Tidak ada yang berbeda dari kegiatan Zella dari hari-hari sebelumnya. Entah mengapa saat ini hatinya bagai menahan beban ribuan ton. Berulang kali Zella mengucap kalimat dzikir untuk menyerahkan semua pada pemilik semesta, namun beban yang begitu berat masih saja bertumpu pada hatinya.
"Mama kenapa?" Suami Zella menyadari reaksi yang berbeda dari raut wajah Zella.
"Nggak tau Bah, entah mengapa hati mama terasa berat." Zella berusaha mengingat persiapan suaminya, biasanya ada sesuatu yang kurang jika dia merasa seperti ini.
"Persiapan Abah sudah dicek?" Zella memastikan.
"Alhamdulillah sudah, handphone, dompet, dan yang lain semua aman." Suami Zella meyakinkan.
Zella melihat persiapan yang dia susun diatas kasur memang lengkap, perlahan tangannya memasukan persiapan itu satu per satu. "Kok perasaan mama sangat nggak enak ya bah ...." Zella menarik napas dalam.
"Perbanyak dzikir mama, mungkin Allah rindu, namanya disebut oleh lisan mama."
Zella mengikuti saran suaminya, terus melapazdkan kalimat dzikir. Persiapan terakhir sudah Zella masukan kedalam ransel suaminya. Zella memberikan ransel itu pada suaminya.
"Hati-hati di jalan ya abah, ada aku sama anakmu yang selalu menantimu di rumah."
"Iya, semoga perjalanan ziarah Abah berjalan lancar, oh iya nanti Abah akan mampir di sekolah Tifa sebentar, untuk pamitan sama putri kesayangan kita itu."
Setelah salim dan mendapat ciuman hangat dari sang suami. Dengan berat hati Zella melepas kepergian suaminya. Sedang suami Zella menepati janjinya, sebelum melakukan perjalanan jauh, dia mampir di sekolah putri mereka.
"Abah ...." Anak perempuan berusia 9 tahun itu sangat bahagia melihat laki-laki yang dia panggil Abah itu mendatanginya.
"Biasanya Abah pasti mau pergi kalau samperin aku ke Sekolah," tebak Latifa.
"Iya sayang, abah izin pergi ziarah selama 16 hari ya."
"Kok lama banget abah ...."
"Ziarahnya keluar kota sayang, terus muter antar Provinsi, kamu yang pinter ya, jangan repotin mama, dan jagain mama ya."
"Iya Abah." Latifa langsung mencium punggung tangan abahnya.
Sedang suami Zella langsung meneruskan perjalanannya. 3 jam berlalu, akhirnya dia sampai di sebuah perumahan, di rumah itu nampak ramai.
"Akhirnya kamu datang juga San," sambut salah satu laki-laki paruh baya yang.
"Aku nggak terlambat kan Pak?"
"Santai saja Akhsan, akad Nikahmu sama Shamil kan ba'da Asar, kamu masih bisa rehat dulu."
Akhsan segera memasuki rumah itu, dan dia diantar menuju sebuah kamar. Akhsan duduk sendirian di kamar itu, perhatiannya tertuju pada benda pipih persegi panjang. Saat membuka layar handphonenya, foto Zella dan Latifa langsung menyambut indra penglihatannya. Seketika rasa bersalah menyeruak di hatinya.
11 tahun perempuan ini menemaniku, dan memberiku seorang anak perempuan. Apakah dia pantas kau khianati seperti ini San?
Nasihat dalam diri seketika timbul saat dia menatap foto anak dan istrinya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Akhsan. Dia segera menuju pintu, dan di depan pintu terlihat sosok yang selalu dia cintai. Sebelum menikahi Zella, Shamil adalah wanita yang Akhsan cinta, namun takdir perlahan menjauhkan keduanya tanpa alasan. Saat mereka bertemu lagi, Shamil sudah menikah begitu juga Akhsan. Namun pertemuan kedua, membuat Akhsan dan Shamil semakin terikat, kala itu Shamil berstatus sebagai janda.
"A-a-ada apa?" Akhsan tergagap, setiap melihat Shamil, rasanya dia seperti baru pertama kali jatuh cinta.
"Kakak yakin menikahi aku?"
"Kenapa tanya begitu?" Akhsan menatap Shamil penuh selidik.
"Aku melihat keraguan di wajah Kakak, sebelum semuanya terlanjur, batalkan saja tidak apa-apa." Shamil meyakinkan.
"Aku pernah kehilanganmu 1 kali, sejak itu hidupku hampa walau ada wanita lain di hidupku, saat kamu bersedia jadi yang kedua, aku tidak mau melepaskan kamu lagi," ucap Akhsan mantap.
Shamil mengangguk dan tersenyum. "Ya sudah, sampai nanti sore, saat kita bertemu lagi, aku sudah jadi istri sah Kakak, walau hanya secara agama."
Waktu terus berjalan, kini Akhsan menjabat tangan Ayah Shamil dan mengikrarkan Akad dengan begitu mantap. Sahutan sah! Dari kedua saksi pun, menjadi penguat hubungan Akhsan dan Shamil.
Shamil yang duduk di samping Akhsan pun terlihat sangat bahagia, akhirnya hubungan mereka sah, tidak hanya sekedar hubungan online via chat dan video call saja, seperti yang mereka jalani selama 2 tahun ini. Suasana haru dan bahagia menyelimuti kediaman Shamil.
Sedang di sisi lain.
Zella bingung, perasaan apakah yang hari ini sangat menyiksanya? Dia merasa kehilangan, tapi tidak kehilangan apa-apa, semua yang dia miliki semua baik-baik saja.
"Kenapa hatiku sangat gelisah ya Rabb? Aku merasa sakit, tapi aku tidak tahu sakit karena apa, aku merasa kehilangan, tapi aku tidak tahu kehilangan apa."
Zella mengikuti semua anjuran untuk menenangkan hati, dari melakukan sholat sunnah mutlaq, membaca al-qur'an, hingga berdzikir, namun semuanya belum mengurangi kegelisahan di hatinya.
Zella berusaha menepikan perasaan aneh itu, dia fokus pada kegiatan rutinnya, mengantar Latifa untuk mengikuti les dan hal lainnya yang menjadi rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga.
Kini hari baru dimulai kembali, rasa gelisah itu mulai melemah, namun tetap ada. Zella tidak memikirkannya, dia fokus untuk mengantar Latifa ke Sekolah. Selama Anak dan suaminya baik-baik saja, dan dirinya juga sehat, ini adalah kenikmatan baginya.
Saat ingin melajukan motornya meninggalkan area sekolah Latifa, Zella hampir bertabrakan dengan motor orang tua murid yang lain.
"Maaf ya Pak, saya nggak liat Bapak tadi," sesal Zella.
"Nggak apa-apa bu, saya juga salah, karena tiba-tiba muncul." Laki-laki itu berusaha mengenali wajah Zella. "Zella dari desa Air Alir?" tebak laki-laki itu.
Zella menganggukan kepalanya. Namun dia tidak mengenali laki-laki itu.
"Aku Karnadi, rumah mertuaku tetanggaan sama sepupumu di provinsi sebelah."
"Oh iya, aku baru ingat. Apa kabar Nadi?"
"Baik Zel, kamu antar anak?"
"Iya, anakku baru kelas 3, anakmu?"
"Anakku sudah kelas 5."
"Gimana kabarnya Shamil?"
"Kurang tau aku, aku sama Shamil udah pisah 1 tahun yang lalu."
"Yang sabar ya, inilah hidup."
"Iya Zel, saat ini aku hanya fokus untuk pendidikan anakku, semoga anakku bisa sekolah tinggi dan bekerja kantoran."
"Aamiin, oh ya Nad, aku duluan ya."
"Iya Zell."
Pertemuan singkatnya dengan Nadi membuat Zella teringat kejadian lama, saat dia dan Akhsan baru menikah. Akhsan mendesak Zella mengajaknya menuju desa Nenek Zella, bukan untuk mengunjungi Nenek Zella, melainkan untuk mengunjugi Nadi dan Shamil, alasan Akhsan, Shamil adalah pacar temannya, dan amanah temannya untuk memastikan Shamil baik-baik saja.
Keraguan Zella saat itu, apakah seserius itu, hanya karena Shamil mantan pacar temannya, Akhsan nekad mengunjungi Shamil?
Bersambung.
Update tidak rutin, hanya up saat sudah free, mohon pengertiannya ya🙏
Flash Back
Pernikahan adalah puncak keinginan dari sepasang kekasih yang saling mencinta, namun saat mencapai titik itu, ternyata pernikahan bukan final dari sebuah hubungan, setelah sampai di titik itu, pernikahan adalah pintu yang baru untuk kehidupan selanjutnya. Pernikahan Zella dan Akhsan bukan karena dasar saling cinta, tapi perjodohan.
Zella tidak mempermasalahkan sebab pernikahannnya, yang dia tahu dia sudah menikah dan menjadi seorang istri, tugas istri yang selalu dia junjung. Akhsan yang terlihat bahagia, dan menjalankan perannya sebagai suami dengan baik, membuat Zella meyakini, Akhsan juga sama sepertinya, menerima pernikahan ini dengan Ikhlas.
Seminggu setelah menikah, Akhsan mengajak Zella jalan-jalan menyusuri desa-desa disekitar desa Zella. Hingga mereka sampai di suatu desa.
"Kak, ini tuh desa Nenek aku. Aku juga punya banyak teman di sini, Nesha, Rema, Shamil, mereka kalau aku ke sini, selalu nyambut aku."
Mendengar nama Shamil, seketika wajah Akhsan berubah. "Shamil yang nikah sama Nadi orang Provinsi sebelah?"
"Kok Kakak tau Shamil nikah ama orang provinsi sebelah?"
"Shamil itu pacarnya Ari. Aku tau cerita dari Ari."
"Owh ...."
"Kita ke desa suami Shamil, kamu tau rumah mereka kan?"
"Nggak tau juga sih Kak, aku emang kenal sama Nadi. Tapi nggak terlalu kenal banget juga sekedar tahu."
Detik itu, Akhsan langsung tancap gas menuju desa yang ada di provinsi lain, di mana di desa itu adalah tempat tinggal wanita yang bernama Shamil.
"Kakak Yakin Shamil mantan pacarnya Ari?" Zella memikirkan hal aneh, sepenting itukah mantan pacar teman?
"Kalau kamu ketemu Ari, tanya langsung aja."
Perjalanan 1 jam yang ditempuh, akhirnya mereka sampai di desa suami Shamil.
"Nah itu Shamil!" Zella menunjuk sepasang suami istri yang berjalan bersama.
Entah keberuntungan apa yang tergaris buat Akhsan, mereka berpapasan dengan Shamil yang berjalan bersama suaminya, terlihat laki-laki yang berjalan bersama Shamil membawa perlengkapan berkebun.
"Shamil ...." Zella melambaikan tangannya kearah Shamil.
Wajah Shamil yang tadinya dihiasi senyuman kala bercanda dengan suaminya, seketika berubah melihat sosok laki-laki yang datang bersama Zella. Shamil mematung menatap laki-laki yang membonceng Zella.
"Cie ... pengantin baru mesra banget ...." goda Zella.
"Apaan baru, kita udah lama nikah, kayaknya kalian yang pengantin baru, aroma melati aja rasanya masih tercium," balas Nadi.
Zella seketika menggaruk kepalanya yang terbungkus kerudung persegi empat. Memang benar adanya, mereka berdua baru menikah seminggu yang lalu. "Lagi berkebun apa?" Zella berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.
"Ini lagi nanam cabe sama pare, yuk ikut kami ke kebun." ajak Nadi.
Tanpa Zella dan Nadi sadari, Shamil dan Akhsan saling tatap begitu dalam. Akhsan menatap Shamil dengan tatapan yang menyedihkan, sedang Shamil merasakan rasa sakit yang Akhsan rasa, sampai air mata Shamil menetes. Shamil buru-buru mengusap air matanya sebelum disadari oleh suami dan temannya. Sedang Nadi dan Zella terus berbicara banyak hal. Zella terus menanyakan kegiatan Nadi dan Shamil.
"Shamil, baru-baru ini kamu ada pulang ke desa?" tanya Zella.
Sontak pertanyaan Zella memutus kontak batin antara Shamil dan Akhsan.
"Am, ada seminggu yang lalu aku pulang, acara 4 bulanan di sana," sahut Shamil.
"Masya Allah, kamu sekarang hamil? Tapi beneran aku nggak nyangka kamu hamil, kamu masih kayak gadis aja tau, ih perutmu bener-bener nggak keliatan." Zella ikut bahagia mendengar momen bahagia temannya itu.
"Hamil tapi berkebun? Kamu nggak takut anakmu dan kamu kenapa-napa?" ucap Akhsan pada Shamil bernada sinis.
"Shamil ikut ke kebun dia duduk di pondokan melihat kami bekerja, bukan melakukan pekerjaan di kebun, katanya bosan di rumah sendirian," sela Nadi.
"Baru sampai kalian? Ayo Shamil, duduk sini, Kakak sudah siapin tempat duduk empuk buat kamu," sambut seorang wanita yang berusia 40 tahunan dari arah pondok.
Wanita itu menatap pada Zella. "Ini Zella ya?"
"Kok Kakak tau?" tanya Nadi pada Kakak perempuannya yang menunggu mereka di pondok.
"Ya tahu, setahun yang lalu kan sering dibahas emak-emak diwarung, yang topik hangat--" Wanita itu langsung menahan ucapannya, dia ingin menjaga perasaan laki-laki yang menderet motornya di belakang Zella. Dia yakin Zella datang bersama laki-laki itu.
Zella bernapas lega, dia sangat tidak enak pada Akhsan, jika Akhsan mendengar dia gagal menikah dengan seorang pemilik tanah terluas di desa Nadi. Karena hubungannya dengan juragan tanah itu membuat Zella dikenal oleh beberapa pemuda di desa Nadi.
"Wah itu semangka udah panen ya?" tunjuk Zella pada perkebunan Semangka di dekat pondok Nadi.
"Iya itu punya juragan Taufik," sela Nadi.
"Owh." Zella menghentikan langkahnya, hampir saja dia berlarian ke sana.
"Eh ini Zella?" sapa salah satu pekerja kebun
"Iya Pak, aku Zella."
"Sini kalau mau semangka," panggil salah satu pengurus kebun yang mengenali Zella.
"Makasih Pak, saya suka liatinnya aja." Zella kembali ke pondok dan duduk di dekat Shamil.
"Ini aku tinggal ya, aku mau lanjut perawatan tanaman aku," sela Nadi.
Shamil dan Zella menganggukan kepalanya merespon ucapan Nadi. Merasa di pondok hanya ada bertiga, Akhsan memikirkan cara untuk bisa berbicara dengan Shamil. Hamparan perkebunan semangka di sisi pondok itu membuat ide muncul di kepala Akhsan.
"Semangkanya segar kayaknya, kalau beneran mau dikasih, aku pengen dek," ucap Akhsan.
"Nggak enak minta," tolak Zella.
"Beli aja, moga mereka mau jual buat kita nikmatin di sini," alasan Akhsan. Harapannya Zella pergi dari pondok ini.
"Kakak aja ya ...." Zella tidak mau kesana, dia takut kalau bertemu Taufik di tempat itu.
"Yang baru dipanen emang seger kak, tapi rasanya tidak menyeluruh manis, enakan yang sudah didiamkan sehari dua hari setelah panen, rasanya manis poll!" sahut Zella.
"Suamimu ingin semangka baru dipanen kau malah promo semangka manis." Shamil beringsut dari posisinya.
"Mau ke mana kamu?" Akhsan panik melihat Shamil bersiap pergi, alasannya ingin semangka hanya untuk membuat Zella pergi.
"Tunggu sebentar biar aku yang mintain semangka sama pak Mandor," sahut Shamil.
"Jangan Mil, aku aja. Orang hamil kok ngayap dikebun, bahaya! Semangka itu ukurannya juga gede! Bebannya berat! Kalau kamu kenapa-napa aduh bisa nggak bisa pulang kami di pasung Nadi!" sela Zella.
Zella segera menuju kebun semangka milik laki-laki yang batal jadi suaminya itu. Seiring langkah kakinya, dia terus berdo'a agar tidak bertemu Taufik mau pun istri dari laki-laki itu, atau ibu dari Taufik. Kedua wanita itu selalu menyalahkan Zella jika Zella dan Taufik tidak sengaja bertemu.
Zella menghampiri mandor kebun itu. "Pak, boleh beli semangkanya satu? Itu suami saya pengen Pak."
"Wah udah nikah neng?"
"Alhamdulillah Pak, akhirnya jodoh saya sampai." Zella tetap memasang senyum manisnya.
"Ambil aja yang mana neng mau, bawa dah sekuat neng bisa, gratis! Nanti saya yang izin sama juragan."
"Iya Pak, makasih ya." Zella antusias, dia terus mengamati buah-buah semangka yang berukuran besar.
Hingga bayangan teduh melindunginya dari teriknya sinar matahari. "Cintamu begitu luar biasa, kamu rela panas-panasan demi suami kamu, sedang suami kamu enak duduk santai di tempat teduh mengobrol sama istri orang." Laki-laki itu mengisyarat kearah pondok Nadi dengan pandangannya.
Melihat siapa yang melindunginya dari sinar matahari, Zella buru-buru memetik salah satu buah semangka yang ada di dekatnya. "Makasih ya buahnya." Zella buru-buru pergi, dia tidak ingin ada desas desus goib yang mengundang kemarahan ibu dan istri Taufik.
Sedang di pondok tempat Shamil dan Akhsan berteduh.
"Kalau kamu akan nikah, terus apa untungnya bagimu membuatku jatuh cinta padamu? Apa maksudmu memberi harapan padaku saat itu?" ucap Akhsan lemah.
"Aku juga enggak tahu, pertemuan kita di tempat kerja membuat hati kita terikat kuat tanpa kita sadari, andai aku tahu begini, aku juga akan jauhin kamu dari awal! Kamu pikir mudah menjalani kehidupan yang ku jalani saat ini? Sedang ada orang lain yang tidak mau pergi dari hati aku?"
Keduanya beradu tatap, pandangan mereka terlihat sangat dalam, pancaran mata mereka sangat jelas memancarkan cinta yang terpaksa mereka pendam. Shamil membuang pandangannya ke arah lain, hingga mata Shamil tertuju pada Zella yang saat ini mulai berjalan ke arah mereka sambil membawa buah semangka yang besar.
"Lagian kamu udah nikah sama Zella, aku juga udah nikah dan sebentar lagi punya anak." Shamil mengusap perutnya yang belum terlalu jelas menyembul.
Obrolan kedua orang itu berhenti, saat Zella dan sesosok pria gagah yang membawa semangka besar berjalan di belakang Zella semakin mendekat. Akhsan terperanjat saat pria itu merebut buah semangka yang Zella pegang dan berjalan cepat kearahnya membawa kedua semangka itu.
Brukk!
Semangka yang laki-laki itu bawa dia letakan di pondok Nadi. "Aku nggak yakin kamu ini laki-laki, masa tega biarin wanita bawa beban berat dibawah teriknya matahari. Sedang kamu asyik ngobrol sama istri orang!" Laki-laki itu segera pergi.
"Zell, kok kamu nggak panggil aku kalau semangkanya berat?" ucap Akhsan.
"Emang ada semangka besar yang ringan? Tapi nggak apa-apa lah, demi kamu bagiku itu masih ringan," ucap Zella.
*
Waktu terus berjalan, selama di pondok, Akhsan sesekali mencuri pandang pada Shamil. Sedang Zella asyik menggerecoki Kakak perempuan Nadi dan pekerja kebun yang lain. Menunggu di pondok dia bosan, karena suaminya tidak mau diajak pulang. Alasannya pemandangan di kebun itu sangat indah, dan ingin dia nikmati selama yang dia bisa. Ya, pemandangan di sana memang indah, namun bukan keindahan alam yang ada di sana membuat Akhsan tidak mau pulang, tapi dia ingin memandangi wanita cantik yang membawa hatinya pergi.
Masih Flash Back ya ....
*****
Sepanjang siang berada di kebun Nadi, sore harinya Zella dan Akhsan kembali ke rumah orang tua Zella. Di sana hanya ada ibu Zella. Ibu dan Ayah Zella bercerai saat Zella masih kecil. Sebab kegagalan rumah tangga yang diaami ibunya hal ini membuat Zella tidak terlalu berani mempercayakan hatinya pada laki-laki. Dia takut kegagalan ibunya juga dia rasakan.
Pernikahannya dengan Akhsan dia setujui semata demi kebahagiaan Neneknya yang sangat menyukai Akhsan. Zella berserah pada penguasa langit dan bumi, jika sang pencipta menggariskan takdir itu padanya, dia yakin ada kebaikan di sana.
"Kemana saja kalian seharian ini?" tanya Indri.
"Kami jalan-jalan ma, keliling ngukur jalan, eh Kak Akhsan pas lihat perkebunan di provinsi sebelah malah kayak perangko nempel di amplop, nggak mau pulang," jelas Zella.
"Kamu ke--" Ibu Zella mengisyarat Taufik.
"Iya ma, mama tenang aja, masa lalu itu, dan aku benar-benar melupakan hal itu."
"Memangnya apa masa lalu kamu?" sela Akhsan.
"Sepenting itu masa laluku sehingga harus aku ceritakan? Kalau memang penting, aku akan cerita," ucap Zella.
Akhsan mematung, dia berharap Zella menceritakan masa lalunya, tapi jika Zella meminta hal yang sama padanya, apakah dirinya siap?
"Dulu saat masih SMA, Zella punya hubungan dengan salah satu pemuda di sana, semua berjalan baik dan mereka hampir menikah, namun saat menjelang lamaran, ibu dari pemuda itu tidak mau menerima Zella setelah tau Zella putriku."
Ibu Zella menatap sedih pada Zella. "Semua karena kecerobohan mama, tapi anaknya juga kena."
Zella mengusap kedua pundak ibunya. "Semua kehendak Allah ma, apa yang bukan untuk Zella walau sudah Zella pegang erat, hal itu akan pergi begitu saja. Jangan nyalahin diri mama."
Ibu Zella menarik napasnya begitu dalam, mempersiapkan diri untuk melanjutkan ceritanya. "Aku dan Ayah pemuda itu pernah punya hubungan, tapi itu juga karena kebohongan Ayah pemuda itu, dia bilang istrinya tiada, aku juga percaya dan kami menikah. Saat aku tahu ternyata istrinya masih ada, saat itu juga kami bercerai, namun gelar perebut tetap saja menempel padaku, walau saat itu posisiku adalah korban kebohongan, sejak kejadian itu, aku tidak ingin menikah lagi, pikiranku hanya Zella. Saat ini aku merasa tenang, karena Zella sudah ada yang mengurus."
Akhsan mengangguk pelan, yang dia mengerti gosip hangat yang dimaksud oleh Kakak perempuan Nadi waktu di kebuh, ternyata batalnya pernikahan Zella, karena Zella anak dari perempuan yang pernah menjadi madu dari orang tua pemuda itu.
"Aku tidak punya bukti nyata untuk membuatmu percaya padaku, tapi sebelum aku memutuskan untuk menikah denganmu, aku benar-benar menyelesaikan kisah masa laluku, karena masa depan akan terganggu jika ada kisah masa lalu yang belum diselesaikan." Zella menatap lembut pada Akhsan.
Tatapan Zella itu membuat Akhsan merasa bersalah, Zella bisa menyelesaikan masa lalunya sebelum memulai hubungan yang baru, tapi dirinya? Jangankan menyelesaikan kisahnya, dirinya masih terpasung oleh cinta masa lalu.
"Sudah-sudah ayok kita santai dulu, ingat nyanyian Inul, masa lalu biarlah masa lalu," ujar indri.
"Aku udah bilang gitu, mama aja yang ungkit lagi, aku benar-benar bisa melupakan masa lalu, dan menyambut masa depanku dengan ihklas." Zella menatap malu pada Akhsan.
Sedang Akhsan menunduk sedih, namun menunduknya Akhsan membuat Zella semakin bahagia, dia merasa Akhsan memiliki perasaan yang sama dengannya.
***
Masa cuti Akhsan selesai, Akhsan membawa Zella ke kotanya dan memulai hidup baru di sana. Sebulan menjalani kehidupan sebagai istri, tidak ada masalah bagi Zella, hingga di suatu hari Zella bertemu dengan teman Akhsan yang bernama Ari. Laki-laki itu bertamu ke rumah Akhsan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
Melihat Ari dan Akhsan tengah bersantai, Zella perlahan mendekat dengan membawa nampan yang berisi kopi dan gorengan. "Gimana udah selesai pekerjaannya?" tanya Zella.
"Alhamdulillah sudah Zell," sahut Ari.
"Oh iya Ri, kapan itu aku sama Kak Akhsan bertemu Shamil."
"Shamil? Dia siapa?" Ari berusaha mengingat siapa sosok itu.
"Mantan pacar kamu, kamu tenang aja Ri, mantanmu insya Allah akan bahagia sama suaminya, Nadi itu orangnya baik dan jujur, pemuda yang baik pokoknya, kamu yakin aja, Shamil pasti akan bahagia sama dia." Zella meyakinkan.
Namun Ari menggaruk kepalanya, mantan pacarnya seingatnya tidak ada yang bernama Shamil. "Aku bener-bener lupa deh sama Shamil."
Zella mematung, bukannya Shamil sangat berarti bagi Ari, sampai memberi amanah pada Akhsan untuk memastikan mantannya bahagia, mengapa Ari malah terlihat bingung.
"Shamil yang itu Ri ...." Akhsan memberi isyarat pada Ari.
Firasat hati Zella semakin tidak enak, jika Shamil berarti bagi Ari, mengapa Akhsan memberi kode pada Ari? Jika memang Shamil mantan pacar Ari yang sangat dia khawatirkan, tentu Ari mudah mengingatnya.
Jangan-jangan pikiran aku benar, Shamil mantan kak Akhsan, bukan Ari, pikir Zella.
"Owh ... yang nikah sama orang kepercayaan juragan Taufik yang terkenal memiliki perkebunan luas itu." Ari memahami kode dari Akhsan, dia mengerti mengapa Akhsan menyebut Shamil mantan pacarnya, pikirnya Akhsan ingin menjaga perasaan istrinya.
Melihat Ari mengingat Shamil, Zella berusaha menyimpan pikiran sesatnya. "Kemaren aku sama Kak Akhsan ke kebun dia, salut aku sama pertemanan kalian, demi memastikan kebahagiaan mantan pacar temannya, Kak Akhsan rela jauh-jauh naik motor ketempat itu."
Akhsan menunduk malu, dia tidak enak pada Ari karena memakai namanya untuk kebohongan dirinya. Sedang Ari, menatap curiga pada Akhsan. Namun karena ada Zella dia menahan diri untuk tidak menanyakan tujuan Akhsan menemui mantannya.
"Silakan dinikmati, aku pamit ya," ujar Zella.
Zella meninggalkan ruang tamu, jujur hatinya masih terhalang sesuatu, dari raut wajah Ari sangat jelas dia tidak mengenal Shamil. Yang semakin mengganggu pikirannya selalu terlintas di benaknya saat melihat Akhsan memberi kode pada Ari.
Flash Back Off.
Di kediaman pengantin baru yang menikah kemaren. Keadaan rumah itu terlihat sepi, karena akad nikah diadakan di rumah kontrakan Shamil, setelah akad nikah selesai, keluarga Shamil langsung meninggalkan rumah itu. Sehingga pengantin baru itu sesuka hati mereka melakukan apa saja di rumah itu.
Rasa cinta yang mereka pendam belasan tahun, walau bercinta semalaman masih belum mencurahkan segala rasa yang mereka simpan selama ini. Jarum jam menunjuk pada angka 9. Akhsan terkapar di tempat tidur, sedang Shamil duduk di depan meja rias sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk.
Shamil terbayang indahnya masa pacaran online mereka via maya, 1 tahun menjalin hubungan terlarang, saat dia masih berstatus sebagai istri, dan 1 tahun berhubungan online setelah dirinya resmi menjanda.
"Kamu udah cantik aja," ucap Akhsan dengan suara seraknya.
"Eh udah bangun kamu sayang?" Shamil segera mendekati Akhsan dan masuk kedalam pelukan suami sirinya itu.
"Ternyata menikahi orang yang kita cinta sangat indah, aku merasa menyesal karena dulu tidak berani memperjuangkan kamu lebih keras lagi, andai aku berusaha lebih keras, pasti hubungan kita sudah sah sejak lama, tanpa ada Nadi dan Zella dalam kehidupan kita."
Mengingat nama Zella seketika Shamil melepaskan pelukannya pada Akhsan. "Terus bagaimana selanjutnya hubungan kita? Kamu pasti ingin mempertahankan Zella juga kan?"
"Zella adalah istri pilihan dari ibuku, 11 tahun hidup dengan dia aku tidak ada keinginan untuk melepaskan dia. Aku menikahimu karena kamu mau jadi istri rahasiaku, rasa cintaku yang terlalu besar membuatku tidak memikirkan apa lagi, aku hanya ingin dirimu." Akhsan menarik Shamil ke pelukannya dan melahap habis bibir seksi wanita yang tidak pernah pergi dari hatinya.
Perlahan pangutan mereka terlepas. "Terus bagaimana selanjutnya? Jujur rasa cintaku hanya membimbing otakku agar bisa memilikimu, tapi bagaimana menjalani kehidupan setelahnya aku tidak tahu," ucap Shamil.
"Aku akan kontrakin rumah buat kamu dekat kantor, kamu kan juga bekerja di kota yang sama dengan aku, anakmu juga sekolah di kota itu. Setiap ada waktu aku pastikan aku bersamamu, karena kamu yang aku cinta. Jujur aku tidak pernah merasa mencintai Zella."
Keadaan pun kembali memanas. Bersama Shamil, Akhsan merasa seperti ABG lagi, yang baru merasakan cinta. Saat pergulatan ranjang mereka semakin panas, tiba-tiba handphone Akhsan berdering, sontak hal itu mengundang kekesalan Akhsan.
"Zella yang telepon?" tebak Shamil.
Akhsan mengangguk lemah.
"Angkat saja, aku mau lihat kamu fokus sama yang mana." Shamil merubah posisi pergulatan mereka, dia memimpin pertarungan mengambil alih posisi diatas, sedang Akhsan pasrah di bawah sambil berbicara dengan Zella.
"Assalamu'alaikum, bah."
Sapaan yang Akhsan dengar setelah menggeser icon hijau.
"Wa'alaikum salam. Gimana kabar kamu?" tatapan Akhsan tertuju pada Shamil yang menaikan tempo kecepatan naik turun dan putarannya. Membuat kepala bawahnya semakin berdenyut. Akhsan berusaha menjaga kesadarannya yang mulai goyah karena jepitan dan pijatan special dari dalam diri Shamil pada bagian sensitif tubuhnya.
"Alhamdulillah aku baik," sahutan di ujung telepon sana. Mendengar napas Akhsan yang tidak teratur membuat Zella khawatir. "Abah ..."
"I--ya ...." Akhsan berusaha untuk tetap sadar, walau saat ini dirinya merasa mulai terbang dengan rasa itu.
"Abah baik-baik saja?" Zella sangat khawatir.
"Abahhh, baik-- ummm--" hampir sebuah desssahan lepas dari mulut Akhsan
"Tapi dari suara kamu, kayaknya kamu kurang tidur ya?" tebak Zella.
Akhsan semakin goyah, dia menahan napasnya karena setiap hentakan yang Shamil berikan membuat segala rasa aneh berkumpul di ubun-ubunnya. "Emm, begitulah ...."
"Yakin abah baik-baik aja? Mama khawatir, suara abah seperti tertahan gitu, abah sakit ya?" Zella cemas mendengar suara suaminya yang terdengar semakin aneh.
"Aku baik aja, aku udah gak tahan, dari tadi nahan mau ke toilet, karena liat kamu telpon aku--" Akhsan tidak sanggup lagi bertahan, dia memutuskan panggilannya dengan Zella, dia melempar sembarang handphone itu dan mengimbangi pelayanan Shamil.
Sedang di sisi lain, Zella tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Pantas saja suaranya aneh, ternyata kebelet!" Zella terus tertawa membayangkan suaminya menahan sesuatu demi menerima panggilan teleponnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!