Perkenalkan nama saya Hanifah, yang biasa di panggil dengan nama Hani, saya dikenal dengan gadis yang kuat dan tangguh. Namun mereka hanya mengenal diri ini dari luar, tidak tahu bagaimana dalamnya saya. Yang sesungguhnya, saya adalah seorang gadis yang rapuh, terutama jika berada dalam kesendirian.
Apalagi jika sudah teringat akan almarhumah Ummah, sosok yang menjadi panutan karena beliau yang mendidik saya dari kecil hingga hembusan terakhirnya. Beda jauh dengan Ayah, beliau sungguh acuh tak acuh.
"Hani, ada waktu tidak?" tanya Sandra yang memecahkan lamunan Hanifah
"Kapan?" Jawab Hanifah spontan
"Nanti malam," mendekat ke arah Hanifah yang sedang duduk di jendela
"Kebetulan lagi kosong, memang kenapa?"
"Ada balapan motor di jalan ABC, mau ikutan tidak?"
"Yang ikutan siapa saja?"
"Banyakan lah, gua gak tau pasti siapa-siapanya,"
"Bukan balapan liar kan?"
"Bukanlah, ini balapan resmi, ada izinnya juga, gua juga tau, klo lo gak akan mau ikut kalau balapan liar,"
"Siaplah kalau begitu, saya ikut gabung," sambil mengangkat alis dan tersenyum.
"Oke, nanti gua daftarkan," ucap Sandra sambil meninggalkan Hanifah.
Hani dan Sandra adalah teman satu kost namun beda kamar sekaligus teman kuliah, kebetulan mereka mempunyai hobi yang sama. Balapan motor.
Hanifah berdiri dan pergi ke kamar mandi. Kebetulan kamar mandi ada di dalam kamar.
Kalau tidak ada jadwal balapan, Hanifah sering menghabiskan waktu di kamar. Di gunakan untuk belajar dan beribadah.
Hanifah seorang mahasiswa salah satu universitas negeri di Jakarta, dia mengambil jurusan ilmu komunikasi.
"Hani, sudah gua daftarkan ya?" kata Sandra sambil masuk lagi ke dalam kamar Hanifah
"Oke, siap," jawab Hanifah sambil membereskan mukena.
"Gila lo, balapan jalan shalat pun rajin,"
"Idih, memang kenapa? Balapan kan gak haram, lagian saya balapan juga buat memenuhi kebutuhan hidup dan kuliah,"
"Ya, gua salut sama lo. Balapan kan identik dengan perempuan nakal,"
"Ya, gak apa-apa klo saya beda dari yang lain,"
"Iya, deh. Bu hajah, tinggal kepala saja tuh, tutup!"
Hanifah terdiam dan terpaku mendengar perkataan Sandra bagaikan tersambar petir di siang bolong.
"Duh, melow langsung deh tuh wajah,"
Mukena yang sedang di pegang Hanifah terjatuh.
"Sudah, maafin gua, yang sudah bicara sembarangan,"
"Gak, apa-apa. Malahan saya ucapkan terima kasih, sudah mengingatkan,"
"Iya, berproses saja," ucap Sandra menenangkan.
"Jujur, saya sendiri pun kangen dengan keadaan saya sebelumnya, ketika Ummah masih ada,"
"In Syaa Allah, suatu saat bisa kembali lagi. Sekarang lo kan lagi berjuang gimana caranya bertahan hidup,"
"In Syaa Allah,"
"Lo gak kangen Ayah?"
"Kangen, cuma saya malas ketemu sama ibu tiri,"
"Menemui di kantornya?"
"Tidak, karena selama ini pun Ayah tidak pernah mencariku,"
"Sudah berapa lama lo ninggalin rumah?"
"Entahlah, ada 3 tahun jalan,"
"Sabar, suatu saat pasti akan berkumpul lagi,"
"Semoga saat ketemu nanti saya sudah berhasil,"
"Aamiin,"
Sandra adalah teman yang sangat dekat, sehingga memahami betul keadaan Hanifah.
"Gua tinggal ya, kebetulan lagi mengerjakan tugas. Lo sudah selesai?"
"Alhamdulillah sudah,"
"Anak rajin,"
Hanifah tersenyum.
Hanifah memang rajin dan pandai, dia selalu mendapatkan IPK yang sangat memuaskan di setiap semester.
Sandra meninggalkan Hanifah lagi.
Hanifah naik ke atas kasur lalu membaringkan tubuhnya untuk istirahat, mempersiapkan tubuhnya supaya fit. Untuk menghadapi balapan nanti malam.
Hanifah selalu juara pertama, hadiahnya di gunakan untuk membayar kost, kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah. Semenjak Hanifah memutuskan pergi dari rumah, dia sudah tidak pernah meminta lagi kepada ayahnya.
Hanifah tidur dengan nyenyak.
####################################
Hanifah terbangun
Siap-siap untuk lomba.
Cek kondisi motor, setelah semuanya sudah oke, Hanifah ke kamar Sandra.
"San, pergi sekarang?"
"Ayo, gua bentar lagi siap,"
Hanifah dan Sandra pergi ke arena dengan membawa motornya masing-masing.
Semua peserta sudah ada di arena.
"Anjay, Hanifah ikutan," kata salah seorang peserta lomba
"Iya, euy, tahu Hanifah ikutan, gua gak akan ikut lomba," jawab yang lain.
Hanifah adalah lawan yang tangguh, susah untuk dikalahkan.
"Ya, tenang saja. Mungkin bagi kalian ini adalah hobi, tapi bagi saya ini adalah pekerjaan," jawab Hanifah dengan suara lembut, "Oleh karena itu biarkan saja saya menang dan kalian hanya menikmati saja lomba ini," sambung Hanifah lagi.
"Kalau gitu, biarkan salah satu di antara kami menang. Untuk masalah hadiahnya nanti akan gua serahkan kepada lo semuanya," jawab yang lain
"Saya gak mau makan gaji buta, saya akan berusaha semampunya untuk menang," tolak Hanifah.
Hanifah dan yang lainnya sudah baris dan siap untuk balapan.
"Bismillahirrohmannirrohiim," ucap Hanifah, "Lahawla walla kuwwata illah billah," sambungnya lagi.
Peluit sudah di bunyikan sebagai tanda para peserta untuk siap-siap dan peluit di bunyikan lagi, lomba sudah di mulai.
Hanifah menjalankan motornya dengan sangat tenang dan kecepatan sedang, sedangkan yang lain langsung mengambil kecepatan tinggi. Sungguh ambisius untuk menang.
Peserta harus mengelilingi arena balapan sebanyak sepuluh kali.
Banyak peserta yang kecelakaan, melambat di putaran kelima dan keenam karena sudah merasa lelah. Sekarang saatnya Hanifah yang menggunakan kecepatan tinggi.
Dan pasti sudah bisa menebak, pemenangnya adalah Hanifah.
"Gila lo Hani, tangguh banget, sulit untuk di kalahkan," ucap Sandra.
"Mungkin masih rezeki saya, suatu saat nanti pun kalian akan merasakan menang," jawab Hanifah bijak.
"Kalo lo jadi atlit nasional mau?"
"Jika ada kesempatan kenapa harus di tolak," jawab Hanifah sambil tersenyum.
"Semoga ya,"
Saatnya pengumuman juara.
"Perlombaan balapan motor sudah di gelar dan kita semua sudah mengetahui siapa yang keluar jadi pemenangnya. Selamat kepada Ramdan juara ketiga, Sandra juara kedua dan juara pertama di menangkan oleh Hanifah," kata MC.
Mereka bertiga menempati podium yang telah di sediakan sesuai dengan urutan juara.
"Selamat," ucap juri kepada Ramdan
"Selamat," ucap juri lagi kepada Sandra.
"Selamat untuk yang kesekian kalinya," kepada Hanifah, "Kita tunggu di arena balapan asia," sambung juri lagi.
Hanifah kaget mendengarnya.
"San, ini balapan motor tingkat apa?" bisik Hanifah kepada Sandra.
"Nasional,"
"Maa Syaa Allah, saya tidak menyangka. Kirain lomba balapan biasa,"
"Gua sengaja tidak memberi tahu supaya surprise,"
"Banget,"
"Takut lo grogi nanti gak fokus jadi kalah,"
"Makasih ya,"
"Iya, sama-sama. Gua ingin lo maju,"
Hanifah memeluk Sandra.
Hadiahnya sangat fantastis.
Sandra dan Hanifah sudah berada di kosan.
Mereka masuk ke dalam kamar masing-masing dengan membawa buket bunga, piala, sertifikat dan uang.
Hanifah memandang semua hadiahnya. Tertulis 250 juta membuat Hanifah tidak berkedip. Pikiran Hanifah melayang bingung, mau di gunakan untuk apa uang tersebut.
Hanifah masih termangu melihat hadiah tersebut ada perasaan tidak percaya.
"Saya tidak ingin gila sendiri, mau ke kamar Sandra saja," pikir Hanifah sambil bangun dan keluar tidak lupa pintu kamarnya di tutup.
Hanifah mengetuk pintu kamar Sandra.
"Masuk saja Han," seru Sandra
"Lagi apa kamu?" sambil masuk ke dalam
"Lagi memandang hadiah, asli gua tidak menyangka,"
"Apalagi saya, mau di apakan ya itu uang?" tanya Hanifah dengan suara pelan.
"Gua mah mau beli rumah sama motor lagi, kalau nanti gua pulang ke kampung orang tua bangga sama gua," dengan PEDE nya
"Kalau saya apa ya?" pikir Hanifah
"Buat inves saja, tabungan masa tua,"
"Apa ya?"
"Kalau tidak bisnis apa gitu?"
"Buat beli tanah saja, gitu?"
"Ya, tanah saja. Buat bikin kos-kosan. Kos nya jangan bikin yang mahal, sederhana saja asal istimewa, kamar 1. Supaya kalangan menengah ke bawah bisa terjangkau,"
"Benar juga ya, biar anak-anak muda yang seperti kita bisa membayarnya,"
"Iya, supaya tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik,"
"Idenya cemerlang, saya suka, makasih ya besti,"
"Sama-sama,"
"Besok kuliah jam berapa?"
"Pagi,"
"Oh, oke, saya balik ke kamar,"
"Iya, gua juga mau tidur,"
Hanifah kembali lagi ke kamarnya.
Membuka kunci lalu masuk ke dalam kamar. Ke kamar mandi untuk mengambil wudhu lalu keluar dan shalat.
Hanifah menyiapkan untuk besok kuliah mulai dari diktat, buku, tugas dan pakaiannya.
Semuanya sudah rapi, Hanifah naik ke atas kasur dan berbaring untuk tidur tidak lupa membaca do'a.
Keesokan harinya.
Hanifah bangun tidur saat mendengar alarm hp.
Ke kamar mandi dan lalu shalat.
Hanifah menyiapkan sarapan.
Meski rasanya ingin melupakan masa lalunya, namun selalu teringat. Apalagi jika sudah teringat Ummah, air mata tidak bisa terbendung lagi.
Sandra datang, "Apa sih, Han, pagi-pagi sudah mellow saja,"
"Iya, nih," mencoba tersenyum dan mengusap air matanya.
"Kangen Ummah?"
"Iya, nih,"
"Ya, sudah nanti gua antar deh, ziarah ke kuburan Ummah lo,"
"Makasih, ya, sekarang saya mau mandi dulu, siap-siap pergi ke kampus,"
"Iya, siap, gua juga mau balik dulu ke kamar,"
Hanifah membereskan bekas makan dan langsung pergi ke kamar mandi, mandi lalu ganti baju.
Hanifah anak gadis yang suka kerapihan oleh karena itu, setiap sudut kamar di perhatikan dengan seksama takutnya ada kotoran atau debu yang tersisa.
Begitu pun dengan pakaiannya, meski terlihat cuek namun setiap bagian yang menempel di tubuhnya di usahakan cocok dan rapi.
"Hanifah sudah siap?" teriak Sandra yang sedang mengunci pintu kamarnya.
"Sudah, San," Hanifah keluar dan segera mengunci kamarnya juga.
Hanifah dan Sandra jalan secara bersamaan ke halaman rumah.
Kami menuju motor masing-masing.
"Han, gua jam pertama gak akan masuk ya,"
"Kok, gitu?"
"Malas gua,"
"Malas atau mau janjian nih?"
"Tau saja lo, iya gua udah janjian sama Adam,"
Adam adalah laki-laki keren dan populer di kampus, semua mahasiswi ingin menjadi ceweknya, kecuali Hanifah.
"Iya, deh, terserah kamu saja,"
Sandra orangnya keras tidak bisa di kasih masukan atau saran.
"Gua nitip absen ya?"
"Ah, gak, dosennya killer, mana bisa nitip absen,"
"Iya, deh, bilang saja gua sakit,"
"Malaikat catat, mau kamu?"
"Ah, serba salah. Ya udah gak apa-apa, yang penting gua ngedate bareng Adam," ucap Sandra nyengir.
Hanifah sudah ada di atas motor, "Saya duluan ya," teriak Hanifah.
"Iya, sudah, hati-hati di jalan,"
Sandra naik motor dan mengikuti Hanifah dari belakang. Namun di pertengahan jalan mereka terpisah, Hanifah jalan lurus menuju kampus sedangkan Sandra belok kanan untuk menemui Adam sesuai dengan tempat janjian mereka.
Hanifah gadis yang rajin. Dia tidak pernah meninggalkan kelas kecuali memang sedang sakit.
Hanifah tiba di kampus.
"Wah, ladybikers kita datang nih," ucap Andi
"Apa, An," ucap Hanifah lembut
"Hebat lo, asli tidak terkalahkan," puji Andi
"Alhamdulillah, semua ini pertolongan Allah,"
"Lo tu style gaya, seperti cowok, tapi kalau sudah ngomong agamis banget,"
Hanifah hanya tersenyum untuk menanggapi ucapan Andi.
Mereka jalan bersama menuju kelas.
"Lo bagai memiliki dua dunia,"
"Apa sih, Andi?"
"Kalau lo memilih penampilan agamis juga, gua deh yang pertama melamar lo,"
"Siapa juga yang mau sama kamu?"
"Masa lo gak tertarik sama gua yang ganteng gini?" Goda Andi
"Bisa jadi tertarik, asal kamu juga pakai baju koko dan kopeah kayak Guz Azmi, saya mau. Gakkan nolak deh," jawab Hanifah sambil tersenyum.
"Waduh, ya gua gakan bisa jadi Guz Azmi, karena bokap nyokap gua bukan keturunan kyai," sambil garuk-garuk kepala.
"Ya, minimalnya ngerti agama lah,"
Dosen sudah masuk, perbincangan antara Andi dan Hanifah terhenti.
"Siang!"
"Siang, Pak,"
"Silahkan kumpulkan tugas kalian,"
"Lo udah?" tanya Andi dengan muka tegang melihat ke arah Hanifah.
Hanifah mengangguk.
"Gua belum," sambil menepuk jidat
"Makanya jangan ngerayu terus," ucap Hanifah sambil tersenyum.
Hanifah berdiri dan mengumpulkan tugas di meja dosen.
"Hanifah, selamat ya?"
Hanifah bengong
"Selamat untuk apa, Pak?" tanya Hanifah
"Selamat atas kemenangannya, di perlombaan balap kemarin,"
"Kenapa Bapak bisa tahu?" wajah Hanifah bengong.
"Emang Hanifah tidak tahu kalau lomba kemarin di siarkan di televisi nasional,"
"Alhamdulillah, tidak tahu, Pak,"
"Padahal tranding topik loh di tweeter dan youtube," teriak Andi.
"Oh, begitu. Saya sama sekali tidak tahu dengan pemberitaan tersebut. Namun terima kasih atas ucapannya, Pak,"
"Sama-sama, selamat bergabung di tim Asia,"
"Terima kasih, Pak, In Syaa Allah,"
Hanifah kembali ke tempat duduk.
"Bapak dan dosen-dosen yang lain sangat bangga sama Hanifah, jago di jalanan, pintar dan rajin pula kuliahnya,"
"Saya juga bangga, Pak, jadi temannya," teriak Andi.
"Sekali lagi kita kasih selamat untuk Hanifah,"
Semuanya bertepuk tangan.
"Di sini ada yang belum mengumpulkan tugas?"
Andi dan beberapa orang mengangkat tangan.
"Yang belum mengerjakan tugas, silahkan selesaikan dulu tugasnya diluar. Nanti masuk kembali jika tugasnya sudah selesai,"
Andi dan yang belum mengerjakan tugas, berdiri dan keluar meninggalkan kelas tanpa banyak bicara. Karena dosennya terkenal dengan dosen yang tegas dan disiplin.
Di dalam kelas hanya ada 5 orang, termasuk Hanifah.
Perkuliahan tetap berjalan.
Hanifah memperhatikan dengan sangat fokus.
Kelas sudah selesai.
"Selamat siang," ucap dosen yang hendak meninggalkan kelas.
"Siang,"
Hanifah pergi ke mushola untuk mendirikan shalat dhuha karena dilihat masih pukul 09.00.
Waktu Terbaik Sholat Dhuha.
Namun dianjurkan untuk menundanya sampai matahari setinggi tombak. Pendapat ini diriwayatkan An Nawawi dalam kitab Ar-Raudhah. Sebagian ulama syafi'iyah lainnya berpendapat bahwa shalat Dhuha dimulai ketika matahari sudah setinggi kurang lebih satu tombak.
Shalat dhuha sudah d dirikan, Hanifah isi dengan baca Qur'an sambil menunggu waktu dzuhur.
Setelah shalat dzuhur Hanifah ke kantin kampus, untuk makan siang. Karena kelas masuk jam 13.00.
Hanifah memesan ayam geprek dan air jeruk.
"Hi, Hani," sapa Andi.
"Hai, lagi,"
"Baru istirahat?, tadi kemana saja?" sambil membawa makanan dan duduk di meja yang kosong.
Hanifah mengikuti Andi dengan membawa pesanannya.
Sandra datang dan segera duduk di dekat Hanifah.
"Sudah selesai mainnya?" tanya Hanifah kepada Sandra.
"Sudah dong, gua tadi habis nonton," dengan wajah sumringahnya.
"Astagfirullah, padahal nonton bisa pulang kuliah, sekarang kan cuma 2 kelas," jawab Hanifah
"Gak tau tuh Adam, yang ngajak," dengan cengengesan.
"Gua juga datang tapi gak masuk, karena gua belum ngerjain tugas," Keluh Andi
"Ya itu mah salah lo," jawab Sandra.
Adam menghampiri meja Sandra.
Hanifah cuek, dia tidak menyapa, dia sibuk makan makanan yang di pesan tadi.
"Hai, Hani!" sapa Adam
"Hmmm," jawab Hanifah.
Sandra tidak berani bicara apa-apa lagi, karena dia tau sikap Hanifah seperti itu karena merasa kecewa terhadap dirinya.
"Pacaran saja lo," kata Andi
"Kenapa lo tau,"
"Cewek lo yang cerita, apa gara-gara tugas lo belum selesai ya?"
"Iya, gua gak ngerjain tugas,"
"Kalau minggu depan gak ngerjain tugas lagi, gimana?" celetuk Hanifah, "Apa gak masuk lagi?" sambunhnya.
Adam terdiam.
"Ada waktu gak, lo, Han?" tanya Andi
"Kapan?"
"Sekarang lah,"
"Pulang kuliah maksudnya?"
"Iya,"
"Memang kenapa?"
"Bantuin gua kerjain tugas, sekalian tugas yang hari ini," ajak Andi.
"Boleh, dimana?"
"Di rumah gua gimana?"
"Di rumah ada orang kan?"
"Iya, Ada, ada nyokap sama ART gua,"
"Boleh, kalau, gitu,"
"Mau ikutan, Dam?"
"Gak, dulu deh,"
"Gua ikut yang An, di kostan juga bosan sendirian kalau gak ada Hanifah," ucap Sandra.
"Ya sudah, kalau Sandra ikut, gua juga ikut," seru Adam.
"Manusia labil," celoteh Hanifah sambil berdiri dan meninggalkan meja hendak cuci tangan ke wastafel.
Balik ke meja dan menyedot minumannya, Hanifah segera berjalan menuju kelas.
Di ikuti oleh Andi, Hanifah dan Adam.
Mereka memang satu jurusan.
"Gila, gua takut kalau Hani sudah cemberut gitu," seru Adam.
"Ssst, saya gak budek ya," ucap Hanifah yang ada di depan mereka.
Adam langsung diam.
Semua sudah berada di dalam kelas.
Hanifah memilih duduk di belakang, Andi duduk di samping Hanifah.
"Napa sih, ngikutin terus?" tanya Hanifah kepada Andi.
"Gak, boleh?"
"Gak, saya hanya takut saja, lama-lama kamu suka sama saya," ucap Hanifah
"Kalau iya suka gimana?" goda Andi.
Hanifah terdiam mendengar itu.
"PR ya buat lo, jawabnya gak perlu sekarang,"
"Emang kamu kuat dengan sifat keras dan egois saya?" tanya Hanifah balik.
Andi yang terdiam.
"Saya gak mau pacaran, saya ingin mencari calon suami yang bisa menjadi imam dan membimbing saya ke arah yang lebih baik lagi, apakah kamu bisa?"
Andi tertegun mendengar ucapan Hanifah begitu juga dengan Adam dan Sandra. Diluar sangkaannya.
Dosen datang.
"Siang semuanya,"
"Siang, Bu,"
Dosen mata kuliah yang satu ini, masih muda, cantik, idola para mahasiswa. Kalau di artis mirip dengan Cut Syifa, pakai kerudung dengan suara yang lembut.
"Hanifah!," panggil Ibu dosen
"Iya, Bu,"
"Tolong bagikan ini,"
"Baik, Bu," Hanifah berdiri dan berjalan menuju Ibu dosen.
"Hari ini kita akan mengadakan kuis, mengingat akhir semester akan di adakan beberapa minggu lagi,"
"Yaaaahhhh," suara mahasaiswa dan mahasiswi secara serempak.
Hanya Hanifah yang tenang mendengar berita tersebut.
Lembaran soal sudah dibagikan semua Hanifah kembali ke tempat duduknya.
Hanifah segera mengerjakan semua soal-soal dengan tenang. Tidak terganggu dengan orang lain yang bertanya terhadapnya.
Hanya dalam waktu 30 menit, Hanifah sudah selesai mengerjakan semua soal.
Hanifah segera berdiri dan memberikan lembaran soal itu kepada dosen.
"Sudah beres, Han?" tanya dosen.
"Alhamdulillah, sudah, Bu,"
"Bagi yang sudah beres boleh meninggalkan kelas,"
"Baik, Bu,"
Andi tidak mengenal lelah, terus meminta jawaban kepada Hanifah. Hanifah berjalan dengan tidak menghiraukannya.
"Saya tunggu di depan ya," ucap Hanifah.
Andi mengangguk dengan wajah pasrah karena tidak di berikan jawaban oleh Hanifah.
Hanifah memang sangat pelit jika dalam kuis atau ujian. Karena Hanifah tidak ingin menjadikan mereka malas, karena keenakan selalu di bantu olehnya.
Teman-temannya pun sudah mengerti dan faham betul dengan sifat Hanifah tersebut.
Hanya Andi yang tidak menyerah, padahal Hanifah tidak pernah memberikan jawaban terhadapnya.
Hanifah keluar kelas dan melangkah menuruni tangga dan menunggu Andi, Sandra dan Adam di halaman kampus.
Hanifah membuka handphonenya, dia iseng membuka video yang membuat dirinya viral saat lomba kemarin.
Hanifah menggeleng-gelengkan kepala, "Innalillahi, ini berita terlalu di lebih-lebihkan,"
Hanifah membaca semua komentar yang ada di video tersebut. Namun terhenti pada komentar yang akunnya bernama Zayn_02, "Apakah ini Hanifah teman kecilku?", Deg, hati Hanifah tiba-tiba tidak karuan. Pikirannya melayang mengingat ke masa kecil.
"Zayn," ucap Hanifah tanpa suara, "Zayn teman kecilku yang memilih pergi pesantren di pesantren milik kakeknya," kata Hanifah lagi.
"Duaaarrr," Sandra menepuk punggung Hanifah dari belakang.
Hanifah kaget sehingga hp terlepas dari genggamannya.
"Hanifah," Sandra ikut kaget, karena Hanifah sebegitu kagetnya.
Hanifah mengambil hp, "Tidak apa-apa, sudah selesai?"
"Iya, ayo, Andi dan Adam sudah menunggu di parkiran,"
"Oh, iya, Ayo,"
"Apakah tadi lagi melamun?" tanya Sandra sambil berjalan ke parkiran.
"Tidak, lagi lihat video saja. Ternyata lomba kemarin banyak yang di upload ke medsos. Menjadikan kita tranding topik loh,"
"Aduh, Hanifah, iya pasti itu. Karena itu kan perlombaan nasional,"
"Saya tidak berfikir ke arah sana," sambil nyengir.
"Makanya jangan belajar terus dan mengenang masa lalu yang tidak ada henti, move on melangkah ke depan neng," ucap Sandra
"Iya, janji deh, kapan kamu mau mengantar ziarah kubur ke makam ibu saya?"
"Sabtu sekarang, ayo,"
Hanifah mengangguk.
Adam dan Andi sudah menunggu di parkiran.
"Naik mobil saja ya?" ucap Andi
"Terus motornya?" tanya Hanifah
"Kalau begitu, kita pulang dulu bawa motor, Andi mengikuti kita dari belakang, nanti dari kosan menuju rumah Andi naik mobil, bagaimana?"
"Iya, sudah gitu saja, kosan kita kan dekat,"
Andi dan Adam menyetujui.
Semuanya menuju kosan Hanifah dan Sandra, Adam naik motor, Andi naik mobil mengikuti dari belakang.
Tiba di kosan Sandra dan Hanifah.
Motor semuanya di simpan, mereka masuk ke mobil Andi.
Sandra dan Hanifah duduk di belakang, Adam duduk di samping Andi.
Hanifah dan Sandra lanjut melihat video, yang membuat diri mereka terkenal.
Hanifah tetap penasaran atas komentar-komentar mereka dalam semua video, selalu di bacanya satu-satu.
Tiba-tiba terhenti lagi dengan akun yang sama di video yang lainnya, Zayn_02 : "Apakah ini Hanifah teman masa kecilku?"
Dilihat di video yang lain, Hanifah menemukan lagi komentar yang sama, "Apakah ini Hanifah teman masa kecilku?"
Hanifah terdiam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!