Tania Kirana. gadis kecil berusia sembilan tahun, dia sangat energik dan suka menolong teman-temannya. terlahir dari keluarga yang lumayan berada, ayahnya mempunyai bisnis yang lumayan berkembang. ibunya bekerja sebagai sekertaris sang ayah, kehidupan Kirana benar-benar sangat bahagia.
"Ibu, Kirana berangkat sekolah dulu ya." pamit Kirana sembari mencium tangan ibunya kemudian mencium tangan ayahnya.
"Nanti supir akan menjemput Kirana, ayah sama ibu nanti ada rapat sama paman Hasan." ayah Kirana mengecup kening putrinya.
"Assalamualaikum." salam ibu Kirana yang kemudian pergi bersama suaminya.
Orang tua Kirana pergi meninggalkan gadis berusia 8 tahun yang sudah kelas 3 sekolah dasar. Kirana adalah gadis yang pandai, dari kelas satu dia lompatsaty kelas, seharusnya Kirana masih kelas dua. karena pandai akhirnya Kirana langsung kelas 3.
Hari ini Firman ayah Kirana bersama isterinya pergi ke tempat pak Hasan, pria yang menjadi rekan bisnis ayah Kirana.
"Assalamualaikum."
Firman datang ke kantor pak Hasan, dia bersama isterinya memang selalu sopan kepada pak Hasan.
"Waalaikumsallam. masuk Hasan, Tania."
pak Hasan mempersilahkan orang tua Kirana masuk, segelas teh hangat di sajikan untuk sepasang suami isteri itu. pak Hasan selalu tahu kesukaan orang-orang yang berkerja sama dengannya.
"Bagaimana kabar paman?" tanya hangat Tania ibu Kirana.
Ayah Kirana bernama Firman ramadhan, sedangkan ibunya bernama Tania Hamida. Kirana memakai nama depan ibunya, jadi nama Kirana adalah Tania Kirana.
"Oya, bagaimana kabar putri kalian? gadis kecil yang suka tersenyum itu?" tanya pak Hasan sambil tertawa terbahak-bahak.
"Oh.. Kirana ya paman?" tanya balik Tania.
"Iya, putri kalian yang lucu itu." jawab pak Hasan yang kemudian memberikan beberapa berkas untuk di tanda tangani oleh sepasang suami itu.
"Alhamdulillah, dia sangat baik." jawab Tania.
pembicaraan tiga orang itu akhirnya menjadi pembicaraan yang sedikit penuh canda gurau. Firman adalah pria yang suka dengan lelucon sedangkan istrinya wanita yang sangat serius.
"Oh ya paman, salam sama Bayu ya. katanya dia sudah masuk di universitas yang ada di Singapura?" tanya Firman sembari memakan makanan yang sudah disuguhkan sekertaris pak Hasan.
"Iya, Firman sekarang kuliah di Singapura dia mengambil jurusan arsitek desainer grafis. dia itu tipikal pria yang tidak suka diajak bercanda, kadang aku sangat kesal sama dia. lebih baik aku bercanda sama adiknya." kata pak Hasan sambil mencibirkan bibirnya dan menggerakkan tangannya. seolah dia menggambar wajah putra pertamanya.
"Hahaha.., padahal Paman ini pria yang sangat humoris. suka bercanda bahkan seorang pria yang begitu terbuka." Firman memuji sosok pria yang ada di depannya. memang pak Hasan adalah pria yang begitu humoris baik terbuka bahkan pria itu suka menolong rekan-rekan bisnisnya.
"Kadang aku bingung dengan dia. Aku suruh dia memegang perusahaan dia tidak mau, dia bilang ingin mendirikan perusahaan sendiri. dia kira mendirikan perusahaan itu tidak butuh uang banyak? dia kira uang seribu perak bisa membangun perusahaan." pak Hasan yang terus mencibir putra pertamanya.
"Baiklah kalau begitu paman, saya dan istri saya mau pamit dulu. kami harus pergi ke salah satu tempat pembangunan, paman tahu kan salah satu pembangunan perusahaan kita ada sedikit kendala. aku takut jika salah satu anak buah kita memang berusaha untuk memprovokasi para pekerja agar mogok bekerja." kata Firman yang kemudian menjabat tangan pak Hasan dan perpamitan.
"Aku percaya sama kamu Firman, oh ya jangan lupa kalau ada apa-apa kamu kabari aku. unit apartemen yang kita bangun itu adalah unit mewah, jika ada seseorang yang berusaha menghancurkannya kemungkinan besar orang itu tidak menyukaimu." jawab singkat pak Hasan yang sangat tahu betul bagaimana dunia bisnis yang sangat kejam itu.
sepasang suami istri itu pergi meninggalkan pak Hasan yang ada di perusahaannya. mereka berdua akan pergi ke salah satu tempat pembangunan yang sekarang berjalan, dengan senyum yang begitu merekah sepasang suami istri itu menuju tempat pembangunan apartemen yang sudah berjalan setengah. di setiap perjalanan entah mengapa Tania benar-benar gelisah, wanita itu merasakan kegundahan yang begitu luar biasa.
"Kenapa aku benar-benar gelisah ya mas?" tanya Tania yang terus memegang dadanya. wanita itu begitu kebingungan entah mengapa hari ini setelah mengantar Kirana Tania terus gelisah. bahkan ketika dia bertemu dengan pak Hasan wanita itu tidak tahu apa yang ada di hati dan pikirannya. ada sesuatu yang akan terjadi, ada sesuatu yang mengganjal hatinya.
"Kamu tidak perlu memikirkan sesuatu seperti itu istriku, semuanya akan baik-baik saja. pasti kamu memikirkan mengenai para pekerja yang demo itu kan?" tanya Firman. pria itu tahu kalau istrinya sedang memikirkan para pendemo yang terus berbuat anarkis, mereka bilang tidak dibayar dan ada yang bilang mereka diperlakukan kasar dan lain sebagainya. semuanya akan baik-baik saja, kamu tidak usah memikirkan hal itu terlalu dalam." lanjutnya. Firman tidak ingin istrinya terus memikirkan mengenai kerusuhan yang ada di pembangunan apartemen yang sedang dia bangun.
"Bagaimana aku tidak memikirkan hal itu mas, aku takut mereka melakukan sesuatu yang sangat anarkis. Aku tidak ingin terjadi sesuatu kepada kamu ataupun Kirana." jawab Tania. apa mau dikata jika hati sudah kebingungan seorang wanita akan merasakan kegundahan yang luar biasa.
Tak berselang lama mobil yang dikendarai oleh Firman sudah sampai di tempat pembangunan apartemen, di sana masih tetap saja sama para pekerja membuat kerusuhan di mana-mana. mereka melempar juga merusak barang-barang yang ada di tempat itu. Firman menyuruh istrinya untuk tetap di dalam mobil, pria itu menelpon salah satu mandor yang bertanggung jawab di pembangunan itu.
"Kenapa separah ini? sebenarnya apa yang mereka inginkan?" Firman menatap orang-orang yang sedang menghancurkan beberapa barang. "Sebenarnya apa yang mereka inginkan?" lanjutnya.
"Mereka bilang mereka belum dibayar selama beberapa bulan tuan, mereka bilang bagian keuangan tidak membayar mereka sama sekali." jawab mandor bangunan yang terlihat juga ketakutan karena para pekerja terus marah.
"Coba kita bicarakan lagi, Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk pembayaran mereka. tidak benar jika kita tidak membayarnya, jangan-jangan kamu juga ikut-ikutan dalam masalah ini?" tanya Firman.
"Tidak mungkin tuan, saya tidak mungkin melakukan hal itu saya sudah bekerja sama tuan Firman sudah berapa lama. saya menjadi mandor bangunan ini selama 5 tahun. saya tidak mungkin mengkhianati tuan Firman." jawabnya.
Mandor itu terlihat sedikit kebingungan saat mengeluarkan kata-kata, kelihatannya ada sesuatu yang dia sembunyikan. kerusuhan para pekerja akibat tidak dibayar itu semakin anarkis.
"Ayo kita pergi mas." Tania mengajak suaminya pergi dari tempat pembangunan.
Zlepp.
Zlepp..
"Akh..," erang kesakitan dari Tania dan Firman.
Entah dari mana dan siapa, tiba-tiba Firman dan Tania ditusuk oleh seseorang. para pekerja yang melihat hal itu mereka langsung menghindar.
"Siapa yang melakukannya?" tanya si mandor yang ketakutan.
"Siapa yang menusuk mereka!" teriak para pekerja yang saling menatap satu sama lain.
"Panggil ambulans!" seru mandor.
Darah yang mengalir juga tubuh yang tak berdaya. Firman memegang tangan isterinya, Tania nampak kesakitan sembari memegang perutnya yang sudah di tikam seseorang.
*Bersambung*
"Mas..," ucapnya.
Tania menahan kesakitan di perutnya, Firman berusaha bangun untuk menenangkan isterinya.
"Tuan jangan banyak bergerak." pinta petugas ambulance.
"Ekh..,"
Firman berusaha menahan sakitnya. dia terlihat lelah, tubuhnya sudah kehilangan banyak darah.
Perjalanan ke rumah sakit memakan waktu sekitar 18 menit, saat mereka telah sampai para petugas rumah sakit langsung membawa sepasang suami istri itu ke ruang perawatan. darah yang keluar sudah terlalu banyak, kondisi firman dan Tania benar-benar sangat kritis. dokter berusaha untuk memberikan pertolongan semaksimal mungkin.
"Di mana keluarga dari mereka berdua?" tanya dokter.
"Tidak ada dokter, yang tadi ikut kemari cuma salah satu pekerjanya." jawab perawat.
"Tolong katakan sama dia kita akan melakukan operasi karena mereka kehilangan banyak darah. minta salah satu keluarganya untuk cepat kemari." pintar dokter yang kemudian meminta para perawat membawa sepasang suami istri itu ke ruang operasi.
Salah satu pekerja bangunan yang ikut dengan firman dan Tania diminta untuk menghubungi keluarga sepasang suami istri itu. "Aduh.. bagaimana ini saya tidak tahu keluarga dari tuan firman dan nyonya Tania." jawabnya. pekerja bangunan itu kemudian ingat kalau Firman bekerja sama dengan pak Hasan. dengan segera bekerja itu menelpon pak Hasan karena sebenarnya pria itu adalah mandor dari tempat pak Hasan dahulu.
"Tolong ya pak, tolong bilang sama keluarganya untuk segera kemari kedua pasien itu sekarang kritis. mereka harus segera mendapatkan tindakan." jawabnya.
perawat akhirnya masuk kembali ke ruang operasi, sedangkan pekerja itu menelpon pak Hasan untuk memberitahu mengenai kondisi Firman dan istrinya. entah siapa yang sudah mencelakai sepasang suami istri itu, di rumah Firman dan Tania terlihat Kirana sedang bermain laptop. dia mengerjakan beberapa tugas dari ayahnya mengenai beberapa pelajaran dasar untuk kelas lebih besar.
"Kamu lagi mengerjakan apa, Kirana?" seorang pembantu wanita tua mendatangi Kirana dengan membawa sepiring makanan untuk gadis kecil itu.
"Ini loh mbok aku sedang mengerjakan beberapa pekerjaan rumah yang diberikan oleh ayah. ayah bilang kalau aku sudah selesai ayah bakal memberikan aku hadiah." jawabnya.
Kirana memperlihatkan beberapa pekerjaan yang diberikan oleh ayahnya kepada si mbok yang sudah bekerja dengan ayahnya selama beberapa tahun itu.
Pak Hasan yang sedang berada di rumahnya dia sedang membaca beberapa email dari sekretaris.
Brett..
Brett..
Ponsel pak Hasan berbunyi, pria itu langsung mengangkat ponselnya dan meletakkan berikan yang dia pegang. "Hallo." pak Hasan menjawab panggilan telepon.
"Tuan, gawat-gawat." jawabnya.
Anak buah pak Hasan memberikan informasi mengenai Firman dan Tania yang di tikam oleh seseorang.
"Baiklah, aku akan kesana sekarang." jawab pak Hasan. pria itu membuang berkas-berkas yang tadi dia baca ke sembarang tempat.
Langkah kaki terburu-buru dan kebingungan saat pak Hasan mengetahui kabar mengenai Firman dan Tania. butuh waktu sekitar 30 menit ke rumah sakit tempat keberadaan sepasang suami istri itu.
*RUMAH SAKIT*
"Tuan." panggil anak buah pak Hasan.
"Di mana mereka?" tanya pak Hasan.
"Mereka di ruang operasi tuan." jawab anak buah pak Hasan.
Salah satu perawat mendatangi pak Hasan dan meminta pria itu menandatangani surat persetujuan operasi. satu jam telah berlalu, dua jam masih belum juga ada kabar mengenai kondisi Firman dan Tania.
"Tuan." panggil dokter yang baru keluar dari ruang operasi.
"Ya, dokter." pak Hasan langsung mendekati dokter.
"Masuklah tuan, pasien pria ingin berbicara." dokter yang kemudian masuk bersama pak Hasan.
Ketika dokter dan pak Hasan masuk terlihat dia menatap Firman dalam kondisi kritis. langkah kakinya begitu berat saat melihat pria lebih muda darinya itu terbaring dengan nafas yang terputus-putus.
"Firman." panggil lirih pak Hasan.
Salah satu tangan Firman terulur, dia begitu kesakitan dengan luka yang terus mengeluarkan darah. "Pa-man..," panggil lirih Firman.
"Apa yang terjadi padamu?" pak Hasan memegang tangan Firman.
Dua pria itu nampak saling menatap satu sama lain, Firman akan mengatakan sesuatu kepada pak Hasan. dengan berlinang air mata Firman melirik isterinya yang sudah tidak bernyawa.
"Firman, tenanglah." pak Hasan mengusap kepala Firman.
"Tolong.. tolong jaga putri-ku, tolong jaga putri-ku, paman." pinta Firman.
Dengan nada terputus-putus Firman meminta tolong kepada pak Hasan untuk menjaga putrinya. dia begitu kebingungan.
"Tenanglah Firman, aku akan menjaga putrimu, Aku berjanji akan menganggapnya sebagai putriku juga." jawab pak Hasan yang berusaha menenangkan Firman yang sudah sekarat.
Dengan senyum yang begitu dipaksakan Firman menggenggam tangan pak Hasan, dia berharap dengan begitu dalam pria yang sudah dianggap sebagai pamannya mau menerima putrinya. Putri yang begitu dia cintai, istrinya sudah pergi terlebih dahulu. sekarang dia sudah tidak mampu untuk bertahan lagi perlahan-lahan Firman tersenyum, hembusan nafas itu pun perlahan-lahan mulai melemah. pak Hasan berusaha menenangkan Firman.
"Dokter! dokter!" teriak pak Hasan.
Dia melihat Firman yang sudah memejamkan matanya, detak jantungnya sudah menghilang tak ada yang bisa dilakukan dokter saat masuk ke dalam ruangan itu. mereka mencoba untuk membantu Firman namun sayangnya Tuhan berkehendak lain. Firman menghembuskan nafasnya setelah sang istri.
"Ya Allah.. apa yang terjadi, dia masih sangat muda ya Allah. kenapa engkau harus mengambilnya." pak Hasan terduduk lemas. dia tidak akan pernah mengira rekan bisnisnya itu sudah tidak bernyawa lagi, antara kebingungan pak Hasan harus berusaha untuk mencari tahu siapa yang sudah mencelakai Firman dan istrinya.
"Bagaimana tuan?" tanya anak buah pak Firman yang bernama Bowo.
"Dia.. dia sudah meninggal Bowo. Firman sudah meninggal." jawab pak Hasan dengan nada suara yang benar-benar begitu tidak percaya. "Kenapa ini harus terjadi Bowo. Bagaimana aku akan membawa jenazah ini ke rumahnya? pasti putrinya sangat sedih." lanjutnya.
pak Hasan menandatangani surat kematian Firman dan istrinya, ada rasa bersalah kebingungan dan perasaan yang bercampur aduk. setelah surat kematian firman dan istrinya selesai pihak rumah sakit akhirnya membawa jenazah sepasang suami istri itu menuju rumah Firman. bersama dengan pak Hasan dan pak Bowo para petugas rumah sakit mengantar jenazah sepasang suami istri itu.
Di tempat Firman sendiri terlihat Kirana menunggu kedatangan kedua orang tuanya,dia berdiri di depan rumahnya menengok ke kanan dan ke kiri. masih belum datang juga kedua orang tuanya, hari sudah sore. sekarang sudah pukul 3 sore seharusnya ibunya sudah pulang terlebih dahulu, nyatanya belum ada kabar sama sekali dari orang tuanya. sekitar 15 menit kemudian terdengar sirine ambulans.
"Kirana." panggil simbok.
"Iya mbok." jawab Kirana.
"Kenapa ada mobil ambulans menuju kemari? itu di depan pagar rumah mobilnya terhenti." ucap si mbok.
"Nggak tahu mbok kenapa ada mobil ambulans berhenti di depan. itu pak satpam buka pintu." jawabnya.
setelah itu Kirana berjalan menuju pos satpam untuk melihat apa yang terjadi, simbok ikut bersama Kirana wanita tua itu merasakan ada sesuatu yang membuat hatinya terus berdebar.
"Ada apa mbok?" tanya Kirana ketika salah satu tangan simbok memegang tangannya dengan begitu erat.
"Nggak tahu, hati mbok begitu gelisah jantung mbok berdebar begitu kencang. ada apa ya?" jawab si mbok yang berjalan bersama dengan Kirana menuju mobil ambulans yang berhenti di depan pagar rumah.
*Bersambung*
Mobil putih itu berhenti di depan pagar rumah Firman dan Tania. si mbok berjalan mendekati mobil yang sudah berada di depan pagar, pak satpam nampak terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. dia sangat kebingungan tiba-tiba saja wajahnya menjadi pucat dengan dua bola mata yang sudah berkaca-kaca.
"Ada apa pak?" tanya si mbok.
Pak satpam tidak menjawab, dari raut wajahnya dia terlihat sangat kebingungan.
"Kalian mau ke rumah siapa?" lanjut si mbok.
Sopir mobil ambulans jenazah itu mendekati si mbok yang sedang bersama dengan Kirana.
"Apakah ini keluarga tuan Firman dan nyonya Tania?" tanya sopir mobil jenazah.
"Iya." jawab si mbok. jantung si mbok terasa berdebar begitu kencang, kegelisahan yang dari tadi dia rasakan bertambah semakin besar. apalagi mobil putih itu berhenti di depan pagar rumah mereka, sebuah mobil hitam juga berhenti di depan pagar rumah Firman dan Tania. setelah itu seorang pria yang berumur sekitar 45 tahun itu berjalan mendekati Kirana.
"Paman Hasan!" seru Kirana saat dia melihat pak Hasan keluar dari mobil hitam. kacamata hitam melekat di wajah pak Hasan benda itu menutupi dua bola mata nya yang sudah sembab karena menangis.
Kirana langsung memeluk pak Hasan dan begitu erat. "Sudah lama Paman tidak ke sini, Bagaimana kabar paman?" tanya Kirana yang masih memeluk pak Hasan.
Dengan hati yang begitu kebingungan pak Hasan mencoba untuk mengeluarkan sepatah kata, namun ketika melihat wajah polos Kirana tiba-tiba air matanya meluncur kembali. "Apa yang akan terjadi pada gadis kecil ini? dia masih terlalu kecil, dia masih terlalu kecil untuk hidup sendiri." guman pak Hasan dalam hati yang memalingkan wajahnya. dia berusaha menahan air mata yang terus meluncur dari dua bola matanya. "Kenapa hidup ini begitu kejam kepada gadis kecil ini. kenapa dunia benar-benar sangat jahat." lanjutnya.
Salah satu tangan pak Hasan mengusap rambut Kirana, menatap wajah polos bocah berusia 9 tahun yang memeluknya.
"Mobil jenazahitu mau ke mana? kenapa berhenti di depan rumahku?" tanya Kirana yang masih belum tahu kalau kedua orang tuanya sudah meninggal. wajah pak Hasan yang tertutup kacamata.
Entah mengapa si mbok merasa ada berita buruk yang akan diberikan oleh pria itu, terasa kedua kaki si mbok mati rasa. dia tidak bisa berjalan ketika dia melihat pak Hasan kemudian melihat mobil jenazah.
"Pak satpam,tolong telepon tuan Firman." pintanya dengan dua tangan yang gemetar. si mbok meminta pak satpam menelpon Firman ataupun istrinya. dia ingin meyakinkan kalau firasatnya dari tadi itu tidak benar. mimpinya tadi malam itu juga tidak benar.
Pak Hasan mengangkat tangannya, pria itu memeluk Kirana kemudian memberi isyarat kepada si mbok, melihat isyarat yang diberikan oleh Pak Hasan si mbok benar-benar tidak bisa menahan gejolak yang ada di hatinya. wanita yang berusia sekitar 50 tahun itu tiba-tiba menangis sembari menutup mulutnya, mimpinya tadi malam benar-benar mengisyaratkan hari ini.
"Paman, aku akan menelpon ayah. aku akan bilang sama ayah kalau paman berkunjung ke sini." ucap Kirana yang hendak melepas pelukan Pak Hasan. Pak Hasan memeluk erat Kirana pria itu melepas kacamatanya sembari mengusap air mata yang terus mengalir Kirana. "Ayah dan ibumu sudah ada di sini, mereka datang bersama paman." jawab Pak Hasan dengan suara yang sedikit gemetar. Dengan begitu susah pria itu menelan air liurnya, nafas yang sedikit terputus dengan kata-kata yang keluar.
"Di mana Paman? Kenapa ayah belum keluar? dari tadi aku menunggu ibu biasanya ibu kalau pukul tiga sore begini sudah pulang." ucapnya.
Dengan senyum yang begitu lebar Kirana berjalan mendekati mobil Pak Hasan. gadis kecil itu mencari sosok kedua orang tuanya di sana. sesaat kemudian mobil jenazah itu dipersilahkan masuk oleh si mbok. dua jenazah itu pun akhirnya dikeluarkan dari mobil jenazah, Kirana yang tersenyum begitu lebar pun dia nampak terkejut saat melihat dua sosok dikeluarkan dari mobil jenazah dan dibawa masuk ke dalam rumah mereka.
Jantung Kirana terasa terhenti saat melihat si mbok meneteskan air matanya dengan tangan yang menutup mulutnya. "Siapa mereka Paman? Kenapa mereka dibawa masuk rumahku?" tanya Kirana yang masih belum tahu.
Pak Hasan tidak menjawab, pria itu langsung menggendong Kirana dan membawa gadis kecil itu masuk ke dalam rumahnya. Pak satpam yang melihat dua majikannya itu sudah meninggal dia pun sangat terkejut. dengan langkah kaki lemas dia mengikuti orang-orang masuk ke rumah Firman dan Tania.
"Kirana, ada sebuah kecelakaan yang sudah menimpa orang tuamu, sayang." ucap lirih Pak Hasan yang masih menggendong Kirana.
Kirana adalah gadis yang pandai mendengar perkataan seperti itu seketika dia memberontak dan melepas gendongan Pak Hasan. tatapan matanya menatap dua jenazah yang tertutup kain putih itu. "Lepaskan aku Paman, lepaskan aku!" seru Kirana yang terus memukul tubuh Pak Hasan. suasana yang begitu sedih dengan pemikiran yang tidak terkatakan lagi, gadis kecil itu berlari mendekati jenazah orang tuanya. tangan mungil itu menarik perlahan kain putih yang menutupi tubuh dua orang itu. perlahan-lahan tangan mungil itu menarik kain putih, setelah itu dua bola mata Kirana melihat sosok ayahnya yang sudah terbujur kaku.
"Ayah.," ucapnya. setelah itu Kirana beralih ke jenazah yang satunya. "Ibu!" teriak Kirana dengan suara yang begitu keras. gadis kecil itu menangis dengan suara yang begitu keras. "Ayah! ibu! bangunlah! ayah ibu bangun!!" seru Kirana dengan suara yang menggelegar. tangisannya membuat siapapun yang mendengar terasa begitu menyiksa. Kirana terus menggoncang tubuh ayahnya meminta jenazah itu untuk bangun. "Kenapa kalian melakukan hal ini sama Kirana. bangun ayah bangun!!" seru Kirana.
Pak Hasan memeluk Kirana, pria itu memeluk gadis kecil itu dengan begitu erat. "Kamu harus tabah Kirana." ucapnya. dua tangan kekar itu memeluk Kirana, meminta gadis kecil itu untuk tidak bersedih.
"Paman, apa yang terjadi? kenapa ayah dan ibu meninggalkan aku, ini semua cuma candaan bukan, paman. mereka bercanda denganku kan?!" tanya Kirana dengan air mata yang terus berlinang.
Pak Hasan menggelengkan kepalanya.
"Bohong! kalian bohong, tadi pagi ayah berjanji akan memberikan aku hadiah jika aku sudah menyelesaikan tugasku!" seru Kirana.
petugas dari rumah sakit yang mengantar jenazah Firman dan Tania nampak mereka juga ikut meneteskan air matanya. suasana yang ada di rumah Firman benar-benar begitu menyedihkan, gadis kecil berusia 9 tahun itu tiba-tiba menjadi anak yatim piatu. sendiri tanpa orang tuanya, entah apa yang terjadi akan terjadi padanya.
"Kamu harus tabah, Kirana." si mbok yang kemudian memeluk Kirana.
"Mereka harus segera dimakamkan." ucap pak Hasan kepada si mbok.
Wanita tua itu hanya bisa menganggukkan kepalanya, dia benar-benar begitu sedih dia sudah menganggap Firman dan Tania sebagai anaknya. bersama dengan Firman selama 10 tahun namun sekarang tiba-tiba semuanya harus seperti ini.
"Sabarlah, Kirana." ucap si mbok.
*Bersambung*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!