NovelToon NovelToon

Mencari Suami!

Part 1

Gaun pengantin itu mengilaukan warna mutiara dan keemasan dalam cahaya pagi. Terbuat dari sutra satin terbaik dan organza mengilap. Dilengkapi dengan sejumput tile, bagaikan awan musim panas. Perlahan jemarin Ursula menelusuri pembungkus plastik yang melindungi gaun tersebut, dan ia

mendesah.

Gaun itu ramping, sederhana, dan memesona—gaun yang betul-betul membuat seorang pengantin kelihatan cantik. Untuk alasan itulah ia tak akan pernah mengenakan gaun tersebut.

Pertama-tama, gaun itu sangat kekecilan untuknya.

Kedua, laki-laki yang ia cintai sudah menikah dengan wanita lain…

# # #

-JULI-

“Ursula?”

“Ya, Rick?”

“Mmm… kau ada acara Sabtu ini?”

Ursula O’Neil adalah wanita praktis yang tak pernah berhenti dari kegiatannya sampai tengah hari. Tapi pertanyaan yang satu ini mampu membuat tangannya tertahan di atas pesawat telepon. Ursula menengadah dan memandang atasanya dengan takjub.

Ia terduduk dan memusatkan perhatian, bukan hanya karena isi pertanyaan Rick, tapi karena jeda “mmm” tadi.

Bila seseorang sudah enam tahun bekerja untuk seorang laki-laki, pasti ia akan mengenalnya dengan cukup baik. Laki-laki itu kadang tidak mengacuhkan apa pun jika ia sedang bekerja, menjengkelkan menjelang akhir tenggat waktu, dan selunak mentega terhadap putrinya. Tapi, pernahkah Rick

Sheridan ragu-ragu? Tak pernah!

Kata-kata adalah bisnisnya, modal utamanya. Rick dapat melakukan apa saja dengan beberapa patah kata… Ia dapat membuatmu menangis, atau tertawa, atau bergegas membeli merek makanan anjing tertentu, bahkan jikapun kau tidak punya anjing! Sekarang ini ia sudah menjadi pemilik agensi,

itu benar, tapi pada dasarnya Rick tetaplah seorang copywriter yang sederhana.

Dan seorang laki-laki yang tak pernah ragu-ragu.

Ursula langsung melupakan urusan telepon yang akan dikerjakannya. “Tolong ulangi apa yang baru kaukatakan, Rick.”

Rick mengamati pensil yang disematkan di antara jemarinya yang panjang bagaikan sebuah tombak. Kemudian ia menengadah dan tersenyum. Ursula pun jatuh dalam perangkap pancaran mata yang begitu gelap sehingga hampir menyerupai warna hitam. Pekat, cemerlang, dan tak terlupakan.

Tapi mata itu saat ini diliputi oleh kekhawatiran.

“Kubilang, apakah kau ada acara Sabtu ini?”

Yang pasti Rick tak mungkin akan mengajak Ursula berkencan. Tapi Ursula membiarkan dirinya sejenak tenggelam dalam fantasi tersebut sebelum

menyahut, “Yah, tidak ada. Kebetulan aku tidak ada acara. Mengapa?”

“Kami mengadakan pesta.”

“Kau akan mengadakan pesta?” ulang Ursula dengan hati-hati.

“Benar.”

“Di mana?”

“Di mana biasanya orang mengadakan pesta? Di rumah, tentu saja.”

“Oh. Aku paham.” Tapi sebenarnya tidak. Rick dan istrinya sudah beberapa kali mengadakan pesta sebelumnya, tapi tak pernah mengundang Ursula. Jadi mengapa tiba-tiba terjadi perubahan sikap?

“Aku ingin tahu apakah kau mau datang?”

Ursula terus menatap Rick, seolah-olah mencari petunjuk di wajah laki-laki itu. Wajah yang sangat menarik dan lebih dari sekadar tampan. Dan wajah itu semakin dekat…

“Aku?” tukas Ursula. Gadis itu menyadari betapa ia terdengar seperti Cinderella masa kin saat mengucapkannya!

“Ya, kau,” sahut Rick, kerutannya semakin dalam. “Astaga, Ursula, aku tak pernah melihatmu begitu bingung sebelumnya! Menurutmu apa yang akan terjadi? Aku tidak berencana untuk membuatmu pingsan kemudian menjualmu kepada penawar paling tinggi.”

Fantasi yang menari, pikir Ursula.

Rick menyandar di kursinya. “Apakah undanganku membuatmu demikian terguncang?”

“Bukan terguncang,” ralat Ursula tegas. “Kurasa aku tak akan terguncang hanya karena hal seperti itu, Rick! Heran merupakan deskripsi yang lebih baik. Maksudku, selama bertahun-tahun aku berkerja padamu…”

“Tak perlu kauingatkan berapa tahu lamanya.”

“Aku tidak bermaksud begitu.” Nyatanya entah sudah berapa tahun telah mereka lewati bersama. Seharusnya hal itu lebih mengganggu Ursula

dibandingkan Rick, tapi Ursula tak pernah membiarkan dirinya memikirkan hal itu. Karena bisa saja terpikir olehnya bahwa ia sedang menghadapi jalan buntu dan sudah waktunya membuat perubahan.

Dan Ursula tidak menginginkan perubahan. Karena orang waras mana yang bersedia kehilangan pekerjaan yang baik dan atasan yang sempurna?

“Sejak pertama kali aku memasuki dunia periklanan yang gila dan semrawut ini…” Ursula tersenyum, “…lalu kau mengeluarkan aku dari kekacauan

di kantor umum untuk menjadi asisten pribadimu…”

“Dan?” Rick menyela dengan tak sabar, seperti kebiasaannya jika ia berpendapat sesuatu tak ada sangkut pautnya. “Apa hubungannya dengan

undangan ke pesta itu?”

“Yah, sebelumnya kau tak pernah mengundangku untuk menghadiri acara apa pun di rumahmu.”

“Itu karena kau pernah menekankan bahwa kau tidak suka mencampur aduk bisnis dan kesenangan!”

Ursula memikirkannya sejenak. “Itu benar,” ia mengakui. Memang ia pernah mengatakannya, tapi tentu saja itu bukan berati ia sungguh-sungguh. Tidak serius. Hanya sekedar teknik untuk melindungi diri terhadap daya tarik atasannya yang berlimpah ruah. Sebenarnya Ursula akan senang sekali jika dapat melewatkan setiap malam bersama-sama Rick. Setiap makan siang. Setiap waktu sarapan. Setiap jam saat ia dalam keadaan terjaga, jika Ursula benar-benar mau jujur. Dan hanya satu hal yang menghalanginya.

Rick sudah menikah.

Tapi seandainya belum menikah pun—seandainya memang belum—tak mungkin Rick tertarik padanya. Laki-laki seperti Rick tak akan pernah terpikat pada wanita montok dengan pinggang gemuk dan buah dada seperti melon kematangan. Mereka menginginkan kekasih yang ramping. Bukan. Kurus. Dengan tulang-tulang menonjol, seperti kuda pacuan yang langsing. Wanita berkelas.

Seperti Jane. Istri Rick.

Jane, yang tinggi dan kreatif dan memiliki kualitas yang selalu dijadikan panutan oleh para pembaca majalah remaja. Jane yang dapat mengenakan gaun tua dari toko barang loak dan membuatnya tampak seperti gaun seharga satu juta dolar.

Ursula menelan kembali segala emosi bodoh yang membuat lehernya tegang. Ia menatap atasannya. “Jadi dalam rangka apa pesta ini?”

Untuk pertama kalinya sejak Ursula mengenal laki-laki itu, ia mendapati wajah Rick menjadi canggung, seolah-olah tak dapat memutuskan

harus menjawab bagaimana. Jadi begitu. Pertama keraguan. Sekarang ketegangan. Dan semuanya terjadi dalam sebuah percakapan sederhana. Alangkah ganjilnya.

“Kami berjanji pada Katy untuk merayakan ulang tahunnya,” ujar Rick lambat. “Dan Jane ingin menambah jumlah tamu yang hadir. Mengundang beberapa orang dewasa. Lantas aku langsung teringat padamu.”

“Ah!” Ursula tersenyum senang. “Sekarang aku mengerti!”

Katy adalah putri Rick, dan Ursula sangat mencintainya. Kadang kala Rick membaca putrinya ke kantor pada saat liburan sekolah, ketika Jane sedang sangat sibuk. Katy senang mengekor Ursula seperti seekor anak anjing kecil dan Ursula sangat menikmati kehadiran gadis kecil itu.

Ursula pernah mengajarkan Katy cara menggunakan komputer dan permainan gin rummy. Sebagai balasannya, Katy memberitahu semua hal terkini

dalam bidang mode dan musik! Sepertinya baru lewat lima menit sejak ulang tahun Katy yang terakhir, ketika—masih segar dalam ingatan Ursula—ia menemani Katy dan Rick melancong ke Kebun Binatang London.

Bersambung…

Part 2

Ursula menggosok hidungnya seraya mengingat-ingat. Tapi di manakan Jane pada hari itu?

“Ya ampun, ia sudah akan berulang tahun lagi!” ucap Ursula. “Ia akan berumur sebelas tahun, kan?”

Rick menggelengkan kepalanya yang berambut gelap. “Sepuluh.” Laki-laki itu memutar pensilnya seperti tongkat seorang mayoret, sebagaimana

yang selalu dilakukannya jika ada sesuatu dalam pikirannya. “Hanya saja ia tampak lebih dewasa.”

“Bersikap lebih dewasa pula,” sahut Ursula hati-hati seraya mengingat pengendalian diri Katy yang mengagumkan. “Sekarang ia sudah menjadi

gadis muda yang sangat dewasa, dan ia tahu mengenai pembagian dan bilangan dasar lebih dari aku!”

“Hal itu tidak mengherankan,” goda Rick, sepercik kenakalan melintas di matanya yang gelap, “karena kau adalah orang yang paling tidak matematis

yang pernah kukenal!”

“Jika itu berarti aku membenci segala sesuatu yang berkaitan dengan hitungan, kau benar!” Ursula mengamati gerak-gerik yang terus dilakukan Rick dengan jemarinya. “Ada yang tidak beres, Rick?”

Jari-jari Rick berhenti dan matanya menyipit heran. “Tak beres?” ulang laki-laki itu keheranan. “Apa sebabnya kau menanyakan hal tersebut?”

Jika Ursula mengakui bahwa ia telah mengamati bahasa tubuh Rick dan dapat merasakan ketegangannya hanya dengan memperhatikan tangan laki-laki itu—itu akan tampak menyedihkan, bukan? “Kau kelihatan tidak konsentrasi pagi ini,” jawab Ursula jujur. “Terus terang, sudah seminggu ini…” Malahan sudah sebulan penuh, jika Ursula mau benar-benar jujur.

“Kau sangat mengenalku, Ursula,” sahut Rick perlahan, tapi kalimat itu lebih mirip tuduhan daripada pujian.

“Begitu?” Ursula mengabaikan pandangan Rick yang menyiratkan peringatan. “Ada apa?”

“Deadline-ku menumpuk…”

“Kalau begitu delegasikan!” tukas Ursula tegas. “Kau kan pemilik agensi ini!”

“Tapi para klien menginginkan aku.”

Itulah masalahnya—para klien selalu menginginkan Rick. “Mungkin kau tidak perlu menangani semua klien sendirian!” Ursula bersikeras. “Mereka bisa saja kauoperkan pada Oliver, atau salah satu staf kreatifmu yang kaugaji begitu besar!”

“Kita lihat saja nanti.” Rick mengangkat bahunya tak acuh, kemudian menyunggingkan senyum malasnya. “Jadi bisakah kau datang, Ursula? Katy

akan senang melihat kehadiranmu.”

Ursula berpura-pura memikirkannya. Ia selalu menolak menghadiri acara-acara sosial yang berkaitan dengan pekerjaan, tapi inilah pertama kali Rick mengundang Ursula ke rumahnya. Gadis itu berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia ingin sekali datang tapi hanya untuk merayakan ulang tahun

Katy. Dan hal itu memang benar. Tapi jauh di lubuk hatinya, Ursula benar-benar ingin mengintip seperti apa kehidupan Rick di rumah. Apakah laki-laki itu sama berantakannya seperti di kantor? Apakah Jane sibuk berkutat di seputar dapur seperti induk ayam? “Terima kasih banyak. Aku akan datang.”

“Bagus.”

“Hari Sabtu pukul berapa?”

“Sekitar pukul enam? Kami sudah berjanji pada Katy bahwa pestanya akan diadakan awal petang.”

Lagi-lagi penggunaan kata “kami” mengingatkan Ursula bahwa Rick sudah menjadi milik orang lain.

“Jadi tak akan ada agar-agar dan es krim?” tanya Ursula ringan.

“Oh, aku tidak bilang begitu! Jika kau bersikap baik, aku akan mengusahakan kue cokelat untukmu!” Rick menyeringai dan mulai melukis bentuk-bentuk kecil yang lucu pada sehelai kertas lebar di hadapannya. Ursula tahu laki-laki itu sedang berada dalam kondisi hati yang kreatif.

Memang di luar kebiasaan—namun sangat menguntungkan—Rick Sheridan berhasil memadukan bakat artistik dan naluri bisnisnya yang kuat. Dalam dunia periklanan yang penuh persaingan, Rick sudah menjadi semacam legenda, padahal ia baru tiga puluh dua! Sebagai seorang copywriter, Rick adalah yang terunggul, kesuksesannya menjadi panutan bagi orang lain. Seperti yang dikatakan orang: semua iklan yang ditangani oleh Rick Sheridan bagaikan

memiliki sentuhan Midas!

Perkembangannya seolah-olah terjadi begitu saja tanpa usaha, tapi Ursula tahu betapa kerasnya Rick bekerja untuk bisa berhasil seperti sekarang. Lelaki itu memulai kariernya di Wickens, salah satu agensi terbesar di London. Di sana ia segera menjadi seorang staf yang menonjol. Di awal kariernya ia telah memproduksi dua buah iklan yang sangat sukses sehingga memenangkan penghargaan tingkat nasional. Di sanalah ia bertemu dengan Ursula, yang baru pindah karena ditawari gaji lebih baik serta pekerjaan yang lebih menantang.

Dalam diri Ursula, Rick mendapati kemampuan yang akan melengkapi bakatnya. Ursula selalu tepat waktu, efisien, dan penuh pertimbangan. Ursula tak pernah menghabiskan waktu bicara di telepon dengan kekasihnya atau kembali sehabis makan siang dalam keadaan setengah mabuk.

Ketika Rick meninggalkan Wickens, ia mengajak Ursula bersamanya—ke agensi “paling panas”, tempat semua orang dengan bakat paling

cemerlang bergabung. Di tempat itu Rick bertemu dengan Oliver Blackman. Kemudian saat Oliver dan Rick mendirikan Sheridan-Blackman—agensi pariwara mereka sendiri—Ursula adalah staf mereka yang pertama.

Ursula telah bersama-sama dengan Rick demikian lama sehingga gadis itu kadang merasa menjadi bagian dari kertas pelapis dinding—sementara di

lain waktu terlintas dalam benak Ursula betapa kehidupan yang dijalanninya bersama Rick hanya terasa sekejap mata. Satu-satunya yang tak berubah adalah karisma Rick. Karisma itu tak pernah pudar, terus-menerus menarik dirinya ke arah lelaki itu, seperti laron yang terpikat cahaya lampu.

Seperti pribadi kreatif lainnya, Rick juga memiliki

kekurangan. Laki-laki itu kadang menjengkelkan dan penuh tuntutan, pemarah dan tidak sabar. Tapi ia mengimbanginya dengan antusiasmue, kecemerlangan, dan senyum sesekali yang mampu menyihir wanita dewasa.

Ursula mengamatinya sekarang, mencoba menganalisa daya tarik laki-laki tersebut.

Sheridan-Blackman tidak pernah mengharuskan pakaian resmi saat bekerja dan hari ini Rick mengenakan celana panjang yang membuat kakinya

tampak sangat jenjang. Rick memadankan celananya dengan kemeja leher terbuka yang tak dapat menyamarkan bahu bidangnya atau tubuh rampingnya yang menjadi impian setiap wanita.

Laki-laki itu menjulang setinggi seratus delapan puluh tanpa sepatu—semua orang tahu karena Rick sering melepas sepatunya setelah tiba di kantor! Rambutnya lebih terang dari hitam namun lebih gelap dari cokelat, berombak, tebal, dan biasanya dalam kondisi perlu dirapikan.

Ursula mendesah. Tidak mudah bekerja untuk seorang laki-laki yang lebih pantas menjadi bintang iklan jins!

Seraya memaksa diri berkonsentrasi pada hal lain. Ursul bangkit berdiri. “Kau mau kopi?” tanyanya pada Rick.

“Boleh.”

Ursula hampir sampai di pintu ketika menyadari bayangan biru-hitam di bawah mata Rick dan terpikir oleh gadis itu bahwa lelaki itu lebih membutuhkan tidur yang nyenyak. “Ya, Rick?”

“Bisakah aku minta dua aspirin bersama kopi itu?”

Rasanya Ursula bahkan bersedia menggiling kapur untuk membuat sendiri tablet yang diminta Rick saat lelaki itu menatapnya dengan mata besarnya yang gelap, seperti seekor anjing yang terlantar!

Bersambung…

Part 3

“Habis lembur?” tanya Ursula dengan manis. “Atau ada keluhan yang tidak aku ketahui?”

Rick mengernyit. “Aku hanya minta dua pil—aku tidak minta kau membuat diagnosa terhadap penyakitku!”

Pikiran buruk melintas dalam benak Ursula, tapi dengan segera gadis itu mengenyahkannya. “Baiklah, Bos.” Katanya. “Kau duduk saja di sini, beristirahat dengan tenang, sementara aku berkeliaran dan melayanimu.”

“Terima kasih,” jawab Rick tak acuh, mempermainkan sebuah catatan dan tampaknya tak memperhatikan sarkasme dalam suara Ursula.

Dalam dapur kantor, Ursula menggiling sejumlah biji kopi kemudian memanaskan teko. Ia menatap ke luar jendela, ke arah langit London seraya menunggu air mendidih. Terpikir olehnya betapa ia beruntung karena bekerja di pusat kota London, dalam sebuah kantor yang demikian nyaman. Bagi seorang gadis yang hanya berbekal sertifikat mengetik, kehidupannya sekarang tidaklah terlalu jelek!

Seperti ruangan yang lain, dapur itu dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan selera tinggi sebuah perusahaan periklanan. Mengilap

dan nyaman. Seperti yang pernah dikatakan Rick pada hari pertama Ursula bekerja di Wickens, “Citra adalah segalanya dalam bisnis ini.” Ursula ingat laki-laki itu mengatakannya dengan sinis serta dingin dan ia sempat bertanya-tanya apakah

fakta itu membuat Rick senang atau sebaliknya.

Ursula terkenang saat ia mengetahui bahwa Rick sudah menikah dan memiliki seorang anak perempuan kecil. Perasaan kecewa yang mendalam seperti menikamnya. Jika dipikir-pikir lagi kemudian, itu benar-benar perasaan yang tidak masuk akal. Mana mungkin ia mengharapkan seorang laki-laki pujaan seperti Rick akan tertarik pada gadis yatim gemuk dari Irlandia seperti dirinya?

Tapi setelah mimpi tersebut kandas—meskipun itu memang mustahil terwujud—tetap saja Ursula harus melanjutkan hubungan kerja yang baik dengan atasannya, kali ini tanpa diiming-imingi harapan palsu bahwa suatu hari Rick akan menarik Ursula ke pelukannya! Namun bukan berarti Ursula berhenti

mengkhayalkan laki-laki itu. Kadang-kadang ia masih sedikit berfantasi tentang Rick—tapi ia tidak sendirian. Semua wanita lain di gedung itu juga melakukan hal yang sama!

“Bagaimana kopinya?” terdengar erangan rendah dari kantor. “Apakah kau naik pesawat dulu ke Kolombia untuk memanen biji kopinya sendiri?”

Ursula tersenyum sembari mengeluarkan dua buah aspirin dari pembungkus aluminium, menuangkan segelas air untuk Rick dan membawanya ke kantor.

Rick tampak pucat, pikir Ursula cermat, sambil menyerahkan minuman dan tablet padanya.

“Terima kasih.”

“Apakah kau sakit, Rick?”

Rick menggeleng. “Hanya kurang tidur.”

“Kalau begitu, jangan mengernyit,” kata Ursula dengan manis. “Kau bisa keriput nanti,” dan kembali ke dapur yang dipenuhi roma harum sebelum Rick sempat membalas perkataannya.

Terpampang dalam bingkai di dinding salah satu iklan Rick yang paling sukses, menampilkan seorang gadis pirang muda dengan bibir tebal tengah menghirup segelas es cokelat. Si pirang sedang duduk di pantai, mengenakan bikini yang sangat minim, dan tulisan Rick berbunyi, “Bukan Hanya

untuk Waktu Tidur…”

Iklan itu berhasil menghancurkan mitos bahwa minuman cokelat hanya diminum oleh anak-anak. Iklan itu juga memicu debat panas dalam kolom

wanita di surat-surat kabar mengenai perlunya menghapus citra diskriminatif terhadap perempuan dalam menjual produk.

Penjualan melangit dan Rick menjadi salah satu orang paling penting di kota—bukan hanya dalam bidang bisnis saja. Dengan kreativitasnya yang jenius, tubuh ramping dan keras, serta mata yang kadang kala menyerupai api neraka, semua orang ingin terlihat sedang bersama-sama Rick Sheridan.

Hanya saja laki-laki itu tak pernah terlihat bersama-sama siapa pun karena ia memiliki seorang istri dan putri di rumah! Dan Ursula

mengagumi Rick untuk hal itu. Selama bertahun-tahun, laki-laki itu sudah mengalami godaan yang cukup ampuh untuk menjerat seorang santo paling suci sekalipun. Ursula telah melihat para model dan aktris mendekati Rick setiap saat. Tapi Rick menolak mereka. Ia tampaknya sama sekali tidak tertarik.

Dan itu semakin menambah daya tariknya. Laki-laki impian yang tahan godaan. Berubah-ubah, tajam, cemerlang, dan tak dapat ditebak.

Ursula membawa baki kopinya, menambahkan sepiring biskuit kesukaan Rick. Gadis itu telah menuangkan secangkir kopi untuk mereka

masing-masing dan kembali duduk di balik meja kerjanya ketika suara Rick yang dalam memecah keheningan.

“Ursula?”

“Ya, Rick?”

“Mmm, berapa umurmu sebenarnya?”

Ursula berkedip. Lagi-lagi pemakaian kata “mmm” yang di luar kebiasaannya. “Kau tahu berapa umurku!”

Rick menggerakan mulutnya seperti anak kecil yang keras kepala. “Tapi aku tidak tahu berapa persisnya,” sanggahnya bersikeras.

“Seberapa persis yang ingin kauketahui? Sampai hitungan menit? Apakah kau akan meramal horoskopku?”

“Lucu sekali.”

“Tidakkah kau tahu bahwa menanyakan umur seorang wanita adalah perbuatan tidak sopan?”

“Tapi aku tidak bertanya pada seorang wanita,” sindir Rick. “Hanya seorang gadis.”

Sensualitas halus yang mewarnai suara Rick mau tak mau membuat pipi Ursula memerah.

“Ursula,” goda laki-laki itu, “pipimu merona.”

“Kaulah penyebabnya!” sela Ursula.

“Hanya karena kau begitu malu mengakui umurmu.”

“Itu bukan rasa malu!” balas Ursula. “Sudah sewajarnya jika ada hal pribadi yang ingin kusimpan sendiri!”

“Oh, aku tidak peduli soal itu. Ada banyak hal pribadi yang kausimpan sendiri,” ucapnya lancang. Kemudian ia mengirup kopi sebelum menatap Ursula dengan kecemerlangan mata pekatnya. “Jadi apakah aku boleh tahu?”

Sejenak Ursula bertanya-tanya apakah ada usia tertentu yang membuat wanita merasa senang mengakuinya! “Umurku dua puluh tujuh—dua puluh

delapan—sebentar lagi.” Gadis itu menatap Rick di seberang ruangan. “Mengapa kau ingin tahu?”

Rick membalasnya dengan tatapan polos. “Apakah perlu ada alasannya?”

Ursula mengangkat bahu dan gerakan tersebut menyebabkan rambut hitamnya yang panjang memantulkan cahaya hitam kebiruan. Ursula

membiarkan rambutnya tergerai di bahu. Itu memang bukan gaya yang praktis untuk bekerja, tapi paling tidak model rambut tersebut bisa menyamarkan wajah bulatnya. Atau begitulah pendapat Ursula. “Aku sudah bekerja denganmu selama enam tahun dan kau tak pernah menanyakan hal itu sebelumnya!”

“Mungkin aku punya rencana untuk mengejutkanmu…”

“Maksudmu kau akan datang tepat waktu besok pagi?”

Rick tertawa, tapi tawanya terdengar gugup. “Kau benar,” ia mendesah. “Akhir-akhir ini aku sering terlambat.”

Dengan cepat Ursula merapikan kertas-kertas di mejanya menjadi satu tumpukan. Ia tak akan menanyakan penyebabnya. Tak perlu. Laki-laki

berkeluarga yang terus-menerus terlambat setiap pagi psatilah memiliki alasan bagus, yaitu kemungkinan besar karena mereka terhanyut oleh rayuan manja sang istri.

Dan Ursula sudah memutuskan tak akan mencampuri bidang kehidupan Rick yang satu itu. Ia senang Rick bahagia dengan istrinya, tapi ia tak ingin fakta tersebut disodorkan di depan hidungnya setiap lima menit.

Bersambung…

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!