NovelToon NovelToon

Merubah Takdir

Awal Pertemuan Vota

Hanya tersisa beberapa orang dari keturunan manusia, sejak pembantaian habis-habisan yang dilakukan oleh koloni manusia robot. Albert berhasil menjangkau masa depan saat kehancuran peradaban manusia dengan menggunakan mesin waktu ciptaannya.

Albert merenung dan bergumam sendiri. "Ternyata begini akhirnya nasib peradaban manusia."

Kemudian Albert menemui Vota untuk menyelamatkan dunia.

Vota adalah anak seorang profesor di tahun 2.123 Masehi.

Suatu malam, Vota di kunjungi oleh Albert, leluhurnya yang tinggal di tahun 2.023 Masehi. Dalam pertemuan Vota dengan leluhurnya, Albert memberi kabar bahwa kehidupan masa depan Vota akan menjumpai sebuah permasalahan besar yang berdampak pada hancurnya peradaban manusia. Satu satunya cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah mengirimkan satu robot pelindung kepada orang tua Albert di masa lalu.

Bagi seorang Vota yang tinggal di tahun 2.123 Masehi, untuk menciptakan sebuah robot yang memiliki kemampuan melindungi, bukanlah hal yang sulit.

Bahkan sekarang Vota sudah mampu menguasai teknologi melipat bumi, terlebih lagi teknologi melintas ruang waktu juga sudah 97% dia kuasai.

"Baiklah kakek, aku akan segera menyelesaikan proyek ini. Apabila telah selesai, segera ku kirim sebuah robot pelindung langsung ke zaman orang tua kakek." Vota berusaha meyakinkan Albert.

Namun satu pesan Albert kepada Vota. "Satu hal lagi Vota. Usahakan robot yang akan kau kirim nanti, sebisa mungkin memiliki ciri khas manusia. Jangan sampai timbul kecurigaan dari seorangpun manusia yang tinggal di masa itu, karena akan mempengaruhi peristiwa paradoks, yang tentunya sangat mempengaruhi keberlangsungan masa depanmu."

Sambil mempersiapkan peralatan, Vota kembali meyakinkan Albert. "Baiklah kakek, aku akan sangat berhati-hati dalam pengerjaan proyek yang satu ini."

Siang-malam, Vota berada di dalam sebuah ruangan pribadi. Yang di kerjakan tidak lain adalah menciptakan sebuah robot pelindung yang sempurna. Pada robot ini di lengkapi dengan sebuah tas dukung yang bisa di isi barang apapun, sebanyak apapun dan sebesar apapun. Semua kebutuhan yang mungkin akan diperlukan nanti, telah di masukkan ke dalam tas dukung tersebut.

Yang sangat mengagumkan adalah bentuk robot tersebut sangat mirip dengan manusia. Hampir tidak bisa mengatakan bahwa ini adalah robot, melainkan manusia. Robot ini di beri nama yang sama dengan nama penciptanya. Namanya adalah Vota.

Robot Vota di program untuk mematuhi perintah perintah yang telah di salin. Beberapa perintah tersebut adalah: melindungi Bion (nama ayahnya Albert), mematuhi segala keinginan Bion, kembali kepada penciptanya kapanpun di saat menjumpai sebuah jalan buntu.

Akhirnya proyek Vota telah selesai. "Baiklah, akhirnya proyekku sudah selesai. Sekarang aku akan meng-klik tahun tujuan dan meng-klik posisi kakek. Aku akan membuat skenario, seolah olah robot yang akan ku kirim ini adalah seorang anak kecil yang sedang mengalami sebuah kecelakaan di lereng bukit belakang sekolah Bion. Nanti hanya Bion yang menemukannya dan menyelamatkan Vota. Sejak saat itulah Vota mulai bersama Bion."

Di tahun 1978, di sebuah halaman sekolah SD negeri 577 Palembang. Bion sedang bermain kasti bersama teman-teman sekelasnya.

"Bion! Tangkap bolanya! Cepat oper ke aku, kali ini pasti Johan akan kena lemparan bolaku". Bambang berteriak kepada Bion agar menangkap bola yang sedang menuju ke arahnya.

Bambang semakin kesal dengan yang di lakukan Bion. "Yaah Bion, bola yang segitu mudahnya tidak bisa kau tangkap?. Benar benar keterlaluan kau ini."

Bion hanya terdiam melihat bola yang hanya melewatinya, karena Bion tidak berhasil menangkapnya.

Akhirnya tim Bion dan Bambang kalah. Teman teman satu tim Bion tidak henti hentinya membully Bion, hingga pulang sekolah. Bion pulang sekolah sendirian, memanjat tembok belakang sekolah, pulang ke rumah lewat jalur pintas melewati lereng bukit belakang sekolah.

Memang seperti itulah setiap hari, Bion selalu melewati jalan ini baik pergi sekolah maupun pulang sekolah.

Dalam perjalanan pulang, Bion terkaget melihat ada seseorang yang tertelungkup di pinggir lereng. Bion menoleh ke kanan, kekiri, juga menoleh kebelakang, tidak ada seorangpun yang ada di sekitar tempat itu.

Bion perlahan-lahan mendekati orang yang tertelungkup itu, dilihatnya ada bekas luka di pelipis orang itu, juga pakaiannya terlihat lusuh seperti baru mengalami sebuah kecelakaan.

Lalu Bion menolongnya, sedang orang itu dalam keadaan pingsan.

Bion memapahnya dan membawanya ke rumah. Sesampainya di rumah, Bion di sambut oleh ibunya yang sedang menjemur pakaian. "Bion, siapa dia? Apa yang terjadi padanya?. Mari ibu bantu membawanya ke dalam rumah."

Lalu Bion menjelaskan kepada Tania. "Ibu, aku menemukan orang ini dalam keadaan pingsan. Aku tidak tahu siapa dia, karena aku tidak mengenalnya. Aku hanya kasihan melihat keadaannya, lalu aku menyelamatkannya".

"Oh, ibu kira dia temanmu. Baiklah, mari kita obati dia, sementara ibu membersihkan tubuhnya, kau segeralah ganti pakaian dan makan dulu. Segeralah sholat selesai kau makan." Ujar Tania sambil membantu Bion membawa Vota masuk kedalam rumah.

Lalu Bion meninggalkannya. "Baiklah ibu, aku masuk dulu."

Setelah beberapa saat di obati, akhirnya orang tersebut siuman. Dia menoleh ke kanan kekiri, di lihatnya ada seorang anak laki-laki dan seorang ibu.

Ibunya Bion menegurnya. "Siapa namamu nak?"

"Nama saya Vota". Anak itu menjawab.

Vota kebingungan. "Apa yang terjadi denganku? Di mana aku sekarang?".

lalu Bion menjelaskan kepada Vota. "Vota, aku menemukanmu dalam keadaan pingsan di pinggir lereng bukit belakang sekolah. Sekarang kau berada di rumah kami. Aku telah membawamu ke rumah ini."

"Apa sebenarnya yang terjadi pada dirimu?. Apakah engkau sedang mengalami kecelakaan?". Bion terus bertanya kepada Vota.

"Aku tidak ingat apa-apa. Yang aku tau, aku terjatuh ke dalam sebuah lubang hitam begitu dalam. Setelah itu aku tidak tahu apa-apa". Vota menjelaskan apa yang bisa di ingatnya.

Bion mulai menanyakan identitas Vota. "Siapa nama orang tuamu?. Di mana kau tinggal?".

"Maaf Bion, aku tidak mengingat apapun, yang ku ingat hanya namaku." ujar Vota.

Tania menghampirinya. "Baiklah kalau begitu, sementara nak Vota tinggallah di sini bersama kami. Jika suatu saat nak Vota sudah mengingat asal nak Vota, kami bersedia mengantar nak Vota pulang. Anggaplah saya adalah ibumu, dan Bion adalah saudaramu."

"Terimakasih ibu, semoga saya tidak merepotkan kalian." Vota merasa tidak enak karena merepotkan.

"Tentu saja tidak merepotkan. Kami senang nak Vota mau tinggal bersama kami." jawab Tania.

Sejak hari itu, Vota tinggal bersama Bion dan ibunya. Vota juga di daftarkan masuk sekolah yang sama dengan Bion. Bahkan mereka berada di dalam satu kelas.

Semua teman teman Bion, senang mengenal Vota. Selain Vota adalah seorang anak yang sangat pintar, Vota juga memiliki kemampuan yang sangat unik.

Merubah Kebiasaan

Di dalam pelajaran olahraga, sedang berlangsung permainan kasti. Vota masuk ke dalam tim Bion. Entah mengapa, Bion yang selama ini tidak mahir bermain kasti, sejak kehadiran Vota, keterampilan Bion bermain kasti semakin meningkat. Bahkan sekarang Bion menjadi kapten tim kasti.

"Sangat luar biasa!" Semua teman teman berfikir bahwa meningkatnya kemampuan Bion, tidak lain hanyalah karena kehadiran Vota.

Jam pelajaran olahraga telah berakhir. Kini saatnya jam pelajaran matematika. Guru yang mengajar matematika adalah pak Warni.

Kebetulan pak Warni juga adalah wali kelas kelas 4C. Seperti biasanya, Bion selalu memperoleh nilai nol. Bukan hanya pelajaran matematika, pelajaran lainnya juga Bion memperoleh nilai nol. Memang sungguh memalukan. Tapi kini sejak kehadiran Vota bersama Bion, Vota selalu mengingatkan Bion untuk rajin belajar.

Memang kebiasaan Bion kalau sedikit lama-lama belajar, matanya pasti mengantuk dan tertidur. Vota hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menghela nafas.

Vota bergumam dalam hati. "Begini rupanya nenek moyang tuan Vota. Hal ini sangat mempengaruhi masa depan tuan Vota! Saya harus melakukan beberapa trik agar Bion merubah kebiasaannya. Tapi, apa ya yang harus aku lakukan?".

Bangun tidur siang, Bion pergi keluar rumah menuju taman bermain.

Di sana Bion berjumpa dengan teman temannya yang suka membully. Tapi Bion tidak punya pilihan, hanya mereka yang bisa Bion temui untuk bermain.

Tidak begitu lama mereka bermain, seperti biasanya Bion berlari pulang ke rumah sambil menangis, karena kepalanya benjol habis di pukul oleh salah satu temannya yang bernama Timotius.

Di rumah, Vota yang melihat Bion menangis, segera bertanya apa yang terjadi. Bion menceritakan kejadiannya dan meminta Vota membalas perlakuan Timotius.

Vota berfikir sejenak, lalu mengeluarkan sesuatu dari tas dukung yang selalu di bawanya. Vota mengeluarkan sesuatu benda yang mirip seperti sepasang sarung tangan.

Lalu Vota memberikan sarung tangan itu kepada Bion. "Bion, pakailah ini. Sarung tangan ini akan menjadikan orang yang memakainya sama seperti pemilik sarung tangan ini. Orlando, si pemilik sarung tangan ini tidak pernah terkalahkan dalam pertarungan. Pada zamannya, Orlando terkenal sebagai seorang yang sangat ditakuti karena keterampilannya bertarung".

Bion sangat senang menerima sarung tangan dari Vota. Sarung tangan itu di pakainya dan Bion segera berlari mencari Timotius. Di taman bermain, dilihatnya Timotius sedang merebut mainan milik seorang anak kecil. Anak kecil itu menangis karena di pukul oleh Timotius.

Segera saja Bion mendekati mereka dan berteriak kepada Timotius. "Hei Timotius! Jangan beraninya hanya dengan anak kecil. Ayo lawan aku jika kau merasa kuat."

Timotius malahan tertawa. "Hahaha. Bion Bion. Kau baru saja saya pukul, sekarang kau minta di pukul lagi? ketagihan ya."

"Jangan bacot Timotius! Sekarang hadapi aku." Bion merasa terprovokasi.

Timotius dan Bion bertarung dengan sengit, hal ini berlangsung hingga sore hari, akhirnya mereka berdua kelelahan.

Sambil saling bersandar, mereka berdua menyudahi perkelahian.

Karena merasa sudah tidak sanggup lagi, akhirnya Timotius menghentikan pertarungan. "Hari ini kau benar benar luar biasa. Kemampuanmu diluar dugaanku. Bagaimana kalau besok kita lanjutkan pertarungan ini?. Besok pasti aku akan membuatmu menangis lagi."

Bion tidak terima dengan perkataan Timotius. "Timotius, ketahuilah. Mulai saat ini tidak ada yang mampu mengalahkan ku. Bagaimana mungkin kau bisa membuatku menangis? tunggulah besok. Bukan aku yang menangis, melainkan kau yang akan menangis dan berlutut memohon pengampunan ku."

Pagi hari, di hari Senin. Kali ini robot Vota membangunkan Bion terlalu pagi. "Bion, bangun. Aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu sebelum kita berangkat ke sekolah."

Vota merencanakan sesuatu untuk merubah kebiasaan Bion. Dalam hati Vota mengatakan bahwa jika Bion membiasakan bangun pagi, besar kemungkinannya membuat Bion lebih segar, lebih semangat, dan yang paling penting adalah besar kemungkinannya Bion menjadi anak yang cerdas.

Sambil mengusap matanya, Bion menjawab. "Ada apa Vota, apa yang akan kau tunjukkan kepadaku. Bisakah kita tunda dulu beberapa jam lagi, ini masih sangat pagi. Aku masih mengantuk."

Vota tetap memaksa. "Tidak bisa Bion, kita harus segera melihatnya sekarang, sebelum ada orang lain yang melihatnya".

Bion penasaran dengan yang di katakan oleh Vota. "Apa yang akan kau tunjukkan?".

Vota kembali memancing rasa penasaran Bion. "Aku akan menunjukkan kepadamu bunga bunga yang sedang bernyanyi".

"Ah. Mustahil Vota, Mana mungkin bunga bisa menyanyi. Apakah kau bisa bicara dengan tumbuhan?" sambil tertawa, Bion malah tidak percaya.

Melihat Bion tidak tertarik, Vota mencoba siasat baru. "Ya. Tepat sekali. Tetapi hanya bisa jika tidak ada orang yang melihat. Makanya segeralah bangun, kita berangkat sekarang sebelum ada orang yang melintas".

Sambil bermalas-malasan, akhirnya Bion mengikuti kehendak Vota. "Baiklah Vota, Tapi awas ya, Jika kamu berbohong, Aku akan menghajarmu".

Vota meminta Bion membuktikannya. "Lihat saja nanti, kalau tidak kau buktikan, bagaimana bisa kau akan percaya?".

Vota sedikit bingung, bagaimana menjalankan siasatnya yang pertama kali dilakukannya ini.

Tujuan Vota sebenarnya hanyalah agar Bion membiasakan bangun pagi.

Vota dan Bion berjalan keluar rumah menuju taman bermain kompleks BSD.

Sepanjang perjalanan, Vota terus memikirkan ide untuk meyakinkan Bion.

Akhirnya Vota memiliki sebuah ide. Mereka berdua sudah sampai ke taman bermain. Lampu taman di belakang bangku panjang taman, masih menyala. Ini menunjukkan bahwa hari masih gelap, disekitar hanya terdengar alunan suara pembacaan ayat suci Alquran, sayup-sayup terdengar dari kejauhan, karena jam sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi.

Vota mengajak Bion melihat sekuntum bunga mawar. "Bion. Ayo menunduk kemari. Ayo lihat bunga mawar ini".

Vota mengajak Bion menunduk kearah pagar taman yang ada serumpun tumbuhan bunga mawar.

Vota menunjukkan bukti dari ucapannya. "Lihatlah sekarang. Bukankah bunga mawar ini masih kuncup? Mari kita tunggu bunga mawar ini bergerak".

Bion tidak yakin dengan perkataan Vota. "Vota, di sini tidak ada angin. Bagaimana mungkin tumbuhan bisa bergerak".

Vota berkata berdasarkan logika. "Bion, tumbuhan juga makhluk hidup. Tentu bergerak dong".

Bion membantah teori yang di ajukan Vota. "Kalau hanya sekedar bergerak, benda matipun bisa bergerak, tapi gerakannya karena digerakkan."

Vota meminta kepada Bion untuk membuktikannya. "Ini beda Bion, tumbuhan bisa bergerak sendiri tanpa digerakkan. Ayo lihat, sebentar lagi bunga mawar yang kuncup ini segera bergerak menjadi bunga mawar yang mekar."

Memang benar, Bion dan Vota benar benar melihat dengan nyata, pergerakan bunga mawar yang kuncup berubah menjadi bunga mawar yang mekar.

Akhirnya Bion percaya. "Wah, benar Vota. Bunga mawar ini bergerak. Sekarang saya percaya bahwa tumbuhan bisa bergerak sendiri. Eh Vota. Tadi kau mengatakan kalau tumbuhan bisa bernyanyi. Coba tunjukkanlah kepadaku mana buktinya."

Metode Jarimatika

Vota belum bisa membuktikannya, kebetulan sudah banyak orang yang berlalu lalang. "Ah. Sayang sekali Bion, sekarang sudah terlalu banyak orang yang sudah keluar rumah. Saya belum bisa membuktikan bahwa tumbuhan bisa bernyanyi. Ya sudahlah, lain kali akan saya buktikan. Sekarang lebih baik kita bersiap siap untuk pergi ke masjid untuk sholat subuh."

Setelah selesai sholat subuh, Vota mengajak Bion mengerjakan tugas sekolah yang biasa disebut PR.

Mereka berdua mengerjakan PR dengan gembira, karena Vota memiliki kemampuan membimbing dengan cara yang unik, Bion sangat senang dengan tehnik ini. Selain Vota adalah seorang anak yang sangat pintar, Vota juga berhasil membuat Bion senang belajar.

Dalam hati Vota berkata. "Mudah mudahan dengan cara seperti ini saya bisa membuat Bion menjadi anak yang cerdas."

Akhirnya mereka selesai mengerjakan PR.

Tidak terasa, hari sudah menunjukkan pukul enam pagi. Bion dan Vota segera mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

"Bion, Vota. Ayo segera sarapan. Hari ini ibu membuat sarapan kesukaan kalian. Nasi goreng spesial." Terdengar suara Tania memanggil dari dapur.

Mereka berdua sarapan ditemani ibu mereka. Selesai makan sarapan, Bion dan Vota pamit kepada ibunya untuk pergi ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, mereka bertemu dengan wali kelas. Pak Warni.

"Selamat pagi pak Warni." Bion menyalami pak Warni.

Sambil keheranan, pak Warni menyambut salam dari Bion. "Selamat pagi Bion, Vota. Eh. Tumben Bion datang tidak terlambat?. Biasanya Bion selalu terlambat datang sekolah."

Bion hanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Lalu pak Warni menanyakan soal PR. "Bion, apakah kau sudah mengerjakan PR yang kemarin bapak berikan?"

Dengan semangat, Bion menjawab. "Sudah pak. Saya sudah mengerjakannya".

"Baguslah kalau begitu, Biasanya kau tidak pernah mengerjakan PR. Biasanya ada saja alasan yang kau buat." Sambil mengusap kepala Bion, pak Warni memasuki gerbang sekolah.

Bion menjelaskan alasan perubahan dirinya. "Maaf pak guru, selama ini saya salah. Mulai saat ini, saya pasti akan mengerjakan PR yang bapak berikan. Ternyata sangat menyenangkan mengerjakan PR".

Vota sangat senang melihat perubahan pada diri Bion.

Jam pelajaran pertama sudah dimulai. Pak Warni mengisi materi pelajaran pertama.

"Anak anak, kumpulkan PR kalian sekarang. Yang tidak membuat PR, bapak tidak perlu mengatakan lagi. Segera berdiri di depan, angkat satu kaki."

Semua siswa di kelas itu melihat menuju Bion. Tetapi Bion tetap duduk di bangkunya.

Semua siswa keheranan. Biasanya Bion selalu berdiri di depan. Tapi sekarang Bion tidak berdiri di depan.

Ketua kelas berteriak kepada Bion. "Bion! Kenapa kau masih duduk di sana?Cepat berdiri ke depan!"

Bion diam saja. Lalu Pak Warni berkata kepada ketua kelas. "Marwan, jangan mudah menganggap seseorang tidak akan berubah. Mungkin kali ini kau salah. Bisa jadi hari ini Bion mengerjakan PR. Bukankah begitu Bion?".

Setelah mengumpulkan buku PR nya, Bion kembali duduk. "Benar pak. Saya sudah mengerjakan PR. Buku PR Ku sudah dikumpulkan kedepan".

Pak Warni memberikan sebuah pelajaran kepada murid-muridnya. "Nah anak anak, hari ini ada satu pelajaran yang perlu kalian camkan. Tidak selamanya yang malas itu malas, tidak selamanya yang bodoh itu bodoh. Setumpul tumpul pisau, pasti akan tajam, jika selalu diasah. Baiklah, sekarang bapak akan menuliskan sebuah soal di papan tulis. Siapa yang bisa menyelesaikannya, silahkan maju ke depan".

Beberapa saat, tidak ada yang maju ke depan.

Kemudian Vota maju kedepan.

Vota langsung mengisi jawaban dari pertanyaan yang telah di tulis oleh pak warni.

Pak Warni keheranan dengan apa yang telah di lakukan oleh Vota. "Vota, bagaimana bisa kau menulis jawaban ini dengan benar, sedangkan kau tidak menulis jalannya?"

Lalu Vota menjelaskan. "Maaf pak guru, saya mengerjakannya dengan tehnik jarimatika".

Pak Warni bertambah heran. "Apa itu jarimatika? Bapak tidak pernah mendengar metode ini. Hitungan dengan menggunakan jari itu hanya untuk hitungan yang mudah. Sedangkan bapak memberikan soal yang sangat sulit. Bagaimana caramu mengerjakan soal yang sulit ini menggunakan jari?".

Vota tidak bisa menjelaskan begitu saja. "Maaf pak, kalau saya menjelaskannya, akan membutuhkan waktu berjam-jam. Saya hanya mengunakannya untuk mengerjakan soal matematika dengan sangat cepat".

Sambil bertepuk tangan, pak Warni memuji Vota. "Wah. Luar biasa! Kau sungguh sangat cerdas."

Vota selalu mendapat pujian dari guru guru yang mengajar di kelas ini. Bukan hanya pak warni, guru-guru yang lainnya juga sangat mengagumi kecerdasan Vota.

Sepulang sekolah, Bion dan Vota segera mengerjakan sholat Zuhur. Lalu mereka pergi bermain di taman kota setelah selesai makan siang. Dalam perjalanan menuju taman kota, mereka berjumpa dengan Saskia, gadis kecil teman sekelas Bion dan Vota.

Saskia kelihatan terburu-buru sambil membawa sebuah buku.

Bion heran melihat Saskia melaluinya tanpa berkata apa-apa. "Saskia! Mau kemana? Kenapa kau terburu-buru?".

Sambil berlalu, Saskia menjawabnya. "Aku baru pulang dari rumah pak warni. Aku lupa halaman berapa PR kita".

Bion menawarkan untuk belajar bersamanya. "Kenapa tidak ke rumahku saja?. Kita bisa mengerjakan PR bersama".

Tapi Saskia ada tujuan tersendiri. "Aku tidak begitu yakin kalau kau faham maksud pak Warni. Begitu juga teman-teman yang lain, aku tidak yakin. Daripada aku bolak-balik, mendingan langsung saja aku kerumah pak Warni".

Lalu Vota memberikan sebuah solusi. "Kenapa kau tidak telepon saja, kan praktis".

Saskia menganggap Vota hanya meledeknya. "Ah kamu Vota, emang kau kira aku keluarga Sultan ya. Yang memiliki telepon hanya orang yang kaya. Telepon termasuk salah satu barang mewah".

Vota mengeluarkan beberapa handphone dari sakunya. "Nggak segitunya Saskia, kalau hanya telepon, siapapun bisa memiliki. Pemulung saja bisa memiliki telepon. Ini aku membawa beberapa telepon".

Saskia menganggap Vota hanya main-main. "Ah kamu Vota, ada ada saja. Memangnya telepon tidak memerlukan kabel? Bagaimana mungkin kau membawa telepon. Kabelnya mau kau bawa kemana mana ya?".

Lalu Vota menjelaskan. "Ini namanya telepon genggam. Saya biasa menyebutnya handphone".

Saskia percaya dengan yang di katakan oleh Vota. "Wah canggih nih. Bolehkah aku meminjamnya?"

Vota memberikan sebuah handphone kepada Saskia. "Boleh. Ini aku berikan satu untukmu, satu untuk Bion, dan aku memegang satu. Nanti, setelah kau sampai di rumah, saya akan menelepon engkau. Ya... sekitar pukul empat sore. Kira-kira... jam gitulah".

Setelah menyimpan handphone pemberian Vota, Saskia langsung pulang. "Ok, saya tunggu ya?, aku benar-benar penasaran. Apakah handphone ini benar benar berfungsi?".

Vota merasa Saskia meragukannya. "Apakah kau meragukan aku Saskia?".

Saskia tidak menyangka kalau Vota tersinggung. "Tidaklah. Aku tidak pernah meragukan dirimu. Selama aku mengenalmu, aku tau kau orang yang sangat jujur dan bisa di percaya".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!