharap pada Ken makannya ia mencoba menghubungi Ken.
Malamnya Drian dan Queen telah sampai di restoran bintang Lima yang telah di sepakati, di lantai atas teman-temannya juga sudah datang.
"Hay gays," Queen cepika-cepiki pada teman-temannya yang hadir di sana.
Drian juga sebenarnya dulu satu sekolah dengan Queen jadi temannya Queen adalah temannya Drian juga, hubungan permusuhan di antara keduanya juga di ketahui oleh teman-temannya.
Setelah menyapa teman-temannya Drian dan Queen langsung duduk di kursi yang telah di sediakan, "Oke kalian makan dan pesan sepuasnya, malam ini gue yang traktir," ucap Queen.
"Siap my Princess," saut semua temannya berbarengan.
"Gimana malam pertamanya?" tanya Niana jail.
"Kagak ada malem pertama-pertama, bisa gak? Gak usah bahas hal kayak gitu. Kalian semua tau kan gue gak mungkin lakuin itu sama dia," Queen menunjuk Drian yang duduk di sampingnya.
"Gue juga gak nafsu kali kalau sama perempuan model kayak gini," timpa Drian yang sama tidak terimanya dengan ucapan Niana.
"Yeh nanti juga terbiasa," sindir Juan.
"Berisik kalian semua, sekarang kita pesan makanan aja dulu," Queen memanggil pelayan di restoran itu.
Mereka menyebutkan pesanan mereka satu persatu, setelah itu mereka ngobrol-ngobrol ringan sampai tiba-tiba kedatangan seseorang membuat suasana yang awalnya ramai jadi canggung.
"Hay," wanita yang datang itu langsung menyapa semua orang.
Wanita itu bernama Widia, dia adalah kekasih Drian yang juga teman satu angkatan sekolah mereka.
"Duduk," titah Drian, ternyata Drian lah yang mengundang dia ke pesta malam ini.
"Makasih," Widia tanpa rasa malu langsung duduk di samping Drian karena kebetulan juga kursi di samping Drian masih ada yang kosong.
"Sorry telat, ada urusan dulu tadi," ucap Widia tersenyum.
"Gak papah," balas Niana malas, sebenarnya Niana dan yang lainnya agak malas dengan kedatangan Widia karena sejak dulu Widia di kenal sebagai wanita penuh drama.
Mereka kembali mengobrol sementara tanpa malu Drian dan Widia malah terlihat asik berdua, tapi karena Queen tidak punya rasa apapun pada Drian jadinya ia tidak peduli dengan hal itu.
"Ke kamar mandi yuk," Niana menarik Queen untuk ke kamar mandi.
Setelah di kamar mandi Niana langsung menginstogasi Queen, "Ngapain ngundang dia?" tanya Niana.
"Siapa?"
"Widia, perasaan gue gak ngundang dia buat dateng."
Queen tertawa kecil, "Yah palingan Drian yang undang, gue gak ngundang dia. Tau kontaknya aja enggak."
"Sialan tuh anak, Jangan-jangan mereka masih punya hubungan lagi."
"Emang punya, ya udahlah biarin aja."
"Kok lu gitu sih? Sebagai istri-"
Queen memotong ucapan Niana, "Istri apa? Enggak ada istri-istrian, lu kan tau pernikahan gue sama Drian itu karena apa, jadi ya udah biarin aja."
"Ya tapikan-"
"Udah gak ada tapi-tapian, kita pergi lagi yuk," Queen menarik tangan Niana untuk kembali ke meja makan.
Makanan mereka telah datang semua, sambil makan mereka juga ngobrol-ngobrol ringan. Hari sudah larut malam, Queen tanpa sadar minum terlalu banyak membuatnya sedikit mabuk. Drian memapah Queen ke mobil, di sisi lain Widia yang melihatnya merasa cemburu.
"Sampai kapanpun Drian milikku, aku gak bakalan kasih dia pada siapapun. Kau boleh memiliki raganya tapi hatinya akan tetap untukku sampai kapanpun," gumamnya dalam hati.
Niana tiba-tiba berdiri di samping Widia, "Gak capek yah dari dulu drama terus buat miliki Drian, jodoh tuh udah ada yang ngatur jadi gak usah berharap terlalu jauh deh mulai sekarang," Niana tersenyum sinis.
"Maksudnya apa yah?" Widia menatap Niana dengan tatapan tajam.
"Kalau lu pinter harusnya lu tau maksud dari setiap ucapan gue barusan, terkecuali kalau lu emang bodoh, pantes gak tau," setelah bicara Niana langsung meninggalkan Widia sendirian.
"Sialan," umpat Widia.
___________
Queen dan Drian telah sampai di rumah, Queen berjalan masuk ke rumahnya dengan sempoyongan karena kepalanya masih terasa pusing akibat minuman alkohol yang terlalu banyak ia minum.
"Hati-hati," baru saja mulut Drian menutup Queen menabrak meja di dekat sofa.
"Ah....." Queen tersungkur ke lantai sambil memegang kakinya yang menubruk meja.
Drian menghela nafasnya lalu membantu Queen untuk bangkit, Drian mendudukkan Queen di sofa.
"Makannya kalau minum tuh jangan kebanyakan, udah tau lu dari dulu gak kuat minum masih aja maksa minum. Mana minum punya gue juga lagi," bentak Drian.
Queen memegang perutnya yang terasa mual, Queen juga menatap Drian dengan nanar mata yang lemah, "Kalau lu yang minum yang ada lu ke rumah sakit bego," ucap Queen yang berhasil membuat Drian terdiam.
Drian punya penyakit jantung, jadi dia tidak di perbolehkan minum-minuman beralkohol terlalu banyak. Jika di paksakan takutnya penyakit Drian kambuh.
"Kalau lu kambuh gue juga yang ribet bodoh," Queen tiba-tiba muntah ke sofa.
Drian yang awalnya sudah merasa terpukau langsung kesal lagi pada Queen, "Tapi dengan lu mabuk bikin gue tambah ribet juga bodoh."
Drian pergi ke dapur mengambil lap dan juga ember siapa tau Queen nanti muntah lagi, Drian juga membuatkan Queen susu hangat untuk menetralisir alkoholnya.
"Nih minum, ngomong-ngomong makasih," Drian menyodorkan susu yang telah ia buatkan.
Queen meraih susu itu dan langsung meminumnya, tapi Queen tiba-tiba memuntahkan susu tersebut karena panas, "Panas," rengeknya.
"Sini," Drian merebut susu itu kembali dan duduk di depan Queen, "Panas, makannya tiup dulu sebelum minum. Hati-hati juga, lu gak punya perasaan apa? Ini panas bego."
"Kan lu gak ngomong," Queen masih dengan rengekannya.
"Nyusahin aja bisanya lu itu," setelah mencoba mendinginkan susu coklat itu, Drian kembali memberikannya pada Queen.
"Hati-hati minumnya!" titah Drian.
"Iya."
Tidak lama setelah itu Queen tidur di sofa, sementara Drian sudah tidur di kamarnya. Tapi ia kembali teringat pada Queen yang tidur di sofa, "Ahhhh....... Anak itu emang nyusahin," Drian kembali bangun dan membawa selimutnya untuk Queen, setelah itu ia kembali ke kamar dan tidur.
Tengah malamnya Queen terbangun ia langsung memposisikan tubuhnya untuk duduk, "Gue dimana?" tanyanya kebingungan.
"Oh di rumah," setelah tau kalau dirinya di rumah Queen dengan polosnya kembali tidur, kepalanya masih terasa pusing.
Esok paginya Drian seperti biasa sudah bangun lebih dulu ia memasak sarapan untuk nya dan juga untuk Queen, Queen terbangun karena mencium aroma masakan dari dapur. Queen yang baru bangun langsung ke dapur karena perutnya sudah keroncongan, Queen yang hendak duduk di kursi langsung di hentikan oleh Drian.
"Tunggu!"
Queen terdiam menatap Drian.
"Minimal kalau mau sarapan yah cuci muka dulu kek, udah tinggal makan cuci muka juga gak mau?" bentak Drian.
"Males," Queen merengek.
"Ya udah, gak bakalan gue kasih nasi gorengnya."
"Ah ya udah iyaaaaa," Queen berjalan pergi ke kamar mandi dengan tampang wajah kesalnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!