NovelToon NovelToon

Namaku Ayu

Bab 1

Ada yang bilang kalau hidup itu tentang hukum tanam dan tuai. Amalan baik yang ditanamkan maka akan menuai hasil yang baik. Begitupun jika amalan buruk yang ditanamkan maka akan mendapat keburukan.

Namun apabila kita berusaha menanamkan amal baik namun tetap mendapat keburukan bagaimana? Orang menyebutnya sial, apes bahkan zonk.

Ini tentang hidupku. Aku pun tidak menyangka akan mengalami roller coaster kehidupan yang sebegitu dahsyatnya membolak-balikkan nasib hidupku.

********

Aku menatap wajahku yang sudah cantik makin cantik setelah memakai riasan tipis. Bukan kepedean, namun memang begitu keadaannya. Wajahku itu jenis wajah yang enak dilihat. Semakin lama dilihat semakin cantik. Ayu. Begitu istilahnya.

Doa yang orantuaku selipkan di namaku seolah diijabah oleh Tuhan. Ayu, nama yang kedua orang tuaku berikan padaku sesuai dengan wajahku yang ayu.

Ayu Febriana, nama lengkapku. Lahir pada tanggal 14 Februari bertepatan dengan hari valentine. Orang tuaku berharap aku banyak dicintai karena aku lahir di hari kasih sayang.

Kurapikan kemejaku yang sengaja kumasukkan ke dalam rok warna hitam. Bentuk tubuhku yang ramping membuat pakaian apapun terlihat cocok saat kukenakan.

Rambut panjangku sudah tersisir rapi. Lurus alami tanpa harus direbonding atau smoothing. Aku sudah siap berangkat ke kantor. Papa sudah menungguku tak sabar. Anak gadisnya ini kalau sudah bercermin rasanya tak habis-habis memandangi wajahnya.

"Ck...ck..ck... lama sekali ya anak Papa ini." suara protes Papa mengagetkanku.

"Eh ada Papa... Aku udah selesai kok. Ayo kita berangkat nanti kesiangan." aku mengambil tas kerjaku dan sepatu high heels untuk dipakai di luar rumah.

"Papa udah siap dari tadi kali. Kamu aja yang ngaca melulu gak kelar-kelar." protes Papa.

"Papa bisa aja. Aku cuma sebentar aja Pa. Rapihin baju. Kan gak enak kalau ke kantor bajunya kusut."

"Ayo kita berangkat. Nanti keburu macet." Papa lalu masuk ke dalam mobil dan memanasinya. Sementara aku memakai sepatu high heels dulu di sofa ruang tamu.

Baru saja aku bangun dan hendak masuk ke dalam mobil saat Mama memanggilku.

"Ayu... yu... tunggu!"

"Kenapa Ma?"

"Ini bekal kamu. Tadi kamu kelamaan ngaca sih jadi enggak sarapan. Ini Mama bawakan buat kamu makan di jalan nanti." Mamaku sangat perhatian. Anaknya belum sarapan pun akan Ia kejar untuk dibawakan bekal.

"Makasih Ma. Nanti Ayu pulang malam ya. Ada acara di team Ayu. Mama gak usah nungguin Ayu ya. Langsung tidur aja. Ayu bawa kunci kok."

"Iya. Hati-hati ya."

"Siap, Ma. Ayu berangkat dulu." aku lalu mencium tangan Mamaku yang sangat kusayangi itu.

*****

Aku bekerja sebagai marketing di salah satu bank swasta terkenal. Hampir setengah tahun aku bekerja disana.

Sebagai marketing ada target yang harus dicapai baik personal maupun team. Ternyata team aku mampu melebihi target yang diharapkan perusahaan. Sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras kami, pimpinan akan mengadakan party di salah satu diskotek terkenal di Jakarta.

Aku awalnya tidak mau ikut. Jujur saja, aku tidak pernah clubbing selama ini. Masuk diskotek saja aku tidak pernah. Hanya tau dari drama korea yang sering kutonton.

Aku tidak bisa menolak ajakan para senior dan atasan di kantorku. Akhirnya aku mengiyakan ikut acara tersebut. Aku sudah membawa baju ganti untuk kupakai nanti malam. Tidak mungkin aku clubbing dengan memakai kemeja dan rok kerja seperti sekarang.

Seluruh teamku sudah excitied banget menunggu acara nanti malam. Kami ber-25 orang pun siap untuk menghentak diskotek nanti malam.

Jam 7 malam aku sudah mengganti baju kerjaku dengan dress merah maroon selutut. Aku mengoleskan lipstik warna merah terang. Warna yang tidak pernah aku pakai sebelumnya. Khusus untuk hari ini aku pakai.

Aku menghampiri rekan satu teamku dan membuat mereka terpesona melihat kecantikanku.

"Wow... amazing... cantik banget kamu Yu." puji Mas Bagus salah seorang senior di bagianku.

"Makasih Mas." jawabku malu.

"Sayang sekali aku sudah nikah, kalau belum sudah aku gebet kamu Yu." gombal Mas Bagus lagi.

"Kayak mau aja Ayu sama kamu. Kamu kere gitu. Ha..ha..ha.." Mas Adi pun menimpali.

"Bisa jadi primadona nih Ayu nanti malam. Cantiknya kebangetan. Gak bosen-bosen dilihatnya. Kamu sih masuk kerjanya setelah kita cowok-cowok udah pada laku. Kalau belum udah jadi bahan rebutan kita sampai jontok-jontokkan nih." Mas Dika juga ikut komentar.

"Bisa aja, Mas." jawabku sambil menahan wajahku yang memerah menahan malu.

Untungnya di dalam teamku para pria sudah menikah semua, kalau tidak sudah terjadi pertumpahan darah karena memperebutkanku. Tapi aku tidak tertarik. Aku sudah punya belahan jiwa.

Dewa Anggoro Putro. Pacarku yang sudah menjalin hubungan asmara denganku selama 4 tahun lamanya. Hubungan terawet dan terlama selama kehidupan asmaraku. Dewa amat mencintaiku.

Kami sudah rencana akan menikah saat aku sudah menandatangani kontrak sebagai karyawan setelah satu tahun bekerja. Dalam isi kontrak, aku dilarang menikah dan hamil selama masa kontrak berlangsung. Karena itulah aku dan Dewa belum meresmikan hubungan kami ke jenjang pernikahan.

Hubungan 4 tahun kami termasuk pacaran sehat. Dewa benar-benar menjagaku selama ini. Tidak pernah sekalipun Ia merusakku. Ia menjagaku seperti telur yang takut pecah jika sampai terjatuh.

Aku juga menjaga keperawananku selama ini demi Dewa. Biar Dewa yang akan kuberikan mahkota terindah yang kumiliki. Ya, 6 bulan lagi. 6 bulan lagi aku akan memberikan segalanya untuk Dewa jika kami sudah menikah.

Aku sudah mengabari Dewa kalau ada acara dengan teamku. Dewa menawari akan menjemputku nanti malam. Aku menolak dengan alasan ada teman-temanku yang akan mengantar nanti.

Semua teamku sudah berkumpul. Kami pun siap clubbing bareng. Yey.....

Dengan menumpang mobil Mas Adi aku dan 5 temanku pun menuju diskotek terbesar di Jakarta. Aku masuk ke dalam diskotek yang tidak pernah kumasuki sebelumnya.

Dentuman musik kencang mulai terdengar. Teman-temanku yang sudah terbiasa clubbing langsung menggoyangkan badannya mengikuti alunan musik yang dimainkan sang DJ. Mereka pun langsung lupa dengan siapa mereka pergi. Asyik sendiri dengan dunianya.

Aku yang tersisihkan pun memilih tempat duduk kosong. Ia tidak suka dance. Tubuhku kaku jika disuruh joget-joget seperti itu. Kebetulan sekali ada kursi kosong dipojok sana.

Aku berjalan ke pojok, sebelumnya aku memesan jus terlebih dahulu. Aku mencoba menikmati enaknya clubbing seperti teman-temanku yang lain namun aku tidak bisa.

Kuminum jus yang kupesan. Rasanya agak berbeda. Namun enak juga. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang duduk di sebelahku. Wajahnya sedih.

"Aku boleh duduk disini?" tanya laki-laki itu padaku.

"Iya. Silahkan." jawabku. Toh semua rekan satu teamku sudah berpencar tak tahu dimana.

"Aku traktir kamu ya. Kan kamu udah bolehin aku duduk disini." laki-laki itu pun memesan dua buah minuman untuk dirinya dan diriku. Aku gak ngerti minuman apa yang Ia pesankan. Istilahnya begitu asing.

"Aku Dio." Ia pun mengulurkan tangannya padaku.

"Ayu." jawabku lalu menyambut uluran tangannya.

"Sendirian aja?" tanya Dio lagi.

"Gak kok. Sama teman satu team." jawabku lagi.

"Kenapa gak gabung sama teman-teman kamu? Malah asyik mojok disini." komentar Dio lagi.

"Aku gak suka dance gitu. Lebih baik liatin aja dari jauh. Kamu sendiri sendirian aja?" aku tanya balik Dio. Tidak enak rasanya Ia sudah ramah kalau aku tidak bertanya balik.

"Iya. Lagi ngilangin bete aja." minuman yang dipesannya pun datang. Ia memberikan segelas padaku.

Aku menerima minuman yang Ia berikan karena minumanku sudah habis. Saking enaknya aku sampai tidak sadar sudah menghabiskannya. Rasanya yang manis membuat tubuhku mulai mengikuti alunan musik yang berdentum.

"Oh. Biasa kesini kalau bete?" tanyaku lagi.

"Kalau dulu Ia. Sekarang sudah tidak. Sudah makin tua makin males clubbing."

Aku menatap laki-laki itu. Umurnya sekitar 27 tahun keatas. Sudah dewasa. Seperti perkataannya. Tidak seperti aku yang masih 22 tahun. Kuminum minuman yang dibelikannya. Ini lebih enak dari yang kuminum tadi. Tanpa terasa aku sudah menghabiskan segelas.

Bab 2

"Dio... buka pintu!" Suara ketukan di pintu terdengar kencang sekali. Siapa sih yang mengetuk pintu sekencang itu di pagi hari?

"Papa buka paksa kalau kamu gak mau buka." tak lama terdengar suara kunci pintu diputar. Pintu pun terbuka.

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Kesadaranku masih belum pulih. Hanya sayup-sayup kudengar. Aku masih memeluk gulingku yang terasa amat hangat dan nyaman.

"DIO! APA YANG KAMU LAKUKAN!!" teriak seseorang yang mengagetkanku. Aku kaget saat guling yang sedang kupeluk tiba-tiba bergerak.

Kubuka mataku. Masih pusing terasa. "Pap... papa." suara seorang pria di sampingku. Tunggu. Pria? Di kamarku? Aku menengok ke samping dan benar saja ada seorang pria yang tak berbusana sedang duduk di sampingku. Wajahnya ketakutan.

Kok bisa ada pria.. tunggu... Aku memeriksa tubuhku yang tertutup selimut. Ya Tuhan aku tidak memakai sehelai benang pun di tubuhku. Buru-buru aku tutupi tubuh telanjangku dan duduk.

Kulihat ada seorang om-om dan istriny yang sedang memegangi tangannya agar tidak melakukan tindakan kekerasan. Aku masih belum mengerti apa yang sedang terjadi. Uh... kepalaku masih pusing.

Aku melihat laki-laki di sampingku yang juga masih nampak kaget dan tak percaya dengan keadaan yang terjadi. Loh, Dia kan laki-laki yang semalam mentraktirku minuman?

Aku melihat tubuhnya juga tanpa busana sama sepertiku. Kesadaranku pun pulih. "Tidak. Apa yang sudah terjadi?" tanyaku kebingungan.

"Apa yang sudah kamu lakukan padaku?" tanyaku sambil menangis histeris. Kehormatan yang telah kujaga selama 22 tahun hilang dalam semalam. Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Dewa yang sudah menunggu untuk menikahiku.

Laki-laki di sampingku menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ia pun meninju selimut yang menutupi tubuh kami. "Shitt!"

"Dio. Siapa dia? Siapa wanita ini? Jawab Mama sekarang Nak." seorang wanita berusia hampir 50 tahun menangis melihat keadaan anaknya yang kacau seperti ini.

"Dio gak kenal, Ma." jawab laki-laki di sampingku. Iya aku ingat sedikit. Semalam kami minum bersama. Namanya Dio. Ia mentraktirku minuman yang rasanya manis. Aku sampai minum beberapa kali karena rasanya enak. Setelah itu aku tidak tahu apa yang sudah terjadi.

Aku menutupi tubuhku lebih rapat lagi. Aku merasa malu atas apa yang menimpaku.

Laki-laki yang tadi menggedor pintu dan berteriak tiba-tiba bicara setelah sebelumnya hanya diam saja.

"Kamu gak kenal wanita ini tapi kamu menidurinya? Apa kamu sering berbuat seperti ini Dio? Apa Papa selama ini mengajarkan kamu untuk menjadi laki-laki brengsek seperti ini?"

Plakkk... Sebuah tamparan mendarat di pipi Dio. Ia hanya tertunduk diam menerima hukuman yang Ia terima.

"Kamu!" Papa Dio menunjuk ke arahku. "Pakai bajumu. Kita bicara setelah kamu sudah selesai berpakaian."

Aku buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuhku. Setelah tertutup rapat kupunguti pakaianku yang bertebaran di lantai. Aku lalu ke kamar mandi untuk mencuci muka dan memakai baju.

Aku sudah di dalam kamar mandi saat aku mendengar percakapan mereka sayup-sayup.

"Tunggu, darah apa ini?" Mama Dio memeriks bekas seprai yang tadi kutiduri. "Wanita tadi masih perawan, Pa. Anak kita yang sudah merenggut keperawanannya. Ya Tuhan Dio...." suara tangis Mama Dio terdengar mengiris hati.

Kunyalakan kran di wastafel lalu ke basuh wajahku. Tampak wajahku tanpa make up dan lipstik yang semalam kupakai sudah pudar. Gila, apa yang sudah kulakukan. Apa kata Mama dan Papa nanti?

Air mata kembali membasahi wajahku. Aku tak tahu bagaimana hidupku kelak akan kujalani. Duniaku seakan runtuh. Semua cita-cita yang sudah kurangkai dengan Dewa hancur berkeping-keping dalam semalam.

Bagaimana semua ini bisa terjadi? Aku benar-benar tidak ingat sama sekali. Kubuka selimut putih yang menutupi tubuhku. Beberapa bekas kissmark di tubuhku menjadi bukti bahwa perbuatan semalam benar terjadi.

Air mataku tak bisa kutahan lagi. Aku terduduk lemas di kamar mandi apartemen yang bersih dan rapi ini. Pikiranku kosong. Suara ketukan di pintu menyadarkanku.

"Nak, keluarlah. Kita bicarakan semuanya." suara Mama Dio terdengar mulai tenang.

Aku bangun lalu memakai bajuku. Kubasuh wajahku agar mabuk semalam benar-benar hilang. Kuhembuskan nafas berat lalu kubuka pintu kamar mandi.

Mama Dio sudah menunggu di depan pintu. Dengan lembut Ia menuntun lenganku. Tatapannya menyiratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Ia membawaku ke ruang tamu.

Dio sudah berpakaian lengkap dan duduk dengan pandangan mata tertunduk. Wajahnya agak bengkak bekas tamparan dari Papanya yang pasti amat menyakitkan.

"Duduklah." Mama Dio menyuruhku duduk di samping Dio.

Papa Dio kembali menatapku dengan selidik. Kemudian pandangannya beralih ke Dio dengan tatapan marah dan kecewa.

"Bagaimana kalian bisa saling kenal?" pandangan Papa Dio ke arahku. Ya, beliau menanyakanku bukan anaknya. Mungkin tadi Dio sudah ditanyakan sebelum aku.

"Mm... semalam kami ketemu di diskotek." jawabku takut-takut.

"Lalu bagaimana kalian sampai bisa tidur bersama seperti ini?" interogasi Papa Dio padaku.

Aku takut menjawabnya. Pandangan matanya begitu tajam seolah menghakimiku. Tiba-tiba tangan Mama Dio memegang tanganku. "Katakan saja Nak. Jangan takut." perkataannya seolah sumber kekuatanku.

"Aku sedang ada acara kantor tapi tidak ikut bergabung dengan yang lain karena baru kali ini aku pergi clubbing. Aku sedang duduk dan.. Dio datang. Kami berkenalan lalu Dio mentraktirku minuman. Karena minumannya enak jadi aku pesan lagi. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Begitu aku bangun sudah ada disini dan...." air mataku tak bisa kubendung lagi.

Mama Dio memberikan tissue padaku. Kuambil tissue tersebut lalu menyeka air mata yang menetes di pipiku.

"Kamu, Dio. Kenapa kamu bisa melakukan hal itu?" kali ini Papa Dio menginterogasi anaknya.

Dio hanya diam saja. Ia tetap menunduk tanpa mengeluarkan suara apapun. Sampai suara teriakan Papanya menggelegar barulah membuatnya bicara. "JAWAB PERTANYAAN PAPA!"

Aku makin takut mendengarnya. Seram sekali Papa Dio.

"Sabar, Pa. Kita selesaikan baik-baik." Mama Dio berusaha menenangkan suaminya. "Dio, jawab pertanyaan Papa sebelum Papa kamu makin marah." Mama Dio memperingatkan anaknya.

"Dio... Dio khilaf, Pa." jawaban Dio membuatku mengangkat wajah dan menatapnya. Enak sekali Dia menjawab khilaf. Tidak tahukah Ia konsekuensi yang akan aku hadapi selanjutnya. Bagaimana dengan masa depanku nanti? Aku sudah kotor. Masihkah Dewa mau padaku lagi?

"Awalnya Dio lihat Ia mabuk. Dio mau mengantarnya ke teman-teman teamnya. Namun melihat mereka juga mabuk, Dio tidak percaya. Dio nanya alamatnya dimana Ayu tak jawab. Dia sudah teler berat. Akhirnya Dio bawa saja ke apartemen Dio."

Dio melirik ke arahku. "Dio juga mabuk, Pa. Tidak bisa menahan nafsu. Akhirnya Dio melakukan hal itu."

Plakkk. Tanganku refleks menampar wajah Dio. Betapa bejat perbuatannya padaku. Aku menangis histeris. "Maaf, Yu..." ucap Dio penuh sesal. Ya, sesal. Keperawananku yang telah hilang tidam mungkin akan kembali lagi. Rasanya air mataku tiada habisnya. Terus menetes tanpa bisa kutahan lagi. Hancur sudah masa depanku.

Bab 3

"Tenang dulu, Yu. Kita bicarakan semua ini baik-baik. Semua masalah pasti ada jalan keluar." Mama Dio mencoba menenangkanku yang sejak tadi hanya menangis saja.

Sial. Apes. Malang. Itu yang aku rasakan saat ini. Kenapa hal ini harus terjadi padaku? Apa yang harus kukatakan pada kedua orang tuaku nanti?

"Yu. Om selaku Papa Dio minta maaf sama Ayu atas apa yang Dio telah lakukan. Om tau maaf dari Om tidak akan mengembalikan segalanya seperti semula. Namun satu yang pasti, Om akan memastikan Dio mempertanggungjawabkan semua perbuatannya sama kamu. Pasti!" Papa Dio yang sejak tadi diam menyaksikanku menangis akhirnya angkat bicara.

"Dio! Cepat mandi dan ganti bajumu sana! Kita ke rumah Ayu sekarang. Pertanggungjawabkan perbuatanmu hari ini!" perintah Papa Dio.

"Tapi Pa..." Dio masih berusaha mengelaknya.

"CEPAT! SEKARANG!" teriak Papa Dio.

Melihat Papanya yang sudah mulai keluar tanduk saking marahnya, Dio langsung berlari ke kamar mandi. Ia tidak mau kena gampar kedua kalinya. Wajahnya masih perih.

*****

Dio

Agdio Permana Putra. Anak satu-satunya keluarga Bapak Putra Laksana, pengusaha ekspor impor kelapa sawit yang lumayan besar di Indonesia.

Sejak kecil, Bapak Putra mendidik Dio dengan sangat disiplin. Sekolah pun mengikuti yang diperintahkan Bapaknya. Otoriter.

Sebagai seorang anak tunggal dari keluarga terpandang, Dio harus mengikuti semua perintah Papanya. Harus.

Jangan dipikir dengan menjadi anak keluarga pengusaha terkenal hidup Dio bergelimang harta. Tidak seperti itu. Papa Dio bahkan menyuruh anaknya bekerja sebagai staff biasa di salah satu anak perusahaannya.

Dengan gaji layaknya kacung kampret, Dio menerima saja takdir hidupnya. Keinginannya untuk menjadi seorang pengusaha furniture home industri harus Ia singkirkan dahulu. Ia harus mengumpulkan modal untuk memulai usahanya tersebut karena itulah Ia tetap bekerja di perusahaan Papanya.

Beruntung Papanya masih baik dan mengijinkannya tinggal di apartemen miliknya. Dengan tinggal sendiri Dio lebih bisa bernafas lega. Ia bisa lebih menikmati hidupnya tidak tinggal dibawah tekanan seperti dulu.

Menjadi kacung kampret di perusahaan Papanya sendiri tanpa ada seorang pun yang mengenali kalau dirinya adalah anak dari pemilik perusahaan. Perlakuan atasannya dan seniornya yang memuakkan membuatnya ingin memblow up statusnya yang sebagai anak pemilik perusahaan.

Tapi teringat ancaman Papanya jika statusnya sampai diketahui oleh orang lain maka Ia akan batal menjadi pewaris perusahaan. Lalu cita-citanya membuat showroom furniture terbesar akan gagal karena tidak ada modal. Terpaksalah Ia menerima perlakuan semena-mena atasannya demi mewujudkan cita-citanya tersebut.

Dio habis diomeli atasannya habis-habisan. Ancaman akan menerima surat teguran membuat pikirannya mumet. Pulang kerja tak tahu apa yang harus dilakukannya lagi. Ia pun mandi dan pergi ke diskotek dekat apartemennya tinggal.

Dentuman musik kencang membuat pikirannya lebih rilexs. Ia tidak suka turun ke lantai diskotek. Ia hanya menikmati para pencari hiburan menghibur dirinya dengan berjoget bebas.

Dio mencari kursi kosong namun karena jumat malam banyak karyawan yang datang sepulang kerja, diskotek lebih ramai dari hari biasanya. Mata Dio melihat ada kursi kosong di samping seorang gadis bergaun merah maroon.

Ia tidak ada niat sekalipun menggoda gadis tersebut. Dalam pikirannya tidak ada wanita baik-baik yang akan main ke diskotek. Kuno memang pemikirannya tapi biarlah toh itu haknya sendiri mau berpikir apa.

Dio berjalan menghampiri gadis bergaun merah maroon itu.

"Aku boleh duduk disini?" tanya Dio terlebih dahulu sebagai bentuk sopan santun. Takutnya gadis itu datang dengan pacarnya. Ia tidak mau menambah masalah dengan menggoda pacar orang lain.

"Iya. Silahkan." jawab gadis itu.

Cantik. Bukan gadis cantik seperti model atau pacarnya Stella. Gadis ini cantik namun enak dilihat dan tidak ngebosenin jika dipandang lama-lama.

"Aku traktir kamu ya. Kan kamu udah bolehin aku duduk disini." Dio merasa Ia harus membalas kebaikan gadis itu dengan membiarkannya duduk di sampingnya. Susah mencari kursi kosong. Daripada terus berdiri lebih baik Ia duduk saja. Dio lalu memesan dua buah minuman yang dulu biasa Ia minum kalau main ke diskotek.

"Aku Dio." Dio pun mulai memperkenalkan dirinya. Tidak ada salahnya kan kenalan dengan gadis cantik?

"Ayu." jawab gadis itu sambil menyambut uluran tangan Dio.

"Sendirian aja?" Dio mulai mencari tahu apakah gadis itu bersama pacarnya atau tidak. Jika bersama pacarnya Dio akan langsung mundur. Ia tidak mau mencari ribut karena dikira menggoda pacar orang. Bukan tidak berani tapi malunya itu loh. Uhh...

"Gak kok. Sama teman satu team."

Oh jadi Dia pergi sama teman-teman kantornya. Orang kantoran ternyata. Gak kaget juga sih. Hari jumat malam memang banyak orang kantoran yang clubbing sepulang kerja.

"Kenapa gak gabung sama teman-teman kamu? Malah asyik mojok disini." komentar Dio lagi.

"Aku gak suka dance gitu. Lebih baik liatin aja dari jauh. Kamu sendiri sendirian aja?" gadis itu mulai bertanya balik tentang Dio.

"Iya. Lagi ngilangin bete aja." minuman yang dipesan Dio pun datang. Dio lalu memberikannya segelas pada Ayu.

Ayu meminum minuman yang Dio berikan. Sepertinya Ia lebih menyukai minuman pesanan Dio dibanding jus yang Ia pesan tadi. "Mau lagi?" Dio menawarkan lagi minuman yang sama. Ayu pun mengangguk. Dio memesankan lagi minuman tadi untuk dirinya sendiri dan Ayu.

"Oh. Biasa kesini kalau bete?" tanya Ayu pada Dio.

"Kalau dulu Ia. Sekarang sudah tidak. Sudah makin tua makin males clubbing." jawab Dio dengan jujur. Dio sudah 28 tahun. Sudah terlalu tua menurut Dio kalau sering ke diskotek.

Dio dan Ayu sama-sama menikmati minuman mereka. Tanpa sadar sudah beberapa gelas yang mereka habiskan. Dio mulai mabuk. Ayu malah sudah sejak tadi mabuk dan menaruh kepalanya di meja.

"Hei.. Yu.. bangun..." Dio menggoyangkan bahu Ayu namun Ayu tidak bergeming.

"Hmm..." jawaban Ayu hanya itu saja.

"Kamu pulang sama siapa? Mana teman team kamu?" Dio menggoyangkan bahu Ayu lagi.

Tangan Ayu menunnjuk ke atas. Menunjuk ke segala arah. Kepalanya pun diangkat dari meja. "Itu....itu....itu... semuanya teman Ayu. he...he..."

"Aduh gawat, Dia mabuk lagi. Gimana antar pulangnya nih? Mana rame banget. Nyari temennya dimana?" gumam Dio. Dia pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal berharap masalahnya berkurang saat Ia menggaruk kepalanya.

Dio lalu menopang tubuh Ayu. Untunglah Ia tidak begitu mabuk. Ia membawa Ayu keluar dari diskotek. Ia memesan taksi dan naik taksi bersama Ayu.

"Rumah kamu dimana Yu?" tak ada jawaban. Tidak mau membiarkan supir taksi menunggu lama, Dio pun memberikan alamat apartemennya sebagai rute mereka.

Ayu masih bersandar di dada Dio. Sesekali tangannya mengelus lembut dada Dio seperti mengelus seorang bayi. Bagi Ayu yang mabuk mungkin sedang membayangkan meninabobkkan anak bayi. Namun bagi Dio yang seorang laki-laki normal itu sama saja membangunkan macan tidur.

Taksi pun berhenti di lobby apartemen. Setelah membayar taksi, Dio pun menopang tubuh Ayu dan masuk ke dalam apartemennya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!