“Julio!!”
“Ameera? Sa_sayang aku bisa jelaskan!!”
Bak mimpi di siang bolong, lutut Ameera lemas kala melihat pemandangan di depannya. Tidak pernah menjalin hubungan bersama lawan jenis, sekalinya memiliki kekasih Ameera merasakan sakit yang luar biasa. Datang dengan maksud mengantar makanan dan obat pada Julio, wanita itu justru mendapati sang kekasih tengah bercinta dengan wanita lain.
Gosip tentang Julio yang terlibat cinlok (cinta lokasi) sejak beberapa bulan terakhir memang sudah beredar, bodohnya Ameera yang terlalu bodoh dalam mencintai Julio lebih mempercayai penjelasan pria itu.
Tepat hari ini, Tuhan benar-benar membuka mata Ameera, tidak hanya sekadar mengobrol berdua, Ameera justru menangkap basah Julio tengah bercinta bersama salah-satu aktris baru debut yang merupakan rekan kerja mereka, Anita.
Masih dengan air mata yang terus membasahi wajahnya, Ameera melangkah tanpa arah dengan kaki lemas seakan tidak lagi bertenaga. Teriakan Julio yang memanggil namanya sembari membenarkan celana dan menyeka keringat tidak lagi dia pedulikan.
“Ameraa tunggu!!”
Tanpa rasa malu, Julio tetap mengejar Ameera yang jelas-jelas telah menyaksikan perbuatan tak senonohnya. Dia yang menggila di atas tubuh wanita lain secara di hadapan Ameera harusnya tidak berani memperlihatkan muka di hadapan sang kekasih saat ini.
"Sayang, please dengar dulu penjelasanku."
“Lepaskan aku!! Singkirkan tangan kotormu itu!” sentak Ameera berontak dan benar-benar merasa jijik kala Julio menarik pergelangan tangannya.
Semakin dia tatap mata Julio, semakin hatinya terasa sakit, bahkan sangat sakit. Keringat masih bercucuran dan membasah di dada bidangnya, rambut acak-acakan dan napas Julio yang terburu-buru seakan menegaskan jika sisa kenikmatan usai pergulatan panasnya bersama Anita masih begitu terasa.
“Aku bisa jelaskan, Ra … tolong dengar sebentar saja, Sayang," tutur Julio begitu lembut, dia menatap lekat mata Ameera yang saat ini memperlihatkan sejuta kekecewaan padanya.
“Jelaskan apa? Mau membantah pakai alasan apa sekarang? Tidak mungkin kalian tengah membangun chemistry dengan cara menjijikkan semacam itu!” pekik Ameera dengan suara yang bahkan terputus. Julio yang berbuat asusila, tapi justru dia yang merasa tidak punya muka.
Sejak awal isu tentang Julio sampai ke telinga Ameera, dengan cepat Julio membantah dan mengatakan jika kedekatan mereka hanya trik marketing agar drama yang sedang mereka bintangi benar-benar naik. Kebetulan, di dalam drama tersebut Anita dan Julio memang pemeran utama, sementara Ameera figurannya.
Tentang hal itu awalnya Ameera biasa saja dan percaya karena memang sudah tidak asing lagi di dunia mereka. Sedikit pun dia tidak menaruh curiga dan percaya bahwa cinta Julio tulus padanya.
"Ya Tuhan, sebodoh ini aku?"
Bagaimana Ameera tidak tertipu? Cara Julio memperlakukannya juga sebaik itu, tidak sedikit yang iri dengan manisnya hubungan mereka, bahkan mendapat penghargaan sebagai pasangan termanis bulan lalu.
Karena alasan itulah Ameera masih bisa menerimanya, tapi untuk saat ini jelas saja Julio tidak lagi punya cara. Sejuta alasan yang dia berikan benar-benar terbantahkan, Ameera telanjur jijik dan membencinya bahkan menatap saja sudah tidak sudi.
“Ra! Ini tidak seperti yang kamu bayangkan! Percayalah, hubungan kami hanya saling-saling menguntungkan, dia butuh popularitas dan aku butuh mainan yang bersedia membuatku puas, dimana salahnya?” Sudah Ameera minta untuk diam, Julio masih terus bersuara dan memberikan penjelasan yang semakin menunjukkan seberapa rendah kualitas otak Julio.
"Kamu tidak malu bicara semacam itu di hadapanku?" Jika bukan khawatir tangannya kotor, mungkin sudah sejak tadi Ameera tampar sekuat tenaga.
"Kenapa harus malu? Justru ini bukti jika aku menyayangi kamu, Ra … dengan cara ini kehormatanmu akan tetap terjaga sampai nanti kita menikah, benar kan?" Begitu besar rasa percaya diri Julio di hadapan Ameera, dia berpikir dengan cara itu Ameera akan luluh, nyatanya semakin benci.
Miris sekali, sepicik itu otaknya dalam memandang wanita, seakan tidak ada harganya di mata Julio. Ameera tertawa hambar, bukti cinta yang Julio tunjukkan membuat tidak habis pikir, entah kenapa dia bisa mencintai pria ini sejatuh-jatuhnya selama dua tahun belakangan. “Simpan bualanmu, kita putus!!”
"Ra, Aku tidak mau, kembali, Ra!!" Julio berusaha menahan kepergian Ameera, di saat yang sama Anita yang sama-sama tidak memiliki rasa malu memanggil Julio dengan suara yang mendayu dan semakin menyesakkan dada Ameera.
"Sudahlah, Sayang ... itu maunya, selagi masih ada aku kamu baik-baik saja."
Semudah itu Julio berpaling, Ameera menyeka kasar air matanya. Sedikit pun tidak akan ada penyesalan dalam diri Ameera tentang keputusan yang dia ambil malam ini.
.
.
Keputusan Ameera tidak dapat ditawar, tekadnya untuk mengakhiri hubungan sudah begitu bulat. Tidak peduli meski rasa cinta itu masih ada, semua terganti dengan kekecewaaan yang membelenggu batin Ameera.
Tepat dua tahun, bertepatan dengan hari anniversary hubungan mereka kandas dengan cara yang paling menjijikkan. Ameera berlalu pergi meninggalkan apartemen Julio dengan hati yang luar biasa hancur, bahkan dia tak kuasa menjelaskan apa yang terjadi pada Jihan, asisten pribadinya ketika masuk ke dalam mobil.
"Jangan katakan apapun, Jihan, kumohon!!"
Sakit yang Ameera rasa jelas tidak bisa dilupakan begitu saja, mengingat wanita pilihan Julio lebih muda, dendam seolah menggebu dalam hati Ameera. Meskipun Julio beralasan jika Anita hanya pelampiasan, tapi hati kecil Ameera merasa sang kekasih berulah mungkin karena dia yang sudah begitu dewasa.
Kendati demikian, apa mungkin Ameera merasa kalah saing? Sejujurnya iya, tapi hanya sebentar. Sepanjang perjalanan pulang dia berpikir keras bagaimana cara membuat Julio menangis darah dan menyesal telah bermain api di belakangnya.
Sejak dahulu jiwa pendendam Ameera sudah melekat, mewarisi sikap kakaknya yang mana gigi harus dibayar gigi, nyawa dibayar nyawa dan begitu juga dengan perselingkuhan. Ya, jika Julio bisa mendapatkan yang lebih muda, maka Ameera juga bisa. Bukankah hal mudah baginya? Dia cantik, menarik bahkan digilai banyak pria dari berbagai kalangan.
Namun, apa mungkin bisa secepat itu dia menentukan akan berpacaran dengan siapa? Rasanya tidak. Ameera memang digilai banyak kalangan, tapi jika dia menawarkan sesuatu pada laki-laki yang dia kenali agaknya kurang realistis, terlebih lagi Julio termasuk pria yang paling tampan di lingkungan hidup Ameera.
Sepanjang perjalanan dia terus berpikir tentang hal itu. Namun, sebelum mendapatkan pengganti, Ameera membuka akun sosial media miliknya dengan rencana ingin menghapus semua postingan tentang Julio di sana.
Niat hati hanya menghapus postingan, Ameera lanjut berselancar di laman sosial media demi melupakan sejenak kesedihannya. Entah kebetulan atau memang algoritma sosial media mengerti perasaan Ameera, belum juga lima menit Ameera berselancar di sosial media, dia menemukan sebuah postingan dari akun @jalan_cinta yang cukup menarik perhatian wanita itu.
“Sewa pacar?”
.
.
- To Be Continued -
"Sewa pacar?"
Berkali-kali Ameera memastikan, dan memang benar akun itu menyediakan jasa sewa pacar. Tanpa Ameera sadari rasa penasaran justru membawanya mengulik lebih dalam. Bahkan sampai memeriksa foto-foto dari para pria yang ditawarkan. Hampir sesuai dengan kategori yang Ameera cari, mereka masih muda dan cukup tampan.
Bukan hanya produk lokal yang ditawarkan, tapi juga produk luar dengan tarif berbeda, tergantung jam terbang dan kadar ketampanan yang mereka miliki. Ameera sempat terkejut sebenarnya, dia pikir jasa-jasa semacam ini hanya dilakukan oleh seorang wanita kurang dana.
Nyatanya, pria juga bisa. Dari tampang mereka sama sekali tidak terlihat aura lelaki bayaran, bahkan di antaranya justru terlihat seperti pria kaya. Bagi seseorang yang tidak mengetahui sumber penghasilan mereka, mungkin akan tertipu dan mengira bahwa para pria tampan itu adalah konglomerat berdompet tebal.
“Ganteng sih, tapi tatoan.”
"Yang ini lumayan, tapi tingginya 160 CM."
Cukup lama dia memilah para pria yang ditawarkan di sana, entah sudah pria keberapa, tapi selalu saja ada hal yang membuat Ameera tidak tertarik, entah itu dari umur, bentuk wajah, otot perut, warna kulit, postur tubuh, tinggi badan, dan lainnya.
Dia tengah mencari pria yang bisa dibayar untuk menjadi kekasihnya demi membalaskan dendam pada Julio, tapi kriteria Ameera sudah mengalahkan seseorang yang mencari calon suami. "Dari tampangnya doyan mabuk, pasti malas ibadah," gumam Ameera begitu pelan, tapi masih dapat terdengar jelas.
Tingkah Ameera membuat asisten dan sopir pribadinya berbisik-bisik. Semudah itu suasana hati Ameera berubah, beberapa saat lalu dia menangis, kini terlihat biasa saja dan justru sibuk sendiri memilah calon pasangan layaknya memilih pakaian.
"Kakak cari apa sebenarnya?"
Sejak tadi Jihan - sang asisten memilih diam lantaran khawatir Ameera semakin kalut. Setelah dirasa memungkinkan untuk bertanya, baru Jihan berani mencaritahu apa yang tengah Ameera lakukan saat ini.
"Hm? Cari pacar ... tapi tidak ada yang sesuai tipeku, sekalipun ada usianya terlalu dewasa." Ameera mulai bercerita, tanpa bermaksud merahasiakan apapun karena biasanya Jihan akan memberikan jalan keluar dibalik kesulitan yang dia alami.
"Cari pacar? Sama kak Jul_"
"Jangan sebutkan nama itu, kumohon!!" tegas Ameera yang seketika membuat Jihan mengatupkan bibir. Dia benar-benar lupa bagaimana keadaan Ameera ketika keluar dari apartemen Julio beberapa waktu lalu.
"Kalau begitu kenapa tidak download dating apps saja? Teman-temanku begitu semua, bahkan ada yang sampai nikah." Seperti biasa, jika Ameera memiliki masalah, maka Jihan akan berusaha memberikan jalan keluar walau tidak yakin akan diterima.
Benar saja, wajah Ameera berubah masam usai mendengar saran dari Jihan. Dia menatap Jihan tanpa minat, agaknya informasi yang Ameera berikan kurang lengkap hingga saran yang Jihan berikan kali ini sangat bertentangan dengan prinsip Ameera.
Semua akan dia lakukan, tapi tidak dengan cara berkenalan melalui aplikasi kencan semacam itu. Beberapa tahun lalu dia sempat mencoba, naas Ameera mendapat pengalaman buruk dari pengguna aplikasi tersebut yang membuatnya takut dan tidak ingin trauma untuk kedua kali.
"Jangan bicara jika saranmu masih itu-itu saja."
Sakit di kepala Ameera tidak berkurang sama sekali, yang ada dia malas bicara pada Jihan setelah memberikan saran semacam itu. Di saat yang sama, mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba mengalami masalah dan mendadak mati yang membuat Ameera semakin sakit kepala.
"Ya Tuhan, kak Ricko!! Kenapa lagi sih?"
"Sudah tahu mogok masih bertanya. Mana kutahu masalahnya apa, mobil ini memang sudah waktunya diganti, Meera."
Ameera memejamkan mata, entah kenapa hari ini dia sial sekali. Setelah tadi matanya ternoda dengan pengkhianatan yang luar biasa menjijikkan, kali ini perjalanan pulangnya juga terhambat.
Padahal, dia sedang terburu-buru dan harus pulang cepat lantaran harus bersiap untuk menemui produser Wijaya Pictures demi membahas project baru mereka.
Ameera bisa pergi sendiri, tapi sejak Ricko ditugaskan menjaganya wanita itu menjadi tidak bebas dan harus tetap berada di dekatnya. Hendak dikatakan sial, tapi tidak sepenuhnya benar karena mobil yang dia tumpangi mogok di depan sebuah bengkel hingga mereka tidak begitu kesulitan.
.
.
"Turun, sepertinya akan lama, Ra."
Terpaksa, mau tidak mau Ameera harus mau untuk ikut turun dan menginjakkan kakinya di tempat itu. Wajahnya masih terlihat kusut, tidak ada senyum sama-sekali, andai saja tidak menggunakan masker, maka besar kemungkinan dia akan menjadi bahan perbincangan di beberapa akun gosip keesokan harinya.
Dia paling membenci tempat ini, selain kotor menurut Ameera juga berisik. Tidak hanya itu, orang yang dilihat juga itu-itu saja, sedikit saja tidak ada yang menarik.
"Sebentar, apa mataku salah lihat?"
Sejak tadi dia menggerutu, tapi beberapa saat kemudian matanya menangkap sesuatu yang berhasil mematahkan stigmanya tentang bengkel tersebut. Bukan hanya sesuai dengan seleranya, tapi pemilik manik cokelat dan kulit putih dengan tubuh tinggi di depan sana bahkan melampaui kriteria yang Ameera inginkan.
Tidak hanya tampan, dia juga masih terlihat sangat muda dan cara pria itu bicara pada beberapa rekannya di sana membuat Ameera terpukau, singkatnya Ameera terpikat pada pandangan pertama. "He's my choice."
Hanya dengan melihat dari jarak beberapa meter, Ameera sudah memantapkan pilihan. Diam-diam memerhatikan, sedikit pun Ameera tidak melepaskan pandangannya dari pria tampan itu. Sungguh, dia sudah tidak sabar itu menunggu kesempatan agar bisa bicara empat mata.
Cukup lama berselang, Ameera akhirnya bisa bicara empat mata bersama pria itu meski harus memohon pada pemilik bengkel itu lebih dahulu. Dan, ketika menatap dari dekat, ketampanan pria itu justru berlipat ganda.
Entah sejak kapan matanya jadi salah, biasanya dia tidak begitu suka dengan pria yang tidak rapi. Anehnya, kali ini penampilan kotor dan sedikit acak-acakan begini justru terlihat seksi di mata Ameera.
"Cakra Darmawangsa?" tanya Ameera memastikan, suaranya terdengar tegas walau hati Meera dibuat berdegub tak karu-karuan usai berhasil menemukan bongkahan berlian di antara padatnya penduduk Jakarta.
Meski yang dihadapannya adalah seorang aktris papan atas, pria itu tetap bersikap biasa "Iya, saya sendiri, ada apa, Kak?"
"Mau jadi pacarku?" Tanpa basa-basi Ameera melontarkan sebuah pertanyaan yang berhasil membuat mata Cakra membulat sempurna. Hidup sedang sulit-sulitnya, Cakra justru didatangi seorang wanita aneh yang tiba-tiba memintanya menjadi seorang kekasih.
"Maksudnya?"
"Berapa yang harus kubayar agar kamu mau jadi pacarku?" Sempat terkejut dengan pertanyaan pertama, ternyata pertanyaan kedua membuat Cakra semakin bingung saja.
Kekasih? Dan dia dibayar, pekerjaan itu adalah candaan Cakra bersama teman-teman tongkrongannya. Sama sekali tidak dia duga jika tawaran gila semacam ini akan benar-benar dia terima.
.
.
- To Be Continued -
Pertanyaan Ameera tidak bisa Cakra jawab dengan cepat, dia butuh waktu untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan Ameera. Belajar dari pengalaman, terkadang beberapa selebritis kerap melakukan social experiment untuk kemudian menjadi tontonan khalayak ramai.
Andai benar-benar nyata, maka sudah tentu Cakra akan menerimanya. Jujur saja, dia sangat butuh uang, tidak hanya sedikit, tapi banyak.
Menjadi yatim piatu di usia remaja bukan hal mudah, terlebih lagi dia harus berperang dengan kerasnya kehidupan ibu kota demi bisa kabur dari beberapa lintah darat yang selalu mendesak Cakra untuk melunasi hutang mendiang ayahnya.
"Ehem, apa pertanyaanku kurang jelas? Tugasmu tidak berat, dari tampangmu seperti sudah biasa pacaran ... aku rasa tidak perlu dijelaskan kau sudah mengerti."
Pertanyaan Ameera sangat jelas, Cakra juga bisa memahami. Dia tidak segera menjawab bukan karena itu, melainkan tengah menimbang apa mungkin peluang semacam ini dia terima atau tidak.
Bukankah kesempatan tidak akan datang dua kali? Pertanyaan-pertanyaan yang membelenggu benaknya membuat Cakra tanpa sadar melontarkan jawaban yang membuat Ameera justru menduga jika dia memang pria bayaran.
"Satu juta seminggu, layanan paket sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" tanya Cakra hingga Ameera tersenyum tipis.
Tarifnya tidak setinggi yang Ameera kira, bahkan jika dia ingat-ingat jika membayar Cakra maka dia lebih hemat. Bagaimana tidak? Dengan tampang dan modal yang Cakra miliki, Ameera hanya perlu membayar 1,5 juta dalam seminggu.
Sementara dari riset yang dia lakukan ketika di mobil, beberapa pria yang dipromosikan oleh akun @Jalan_Cinta tersebut tersebut rata-rata mematok harga per-jam, bahkan jika ditotal satu hari para pelanggannya harus mengeluarkan uang 1-2 juta rupiah sekali kencan dengan berbagai service yang mereka berikan.
Namun, Ameera memilih Cakra bukan karena hemat, tapi pesonanya terkesan mahal hingga membuat wanita itu justru berani menawarkan harga yang jauh lebih tinggi dari ketentuan Cakra.
"Satu Milyar, jadilah pacarku dalam waktu tiga bulan," jawab Ameera tegas seraya mengulurkan tangannya, Cakra yang merasa tarif yang dia berikan sudah sangat tinggi mendadak seperti tidak ada harga dirinya lagi.
"Hah? Sa-satu apa?!"
Bibir Cakra bahkan bergetar, matanya mengerjap pelan dan dibuat semakin bingung dengan sosok Ameera. Satu milyar? Sebuah penawaran fantastis yang membuat mata Cakra seakan buta, terlebih lagi kemarin dia sempat makan pisang untuk pengganjal perut lantaran gaji yang dia terima habis untuk bayar kost, itu pun masih nunggak dua bulan.
"Biasa saja, aku akan memberikan tambahan jika kerjamu bagus."
"Deal!!"
Tanpa pikir panjang, Cakra menjabat tangan Ameera yang sejak tadi begitu sabar menunggunya. Mata pria itu bahkan terlihat membasah, dia tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa, tapi yang jelas kehadiran Ameera membuat pria itu hidup sehidup-hidupnya.
Persetan meski dianggap murahan, Cakra benar-benar tidak tahan lagi hidup menderita. Jika hanya menanggung beban hidupnya mungkin Cakra masih bisa, tapi yang menyedihkan adalah semua tanggung jawab mendiang sang ayah semasa hidup justru dibebankan pada Cakra hingga beban hidupnya luar biasa.
Jika anak lain ditinggali harta warisan, Cakra justru ditinggali hutang dimana-mana pasca kepergian sang ayah delapan tahun lalu. Selama ini dia sudah berusaha mencicil hutang mendiang ayahnya dengan segala usaha, Cakra rela melakukan pekerjaan apapun demi mendapatkan upah.
Namun, jika sudah sebanyak itu untuk orang seperti dirinya mana mungkin bisa lunas. Terlebih lagi, sang ayah berurusan dengan lintah darat, bunganya saja belum tentu lunas sekeras apapun Cakra berusaha.
Hal itulah yang membuat dia yakin dan menyetujui permintaan Ameera untuk menjadi kekasih bayaran. Agak sedikit menggelikan, bahkan mungkin dia akan menjadi bahan olokan teman satu tongkrongan lantaran benar-benar debut menjadi pria bayaran.
.
.
Cakra pikir, setelah dia menyetujui tawaran Ameera semua sudah selesai dan dia sudah bisa menikmati uangnya. Tanpa Cakra duga, ternyata prosesnya tidak sesederhana itu. Uang 1 Milyar yang Ameera janjikan akan dia terima setelah membubuhkan tanda tangan di atas materai.
Keesokan harinya, Ameera datang lagi dengan membawa surat perjanjian yang akan mengikat kerja sama di antara mereka. Dari sanalah, Cakra mengetahui identitas asli Ameera yang ternyata delapan tahun lebih tua darinya. Tidak ingin menyesal di kemudian hari, Cakra membaca butir-butir perjanjian tersebut dengan sangat teliti.
"Dilarang melibatkan perasaan?"
"Hm, itu adalah poin utama," jawab Ameera cepat, dia sudah tidak sabar menunggu Cakra menandatangi surat perjanjian tersebut lantaran jadwal syutingnya tidak sampai tiga puluh menit lagi.
"Bertindak seolah pacar sungguhan dan harus mendalami peran?"
"Off course!! Aku tidak mau teman-temanku curiga dengan hubungan kita nanti," tutur Ameera memperbaiki posisi kacamata yang dia rasa sedikit turun.
"Tidak boleh mengeluh, harus sabar dan tidak boleh bersikap kasar ... jika bertemu di manapun tanpa sengaja, harus segera menyapa dan harus bersikap semanis mungkin."
Suara Cakra perlahan memelan, untuk permintaan di awal kalimat dia mungkin bisa. Sabar dalam menghadapi wanita tidak begitu sulit. Namun, yang menjadi masalah adalah permintaan bersikap semanis mungkin jika bertemu secara tidak sengaja cukup membuat Cakra berdegub tak karu-karuan.
Bukan karena dia terpesona pada wanita cantik itu, tapi membayangkan andai memang terjadi nantinya Cakra tidak yakin bisa memuaskan hati Ameera. "Kenapa wajahmu begitu? Keberatan?" tanya Ameera membuyarkan lamunan Cakra.
"Hah? Tidak, aku hanya sedang berpikir dengan cara apa aku menyapa Kakak nanti," jawab Cakra kemudian mengedipkan mata layaknya penggoda.
Agaknya uang satu milyar yang sebentar lagi akan masuk ke rekeningnya membuat Cakra justru lupa akan jati dirinya sebagai pria pendiam dan tidak banyak ulah. Lagi dan lagi semua yang dia lakukan karena terpaksa, andai hidupnya baik-baik saja sudah jelas pria tampan yang kini menginjak 23 tahun tidak akan semenyedihkan ini.
Tidak ada yang sulit dan tidak mampu Cakra lakukan demi uang. Delapan tahun terakhir, dia sudah merasakan kerasnya dunia kerja bagi pejuang rupiah seperti dirinya. Bahkan jika dia ingat-ingat, pekerjaan ini adalah yang paling mudah dan menjanjikan, walau mungkin saja beresiko mengingat Ameera bukan orang biasa.
"Sudah, Kak, kapan aku bisa mulai bekerja?" Usai membubuhkan tanda tangan di sana, tanpa keraguan Cakra sudah mempertanyakan kapan dia harus memulai tugasnya.
"Nanti aku hubungi ... aku harus pergi sekarang, hampir telat," pamit Ameera sedikit terburu-buru, hanya karena menunggu Cakra membaca, dia memakan banyak waktu.
"Hm, hati-hati ya Sayang, kabarin aku kalau sudah sampai."
"Heih?" Ameera mengerutkan dahi, langkahnya bahkan terhenti setelah mendengar ucapan Cakra.
"Kenapa?"
"Kamu yang kenapa? Sudah kukatakan nanti kuhubungi kapan waktunya, kenapa malah dimulai sekarang?" tanya Ameera mengerutkan dahi.
Cakra tertawa pelan, dia memijit pangkal hidungnya sebelum kemudian menatap wajah Ameera yang bersemu merah. "Latihan, udah cocok, 'kan?"
.
.
- To Be Continued -
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!