NovelToon NovelToon

Menikah Dengan CEO Baik

1.permintaan menikah

  Raqilla Faesya Permata merupakan seorang gadis berusia 20 tahun yang harus memenuhi permintaan sang kakek yang menginginkan dirinya menikah muda dengan pria pilihan kakeknya.

Kakeknya beralasan ingin menikahkan sang cucu agar cucunya itu tidak hidup kesulitan, Raqilla di tinggalkan kedua orang tuanya saat ia duduk di bangku SMA, membuat dirinya hidup berdua saja dengan sang kakek.

Raqilla sangat menghormati kakeknya dan selalu mematuhi perintah kakeknya. Namun, untuk permintaan kali ini sepertinya agak sulit ia turuti.

"Kakek meminta kamu menikah agar kehidupan kamu lebih baik, Nak," ucap Aron selaku sang kakek.

"Tapi aku gak mau," balas Raqilla.

"Kamu sayangkan sama Kakek?" Raqilla mengangguk. "Maka menikahlah, lagipula pria yang jadi calon suamimu itu orang baik, dia pasti akan menyayangimu," tambahnya.

"Kalo aku nikah nanti, Kakek bakal sendirian kan?"

"Kamu tidak perlu khawatir, Kakek bisa menjaga diri," jawab Aron.

Raqilla diam, ia tidak habis pikir dengan permintaan sang kakek ini. Menikah bukan karena keinginan sendiri dan hanya karena paksaan, apa bisa ia bertahan?

"Kalo aku menolak, gimana?" tanya Raqilla.

"Tentu saja kamu tidak boleh menolak, karena Kakek terlanjur berjanji pada Kakeknya calonmu agar kamu mau menikahi cucunya," jelas Aron membuat Raqilla menatap tak percaya.

"Kenapa harus janji sih?" kesal nya.

"Dia ingin membalas kebaikan Kakek, makanya memilih menikahkan cucunya dengan kamu," terang Aron. "Sudahlah, jika kamu menyayangi Kakek, maka menikahlah." Setelah berucap demikian Aron beranjak ke kamarnya.

***

  Di sebuah kamar rawat VVIP terdapat pria paruh baya yang terbaring di ranjang rumah sakit di temani dua orang pria muda.

Pria paruh baya itu sedang berbicara mengenai pernikahan pada salah satu pria.

"Kakek ingin kamu menikah," pinta pria paruh baya.

"Siapa?aku?" tanya salah satu pria muda.

"Tentu saja, kamu harus menikah,"

"Kenapa?"

"Karena Kakek tidak ingin ketika suatu saat nanti Kakek tiada kamu sendirian, jika kamu menikah maka akan ada istrimu yang menemani," jelasnya.

Pria muda bernama Barra Malik Virendra menatap datar sang kakek, ia enggan menjawab dan memilih beranjak dari sana.

"Kamu ingin Kakek pergi dalam keadaan tidak tenang memikirkan kamu?" tanya pria paruh baya itu menghentikan langkah Barra.

Barra diam, belum beranjak sama sekali.

"Pikirkan lah," setelah mendengar kalimat terakhir sang kakek, Barra keluar di susul sang asisten.

"Tuan?" panggil Vano selaku asisten sekaligus sahabatnya.

Barra berhenti lalu duduk di kursi yang tersedia, melihat itu Vano juga ikut duduk.

"Sepertinya Tuan harus mengikuti permintaan tuan besar," cetus Vano membuat Barra meliriknya.

"Kenapa?"

"Tuan lupa?dokter mengatakan bahwa tuan besar terkena kanker otak stadium akhir. Dia juga berpesan jangan biarkan pasien merasa terbebani," jelas Vano

"Kalau Tuan menolak permintaan nya, pasti akan membuatnya cemas dan berpikir berlebihan tentang Tuan dan itu tidak baik bagi kesehatan nya," Vano menjelaskan agar sang atasan paham.

Barra diam berpikir lagi, apa ia harus menerima pernikahan ini?

"Aku tidak akan sendirian, lagi pula kamu ada," balas Barra santai.

"Itu beda Tuan, saya hanya asisten. Lagipula saya juga kelak akan menikah dan memiliki keluarga dan saya tidak bisa terus menemani Tuan," ungkap Vano sopan, tetapi sarat akan penekanan.

  Barra menghela nafasnya lalu menyenderkan tubuhnya ke kursi.

"Siapa wanita yang akan menikah denganku?" tanya Barra mulai penasaran.

"Ini data-data nya." Vano menyerahkan beberapa lembar kertas berisi biodata calon istri Barra.

Barra meneliti isi nya dengan saksama.

"Dia masih muda?" Barra merasa heran kenapa kakeknya memilihkan calon yang berusia di bawahnya.

"Iya Tuan, masih berusia 20 tahun," jawab Vano.

Barra kembali melihat isi kertas tersebut tak lama kembali bersuara.

"Atur pertemuan kami berdua, secepatnya," pinta Barra penuh penekanan.

"Baik Tuan," balas Vano patuh.

  Barra tersenyum tipis melihat foto calon istrinya.

Bersambung....

2.pertemuan

Pada pagi hari, Raqilla sedang sarapan bersama dengan Aron sang kakek, hari ini ia di minta menemui calon suaminya oleh Aron. Dengan berat hati Raqilla menyetujui untuk bertemu, tetapi penampilannya kini ada yang berbeda.

"Kenapa kamu berpenampilan seperti itu?" tanya Aron.

Raqilla yang sudah selesai makan lantas berdiri, gadis itu membenarkan kacamata bulat nya. "Ini adalah trend baru, Kek," balasnya singkat.

"Tapi kenapa terlihat jelek?" tanya heran Aron.

Rambutnya ia ikat dua dan di kepang lalu ada kacamata bulat yang menutupi matanya, ia juga mengenakan pakaian yang agak kuno.

"Biarin, kalo begitu. Aku pamit." Raqilla langsung pergi keluar.

Dalam waktu dua puluh menit, Raqilla sudah tiba di sebuah taman bermain. Ia kembali membaca alamat yang di beri kakeknya, apakah salah atau tidak.

"Tapi beneran di sini," monolognya heran.

Tak mau banyak berpikir, ia memasuki area taman. Ada banyak anak-anak yang bermain di sini, mereka berlarian sembari tertawa membuat senyum manis tercetak di bibirnya.

Raqilla terus berjalan hingga ada seseorang yang menghentikan langkahnya.

"Apa anda Nona Raqilla?" tanya seorang pria di hadapan Raqilla.

Raqilla mengangguk ragu. "Maaf, anda siapa?" tanya Raqilla.

"Perkenalkan saya Vano, asisten calon suami anda, Nona," ucap pria itu.

Vano membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda hormat.

"I-iya, tunggu. Kenapa anda tau nama saya?" Raqilla bertanya dengan wajah keheranan.

Vano tersenyum tipis. "Saya sudah mengetahui identitas serta foto Anda, Nona" jawab Vano. "mari, Tuan sudah menunggu."

Raqilla tidak lagi bertanya dan langsung mengikuti Vano di belakang pria tersebut. Hingga keduanya tiba di bangku taman dan ada seorang pria lain yang duduk di sana.

"Tuan muda?" panggil Vano.

Yang di panggil membalikkan tubuhnya lalu saat itu pula Raqilla melihat seorang pria tampan dengan setelan jaz hitamnya.

"Silahkan duduk." Vano menunjukkan kursi taman yang bisa di duduki Raqilla

Raqilla duduk tepat di hadapan pria tampan yang menatap nya lekat, hal itu tentu saja membuatnya tidak nyaman.

"Biar saya perkenalkan kalian berdua," imbuh Vano, "Nona, ini tuan Barra calon suami anda," ucap nya.

Lalu Vano beralih pada pria di hadapan Raqilla, "ini adalah calon istri anda tuan, Nona Raqilla," jelasnya.

Raqilla menatap Barra begitu pula sebaliknya, mereka hening sejenak hingga Barra membuka suara.

"Salam kenal," sapa Barra sopan.

"Hmm," Raqilla membalas dengan gumaman.

Barra menegakkan tubuhnya sembari menatap wajah Raqilla, "saya yakin kamu sudah tau alasan kita bertemu?" tanya Barra santai.

"Iya, terus?"

"Apa kamu serius ingin menikahi saya?"

"Kenapa anda bertanya, Tuan?" tanya balik Raqilla dengan nada ketus.

Barra tersenyum tipis, "tentu saja saya bertanya, kamu kan calon istri saya," ungkap Barra.

"Pede sekali Anda, memangnya saya mau jadi istri anda," balas Raqilla tersenyum remeh.

Vano terkejut dengan tingkah Raqilla yang begitu berani bersikap kurang ramah pada Barra.

"Lalu kamu akan menolak?" tanya Barra lagi.

"Mungkin," ucap Raqilla, "bagaimana dengan Anda sendiri, Tuan?" kini gilirannya bertanya.

Barra diam sejenak, ia memperhatikan Raqilla dari atas hingga bawah, hal itu tentu membuat Raqilla tersenyum miring, ia yakin pria tampan ini akan menolaknya karena penampilan Raqilla .

Saat menunggu jawaban Barra, tiba-tiba perut Raqilla berbunyi membuat dua pria itu menatap nya.

"Lebih baik kita makan lebih dahulu, karena saya mendengar perut kamu berbunyi," ucap Barra tersenyum tipis.

Raqilla hanya mengikuti karena ia merasa lapar kembali, padahal kan ia sudah sarapan.

Barra dan Raqilla serta Vano kini makan di sebuah restoran mewah. Barra mencuri-curi pandang pada gadis di depan nya yang makan dengan lahap dan cepat bahkan mulut nya begitu terisi penuh.

"Tidak ada yang akan mengambil makanan anda, Nona," cetus Vano.

Raqilla menatap sekilas Vano lalu kembali meraup makanannya, ia bahkan makan dengan tangan di bantu sendok yang di sediakan.

"Huaa kenyangnya," ucap Raqilla seraya bersendawa kencang. "Ups, maaf,"

Barra geleng kepala melihat tingkah calon istrinya ini sedangkan Vano menatap tidak suka.

Bahkan gadis itu dengan santai nya mengupil di hadapan Barra. "Eh maaf, kebiasaan saya abis makan, yah gini," imbuh Raqilla santai.

"Cukup buruk yah kebiasaan Anda!" sindir Vano.

Raqilla tersenyum lebar sebagai tanggapan.

"Sepertinya saya perlu waktu, untuk memutuskan apa saya mau menikah atau tidak," beber Raqilla.

"Berapa lama?" tanya Barra.

"Apanya?"

"Kamu butuh waktu berapa lama untuk berpikir?"

"Oh itu, emm ... sebulan," cetus nya asal.

"Sombong sekali Anda, perlu waktu selama itu hanya untuk berpikir?apa susah nya terima saja, lagipula Tuan saya ini tampan," cemooh Vano ketus.

"Hei Tuan, memang nikah itu hanya dengan modal tampang saja?tidak!" protes Raqilla tidak suka

"Terserah."

"Sudah tidak perlu ribut," jelas Barra. "terserah kalau kamu mau berfikir, tapi saya setuju dengan pernikahan ini." Barra berkata membuat Raqilla melotot.

"APA?"

Ada apa dengan pria ini?kenapa mau?padahal dirinya sudah berpenampilan jelek.

Raqilla berusaha menetralkan wajah terkejutnya, "memang Anda tidak malu, menikah dengan gadis jelek dan miskin seperti saya?"

"Saya tidak melihat tampang dan ekonomi,"

"Bohong!" sela Raqilla cepat.

"Terserah jika tidak percaya." Barra beralih pada Vano, "atur pernikahan kami secepatnya!" tekan Barra.

"Ba-baik Tuan," balas Vano patuh.

"kita temui seseorang," ajak Barra.

***

Raqilla dan Barra kini berada di hadapan seorang pria paruh baya yang terbaring di ranjang rumah sakit.

Pria paruh baya itu menatap haru Raqilla dan Barra, "kau membawanya?"

Barra hanya mengangguk, "kami akan segera menikah,"

Bagas, selaku kakek Barra tersenyum lembut mendengarnya, ia terharu karena akan memiliki cucu menantu.

"Terima kasih Nak, sudah mau menikah dengan cucu ku," ucap Bagas pada Raqilla.

Raqilla tersenyum kaku. "i-iya tapi Tuan sebenarnya say-"

"Kami akan pergi memilih gaun pernikahan," celetuk Barra memotong ucapan Raqilla.

"Baik, kalian pergi lah."

Barra mengangguk dan kembali menarik Raqilla keluar.

Barra mengajak Raqilla ke butik langganan nya untuk fitting baju, walau awalnya gadis itu menolak, tetapi Barra terus mendesak dan memaksa hingga Raqilla mengiakan saja.

Setelah melakukan fitting dan beberapa hal lainnya, Barra mengantar calon istrinya pulang.

Sebelum keluar dari mobil, Raqilla memandang permusuhan kepada Barra. "dasar pemaksa, lihat saja nanti. Setelah kita menikah pasti Anda akan menyesal!"

Gadis itu akhirnya keluar dari mobil dan menutup pintu dengan keras.

Brak.

Barra sendiri hanya tersenyum tipis dengan tingkah calon istrinya.

bersambung...

3.Menikah

Setelah mempersiapkan banyak hal beberapa hari, kini hari sakral yang di tunggu-tunggu telah tiba. Di sebuah hotel bintang lima pada hari Sabtu, pernikahan antara Barra dan Raqilla akan segera berlangsung.

Barra dengan setelan jas berwarna putih nya sudah duduk bersama dengan Raqilla yang mengenakan gaun pengantin berwarna senada, tetapi jangan lupakan kacamata bulat yang mungkin akan terus di pakai Raqilla.

Barra selesai mengucapkan ijab qobul dan kini keduanya sudah sah menjadi suami istri. Barra menyematkan cincin di jari manis Raqilla begitu pula sebaliknya.

Saat Raqilla mencium punggung tangan Barra, saat itu pula dengan cepat Barra mengecup pucuk kepala sang istri, hal tersebut membuat Raqilla melebarkan mata dan para tamu undangan memekik melihat adegan romantis pengantin baru tersebut.

Pernikahan yang di dambakan akhirnya berlangsung, sang pria tersenyum lebar dengan perasaan bahagia. Lain hal dengan sang istri, yang tersenyum, tetapi hatinya merasa sedih karena menikah dengan pria yang tidak di cintainya.

Raqilla berdiri bersama Barra di singgasana pengantin untuk menyambut para tamu undangan. Acara ini tertutup, hanya di hadiri kerabat dan beberapa rekan kerja.

Aron berjalan mendekati sepasang pengantin itu di ikuti Vano.

"Selamat untuk kalian berdua," ucap Aron tersenyum.

"Terima kasih, Kek," balas Barra.

Raqilla hanya diam, ia masih kesal kepada Aron yang mendesaknya menikahi Barra. Gadis itu sudah memohon agar tidak perlu menikah dengan Barra, tetapi Aron tidak mau mendengar dan tetap menginginkan sang cucu menikah.

"Masih marah?" tanya Aron.

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Raqilla.

Aron geleng kepala melihat sang cucu. "kamu tau?dulu kakek juga terpaksa menikahi nenekmu, kedua orang tuaku punya hutang pada keluarga nenekmu. Untuk melunasi hutang tersebut, Kakek di minta menikahi nenekmu," jelas Barra menceritakan kisah masa lalunya.

"Kakek bersikap dingin padanya, tapi nenekmu itu selalu berusaha mendapat cinta Kakek lewat perhatian manisnya. Secara perlahan Kakek menyadari ketulusan nenekmu dan akhirnya menerima cintanya." Tanpa terasa air mata Aron menetes mengingat pernikahan nya dengan mendiang sang istri.

Aron memegang bahu Raqilla. "mungkin sekarang kamu terpaksa, tapi percayalah suatu saat nanti kamu akan bisa menerima pernikahan ini juga Barra."

Aron beralih pada suami cucunya. "Nak, Kakek titip Qilla sama kamu, jaga dan sayangi dia, yah," pinta Aron.

Barra mengangguk patuh. "tentu saja, dia adalah istriku sudah sepatutnya saya menjaga dan menyayangi nya," sahut Barra tegas.

Aron tersenyum hangat mendengarnya, ia merasa tidak salah menikahkan sang cucu dengan pria baik seperti Barra, selain kehidupan Raqilla akan terjamin kebahagiaan pasti akan di dapat gadis itu.

***

Pesta resepsi semakin meriah pada malam hari, walau tidak banyak orang. Kini ada satu sesi, yaitu pesta dansa. Para tamu undangan di perbolehkan dansa bersama pasangan masing-masing.

Tentu tidak lupa kedua mempelai turut andil dalam pesta dansa. Raqilla menolak tidak mau berdansa beralasan tidak bisa, tetapi dengan segala cara Barra membujuk juga dengan bantuan Aron membuat gadis itu mengiakan saja, biar cepat.

Barra merapatkan tubuhnya kepada Raqilla, pria itu mulai memegang pinggang Raqilla, tangan Raqilla juga bertengger di pundak sang suami dan selanjutnya keduanya mulai bergerak ke kanan kiri secara perlahan.

Sebenarnya, Raqilla bisa berdansa. Mengatakan tidak bisa hanya untuk menolak ajakan Barra saja.

Musik masih berputar, para tamu tenggelam dalam gerakan dansa mereka, begitu pula Barra yang asik menatap lekat wajah sang istri.

"Kenapa sih?" tanya Raqilla.

Barra menggeleng. "bukan apa-apa,"

Raqilla hanya mendengus. Namun, detik berikutnya ia dengan sengaja menginjak kaki Barra sehingga suaminya itu mundur beberapa langkah.

"Eh maaf," cetus nya.

Barra hanya tersenyum tipis, ia kembali mengajak sang istri berdansa, Raqilla pun kembali mengikuti gerakan dansanya.

Hingga ia bertingkah lagi, dengan sengaja gadis itu mencondongkan tubuhnya dengan tangan mendorong tubuh Barra, alhasil pria itu terjatuh.

Para tamu undangan terkejut melihat mempelai pria terjatuh sedangkan pelaku yang membuat pria itu jatuh berusaha menahan tawanya.

Vano dengan sigap membantu sang atasan.

Barra menatap ke arah sang istri yang terlihat mengulum senyumnya, pria itu tersenyum tipis karena tahu maksud dari tindakan sang istri.

"Kamu gak apa-apa kan?" tanya Raqilla pura-pura cemas.

"Aku tidak apa-apa, istriku," jawab Barra.

Raqilla merasa aneh dengan panggilan yang terlontar dari bibir sang suami, ia mendongak dan mendapati Barra menatapnya lekat. Dengan cepat Raqilla memundurkan tubuhnya.

"Aku pusing, izin keluar cari angin," pamit Raqilla.

Gadis yang sudah menjadi seorang istri itu berdiri di balkon, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Pemandangan di hadapan nya menyuguhkan indahnya kota Jakarta pada malam hari yang di hiasi lampu-lampu bangunan.

Raqilla merentangkan tangannya sembari menutup matanya. Hingga terasa ada yang memeluknya dari belakang, ia melirik sedikit dan mendapati bahwa sang suami lah yang memeluk.

"Masih pusing, hmm?" tanya Barra meletakan dagunya di bahu Raqilla.

"ish lepas." Dengan cepat Raqilla melepas pelukan Barra dan menjauh. "jangan asal peluk."

"Kenapa memang?kan kamu sudah jadi istriku,"

"Pokoknya jangan dulu,"

"Kalau nanti berarti boleh, bahkan lebih dari peluk?" Perkataan Barra malah terdengar ambigu oleh Raqilla.

"Bukan gitu." Raqilla hendak kembali masuk, tetapi di cegah Barra.

"Mau kemana?tadi katanya mau cari angin,"

"Mau masuklah, anginnya jadi makin dingin karena ada, Anda!" cemooh Raqilla.

Barra hanya tersenyum tipis melihatnya, entah kenapa melihat sikap ketus sang istri malah membuat nya semakin jatuh hati, rasanya ia ingin memiliki Raqilla seutuhnya, menjadikan istrinya itu miliknya selama-lamanya.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!