NovelToon NovelToon

MY NAME IS RIO...

Awal Yang Buruk

Perkenalkan namaku adalah Rio Ramirez, aku biasa dipanggil Rio. Dan aku adalah anak ke 3 dari 5 bersaudara.

Kedua kakakku kebetulan cowok semua, kedua adikku kebetulan juga adalah cewek semua.

Keluarga kami termasuk keluarga berada. Papa adalah seorang pejabat yang memimpin sebuah instansi. Tapi walaupun papaku adalah pejabat, tapi papa mendidik anak-anaknya untuk tetap hidup sederhana, tidak sombong, dan tidak memilih-milih teman.

Kaya miskin sama saja selama teman itu bertingkah laku baik. Selama masih duduk di bangku sekolah sebenarnya aku merupakan anak yang termasuk kurang percaya diri. Mungkin karena aku memang diperlakukan berbeda di keluargaku. Contohnya jika abangku boleh bermain sepak bola dan disupport dengan fasilitas yang wah, tidak dengan aku! Aku tidak seperti itu. Misalnya sepatu bola abangku bermerk Nike keluaran terbaru, sepatu bolaku hanya buatan dalam negeri atau sepatu bola yang hanya syukur bisa dipakai main bola dalam sekejap saja.

Begitulah sedikit gambaran kehidupanku yang akan kuceritakan disini. Cerita hidupku ini akan kumulai dari perjalanan hidupku mulai saat umurku menginjak usia remaja.

*****

Hari itu adalah hari pertamaku masuk ke sekolah baru. Hari ini aku memulai petualangan baru di sekolah masa remaja yaitu SMA. Masa orientasi siswa kujalani dengan cukup baik. Aku mendapat banyak teman baru. Dan kebetulan ada cewek cantik dikelasku namanya adalah Cresa Ovalia, menurutku dia memang murid cewek tercantik di angkatanku waktu itu.

Kakakku juga bersekolah di sekolah yang sama denganku. Kakakku termasuk murid yang menonjol di sekolah. Menonjol kenakalannya! Dia sering berantem, sering bolos, sering dipanggil guru BP, pokoknya semua hal-hal yang negatif ada pada kakakku ini. Tapi dia juga termasuk anak yang gampang bergaul, tidak sepertiku yang waktu itu masih cenderung tertutup dalam memilih teman.

Masa Orientasi sekolah pun usai. Saat permulaan belajar baru dimulai. Aku baru 2 minggu menjadi murid SMA favorit di kotaku. Sekolah yang meraih segudang penghargaan. Singkat kata, setelah 2 minggu bersekolah, aku jatuh sakit. Dan selama 2 hari aku tidak masuk sekolah.

Pada saat aku tidak masuk, ada beberapa PR yang harus dikumpulkan dipertemuan berikutnya.

Karena masih baru-barunya masuk sekolah, setelah masuk aku pun segera bertanya pada teman sekelas tentang PR yang harus dikerjakan.

PR akuntansi dasar, aku diberi info oleh Cresa sang kembang kelasku. Aku pun diajak mengenakan PR di rumahnya. Aku dan 3 orang teman  sekelas, mengerjakan PR bersama-sama usai sekolah. Sampailah di minggu dimana PR Akuntansiku harus dikumpulkan. Karena sudah merasa mengerjakan, aku tanggapi biasa saja perjumpaan dengan guru yang baru aku temui itu. Saat itu aku tidak ada perasaan akan tertimpa sial pada pelajaran pak Razki yang terkenal killer itu.

Tapi hari itu aku tertimpa sial. Benar-benar sial! Dan itu pengalaman buruk pertamaku di bangku SMA.

"Rio Ramirez!" Pak Razki memanggilku dengan nada kesal.

Dia mengacung-ngacungkan buku bersampul yang kukenali memang itu buku PRku.

"Apakah ini bukumu, Rio?!!!" Katanya dengan nada tinggi.

"Iya, pak. Itu buku saya," jawabku dengan sopan.

"Coba kamu kesini! CEPAT!!!" Dari suaranya terdengar pak Razki sedang menahan amarah. Aku pun langsung menuju ke mejanya.

"Ya pak. Ada apa ya saya kok dipanggil ke depan?"

Pak Razki menatapku dengan tajam.

"INI PR-MU SALAH! Yang kamu kerjakan ini bukan tugas yang saya suruh!" Semprot pak Razki padaku dengan suara menggelegar.

"Hey, wajah kamu seperti mirip dengan seseorang, apa kamu punya saudara disini, Rio?" Tanya pak Razki dengan suara pelan.

"Ada pak. Saya punya kakak di kelas 3 namanya Faizal Romero pak," kataku menyebutkan nama kakakku.

"FAIZAL ROMERO??? JADI FAIZAL YANG NAKAL ITU KAKAKMU HUH???!!!"

Tiba-tiba pak Razki berdiri sambil bertanya sambil melotot dengan nada marah.

"Iya pak. Dia kakak saya!" Jawabku singkat tidak ada firasat apa-apa sama sekali.

"Sudah mengerjakan PR salah halaman, tampaknya kamu mau ikut-ikutan jadi jagoan seperti kakakmu ya!!!"

Tangan pak Razki tiba-tiba sudah melayang dan bersarang keras dipipiku 2x.

PLAAKKK!!! PLAAKKK!!!

Aku tetap berdiri tegak dan tidak bergeming. Kakiku gemetar itu kali pertama aku ditampar oleh seorang guru. Melihatku masih berdiri tegak diposisiku pak Razki lalu mengambil buku folio yang bersampul tebal diatas mejanya dan kemudian menamparku dengan buku tebal itu.

PLAAAKK!!! PLAAAKK!!! PLAAAKKK!!!

Badanku pun mulai terhuyung-huyung terkena tamparan pak Razki yang memakai buku folio tebal itu. Aku pun terpental-pental kesana kemari dan ujung bibirku pun mengeluarkan darah.

"Sekarang kamu push up 100x!" ujar pak Razki dengan nafas terengah-engah setelah menamparku dengan buku folio.

Aku pun memulai push up dengan dihitung oleh seluruh teman sekelas atas perintah pak Rizki.

"Sembilan puluh lima!" Bel tanda pelajaran terakhir berbunyi.

"Kriiiiiiiiiiiiiinnngggggggggggg!!!"

"Kurang 5x lagi," batinku.

"Rio, kembali ke tempat dudukmu," kata pak Razki.

"Fiiuhhh, Saved by the bell!" Batinku lagi.

Aku pun bangkit lalu menuju bangkuku. Lengan dan wajahku rasanya kebas dan kaku, seluruh tubuhku dibasahi keringat.

Setelah pak Razki meninggalkan kelas, teman-temanku yang kemarin mengerjakan PR dirumah Cresa mengerubungiku. Mereka hanya mengerubungiku, tapi mereka diam tak bersuara.

Cresa lalu menepuk pundakku. "Kamu gak apa-apa? Bibirmu berdarah, Rii!" Ujarnya dengan suara pelan sambil menyodorkan tissu.

"Nanti kita semua mau menghadap pak Razki, Rio. PR kita kan sama kayak punya kamu," ujar Robin.

Aku hanya diam, sambil mengelap ujung bibirku yang berdarah untuk menghilangkan rasa kesalku. Aku lalu berdiri dan berbicara pada mereka semua.

"Sudah. Nggak usah menghadap pak Razki. Menghadap pak Razki juga nggak akan merubah apa-apa!" Kataku sambil membereskan buku dan alat tulisku.

Cresa lalu menepuk pundakku lagi.

"Kamu nggak apa, Rio?" Tanya Cresa dengan mata berkaca-kaca.

Aku berusaha tersenyum sambil memegangi pipiku yang bengkak dan menatapnya.

"I'm fine, Cresa. Udah laah, teman-teman. Kita pulang yuk," ajakku sambil mencoba untuk tetap tersenyum pada mereka sambil berjalan keluar kelas. Saat aku keluar kelas, banyak anak-anak dari kelas lain memperhatikanku. Mungkin berita aku habis dihajar dan dihukum pak Razki sudah Viral. Aku berjalan sambil menunduk menuju gerbang belakang sekolah.

"Rio, tunggu!" Itu suara Cresa. Aku pun melambatkan langkahku.

"Ini tissu lagi buat kamu, Rio."

"Makasih Cresa."

"Tetap sabar ya, Rio. Bye!" Cresa langsung naik ke mobilnya dan melambaikan tangannya. Kukantongi tissu dari Cresa. Aku pun berlari pulang.

Saat aku membuka pintu pagar, Mamaku sedang menyapu halaman. Aku mengucapkan salam & mencium tangannya. Saat aku hendak masuk ke rumah, mama mencegatku sebelum masuk.

"Rio, badanmu kok basah keringat begini? Kok sampai basah begini baju kamu dan kenapa pipimu bengkak begini?"

Aku tersenyum.

"Rio habis jogging sore, Ma. Rio pamit mandi dulu ya!" Kucium mamaku lalu aku bergegas menuju kamar. Setelah menggantung seragam yang basah, aku memakai T-shirt dan masuk ke kamar mandi. Kunyalakan kran air lalu kurendam tubuhku di bath tub.

Selesai makan malam, setelah mencuci piring-piring kotor. Aku langsung masuk kedalam kamar. Papa yang pada saat makan memperhatikan keanehan dimukaku, setelah makan malam itu papa menghampiriku ke kamarku.

"Tok! Tok! Rio, boleh papa masuk?" Terdengar suara papa didepan kamar. Kubuka pintu kamar, disana sudah berdiri papa dan mama.

"Ini mukamu cemberut begini, kenapa lagi kamu? Tadi ada masalah disekolah?" Ujar papa sambil memegang bahuku.

"Rio nggak papa, Pa. Ini lagi banyak PR aja, gak ada apa-apa kok di sekolah," kataku sambil kembali duduk ke meja belajarku.

"Hahaha. Papa pikir ada masalah apa kamu. Gak biasanya kamu diem kayak tadi pas makan malam. Udah dibawa tidur aja sana klo capek," kata papa yang lalu pergi kekamarnya.

"Rio, beneran kamu gak apa-apa? Coba cerita gih sama mama!" Kata mama sambil menutup pintu kamarku. Kubereskan meja belajarku lalu aku duduk disamping mama. Kuceritakan kejadian disekolah pada mama.

"Apa perlu mama yang datang ke sekolahmu? Mama dateng ya untuk ketemu guru kamu itu!" Ujar mama sambil mengelus kepalaku.

"Udah ma. Gak usah. Cuma kejadian gitu aja kok.  Rio gak papa kok, cuma pegal-pegal doang," kataku sambil memegang tangan mama.

"Ya sudah. Sekarang kamu kerjakan PR dari gurumu itu. Biar dia tidak ada alasan untuk menghukum kamu lagi. Tidur jangan malam-malam ya sayang," kata mama lalu keluar dari kamar.

Aku pun merebahkan diri diranjangku.

"Awas! Tunggu saja kau, Razki! Tunggu saatnya!" Gumamku sambil mengepal tinjuku.

Tinggalkan komen, follow dan like.Thanks buat kalian yang sudah mampir!

Sepupuku Yang Menggoda

Tak terasa hampir 6 bulan sudah aku memakai seragam putih abu-abu, masalahku dengan pak Razki untuk sementara aku pending dulu. Maksudku 'pending' adalah aku berusaha untuk tidak berbuat salah saat pelajarannya seperti nasihat mama. Sebenarnya aku tau dia mengincarku, mengintaiku untuk berbuat salah, tapi aku bisa melewatinya dengan baik. Baik PR maupun pertanyaannya dikelas kepadaku dapat kuatasi dengan baik sementara ini.

Sore itu rumahku kelihatan ramai sekali, terdengar suara budeku juga. Mama dan bude sedang duduk diruang tamu saat aku pulang dari sekolah.

"Rio, ini bude datang! Kamu salim dulu," kata mama, aku pun salim ke budeku setelah itu aku langsung ke kamarku. Kubuka pintu kamarku ada seorang cewek yang sedang tidur diranjangku.

"Wooy, bangun! Aku mau ganti baju nih," ujarku pada Vina anak budeku.

"Ganti aja lah, Rii. Aku gak akan ngintip kamu kok," katanya sambil menutupkan bantal ke wajahnya. Aku dan Vina memang sudah akrab sedari kami masih kecil.

Karena aku dulu sempat disusui budeku saat mama sakit sehabis melahirkan aku.

Aku pun berganti pakaian karena aku harus segera berangkat ke tempat latihan Taekwondo.

Setelah selesai aku pun bersiap untuk berangkat.

"Rio, kamu pulang sekolah gak mandi dulu? Joroook ihhh!" Katanya sambil bangun dan bersandar ditempat tidurku.

"Ngapain kamu bawa tas sebesar ini, Vin? Mau minggat?" Ujarku saat melihat 2 tas besar milik Vina dikamarku. Kulihat raut sedih diwajah Vina saat mendengar pertanyaanku.

"Kamu mau kemana?" Tanyanya lagi.

"Latihan Taekwondo," jawabku sambil membuka pintu kamar.

"Aku ikut, Rii!" Ujarnya sambil melompat dari ranjang.

"Haduuuh, nggak lah!" Jawabku sambil menuruni tangga. Vina dan aku berdebat karena dia ngotot untuk ikut aku ke tempat latihan.

Mama memanggilku, lalu kutinggalkan Vina didepan bersama bude.

"Ya Ma, ada apa?" Tanyaku sambil mencomot kue buatan mama.

"Mau latihan? Ini buat jajan.Eh ajak Vina juga gih. Ajak jalan-jalan atau makan ya," ujar mama sambil memberiku uang 500 ribu kepadaku.

"Kok banyak banget, ma?" tanyaku heran.

"Buat jajan, tapi kamu ajak Vina sekalian ya!" Ujar mama sambil tersenyum. Dengan berat hati akhirnya aku mengajak Vina ke tempat latihanku. Kupacu motor Ninjaku karena aku sudah hampir telat. Vina memeluk pinggangku dengan erat.

"Vin, jangan gini dong. Risih tau," kataku ketika merasakan dua bukit Vina menempel dipunggungku. Tapi dia malah mempererat pelukkannya sambil menempelkan dadanya dan menggesekkannya ke punggungku.

Akhirnya aku terlambat datang ditempat latihan. Aku dihukum lari 10x mengelilingi lapangan. Saat latihan aku pun berkonsentrasi untuk memperhatikan gerakan yang dicontohkan Sabeum(pelatih)ku.

"Siapa itu bro? Cewek lu? Cakep banget bro," ujar Surya yang bertanya soal Vina.

Aku hanya tersenyum sambil menenggak air mineral dingin ditanganku. Selesai latihan aku segera mandi. Setelah mandi aku segera mengajak Vina pulang.

"Udah makan belum, Vin?" Tanyaku saat sepeda motorku melaju.

"Lagi gak pengen makan, Rii," jawabnya singkat.

"Aku lapar banget nih! Hmmmm, tapi kamu ikut ajalah, terserah nanti kamu mau makan atau nggak disana," ujarku memacu kencang motorku.

Kuajak Vina ditempat biasa aku menyendiri, kafe itu berada dipinggir pantai yang disebelah belakangnya ada pondok-pondok kecil ditepi laut untuk menikmati sunset.

Aku memilih tempatku biasa menghabiskan waktuku jika sedang sumpek, pondok paling pojok disisi sebelah kanan.

"Wiiih enak banget angin pantainya, Rii," ujar Vina sambil membentangkan tangannya.

Aku langsung menuju pondok itu dan menyalakan rokok Marlboro Lightku. Kusedot dalam-dalam lalu ketiup pelan asap rokokku.

Vina menghampiriku.

"Anak nakal! Mulai kapan kamu pintar ngerokok?" Ujarnya sambil menatapku menghisap asap rokok.

"Kan kakakmu yang ngajarin. Udah 1 tahun ini aku sering ngerokok, Vin. Jangan ngadu ke mama lho!" Ancamku.

"Ada syaratnya, Hahaha!" Ujarnya sambil tertawa. Tak lama makanan yang kupesan sudah datang.

"Wiih, banyak bener kamu pesen makanan. Siapa yang bakal ngehabisin?" tanyanya sambil mengambil udang goreng.

"Klo kamu gak mau,aku bawa pulang, Vin. Buat nyemil di kamar."

Aku pun makan sendirian, kulihat Vina yang hanya diam. Termenung menatap laut. Aku berdiri sambil membawa piringku dan duduk disampingnya.

"Ayo makan, Vin!" Kataku sambil menjulurkan tanganku untuk menyuapinya. Dia menggeleng lalu mengalihkan mukanya kearah pantai.

"Ya sudah. Hmmm...enak banget lho kakap bakarnya," ujarku menggoda sambil melirik ke arah Vina. Vina sebenarnya lapar, tapi ia sedang memikirkan sesuatu yang berat tampaknya.

"Nyicip, Rio. Suapin yaa!" Katanya sambil membuka mulutnya. Kusuapi dia pelan-pelan dengan tanganku.

"Gimana? Enak kan? Hehehe," tanyaku sambil tertawa melihat mukanya yang lucu saat menelan suapanku.

"ANAK GILA!!! Lu kasih sambelnya banyak banget!!!" Ujarnya lalu menyeruput es jerukku sampai habis tak tersisa. Aku pun tertawa tergelak. Aku memang mengerjainya.

"Gila kamu, Rio! Klo sampe gue keselek gimana?" Ujarnya lagi. Aku masih tertawa terpingkal-pingkal melihat Vina yang kepedasan.

"Stttttt, Rio. Ada rombongan cewek tuh. Ada yang cakep banget tuh!" Kata Vina tiba-tiba menunjuk kearah rombongan 3 orang cewek yang menuju pondok disebelah pondokku. Cewek-cewek itu berpakaian sesuai dengan tren saat ini, itu menunjukkan bahwa mereka anak orang kaya. Kuacuhkan omongan Vina sambil menatap makan dimeja dan melanjutkan makanku.

"Jiaaahhh, sok cuek lu! Suapin aku, tapi jangan kayak tadi. Awas aja kamu klo kasih bomb kayak tadi ya!" Kusuapi Vina yang akhirnya mau makan dengan lahap bersamaku.

"Ehhhheeem, Eheeemmmm. Romantisnya!" Tiba-tiba terdengar suara cewek berdehem dibelakangku dan Vina.

Aku dan Vina menoleh kearah asal suara. Ternyata itu adalah suara Cresa. Dia sudah berdiri dibelakang kami dari tadi rupanya.

"Ehhh, Cresa kamu datang sama siapa? Maaf ya, tanganku kotor nih," ujarku sambil menunjukkan kedua tanganku yang belepotan.

"Sama sodaraku. Aku kesini karena liat jaketmu itu," ujarnya sambil menunjuk jaket baseball pemberian sahabatku yang kugantung ditiang pondok.

"Ya udah deh, dilanjutin ngobrolnya. Aku mau kesana dulu Rio, Bye," katanya lalu meninggalkan kami menuju pondoknya.

"Gila!!! Cantik banget tuh cewek. Aku aja yang cewek ngakuin dia cantik, bodynya pun biadab! Cewek itu bener masih SMA?" Ucap Vina tentang Cresa.

"Iya. Dia temen sekelasku Vin," ujarku sambil terus makan.

"Klo soal cantik. Cantikan kamu, Vin. Saking sodara, klo bukan udah kupacarin kamu. Hahahaha," lanjutku lagi. Vina lalu tersenyum mendengar kata-kataku barusan.

"Uuuhhh, kenyangnya!!!" Teriakku sambil membuka kausku sebatas perut lalu menepuknya karena kenyang. Vina melirik melihat perut sixpackku yang terbuka tanpa penutup.

"Kamu sudah gak kurus lagi kayak dulu, Rio. Mungkin karena sering olah raga, makanya badan kamu sekarang lebih berotot!" ujar Vina menilai tubuhku yang memang lebih berotot ketimbang dulu.

"Klo kenalan sama cewek ngomong aja kamu sudah kuliah, pasti percaya tuh," katanya lagi. Aku hanya tersenyum.

"Kamu mau minum lagi?" Tanyaku pada Vina yang masih nyemil.

"Boleh. Jus Alpukat deh Rio," ujar Vina. Aku menekan tombol ditiang pondok. Tak lama kemudian datang pelayan menghampiriku, setelah memesan minuman tambahan pelayan itu segera pergi. Vina masih nyemil, nampaknya makanan itu bakal ludes.

"Yang katanya gak pengen makan! Hahahhaa!" Sindirku sambil tertawa.

"Hahhahaha. Iya ya Rio! Ternyata enak banget masakannya ya!" Balas Vina sembari menggigit udang dan kentang goreng. Pesanan minumanku pun datang. Vina melotot melihat minuman yang datang.

"Siapa yang pess...!" Kututup mulut Vina sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.

"Trimakasih, mbak," kataku pada pelayan yang mengantar minuman.

"Apaan sin nutupin mulut gue. Lu pesen bir???" Kata Vina sambil melotot.

"Ngetes doang. Ternyata bener kata lu, Vin. Pelayannya ga nyangka klo aku masih SMA," jawabku lagi.

"Ugghhh!!! Rasanya pahit ternyata!" Ujarku setelah minum sedikit minuman itu.

"Hahahhaaha. Sok-sok an sih. Memang dimana-mana yang namanya miras itu yaa pahit rasanya. Klo gak suka sini kuminum," kata Vina terkekeh melihatku yang kepahitan setelah mencoba minuman itu.

Vina lalu menenggak bir digelas besar itu. Tak lama bir itu habis tak tersisa.

"Yuk pulang Vin," ajakku pada Vina yang tampak kekenyangan.

"Sebentar dulu, Rii. Nurunin nasi dulu bentar," jawabnya sambil mengelus-elus perutnya.

"Ok! Aku nyamperin Cresa bentar ya!"

Lalu aku mendatangi Cresa di pondok yang tak jauh dari pondokku. Jarak antar pondok hanya berjarak sekitar 15 meter.

"Hai Cresa!" Sapaku memanggil cewek cantik itu dari luar pondok.

"Ehh Rio. Masuk sini!" Katanya sambil menggeser tubuhnya.

"Makasih deh. Aku cuma mau pamit pulang kok," kataku sambil mengganggukan kepalaku pada 2 cewek yang bersama Cresa.

"Ooowhh,iya. Nanti kamu dimarah papa pacar kamu klo mulangin anaknya kemaleman. Hati-hati pulangnya!" katanya sambil tersenyum kecut.

"Hahahaha.;Pacar dari Hongkong! Dia sepupuku kok. Ok deh, Cresa. Aku pamit dulu. See you tomorrow, Bye."

Aku berjalan menuju pondok dimana Vina sedang bersandar santai menikmati angin pantai.

Aku lalu menyeret Vina yang masih malas-malasan untuk meninggalkan kafe itu. Kemudian aku dan Vina pun bergegas pulang.

Saat aku pulang rumah sudah sepi, hanya mama yang masih terbangun setelah menidurkan kedua adikku Deva dan Mega. Adikku masih kecil-kecil, masih berumur 5 & 6 tahun. Kulihat jam ditanganku menunjukkan pukul 21.15.

"Pintu pagarnya jangan lupa digembok ya Rii!" Kata mama dari dalam kamar ketika aku sedang memasukkan motorku di garasi.

"Vin, kamu mabok ya?!" Kataku dengan nada berbisik ketika melihat Vina yang berjalan dibelakangku dengan langkah terhuyung-huyung. Vina mengangkat jari tangan dibibirnya.

"Sttttttt! Jangan berisik!" Ujarnya sambil berjalan pelan dibelakangku.

"Ayo buruan masuk kamar," kataku lagi. Vina berjalan terhuyung menabrakku dari belakang. Dia memelukku ketika hendak jatuh. Dadanya menempel lagi dipunggungku.

"Agak pusing aku,Rii. Gimana naik ke atas ya?" Katanya dengan mata terpejam.

"Udah kamu didepan. Aku jagain kamu biar gak jatuh. Cepetan tapi naiknya," kataku sambil berpindah posisi sebelum menaiki tangga menuju kamarku dilantai 2. Vina menaiki tangga dengan posisi agak merangkak sambil tangannya bertumpu ke anak tangga didepannya. Dan aku mendorong pantatnya agar cepat menaiki tangga itu.

Akhirnya kami sampai dikamar. Vina setelah sampai dikamar tiba-tiba berlari ke kamar mandi. Terdengar suara dia sedang muntah-muntah. Untunglah kamarku itu kedap suara. Jadi suara Vina yang sedang muntah tidak terdengar keluar kamar. Aku yang telah berganti baju untuk tidur segera mendatangi Vina dikamar mandi. Vina terkulai lemas dengan kepala bersandar di bath tub.

Bajunya basah terkena muntahnya. Kuangkat badannya yang terkulai lemas itu menjauh dari bath tub.

"Kuambilin piyamamu yah, ganti bajumu Vin. Kaos dan celanamu kena muntah," bisikku pelan. Aku pun keluar mengambil piyamanya dari kopernya. Kuketuk pelan pintu kamar mandi. Tapi tak ada jawaban dari Vina. Kuketuk sekali lagi. Tetap tidak ada jawaban.

Langsung kubuka pintu kamar mandi dan ternyata Vina sudah tertidur disana dengan posisi terlentang hanya mengenakan bra dan cd saja. Aku serba salah dalam kondisi itu. Kaos dan celananya tercecer dilantai.

"Anjiiir! Gimana nih?" Batinku saat melihat tubuh Vina yang tertidur dengan hanya memakai pakaian dalam saja.

"Ahhh cuek aja lah," gumamku dalam hati.

Akhirnya kubilas baju kaos dan celananya yang terkena muntahan. Kuambil wash lap dan kuseka wajahnya dengan air sabun.

Dadaku bergemuruh kencang saat hendak menyeka dadanya. Dadanya yang putih menyembul menantang ditutupi bra yang menurutku agak kekecilan. Celana dalamku tiba-tiba sesak. Akhirnya dengan tangan bergetar kuseka dadanya. Sambil menutup mata kubersihkan sedikit bekas muntahan di dadanya.

"Ahhhhhhh," terdengar desahan Vina saat kusentuh dadanya. Kugotong tubuh Vina yang teler itu lalu kerebahkan diranjang. Aku pun kembali kedalam kamar mandi. Kumasukkan semua pakaian Vina yang kotor ke dalam ember. Setelah itu aku ambil kasur lipat dan kugelar dilantai. Setelah kumatikan lampu, Aku berbaring dan mencoba tidur. Kupejamkan mataku tapi pemandangan tubuh Vina dengan pose setengah telanjang tadi mengganggu pikiranku. Bayangan bentuk tubuhnya itu tak bisa hilang dari ingatanku.

Ditunggu komen, follow dan like-nya ya Gess.Thanks a lot buat kalian yang sudah mampir!

Sepupuku Yang(terus) Menggoda

Sabeum Yosi menyemangati latihan tendangan hari ini. Aku berencana ikut ujian kenaikan sabuk bulan depan. Aku banyak bertanya apa tips agar kenaikan sabukku kali ini tidak gagal seperti yang sebelumnya. Sekarang aku sudah memegang sabuk biru strip merah atau geup 4. Oleh sebab itu aku giat berlatih agar ujian kenaikan sabukku sukses tanpa kendala.

"Drtttttt! Drttttt!" ponselku bergetar. Itu telpon ternyata dari mama.

"Halo ma! Ada apa?" tanyaku sehabis keluar dari kamar mandi dojang(tempat latihan Taekwondo).

"Kamu dimana? Masih latihan?" Tanya mama.

"Nggak, udah selesai ma. Ini baru habis mandi. Ada apa, Ma?"

"Kamu pulang dulu sebentar ya! Anterin mama sama bude," ujar mama.

"Hmmm, bang Randi atau bang Faizal gak bisa nganter mama kah? Rio mau ngambil buku di rumah teman dulu soalnya," jawabku sambil mengikat tali sepatu.

"Kakak-kakakmu ditelpon gak diangkat, Rii. Udah mama telpon 5x masih gak diangkat juga," jawab mama.

"Ya udah. Rio Otw pulang sekarang Ma," jawabku sambil berjalan menuju parkiran motor.

"Ok Rio. Jangan ngebut ya!" Jawab mama lalu menutup telpon.

Setelah mengantar mama dan bude belanja di Hypermarket, aku mengantri untuk membeli martabak pesanan papa. Aku menatap kearah Mama dan bude yang menunggu di mobil. Saat itu ponselku bergetar lagi.

"Drrtttt! Drrttttt!"

Ponselku bergetar lagi, kulihat nama Cresa terpampang di layar ponselku.

"Yupp, Cresa," jawabku.

"Halo Rio, kamu gak jadi ke rumah? Klo nggak jadi ke rumah, ya udah, soalnya aku mau keluar," kata Cresa dengan nada ketus.

"Kamu mau keluar kemana?" Tanyaku lagi.

"Aku mau beli martabak asin, Rio!"

"Biar kubeliin martabaknya. Mumpung aku juga lagi disuruh beli martabak juga nih sama mama," ujarku menjelaskan pada Cresa kenapa sampai jam segini aku belum ke rumahnya.

"Ooh gitu. Iya deh, klo gitu aku titip kamu aja ya, ntar aku gantiin uangnya disini.Martabak asin yang istimewa ya," ujarnya dengan nada riang.

"Siapp tuan putri!" Jawabku lalu menutup ponselku.

45 menit kemudian martabak pesananku pun selesai. Sesudah mengantar mama dan bude pulang ke rumah. Aku pun pamit lagi ke mama untuk mengambil buku dan menyalin catatan.

"Kamu belum makan, Rio. Makan dulu lah nak!" Kata mama supaya aku makan dulu sebelum pergi.

"Ntar aja, Ma. Udah gak keburu soalnya," kucium tangan mama lalu kupacu kencang motorku. 25 menit kemudian aku sampai di rumah Cresa. Saat aku berjalan melintasi taman rumahnya, kulihat Cresa menyambutku dengan wajah cemberut.

"Sori banget, kelamaan ya?" Kataku padanya sambil menyerahkan martabak pesanannya.

"Kok beli 2??? Aku kan pesannya cuma 1?" Katanya masih dengan wajah cemberut.

"Ohhh Buy 1 get 1 free Cres!" jawabku sekenanya.

"Hahahaha, ngibul lu parah banget sih Rii!" Katanya sambil tertawa sekaligus mencubit lenganku.

"Hehehe, maaf ya klo kamu udah nunggu lama. Ngantri banget. Maaf banget ya," jawabku dengan suara pelan.

"Udah ahh, gak usah gitu deh. Masuk yuk, jangan diteras. Dingin lho!" Katanya sambil menggandeng tanganku masuk kerumahnya. Tangan Cresa terasa sangat halus sekali.

"Aku diteras aja, Cres. Sudah malam juga. Gak enak sama mama papa kamu," kataku menolak ajakannya untuk masuk ke rumah.

"Aku cuma ngambil buku doank kok," kataku lagi. Cresa tersenyum. Itu senyumannya yang termanis, yang pernah aku lihat.

"Ini masih jam 9 kurang. Papa ngasih ijin sampe jam 10 kok. Yuk ahh masuk!" Katanya sambil menggandeng tanganku lagi. Aku pun menyerah. Saat aku masuk ruang tamu rumahnya, papa dan mamanya menyambutku sebentar, lalu kembali masuk ke ruang tengah. Aku gugup saat itu. Karena keluarga Cresa belum begitu aku kenal, ini baru kali pertama aku bertemu orang tuanya di rumahnya. Kami pun mengobrol sebentar, buku & salinan catatan sudah disiapkan oleh Cresa. Tak lama kemudian akhirnya aku pun pamit untuk pulang.

"Aku pulang dulu, Cres. Sori banget yaa kemalaman," kataku dengan jantung berdebar-debar.

"Iya, kamu hati-hati. Jangan ngebut ya, Rii!" ujarnya sambil tersenyum lagi. Aku mengangguk.

"Nite Cresa. Take care ya! Bye," ujarku lalu memacu motorku dengan kecepatan sedang.

Sesampai dirumah kudorong motorku pelan-pelan saat masuk garasi rumah. Mobil kakakku tidak ada di halaman. Brarti mereka belum pulang. Perutku terasa lapar. Ada notes kecil dari mama di kulkas.

"Rio, klo belum makan ada makanan di lemari." Kubuka lemari makan. Ada sepiring nasi capcay plus ayam goreng.

"Yes!!! I love u, Mom!!!"

Kubawa makanan itu kekamarku. Kubuka kamarku dan ternyata Vina sudah tidur. Kucuci tangan dan mengganti celanaku. Aku lalu makan dengan lahapnya. Tidak sampai 5 menit makanan dipiring itu sudah ludes. Aku segera mengunci kamar lalu merokok di kamar mandi. Aku merokok sambil melamun membayangkan senyum Cresa yang sangat manis tadi. Aku tak sadar saat itu Vina tengah memperhatikanku dari celah pintu kamar mandi.

"Hahaha, hayooo lagi ngelamun apaan? Lagi ngelamun jorok ya?" Katanya sambil merebut rokokku dan menghisapnya.

"Lu ngerokok juga, Vin???" Tanyaku lalu berusaha merebut rokokku kembali. Vina menghindar sambil mengangkat kedua tangannya sehingga tanganku mengenai dadanya.

"Uppsss, Ssooori Vin," kataku salah tingkah. Vina tersenyum cuek. Ia lalu duduk bersandar didinding kamar mandi sambil menghisap rokokku.

Aku pun menyalakan rokok lagi. Aku merokok disamping Vina. Vina tiba-tiba meneteskan airmata, badannya bergetar. Dia mengusap air matanya yang meleleh.

Lalu menghisap rokok lagi lalu membuang puntung yang masih panjang kedalam toilet. Ia pun lalu keluar dari kamar mandi. Segera kumatikan rokokku dan membuangnya di toilet seperti Vina. Setelah menyiram toilet, aku menyusul Vina. Vina sudah berbaring diatas ranjang dengan posisi membelakangiku. Badannya bergetar lagi, tanda dia sedang menangis lagi. Kutepuk punggungnya perlahan.

"Kenapa lu? Ada apa, Vin? Tumben banget lu nangis?" bisikku pelan. Vina berbalik lalu turun  dan langsung memelukku. Dipelukanku dia menangis. Dia menangis sambil menutupi mulutnya. Sehingga membuat badannya berguncang-guncang. Kutepuk punggungnya sambil kubelai-belai rambutnya.

"Bawa bobo aja gih, Vin!" Kataku sambil menepuk punggungnya.

"Aku bobo duluan Rii," ujar Vina sambil menatap ke arahku. Aku pun mengangguk. Tiba-tiba Vina menarik leherku dan mencium bibirku. Aku yang kaget, tak sempat mengelak dari ciuman Vina itu. Dikulumnya bibirku sebentar. Lalu Vina melepaskan bibirnya dari bibirku dan mencoba tidur sambil memelukku malam itu. Kupandangi wajahnya yang tertidur sambil tersenyum itu. Kubayangkan wajah Cresa lagi. Kubuka ponselku kulihat foto Cresa di akun IG nya.

"Cresa, kamu itu imut, lucu dan pintar, sekaligus cantik!" gumamku dalam hati.

Ditunggu komen, follow dan like-nya ya Gess.Thanks a lot buat kalian yang sudah mampir!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!