Langit terlihat gelap, senja kini berganti menjadi malam, cahaya rembulan seolah malu-malu menampakan sinarnya, bahkan bintang tak satupun yang berani keluar, membuat suasana semakin kelam.
Dalam dingin malam, angin berhembus perlahan, sesosok tubuh seorang pemuda berusia 28 tahun berdiri di atas bubungan rumah, dengan sebelah kaki yang terangkat ke atas, kedua tangannya bersilang dada, dengan mata yang terpejam.
Tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini, beberapa sosok pria berpakaian hitam nampak mengintai dari kejauhan, mata mereka menatap tajam ke arah pemuda yang saat ini seolah tak terganggu sedikitpun ketenangannya.
Sementara di tangan mereka, pedang-pedang berkilauan terpasang dengan begitu cantik dan bersiap untuk memberikan serangan dahsyat ke arah pemuda itu.
"Kalian yakin dia orangnya?" tanya salah seorang pria berpakaian hitam itu sambil melirik ke arah rekan-rekannya.
"Tentu saja, kami bahkan telah mengikutinya sejak 4 hari yang lalu, tidak salah lagi, dia merupakan tuan muda dari keluarga Ye, yang bernama Ye Tian. Dia adalah seorang yang memiliki kekuatan tertinggi di antara semua saudaranya." jawab salah seorang rekannya, dengan sangat yakin.
"Itu bagus, malam ini juga kita habisi pemuda itu, tidak boleh ada satu orang pun yang bisa menandingi kemampuan yang dimiliki oleh Tuan muda Xiao Lingzhi." ucap pria itu kembali.
Rekannya yang lain hanya menganggukkan kepala, mereka memang telah diberikan tugas untuk melenyapkan Ye Tian, agar pada pertandingan alkemis 7 hari mendatang, pemuda itu tidak akan pernah mengalahkan tuan muda mereka, yang terkenal jenius dalam alkimia.
"Tentu saja! ketua pasti akan sangat senang jika kita berhasil melenyapkan pemuda itu," ucap rekan-rekannya secara serempak. Mereka pun bersiap untuk memberikan serangan dadakan, kepada pemuda yang saat ini masih santai di tempatnya.
Sementara telinga tajam Ye Tian sudah mendengar pembicaraan di antara pria-pria berpakaian hitam itu, namun dia masih mempertahankan ketenangannya, meskipun saat ini dirinya juga telah bersiap untuk memberikan kejutan kepada lawan-lawannya, yang telah merencanakan sesuatu hal yang buruk, hanya karena ingin menaikan citra tuan muda mereka sebagai satu-satunya jenius alkemis di belahan dunia xingguan.
Swoosh...
Tap...
Tap...
Tap...
Pria pria berpakaian hitam itu akhirnya menunjukkan sosok mereka di hadapan Ye Tian, dengan pedang yang terhunus mereka seolah memberikan ancaman terhadap pemuda itu, agar tidak melakukan perlawanan. Namun bukan Ye Tian namanya, jika harus mundur begitu saja. Dia adalah seorang pendekar hebat dan juga alkemis jenius yang terlahir dari sebuah keluarga kecil di klan Ye.
"Menyerahlah! atau kami terpaksa melakukan kekerasan terhadapmu," ucap salah seorang pria berpakaian hitam itu dengan suara yang sangat lantang diiringi tawa rekan-rekannya.
"Hanya 5 cecunguk kecil! Bagaimana bisa tuan muda ini menyerah? Bahkan hanya dengan beberapa gerakan saja, aku bisa mengalahkan kalian semua!" jawab Ye Tian sambil membuka matanya, memperlihatkan seringaian mematikan kepada 5 orang lawannya.
"Ciih! Hanya seorang pemuda yang berasal dari keluarga kecil di desa, berani menantang kami? Jika bukan karena tetua Ye Jun yang telah mengangkatmu sebagai putra angkatnya, kau bahkan tak pantas menjadi seorang tuan muda!" ucap salah seorang pria berpakaian hitam itu, penuh permusuhan.
Ye Tian mendelikan matanya ke arah pria itu, tatapannya menunjukkan kebencian, karena asal-usulnya kembali diungkit dan dijadikan bahan lawak oleh lawan-lawannya.
"Siapa kalian dan untuk apa mencariku?" tanya Ye Tian dengan sangat dingin.
"Kau tidak perlu tahu siapa kami, yang jelas kami datang untuk melenyapkanmu, karena kau tak pantas menyandang gelar sebagai seorang jenius alkemis. Hanya tuan muda Xiao Lingzhe yang pantas memangku posisi itu." ucap salah seorang pria berpakaian hitam.
"Ohoo... Rupanya kalian adalah orang-orang suruhan dari klan Xiao. Sayangnya aku sedikitpun tidak pernah takut dengan ancaman kalian!" ucap Ye Tian sambil menyunggingkan senyuman sinisnya.
"Ciih! Kau pasti akan menyesal karena telah berurusan dengan kami," ucap salah seorang pria berpakaian hitam itu seraya mengangkat pedang yang berada di tangannya dan bersiap untuk memberikan serangan ke arah Ye Tian, dia bahkan mengerahkan sebagian energi Qi miliknya untuk membuat serangan yang lebih dahsyat ke arah pemuda itu.
Hiyaaaa...
Trang...
Trang...
Trang...
"Matilah kau, Ye Tian!" teriak pria berpakaian hitam itu di sela-sela serangannya, dia bahkan mengeluarkan umpatan dan makian terhadap Ye Tian, sambil terus merangsek maju, untuk memberikan serangan-serangan dahsyat diikuti oleh rekan-rekannya yang lain.
Di tengah gemuruh angin malam, Ye Tian terlibat dalam pertarungan tak terlupakan. Dia berdiri tegap menghadapi kelima pria berpakaian hitam yang mahir menggunakan senjata tajam. Pedangnya berkilauan dalam cahaya rembulan, siap untuk menghadapi ancaman yang mendekat.
Dengan gerakan yang lincah dan penuh kepercayaan, kelima pria itu melayang di udara, menyerang seperti burung pemangsa yang menyambar mangsanya. Pedang mereka meluncur dalam serangan mematikan, mengayunkan serangan yang ganas menuju tubuh Ye Tian. Namun, kecepatan dan kefasihannya dalam bertarung memungkinkannya menghindari setiap serangan dengan presisi yang menakjubkan.
Sementara pria-pria berpakaian hitam terus melancarkan serangan mereka dengan semangat membara, Ye Tian tetap tenang. Matanya tetap fokus, mencermati setiap gerakan musuhnya. Dengan gerakan yang seolah-olah menyatu dengan aliran angin, dia menghindari serangan demi serangan dengan keahlian yang luar biasa.
Pedang Ye Tian menjadi seperti kilatan petir saat dia melawan serangan-serangan itu. Dia menggerakkan senjatanya dengan cepat dan akurat, menciptakan garis pertahanan yang tak tertembus. Setiap langkahnya menggambarkan keahlian bertarung yang tak tertandingi.
Dalam pertarungan yang intens itu, ketegangan semakin meningkat. Ye Tian mengandalkan refleksnya yang tajam dan kelincahannya untuk mengelak dari senjata-senjata tajam yang berayun menghantam udara. Dia merasakan adrenalin membara di dalam dirinya, mengalirkan kekuatan tambahan untuk melawan kelima pria itu.
Seiring waktu berlalu, kelima pria berpakaian hitam semakin terdesak oleh kemahiran Ye Tian. Terengah-engah, mereka harus mengakui bahwa pemuda itu adalah lawan yang tak bisa dianggap enteng. Dalam satu serangan akhir yang memukau, Ye Tian dengan cekatan mengatasi pertahanan musuhnya, memaksa mereka mundur.
Akhirnya, dalam kerumunan sinar bulan, Ye Tian mampu mengalahkan kelima pria berpakaian hitam itu satu per satu. Dia berdiri di tengah medan pertempuran, nafasnya tersengal-sengal, tetapi senyum kemenangan menghiasi wajahnya. Dengan pedangnya yang masih berkilauan, dia menunjukkan bahwa kemampuannya tidak bisa di remehkan oleh siapa pun.
"Ciih! Ternyata tua bangka Xiao itu hanya bisa mengirimkan makhluk-makhluk lemah seperti kalian untuk menjadi lawanku," ucap Ye Tian sambil berbalik meninggalkan tempat itu.
Wush...
Tiba-tiba saja angin berhembus sedemikian kencang, menerbangkan debu-debu ke arah Ye Tian yang membuatnya langsung terbatuk, akibat tanpa sengaja menghirup debu-debu itu.
Uhuk...
Uhuk...
Bruk...
Tubuh Ye Tian tiba-tiba saja tersungkur, dengan dada yang terasa panas seolah terbakar oleh bara api, bahkan nafasnya semakin tak beraturan hingga membuatnya tak mampu untuk menopang berat tubuhnya sendiri.
"Hahaha... Kami memang tidak bisa mengalahkan ilmu berpedang mu, Ye Tian. Namun bukan berarti kami tidak memiliki hal lain, racun yang telah menyebar ke dalam tubuhmu itu, akan membuatmu mati dalam hitungan beberapa menit saja." ucap salah seorang pria berpakaian hitam yang tadi menjadi lawannya, diikuti oleh rekan-rekannya yang lain, yang turut serta menertawakan kekalahan Ye Tian saat ini.
"Sial!" ucap Ye Tian hingga akhirnya tubuhnya pun roboh di atas tanah dia tak lagi bisa menahan rasa sakit di dadanya dan meregang nyawa akibat ganasnya racun yang diberikan oleh pria-pria berpakaian hitam itu.
Jauh di benua lain, sebuah kejadian telah membuat semua penduduk yang tinggal di tempat itu menjadi sangat khawatir, beberapa orang yang memang memiliki profesi sebagai pencari kayu bakar dan juga obat-obatan herbal yang berada di hutan tiba-tiba saja menghilang. Mereka bagaikan ditelan bumi, bahkan setelah dilakukan pencarian selama berhari-hari, tidak ada satu orang pun yang ditemukan dalam kondisi selamat, semuanya lenyap tanpa jejak.
"Bagaimana ini, tuanku? Bisakah anda memerintahkan lebih banyak orang lagi untuk menemukan putra kita?" tanya seorang wanita paruh baya kepada suaminya.
"Aku bahkan telah mengirim 200 orang untuk mencari keberadaan putra kita, hanya saja hingga saat ini dia masih belum bisa ditemukan keberadaannya." jawab sang suami sambil menarik nafas lelah.
"Anda tidak akan menyerah begitu saja bukan? Aku sangat yakin jika putraku hingga saat ini masih hidup, kau harus melakukan sesuatu untuk menemukannya!" ucap wanita itu, seraya membendung tangisnya.
"Dia bukan hanya putramu, melainkan juga putraku. Bahkan tanpa kau pinta, aku akan melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan putra kita," ucap pria itu menenangkan sang istri.
"Tuan besar, utusan dari istana datang menghadap!" tiba-tiba saja muncul seorang pelayan yang mengganggu percakapan di antara kedua orang paruh baya itu, membuat sang pria langsung berdiri dan bergegas menyambut tamu yang kini mendatangi kediamannya.
"Salam Jenderal Wang, kami datang atas perintah dari yang mulia Kaisar untuk memberikan gulungan surat ini," ucap prajurit itu dengan penuh hormat.
Pria paruh baya yang dipanggil Jenderal Wang itu pun akhirnya mengambil gulungan surat yang dibawa oleh prajurit, kemudian membacanya. Dahinya terkadang mengkerut, namun tak lama pria itu pun kembali menunjukkan wajah datarnya di hadapan semua orang.
"Katakan pada yang mulia Kaisar, jika aku akan datang ke istana setelah menemukan keberadaan putraku kembali dan tolong katakan padanya untuk tidak terlalu mengkhawatirkan keadaan di tempat ini, sebisa mungkin aku akan mengerahkan lebih banyak prajurit lagi untuk melakukan pencarian, atas orang-orang yang dikabarkan menghilang," ucap Jenderal Wang.
Prajurit itu pun segera menganggukkan kepalanya, kemudian berpamitan untuk kembali ke istana kekaisaran. Dia telah mendapatkan apa yang menjadi keinginan junjungannya, sebuah jawaban sekaligus keteguhan dari seorang jenderal yang bernama Wang Qibo dalam pencarian orang-orang yang hilang itu.
"Tuan! Tuan!" kembali dan dengar suara teriakan dari seorang pelayan, sambil berlari dengan sangat cepat ke arah jenderal Wang Qibo.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau berteriak seperti itu?" tanya jendral Wang Qibo, karena tidak seperti biasa para pelayan itu berlarian dengan wajah pucat.
"Tuan, sepertinya Nyonya selir akan segera melahirkan." ucap pelayan itu memberi tahu.
"Segera beritahu prajurit untuk memanggil tabib!" ucap jendral Wang Qibo sambil melangkahkan kakinya menuju Paviliun mawar, tempat di mana salah seorang selir dari putranya saat ini akan segera melahirkan.
Pelayan itu pun bergegas pergi dan meminta salah seorang prajurit untuk menjemput tabib, saat ini junjungannya dalam masalah besar, dia terus saja berteriak sejak tadi, karena merasa begitu kesakitan, sehingga membuat para pelayan yang selama ini mengabdi kepadanya langsung merasa takut.
"Bahkan putraku hingga saat ini masih belum ketemu, tapi sepertinya anak dalam kandungan selirnya itu sudah ingin melihat dunia. Semoga saja setelah anak itu lahir, putraku akan segera ditemukan." gumam Sang Jenderal sambil melangkahkan kakinya.
Dari arah lain terlihat istri sang jenderal pun bergegas menuju paviliun milik menantunya, meskipun statusnya hanyalah seorang selir, namun wanita itu merupakan orang yang paling dicintai oleh putranya. Sehingga seluruh anggota keluarga Wang diharuskan untuk bersikap hormat dan selalu memperlakukan selir Xin Qian dengan sangat baik.
"Bagaimana keadaan selir Xin?" tanya Nyonya Wang kepada beberapa orang pelayan yang ditemuinya.
"Dia masih terus saja berteriak kesakitan, nyonya. Kami telah memanggil tabib, namun hingga saat ini beliau masih belum juga datang," jawab salah seorang pelayan itu sambil membungkuk untuk memberikan hormat.
Tak lama kemudian, seorang tabib wanita datang dan langsung masuk menuju paviliun mawar dengan membawa berbagai macam perlengkapan, untuk membantu persalinan sang selir. Di belakangnya, ada dua orang yang bertindak sebagai asisten dari sang tabib, tentu saja mereka telah terbiasa menghadapi berbagai macam pasien, sehingga apa yang dialami oleh selir Xin itu tidak membuat mereka kaget dan tetap berkonsentrasi.
Bagaimana keadaan selir Xin, tabib?" tanya Nyonya Wang kepada tabib itu.
"Sepertinya air ketubannya sudah pecah nyonya, selir Xin harus segera melahirkan anaknya sekarang juga, agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak kita inginkan," jawab tabib itu sambil memerintahkan kepada dua orang asistennya untuk menyiapkan keperluan.
Nyonya Wang segera keluar dari ruangan dan menemui suaminya yang saat ini tengah berdiri mematung di depan pintu milik selir putranya. sementara tabib dan kedua asistennya mulai berkutat dengan berbagai macam tugas mereka.
perjuangan selir Xin dalam melahirkan anaknya sangatlah besar, bahkan setelah air ketubannya pecah sekalipun, dia masih belum juga berhasil untuk melahirkan anaknya, hingga tabib itu berkali-kali mencoba untuk melakukan berbagai macam cara, agar membuat sang calon ibu bersemangat, demi untuk bisa melahirkan calon anak kesayangannya yang akan segera melihat dunia.
Membutuhkan waktu beberapa batang dupa hingga akhirnya tangis bayi itu pun terdengar di telinga semua orang, wajah Jenderal Wang beserta sang istri langsung sumringah. Mereka begitu bahagia dengan kelahiran cucu mereka, meskipun hal itu tidak merubah kenyataan bahwa saat ini mereka juga masih mengkhawatirkan keadaan putra mereka yang menghilang, pada saat mencari bahan-bahan herbal yang berada di hutan.
Oek... Oek...
Akhirnya senyum di wajah Jendral Wang pun kembali, setelah mendengar suara tangisan bayi dari Paviliun mawar. Dia terlihat sumringah, saat ini dirinya telah resmi menjadi seorang kakek, setelah selir dari putranya itu berhasil melahirkan seorang anak. Meskipun masih belum diketahui jenis kelaminnya, namun dia yakin jika kelak cucunya itu pasti akan membawa keberuntungan dan kebanggaan untuk seluruh keluarga Wang.
Krieeet...
Pintu kamar terbuka, tabib yang membantu persalinan dari selir Xin Qian pun keluar dari ruangan itu dengan wajah cerah, meskipun keringat membanjiri seluruh tubuhnya.
"Selama Tuan Jenderal, anda telah memiliki seorang cucu. Menantu anda telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat tampan," ucap tabib itu.
Jenderal Wang pun langsung bersujud, dia benar-benar bahagia karena memiliki seorang cucu laki-laki setelah penantian panjangnya selama ini. Semangatnya kembali bangkit, dia harus segera menemukan putra kesayangannya, karena saat ini cucunya pasti akan membutuhkan keberadaan dari Wang Zeming sebagai ayahnya.
Nyonya Wang segera menerobos masuk ke dalam ruangan, dia benar-benar ingin bertemu dengan cucunya itu, namun hal yang pertama kali dilihatnya benar-benar membuat dia tak berdaya, tubuh mungil itu terlihat menggeliatkan badannya, membuat wanita paruh baya itu merasa semakin gemas.
"Oh astaga, dia benar-benar sangat mirip dengan Zeming, putraku," ucapnya nyonya Wang sambil tersenyum sumringah, sementara bayi itu mulai membuka matanya sambil sesekali dahinya terlihat berkerut seolah tengah berpikir tentang keberadaannya saat ini.
'Dimana aku?'
"Suamiku!" terdengar suara teriakan nyonya Wang memanggil suaminya.
Jenderal Wang segera masuk dan melihat bayi mungil yang kini berada dalam gendongan istrinya, wajahnya benar-benar mirip dengan putra kesayangannya yang hilang, membuat pria paruh baya itu tersenyum sumringah.
"Siapa nama bayi kecil ini?" tanya nyonya Wang.
Selir Xin Qian yang mendengar pertanyaan dari mertuanya itu pun segera menjawab "Zeming memintaku untuk memberikan nama Taoran, jika anak yang terlahir seorang laki-laki."
Jendral Wang dan istrinya pun segera menganggukan kepala, sepertinya putra mereka telah mempersiapkan semuanya sejak dini, bahkan putra yang masih berada dalam kandungan selirnya telah memiliki nama yang disematkan.
"Wang Taoran, dia adalah cucu pertama dari keluarga Wang," ucap Jenderal Wang seraya mengambil bayi mungil itu dari gendongan istrinya.
Sementara bayi yang masih berada dalam gendongan Jenderal Wang terlihat mengerutkan dahi, dia seolah mengerti dengan apa yang saat ini tengah dibicarakan oleh ketiga orang yang ada di sekelilingnya, namun mulutnya masih belum bisa mengeluarkan satu patah kata pun, semua yang ingin dia ucapkan seolah tertelan kembali ke dalam tenggorokannya.
Oek... Oek...
Terdengar suara bayi itu menangis, membuat jendral Wang akhirnya segera mengembalikannya kepada selir Xin Qian, "Sepertinya bayimu haus, susui dia, kami akan kembali ke ruang utama. Beberapa hari kedepan, kita akan meresmikan kelahiran putramu, semoga saja saat itu Zeming sudah ditemukan."
Selir Xin Qian mengangguk sambil tersenyum manis, dia pun segera mengangkat kedua tangannya, menerima kembali buah hati mungil yang baru saja dia lahirkan.
"Cup cup cup, anak ibu haus ya?" selir Xin Qian nampak begitu gemas dengan bayi mungil itu, sementara sang bayi terlihat memalingkan mukanya, seolah dia begitu malu dengan sang ibu. Apalagi saat ini dia dipaksa untuk menyusu, meski enggan bayi itu tetap menerimanya, dia tak bisa berbuat banyak, karena saat ini dirinya memang benar-benar membutuhkan asupan makanan.
10 tahun berlalu...
Wang Taoran hidup dengan penuh bahagia bersama ibu dan juga kakek neneknya, meski hingga saat ini pencarian Wang Zeming masih terus dilakukan oleh Jenderal Wang, nyatanya masih belum juga mendapatkan keberhasilan.
Bahkan kesehatan Jenderal Wang mulai menurun, akibat kurangnya istirahat ditambah tekanan dari pihak istana yang saat ini mengalami banyak sekali permasalahan politik dengan kekaisaran lain. Terlebih dengan adanya surat tantangan perang yang dilakukan oleh salah satu kekaisaran terbesar, terhadap kekaisaran tempat mereka tinggal saat ini.
Bruk...
Tubuh Jenderal Wang tiba-tiba saja ambruk, membuat semua orang yang berada di dalam kediaman itu seketika panik. Beberapa orang prajurit segera memanggil tabib, sementara prajurit lainnya menyiapkan tandu untuk membawa Sang Jenderal ke paviliun.
Hal itu tentu saja membuatnya nyonya Wang langsung sedih, selama 10 tahun Jenderal Wang terus saja mencari keberadaan putranya tanpa kenal lelah, namun kini kesehatannya semakin terganggu, dia benar-benar terpuruk.
Beberapa orang tabib yang dipanggil pun hanya bisa menggelengkan kepala, mereka masih belum mengetahui penyebab dari penyakit yang dialami oleh Jenderal Wang. Jika memang hanya karena kelelahan, tidak mungkin pria yang terkenal paling perkasa di seluruh kekaisaran Zhao, dan bergelar Jenderal perang itu akan jatuh dalam ketidaksadaran.
Nyonya Wang menangis tersedu-sedu, sementara selir Xin di sampingnya masih setia menemani sang mertua, sambil sesekali memeluk tubuh ringkih dari wanita tua itu, keduanya menangis bersama. Meskipun statusnya hanyalah seorang selir di rumah itu, nyatanya kasih sayang yang dia terima dari kedua mertuanya itu benar-benar tulus. bahkan mungkin Xia He, istri sah dari Wang Zeming tidak bisa merasakan kasih sayang dari sepasang paruh baya itu.
"Apa yang terjadi ibu, nenek?" Wang Taoran tiba-tiba saja masuk dan menyadari ada yang tidak beres di kediamannya, sementara kedua wanita yang dia tanya hanya bisa menggelengkan kepalanya perlahan.
Mereka bingung untuk menjelaskan keadaan yang saat ini terjadi pada Jenderal Wang, namun bocah berusia 10 tahun itu segera berjalan ke arah pembaringan dan mengetahui bahwa saat ini kakeknya dalam keadaan sekarat.
"Kakek!" Wang Taoran berteriak dengan sangat kencang, dia berlari ke arah Jenderal Wang dan segera mengambil pergelangan tangan pria itu, menyadari ada sesuatu yang tidak beres, dia melirik ke arah tabib yang kini berdiri tak jauh dari tempat pembaringan kakeknya.
"Apa yang kalian lakukan? Kakekku dalam keadaan sekarat, tapi kalian tetap diam saja. Tidakkah kalian berpikir untuk melakukan sesuatu saat ini?" tanya Wang Taoran.
Sedangkan para tabib hanya bisa saling memandang, mereka bukan tidak ingin melakukan sesuatu, hanya saja penyakit yang diderita Jenderal Wang benar-benar tak mampu mereka deteksi.
"Berikan aku kertas dan pena sekarang juga!" ucap Wang Taoran kepada tabib.
"Untuk apa, tuan muda?" seorang tabib tua berjalan sambil mengernyitkan dahinya.
"Bukankah kau tidak bisa menyembuhkan kakekku? Maka diamlah dan berikan apa yang aku minta!" ucap Wang Taoran dengan sangat dingin.
Tak lama tabib tua itu pun segera memberikan secarik kertas dan juga pena untuknya, Wang Taoran segera menulis, kemudian memberikan kertas itu kepada salah seorang prajurit.
"Segera pergi dan beli semua herbal yang aku tulis di dalam kertas itu, pastikan tidak ada yang kurang sedikitpun. Beritahu penjualnya, untuk memberikan semua herbal tepat pada takarannya. Jangan sampai aku menyia-nyiakan waktu hanya untuk menimbang satu persatu benda-benda yang aku butuhkan itu!" perintah Wang Taoran tak bisa dibantah.
Prajurit itu menganggukkan kepalanya, kemudian mengambil kertas yang saat ini berada di tangan Wang Taoran, dia bergegas pergi untuk mendapatkan semua herbal-herbal yang dibutuhkan, demi untuk kesembuhan Jenderal Wang. Sementara para tabib hanya bisa saling memandang sambil menggelengkan kepalanya, mereka masih belum mengetahui apa yang akan dilakukan oleh bocah berusia 10 tahun itu.
Wang Taoran keluar dari paviliun milik Jenderal Wang, tak lama kemudian dia kembali, dengan sebuah kota kecil berwarna coklat tua. Perlahan bocah itu mendudukkan dirinya di samping tempat tidur sang kakek.
"Bantu aku untuk membangunkan kakek sekarang juga," ucapnya.
Para tabib masih enggan untuk bergerak, hingga mereka melihat mata merah Eang Taoran yang benar-benar membuat mereka tak berdaya. ''Jika kalian memang terlalu bodoh, lebih baik pergi dan tinggalkan kediamanku. Lagi pula keberadaan kalian tidak dibutuhkan disini!"
Akhirnya tabib-tabib pun bergegas mendekat ke arah pembaringan Jenderal Wang, mereka membantu untuk membangunkan tubuh pria paruh baya itu. Wang Taoran membuka kotak kecil yang berada di tangannya, hal itu tentu saja tak lepas dari pengamatan kedua orang wanita yang begitu dia cintai. Selir Xin Qian dan juga Nyonya Wang saat ini berjalan, untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh bocah itu.
"Apa yang akan kau lakukan, nak?" tanya Nyonya Wang sambil menatap ke arah Wang Taoran.
"Bahkan jika harus bertarung dengan dewa kematian sekalipun, aku akan membawa kembali kakek! Dia akan sembuh!" ucapnya dengan sangat yakin. Tangan mungilnya segera mengambil satu persatu jarum perak yang berada di dalam kotak itu, kemudian menusukkannya ke dalam titik-titik tertentu, yang berada di dalam tubuh Jenderal Wang.
"Tuan muda!" salah seorang tabib berteriak ke arah Wang Taoran, tapi bocah itu langsung melotot, hingga membuat tabib itu hanya bisa menelan salivanya. Dia tak mampu mengucapkan apa yang saat ini ada di dalam kerongkongannya. Wang Taoran benar-benar melakukan hal gila, dia menusukkan jarum itu bukan pada titik-titik yang seharusnya, melainkan berlawanan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!