NovelToon NovelToon

Sang Penguasa

Bab 1

...🌿Happy Reading🌿...

Sirene ambulans menggema di jalanan padat, menembus jalan raya dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit.

Sementara, seorang pemuda terlihat sedang melajukan sepedanya dengan cepat dibelakang, mengejar mobil putih tersebut yang sedang membawa anaknya.

Wajahnya terlihat kalut dan sangat cemas tatkala memikirkan putrinya didalam sana. Entah seperti apa keadaan anaknya sekarang, Deon merasa jiwanya seperti melayang tak berarah.

"Putriku. Tunggu ayah sayang. Tunggu ayah. Maafkan ayah sayang. Seharusnya ayah tidak meninggalkan mu sendirian. Ayah menyesal nak. Maafkan ayahmu yang bodoh ini." Deon menerutuki dirinya dan menangis sepanjang perjalanan, menyesali hal buruk yang menimpa anaknya saat ini.

Sesampainya Di rumah sakit. Deon bergegas turun dari sepedanya dan masuk dengan tergesa-gesa. Namun, tubuhnya membeku seketika, setelah melihat seorang gadis kecil berwajah pucat dengan hidung yang berdarah diujung sana terlihat di bawa dari ruang IGD masuk menuju ruangan operasi.

"Shakila!" Deon langsung panik dan meneriaki nama anaknya dan ikut masuk.

"Maaf pak. Mohon untuk menunggu di luar saja sampai Dokter selesai memberikan penanganan kepada pasien!"

"Tapi pak. Saya ayahnya. Saya harus menemaninya. Tolong pak, jangan hentikan saya!" Pinta Deon yang terus memaksa untuk masuk.

"Tidak pak. Anda hanya akan menganggu Dokter jika ikut masuk. Jika ingin anak anda selamat, tolong kerja samanya!"

Mendengar itu, Deon hanya bisa pasrah. Dia terdiam sejenak, lalu kemudian terduduk lemas setelah pintu berhasil ditutup.

Beberapa anggota keluarga yang ada di sana memandangnya dengan dingin dan langsung memarahinya.

"Kemana saja kamu. Mengapa tidak merawat putrimu dengan baik dan malah membiarkannya terluka?" Cerca Fadil. Saudara iparnya.

"Dia tidak hanya sampah di keluarga kita, tapi juga tidak berguna, Cih." Sambung Sintya menatap sinis ke arah Deon.

"Maafkan aku...A-aku.."

"Tidak ada pembelaan lagi Deon. Semua ini adalah kesalahan mu. Jika terjadi sesuatu kepada keponakan ku, maka kamu akan menerima akibatnya" Fadil memotong ucapan Deon, menunjuk wajahnya dan mengancamnya dengan tegas.

Deon menarik nafas, terdiam dan hanya bisa pasrah. Ingin sekali dia mengatakan bahwa putrinya secara tidak sengaja jatuh dari tangga saat dirinya sedang berada di kebun belakang rumah. Tetapi, semua itu tidak akan didengar. Shakila adalah putrinya dan dia hanya bisa menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa merawat dan menjaga anaknya dengan baik di rumah.

Tak lama, dari kejauhan ayah mertua dan ibu mertuanya terlihat mendekat dengan langkah yang cepat.

"Bagaimana keadaan Shakila, Fadil?" Tanya Pak Abraham cepat dan terlihat khawatir.

"Masih ditangani oleh Dokter, pa" Jawab Fadil.

"Semua ini karena menantu bodoh mu ini kak. Jika dia tidak ceroboh dan tidak meninggalkan Shakila sendirian, Shakila tidak akan jatuh dari tangga. Semua ini karena Deon, dialah yang patut disalahkan karena sudah menyebabkan Shakila terluka" Sambung Sintya, adik kandung Abraham.

"Dia tidak hanya tidak berguna, dia juga tidak memiliki kemampuan apapun. Dia hanya menjadi beban keluarga dan bahkan dia tidak bisa melindungi putrinya dengan baik. Apa seperti ini menantu yang kamu harapkan, kak?" Lanjut Sintya yang terus menyalahkan Deon.

"Seharusnya dia tidak ada di keluarga kita. Entah nasib buruk apa sehingga pria ini menjadi beban keluarga" Sahut Amelia yang juga merasa kesal kepada menantunya itu.

Semua orang menyetujui ucapan Tante Sintya dan mulai mengkritik Deon sebagai menantu sampah yang tidak berguna.

Pak Abraham menatap Deon dengan dingin setelah mendengarkan aduan adiknya dan juga anaknya tentang Deon.

Langkah kakinya yang tegap mulai mendekati Deon, menatap menantunya itu dengan sangat tajam.

"Jika terjadi sesuatu kepada cucuku. Aku akan menghukum mu dengan keras dan membuat hidupmu sangat hancur sampai kamu tidak bisa membayangkan lagi masa depan" Ucap Pak Abraham tegas dan penuh penekanan.

Deon merasa tertekan, dan terus menatap ruang operasi rumah sakit, memikirkan bagaimana putrinya bisa jatuh dari tangga disaat dirinya baru saja pergi dari kamar anaknya. Air matanya mengalir, tanpa membela diri terhadap tuduhan keras dari keluarga istrinya.

Setelah dua jam menunggu, Dokter pun keluar dari ruang operasi. Semua orang langsung terkesiap dan menatap Dokter dengan wajah cemas yang masih lekat di wajah masing-masing.

"Dokter. Bagaimana keadaan anak saya?" Deon segera bertanya dengan cepat.

Sebelum menjawab, Dokter itu terlihat menarik nafas berat, "Keadaannya sangat mengkhawatirkan"

Mendengar itu, semua orang menjadi semakin khawatir.

"Maksud Dokter?" Sambung Pak Abraham, menuntut penjelasan, yang juga tak ingin menunda kabar tentang keadaan cucunya saat ini.

"Shakila mengidap penyakit leukimia yang relatif langka. Didalam situasi ini, penyembuhannya cukup rumit, bahkan sulit untuk disembuhkan. Ada beberapa yang sembuh dan beberapa lagi tidak bisa sembuh, dan untuk mengobatinya pun membutuhkan biaya yang sangat besar" Jelas Dokter.

"Berapa biaya yang harus kami bayar untuk menyembuhkan cucu saya Dokter?" Tanya Pak Abraham lagi.

"Untuk satu bulan pengobatan Leukimia, rata-rata biaya yang dikeluarkan bisa mencapai 600 juta. Jika pasien berobat selama satu tahun penuh, biaya yang dikeluarkan adalah sekitar Rp6.5 Miliar dan bahkan lebih. Itu pun tidak menjamin bahwa pengobatan ini akan berhasil, karena penyakit yang diderita oleh cucu bapak sangat langka dan sulit untuk di obati" Jelas Dokter kembali.

Setelah mendengar biayanya yang sangat fantastis, wajah semua orang yang lain menunjukkan ekspresi jijik dan tidak peduli, tetapi pak Abraham dengan tegas mengatakan bahwa mereka harus mengobatinya.

"Berapapun biayanya, cucu saya harus selamat, Dok!" Tegas Pak Abraham.

"Tapi Pa, ini jumlahnya tidak sedikit. Bagaimana bisa kita mengeluarkan uang sebanyak itu?" Protes Amelia, istri Pak Abraham.

"Ini cucu kita ma. Apa mama mau Shakila meninggal?" Jawab Pak Abraham yang sudah mantap dengan keputusannya tersebut. Amelia hanya bisa terdiam mendengar keputusan suaminya yang ingin mengobati cucunya, Shakila.

Disaat Pak Abraham dan Amelia selesai berdebat, Celina datang dengan setengah berlari.

"Pa. Apa yang terjadi. Bagaimana keadaan anakku?" Celina bertanya dengan nafas yang masih tersengal karena berlari dari parkiran mobil. Cemas, itulah yang dia rasakan kepada anak semata wayangnya tersebut.

Celina April. Itulah namanya. Dia adalah penanggung jawab utama bisnis keluarganya, sekaligus ibu dari seorang gadis kecil yang sekarang terbaring di rumah sakit.

Ketika ayahnya, pak Abraham menjelaskan megenai penyakit Shakila, Celina tak percaya bahwa penyakit mematikan itu ada ditubuh anaknya, dan dia hampir pingsan saat mendengar penjelasan sang ayah yang mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit yang kemungkinan tidak dapat disembuhkan.

"Apa?" Celina hampir jatuh. Namun Fadil langsung memegang pundak kakaknya dan membawanya duduk.

"Dalam beberapa hari ke depan, untuk mengetahui sudah sejauh mana penyakit ini menyebar, Shakila harus menjalani pemeriksaan dan pengujian lebih lanjut. Saya mohon pamit!" Merasa tugasnya sudah selesai, Dokter pun berpamitan kepada semua orang.

"Kenapa ini semua terjadi kepada anakku, hik" Air mata Celina meluruh tak tertahankan. Ibu mana yang tak terpukul mendengar bahwa anaknya akan tiada karena penyakit mematikan yang diderita anaknya.

"Sudahlah kak. Orang yang patut kakak salahkan adalah dia. Suamimu yang tidak berguna itu," Cerca Fadil.

"Benar Celin, suamimu yang harus bertanggung jawab atas penyakit anakmu. Deon orang yang tidak berguna dengan gen yang buruk sehingga Shakila berakhir dengan penyakit ini. Semua ini salah dirinya!" Sahut Sintya menimpali.

Celina hanya diam sambil terisak menatap suaminya, yang ternyata Deon juga menatapnya dengan wajah memelas.

"Dokter mengatakan bahwa Shakila akan menjalani perawatan lebih lanjut. Sebaiknya kita pulang sekarang. Lagipula, disini ada Deon yang akan menjaga anakmu. Ayo sayang!" Amelia duduk Berjongkok didepan anaknya, Amelia, sambil membujuknya untuk pulang.

"Tapi, ma. Shakila pasti juga membutuhkan aku." Celina mendongakkan wajahnya, menatap wajah ibunya dengan uraian air mata.

"Mama kan sudah bilang. Deon yang bertanggung jawab atas semua ini." Amelia menjeda ucapannya sambil melirik Deon dengan tatapan nyalang

"Jika bukan karena keturunan nya yang buruk, cucuku tidak akan mendapatkan penyakit seperti ini" Sindir Amelia.

Sementara itu, Dion yang terus berdiri dipojok dinding hanya menundukkan kepalanya, mendengar dengan pasrah semua hinaan yang terlontar kepadanya sejak tadi.

Tanpa berpamitan dan mengatakan apapun, semua orang terlihat pergi meninggalkan Deon sendirian di sana. Bersikap acuh seolah Deon tak pernah ada. Tak terkecuali kepada istrinya Celina pun juga pergi meninggalkan dirinya sendirian tanpa mengatakan apapun kepadanya saat ini.

Malam hari. Di rumah sakit yang sepi. Deon nampak berdiri, menangis sedih di depan pintu ruang rawat anaknya sembari menatapnya dari balik kaca yang ada di pintu tersebut.

Kenangan manis ketika bermain bersama putrinya, melekat didalam ingatannya dan terus terbayang, membuat Deon tak bisa menahan air matanya kala memikirkan keadaan anaknya sekarang, yang kemungkinan tidak dapat disembuhkan dan mungkin harus meninggalkan dunia ini di usia muda.

Dia sangat takut memikirkan itu semua. Pikirannya kacau. Apalagi harus membayangkan kala kehilangan anak semata wayangnya tersebut. Perasaan itu terasa seakan membunuhnya perlahan, merobek jiwanya dan menekan dadanya.

Sesak sudah rasanya memikirkan semua itu. Dia merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi dan merasakan sakit yang luas biasa.

Tak ingin semakin terpuruk oleh keadaannya, Deon pun segera pergi ke kamar kecil untuk menenangkan diri. Menahan tangis yang menyesakkan dada.

Sesampainya di sana. Tangis Deon pun pecah. Dia terisak sendirian menanggung luka ini. Ayah mana yang sanggup melihat anaknya menanggung penyakit mematikan. Dia tak kuasa menahan semua kesedihan ini. Raganya hancur melihat anaknya terbaring lemas di rumah sakit.

"Maafkan ayah nak. Tolong jangan tinggalkan ayah seorang diri. Hanya kamu alasan ayah untuk terus hidup di dunia ini." Deon berucap sedih ditengah tetesan air matanya.

"Ayah rela di-bully, dihina dan rendahkan oleh semua orang. Bahkan dianggap sebagai menantu yang tidak berguna, ayah rela. Tapi tolong bangunlah demi ayah, nak!" Ocehnya lagi. Raganya semakin hancur dan dia merasa tak berdaya.

"Kembalilah kepada ayah. Ayah mohon!"

Deon mengusap dan menarik rambutnya. menangis pilu didalam sana. Dia terperangkap didalam emosi yang sangat kuat. Keadaan ini menekan jiwanya yang membuat raganya terasa terguncang dan sangat menyakitkan.

Deon mendongak keatas, disertai dengan air matanya yang terus keluar, "Ya Tuhan. Aku rela mendapatkan kehinaan ini, tapi tolong angkat penyakit anak hamba. Sembuhkan dia Tuhan. Jika tidak, tukarkan saja penyakit itu kepada hamba. Hamba mohon ya Tuhan" Ucap Deon setengah berteriak.

Namun, usai mengatakan itu, Tiba-tiba tubuhnya membeku, Deon terjatuh kelantai dengan kepala menunduk dan kedua tangannya yang menopang dikedua sisi lantai. Seketika itu, Deon merasakan sebuah kekuatan aneh yang tumbuh didalam dirinya, yang perlahan semakin besar dan membuatnya merasakan kesakitan. Kekuatan itu seperti berputar di dalam dirinya, memenuhi jiwanya dan akhirnya meledak....BUmmm

"Arghhhh.... " Teriaknya seketika.

Tubuhnya memancarkan sinar ke emasan, menyebabkan perubahan yang luar biasa pada tubuhnya. Dia merasa tubuhnya sangat kuat dan memiliki stamina yang sangat luar biasa dari sebelumnya. Saat dia mendongak dan melihat ke dalam kaca, dia tercengang. Sebab, dia menemukan keningnya yang entah mengapa muncul sebuah tanda elang emas.

Deon mencoba menajamkan pandangannya, memastikan bahwa apa yang dia lihat dibalik kaca adalah benar dirinya. Dan tanda elang emas itu seperti benda mati yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan tangan saja.

Pada saat yang sama. Disaat dirinya masih kebingungan, di belakangnya juga muncul seekor elang emas, yang sontak membuatnya terkejut setengah mati.

"Hahhhhhh" Deon berteriak kaget dan sontak menoleh kebelakang.

.

.

.

Bersambung

Bab 2

...🌵Happy Reading 🌵...

Saat dirinya menoleh ke belakang, tidak ada siapapun di sana. Dia menghela nafas, namun disaat dirinya mengangkat tangan dari wastafel marmer, dia kembali terkejut ketika menemukan wastafel marmer yang bisa-bisanya tertinggal sebuah jejak tangan karenanya.

Deon mundur beberapa langkah dan wajahnya mendadak pucat. Ini terlalu aneh untuknya, bagaimana bisa tangannya bisa membuat jejak di wastafel tersebut.

"A-a-apa yang terjadi kepadaku?" Wajahnya cemas dan dia merasa tak percaya atas apa yang dilihatnya sekarang.

Merasa terkejut akan pemandangan ini, dia melarikan diri dari kamar kecil dan pergi dengan wajah ketakutan. Beruntung, di luar tidak ada kamera pengintai, jika tidak, semua orang akan melihat apa yang telah terjadi barusan kepadanya di sana.

Deon pergi dengan langkah besar dan semakin mempercepat jalannya. Namun, ketika dirinya baru saja beberapa langkah berjalan keluar dari sana, Deon kembali dikejutkan dengan sebuah lorong rumah sakit yang mendadak mati lampu. Satu lorong langsung mati total dan tidak ada cahaya apapun selain cahaya bulan yang menerangi malam itu.

Di dalam kegelapan, samar-samar muncul seseorang yang memakai jas besar bewarna hitam yang mulai mendekat, dan yang memimpin ada seorang pria tua yang memakai jas besar hitam dengan rambut putih sembari memandanginya.

Kening Deon mengkerut bebas, dan tak lama segerombolan pria berjas hitam tersebut langsung mendekat ke hadapannya. Namun, yang membuatnya terkejut dan tidak menyangka adalah semua orang, termasuk orang tua berambut putih yang memimpin itu langsung berlutut satu kaki di hadapannya dan memanggil serentak, "Tuan!"

Deon sedikit kebingungan, "A-apa yang kalian lakukan. Siapa kalian semua?" Tanya Deon bingung. Entah mengapa, dia buru-buru maju dan membantu pria tua tersebut untuk berdiri. Sementara itu, semua orang ikut berdiri setelahnya.

"Siapa kalian, dan... Kenapa memanggil saya sebagai tuan?" Deon mengulang pertanyaannya lagi.

"Saya hanyalah pria miskin, tidak pantas jika kalian memanggil saya dengan sebutan itu. Mungkin kalian salah orang!" Lanjut Deon yang masih merasa bingung. Pikirnya, semua orang itu telah salah paham dan mengenali orang yang salah.

Melihat Deon yang bingung, Kakek tua itu pun mendekat dan menjelaskan siapa dirinya yang sebenarnya.

"Tuan bingung siapa saya?" Tanya kakek tua itu sambil tersenyum ramah.

"Perkenalkan saya Wuji. Tuan bisa memanggil saya dengan sebutan kakek Wuji." Belum juga Deon menjawab, kakek sudah memperkenalkan diri.

"Selamat tuan. Selamat datang di Sekte Elang Dewa. Kami sudah lama mencari keberadaan anda di seluruh penjuru dunia. Dan sekarang, kami menemukan tuan" Jelas kakek Wuji.

"Maksudnya?" Tanya Deon yang masih merasa bingung dan tak mengerti apa yang kakek Wuji katakan.

"Kita adalah manusia terpilih dengan anugrah dewa elang. Dunia ini terdapat beberapa organisasi misterius dengan kekuasaan kuat. Didalamnya terdapat sekelompok orang dengan kemampuan khusus, seperti dirimu tuan. Selain itu, dari seluruh penjuru dunia, Sekte Dewa Elang lah yang paling kuat. Sejak bertahun-tahun yang lalu, sekte ini sudah berdiri dan tersebar di berbagai penjuru negara, dan menguasai politik serta ekonomi bisnis. Bahkan juga beberapa diantaranya menguasai semua jenis senjata api yang kuat di dunia dan diantaranya juga ada yang menguasai kultivasi," Jelas Kakek Wuji sedikit menjeda kalimatnya.

"Demi menjaga keseimbangan Sekte Dewa Elang. Kami sudah menunggu kedatangan tuan selama 100 tahun lamanya untuk memimpin sekte dewa Elang"

"Organisasi yang bernama Elang Dewa memiliki berkedudukan sebagai pemimpin dari Sekte lainnya. Organisasi Elang Dewa ini memiliki dua belas tetua besar, atau bisa disebut dengan Ketua Eksekutif yang mengatur segala urusan sekte dan tugasnya masing-masing." Kakek terus menjelaskan semuanya tentang sekte Elang Dewa.

"Dan saya. Saya adalah tetua pertama atau biasa dikenal sebagai tetua terbesar dari yang lainnya. Saya adalah pemimpin sekte Elang Dewa dari generasi terdahulu. Saya sudah meninggal sejak puluhan tahun dan sebelum tuan dilahirkan, sedangkan Sekte Elang Dewa ini sudah mencari tuan sejak bertahun-tahun lamanya dan akhirnya mereka menemukan pemimpin generasi baru, yaitu anda tuan" Lanjut kakek dan mengakhiri ucapannya.

Mendengar semua penjelasan kakek Wuji yang tidak masuk akal, Deon agak tidak percaya.

"Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin ada manusia yang memiliki kekuatan khusus. Apalagi, anda mengatakan bahwa anda sudah meninggal sejak sebelum aku dilahirkan. Tapi, kenapa anda bisa ada didepan saya?" Ujar Deon yang masih tak bisa menerima kenyataan itu.

Kakek Wuji mulai mendekati Deon. Saat kakek Wuji menggenggam sebelah tangannya, Deon langsung merasakan kekuatan aneh di dalam dirinya yang mulai di aktifkan. Kekuatan itu sama seperti yang dia rasakan ketika dia berada di kamar kecil beberapa saat yang lalu. Bedanya, yang ini rasanya sangat kuat dan besar dari sebelumnya.

Tak lama kemudian. Tubuhnya kembali bersinar keemasan, kemudian dia mendengar raungan burung elang yang sangat menakutkan, besar dan juga mengerikan.

Kedua matanya Deon melebar karena terkejut. Dia benar-benar melihat seorang Elang emas yang berputar dan keluar dari dalam tubuhnya. Sayapnya sepanjang puluhan meter, melayang diatas kepalanya sepanjang puluhan meter.

Melihat pemandangan ini, semua orang berpakaian hitam di belakang kakek Wuji menunjukan rasa takut dan hormat di wajah mereka, sembari berlutut ke tanah. Merasakan kekuatan besar di sekitar, Di belakang mereka, samar-samar muncul sosok hewan buas yang sangat besar, tetapi mereka sama sekali tidak sebanding dengan elang raksasa milik Deon, Semua binatang buas itu pun terlihat ketakutan dan mereka menghilang karena tidak bisa menyeimbangi kekuatan disekitar elang Emas.

Hal ini juga menegaskan identitas Deon sebagai pemimpin baru dari Sekte Elang Dewa.

Kakek Wuji juga berlutut dan berseru, "Selamat datang, Tuan!" Ucapnya sambil menunduk hormat.

.

.

.

Bersambung.

Bab 3

...🌲Happy Reading🌲...

Keesokan harinya. Deon kembali ke rumah untuk mengganti pakaian. Sebab, sejak kemarin, dia tidak pulang atau hanya mengganti baju.

Namun, sesampainya di rumah. Dia menemui semua orang tengah berdebat.

"Penyakit ini agak berbeda Kak. Seharusnya kamu tau jika menyembuhkannya hanya akan membuang uang saja" Protes Hendrawan. Adik Abraham sekaligus keturunan kedua dari keluarga besar Abimanyu.

Semua orang nampak berkumpul, termasuk istrinya Celina, Tante Sintya, ayah mertuanya Abraham, ibu mertuanya dan sepupu-sepupu Serta saudara istrinya yang lain.

"Selain itu, penyakit ini tidak hanya menggunakan fasilitas yang terbaru dan mahal, tapi juga mencari Dokter spesialis yang juga sangat hebat. Mau berapa biaya yang akan kita keluarkan untuk ini?" Bayu, sepupu Celina dan anak Hendrawan juga tidak setuju atas keputusan pribadi Celina yang ingin mengobati Shakila anak mereka.

"Selain itu, menghabiskan sekian miliar pun belum tentu bisa menyelamatkan Shakila" Lanjut Bayu.

"Tapi dia juga putriku, Bayu. Aku tidak mungkin membiarkan dia menderita dengan melihatnya saja. Aku sudah bekerja dengan susah payah membangun perusahaan keluarga, tapi aku tidak bisa meminta untuk mengobati anakku?" Protes Celina sedih. Dia merasa kesal dan sedih atas tanggapan semua orang, dia merasa seolah hanya dimanfaatkan sebagai tulang punggung keluarga.

"Meski kamu adalah pemimpin dari perusahaan besar keluarga kita, tapi keputusan mu untuk membiayai Shakila yang membutuhkan miliaran uang yang akan sangat mempengaruhi keuntungan dari yang lainnya. Kami tidak ingin bagian kami akan berkurang karena mu Celin. Kami bukan orang yang memberikan santunan gratis dan membiarkan hidup kami didalam kekurangan" Jawab Bayu ketus.

Semua orang berpikir, Celina sudah pasti ingin mengobati putrinya tanpa pamrih. Meskipun dia adalah penanggung jawab perusahaan, biaya sekian miliar pasti akan mempengaruhi

keuntungan orang lain, jadi mereka semua tidak setuju atas keputusan Celina. Untung dan rugi adalah sesuatu yang harus mereka pertimbangkan. Lagipula, walaupun menghabiskan banyak uang, penyakit itu juga belum tentu bisa disembuhkan. Begitu lah pikir semua orang.

"Bagaimana ini pa?" Tanya Celina sedih. Matanya sudah berkaca-kaca, berharap keputusan ayahnya tidak sama seperti paman-paman dan saudaranya yang lain.

Pak Abraham masih diam, menatap dalam dan menimbang keputusannya setelah berbincang banyak hal bersama keluarganya.

Melihat istrinya yang sedih karena perdebatan ini, Deon pun maju dan berkata, "Jika kalian merasa tidak mau dirugikan, Aku yang akan mencari uang untuk mengobati anakku. Bagaimana pun, Shakila adalah putriku dan sudah menjadi tanggung jawab ku untuk mengobati penyakitnya" Ucap Deon tiba-tiba.

Mendengar itu, semua orang menatap Deon dan mulai menertawai Deon.

"Bagaimana bisa kamu mengobati putrimu. Makan saja masih menumpang, haha" Bayu tertawa meremehkan.

"Dia cuma asal bicara. Palingan nanti juga minta sama kita," Timpal Sintya yang juga meremehkan Deon.

"Deon. Ini bukan lelucon. Jangan bicara sembarangan yang membuatmu malu!" Tegas Pak Abraham yang merasa tak suka mendengar ucapan Deon yang seolah memiliki banyak uang dan kemampuan.

"Aku yakin dia hanya bercanda kak" Balas Sintya yang masih tertawa mengejek.

"Aku tidak main-main. Kalian tidak perlu bersusah payah memikirkan putriku. Karena aku akan mengobatinya sendiri" Jawab Deon tegas dan dingin.

Semua orang mulai terdiam dan menatap satu sama lain.

"Memangnya apa yang kamu punya, hah. Mengurus diri sendiri saja tidak bisa," Sindir Tante Sintya meremehkan.

Deon hanya diam, dan semua orang mulai menatapnya dengan bibir mencebik.

"Ingat ya, Deon. Kamu mau bayar menggunakan apapun terserah kamu saja. Tapi ingat..." Hendrawan menjeda kalimatnya sembari menunjuk wajah Deon dengan peringatan tegas.

"Tidak akan ada sepeserpun uang yang akan keluar dari rumah ini, apalagi berniat untuk mengambil uang dari rumah ini. Dan... Satu lagi. Jangan melakukan sesuatu yang dapat mempengaruhi keluarga ini. Apalagi sampai mencoreng nama baik keluarga ini. Ingat itu" Camnya dengan sangat tegas.

Melihat ini, Celina semakin merasa terluka. Dia juga tidak banyak bicara dan langsung pergi begitu saja, dan kembali ke perusahaan keluarganya untuk bekerja. Dia tahu bahwa suaminya, Deon, tidak akan bisa mengeluarkan uang sebanyak itu apalagi harus mencarinya. Sebab, dia tahu siapa Deon dan dari mana suaminya itu berasal. Bahkan, suaminya itu tidak memiliki relasi besar yang bisa menguntungkan dirinya sendiri dan keluarga.

Melihat kepergian Celina yang tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, membuat Deon mengerti keraguan yang dirasakan istrinya terhadap dirinya saat ini.

Semua orang hanya bisa mengejeknya, namun Deon sudah tidak peduli akan sindiran orang-orang terhadapnya. Karena yang paling penting untuknya saat ini adalah fokus mengobati penyakit anaknya.

Ditempat lain.

Deon menggenggam sebuah kertas dengan nomor telepon di dalamnya dan mengingat perkataan kakek Wuji kepadanya semalam setelah memberikan nomor itu.

"kalau ada kesulitan ataupun

kebutuhan, boleh hubungi nomor ini saja. Mereka akan melayani tuan dengan baik dan memberikan apapun yang tuan inginkan." Begitulah kira-kira yang kakek Wuji katakan kepadanya.

Deon langsung pergi dan menelpon nomor yang diberikan kakek Wuji kepadanya.

"Hallo tuan! Senang bisa menerima panggilan anda Tuan. Saya sudah lama menunggu telepon dari anda." Menerima panggilan ini, orang di seberang sana bersikap dengan hormat

Deon terkejut ketika orang yang dia telpon seolah sudah mengenal dirinya.

"Saya Deon!" Deon mencoba untuk memperkenalkan diri nya kembali.

"Saya memerlukan bantuan anda. Bolehkah kita bertemu?" Lanjut Deon bertanya.

"Baik tuan. Saya akan datang sendiri untuk menemui tuan."

"Tidak. Jangan!" Tolak Deon cepat. Diseberang sana, orang itu menaikan alisnya bingung.

"Saya yang akan datang menemui anda. Jika anda datang kesini, keluarga saya akan salah paham nanti" Jawab Deon kemudian menjelaskan.

"Baiklah tuan. Saya akan mengirim alamatnya kepada tuan" Jawab orang itu setelah mendapatkan penjelasan dari Deon.

Deon tersebut lebar, "Terimakasih. Terimakasih. Saya akan datang secepatnya" Jawab Deon senang.

Usai telepon dimatikan. Deon pun bergegas pergi menuju alamat yang diberikan oleh bawahannya.

Tak lama setelah diperjalanan. Deon datang kesebuah gedung mewah di distrik bisnis utama di Indonesia. Wajahnya mendongak, menatap gedung itu dengan penuh kekaguman.

Tak terpikirkan olehnya akan bisa memasuki gedung semewah ini setelah bertahun-tahun selama dirinya lahir hingga dewasa, dirinya hanya bisa memandang dari kejauhan.

Distrik bisnis ini merupakan klub elit untuk para orang-orang kaya di Indonesia. Hanya orang memiliki kekayaan yang berlimpah yang pantas masuk ke dalam sana.

Deon pun segera melangkahkan kakinya untuk masuk menemui Pak Eiden yang katanya adalah tetua di Sekte Elang Dewa yang juga merupakan bawahan Deon. Namun, baru saja sampai di depan gerbang, seorang wanita menahannya.

"Stop!" Deon langsung mengangkat alisnya bingung.

"Anda tidak bisa masuk!" Ucap gadis itu lagi yang sepertinya adalah penjaga keamanan di gedung itu. Tatapannya dingin dan sangat tajam.

"Maaf. Tapi saya harus menemui pak Eiden. Saya sudah ada janji dengannya, jadi ijinkan saya masuk!" Pinta Deon dengan wajah memohon.

Wanita itu menatap Deon dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu diiringi dengan decahan kecil.

"Cih. Pengemis sepertimu apa pantas menemui pak Eiden. Tidak ada orang yang akan menemui pak Eiden dengan penampilan pengemis seperti dirimu. Sebaiknya pergi sebelum saya mengusir mu secara tidak hormat!" Ancam wanita itu menggertak.

"Percayalah. Saya memang memiliki janji bersama pak Eiden. Tunggu sebentar, saya akan menelpon pak Eiden dan kamu pasti akan percaya" Ujar Deon meyakinkan Wanita itu.

Tetapi, disaat dia akan siap-siap untuk menelpon pak Eiden, tiba-tiba pandangan nya mengarah ke salah satu kakak laki-laki istrinya yang terlihat sedang berjalan kearahnya dengan seorang pria paruh baya yang botak.

"Iya, saya akan memberikan pelayan yang paling spesial untuk anda hari ini, pak" Ujar pria berkepala botak itu kepada Farhan. Sebut saja namanya pak Jinbo. Dia merupakan manager di Distrik Klub tersebut, dan sepertinya sedang membicarakan tentang pekerjaan bersama kakak Iparnya, Farhan.

Farhan bukannya menjawab ucapan pak Jinbo, dia malah terlihat diam sembari mengerutkan alis, menatap heran, melihat keberadaan Deon di klub mewah tersebut.

Pak Jinbo melihat Farhan dan Deon secara bergantian, lalu bertanya, "Apa anda mengenalinya, pak?" Tanya Pak Jinbo heran.

"Iya. Dia pria miskin yang menikahi adikku. Dia hanya pria tak berguna" Jawab Farhan.

Setelah mengetahui identitas Deon dari Farhan, wajah manager itu langsung memasang raut tak peduli dan menyuruh petugas keamanan mengusir Deon untuk pergi.

"Usir saja dia dari sini!" Perintah pak Jinbo.

.

.

.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!