NovelToon NovelToon

Madelin Wanita Tangguh

1. Tekanan Ibu Mertua

Sam duduk di atas kursi kesedihannya yang sering dipakainya saat dia harus menghadapi masalah yang sangat menyakitkan. Kali ini masalahnya sangat berat. Perusahaan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun terpuruk. Kekayaannya pun lenyap dengan cepat. Segala yang ia miliki kini hanya sebuah ruangan kecil dan Madelin yang begitu setia menemani.

Tak ada yang tahu bahwa kekayaan itu bisa hilang begitu saja seperti orang mati. Bisnis merupakan hal yang selalu menuntut, bahkan ketika seseorang sudah merasa sukses. Sam terus-menerus bekerja keras dan menjaga bisnisnya agar tetap sehat.

Tapi saat ia mulai merasakan keterpurukan, ia terjerat dan tak bisa keluar dari situasi yang ia buat sendiri. Masalah-masalah kecil mulai lepas kendali dan begitu cepat membengkak menjadi masalah besar. Setiap masalah kecil yang semula bisa diatasi segera menjadi masalah besar dan semakin terlepas dari kendalinya.

Sam mengambil kesimpulan bahwa semua yang telah ia bangun tidak berarti apa-apa dan bahkan identitasnya sebagai seorang suami yang penyayang dan lembut telah berubah menjadi seorang yang kasar dan tidak perhatian.

Bahkan ia menyadari, bahwa perilakunya pun berubah menjadi kasar terhadap Madelin.

Semua yang telah aku bangun menjadi sia-sia, bahkan sifatku berubah menjadi kasar pada istriku sendiri ... betapa buruknya aku, pikir Sam kecewa.

Sam melirik ke arah meja, dan di sana terlihat sebuah gunting kecil yang tajam. Melihat benda tersebut, membuat pikiran buruk Sam menjadi terpanggil.

"Apa aku harus melakukannya?" gumam Sam yang pikirannya sedang kacau. Tanpa ia sadari, tangannya bergerak sendiri dan meraih benda kecil tajam tersebut.

Namun begitu gunting itu, hampir saja menembus permukaan kulitnya, Sam terkejut mendapati guntingnya telah direbut begitu saja.

"Apa yang kau lakukan?!" Madelin dengan cepat merebut gunting tersebut. Beruntung, Madelin cepat datang dan mencegah Sam untuk melakukan perbuatan yang tidak-tidak.

Sam hanya diam. Namun jelas dari raut wajahnya yang kacau, sudah lebih dari cukup untuk memberikan jawabannya.

"Sam ... aku tahu, kau sangat terpuruk. Tapi bukan berarti dengan melukai dirimu, semua masalah akan selesai. Jika kau lari dari masalahmu, hanya akan ada seribu penyesalan yang nantinya membuatmu bahkan mati dalam keadaan terkutuk." Madelin dipenuhi dengan emosi, ia benar-benar tidak habis pikir dengan Sam, suaminya itu.

"Maafkan aku, Madelin," ucapnya lirih. Ia lalu menatap Madelin sejenak, sebelum akhirnya bangkit berdiri dan meninggalkan Madelin, entah pergi ke mana.

Madelin sendiri hanya menatap Sam dengan tatapan sedih. Ia benar-benar merasa khawatir pada suaminya itu.

Tuhan tolong bantu kami, ucapnya dalam hati. Madelin berharap Tuhan mendengar doanya dan melepaskan keluarga mereka dari segala masalah yang mereka hadapi saat ini.

Ditengah-tengah pikirannya yang sedang bergerumul, tiba-tiba saja ponsel pintar Madelin berbunyi. Madelin dengan cepat membuka ponsel pintar miliknya, lalu mengangkat panggilan dari sosok bernama Ibu Mertua yang terlihat dari ponsel pintarnya.

"Halo, Ibu apa kabar? Ada apa, menghubungiku, Bu?" sapa Madelin sopan. Nyonya Lily adalah ibu mertua Madelin dan merupakan ibu tiri Sam. Wanita yang terkenal dengan gaya angkuhnya tersebut, seringkali bertindak acuh tak acuh, terhadap Madelin menantunya sendiri.

"Apa aku tidak boleh menghubungimu lagi, karena kau sudah jatuh miskin?" ujar Nyonya Lily dengan suara ketus.

Madelin merasa kesal dan sedih dengan ucapan Nyonya Lily. Namun ia tetap mencoba untuk bersikap sabar. "Maafkan aku, jika aku terlambat menjawab panggilan Ibu, ada urusan yang harus aku selesaikan sebelumnya Bu."

"Tidak ada yang perlu kau selesaikan lagi, Madelin. Sam sudah jatuh miskin, apa kau tidak menyadari keadaanmu saat ini? Kau bahkan sudah tidak lagi memiliki rumah, dan kau hampir tidak memiliki apa-apa lagi." Nyonya Lily mengiba-ngiba.

Mendengar ucapan Nyonya Lily, Madelin semakin kesal dan kecewa. Namun, ia tidak ingin bertengkar. Sebaliknya, ia memilih untuk memberikan jawaban yang sopan dan berusaha tetap tenang.

"Terima kasih atas perhatian Ibu, tapi sekarang aku sedang berusaha untuk menyelesaikan semua masalah yang ada. Aku percaya  Tuhan akan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi Sam dan aku," ucap Madelin.

Nyonya Lily terdiam sesaat mendengar jawaban dari Madelin. Namun, ia tidak lantas menyerah begitu saja. "Bagaimana bisa kau begitu yakin dengan keadaanmu yang sekarang? Sam sudah jatuh miskin dan semua hartanya habis, kau tidak punya pekerjaan, dan kau sudah terlunta-lunta. Kami sebagai keluarga dari Sam ingin membantumu. Dan Sam pasti akan mengerti dan menerima bantuan dari keluarganya. Ingat Madelin, aku ibunya!" tegas Nyonya Lily.

Mendengar hal tersebut, Madelin yakin bahwa Nyonya Lily, hanya ingin mencari muka dan berpura-pura peduli. Sejujurnya ia melakukan itu hanya agar, ia dipandang baik. Madelin yang menyadari hal tersebut tidak ingin bergantung pada keluarga Sam dan memilih untuk tetap mandiri.

"Terima kasih atas tawaran bantuannya, Bu. Tapi aku ingin mencoba menyelesaikan semua masalah ini tanpa mengandalkan Ibu. Aku yakin, dengan upaya dan kerja keras, Sam dan aku akan mampu bangkit dan menunjukkan hidup yang lebih baik," ucap Madelin sopan.

Nyonya Lily berusaha menekan Madelin dengan beberapa argumen. Namun, Madelin tetap berusaha bersikap sabar dan meyakinkannya bahwa ia tidak ingin menjadikan dirinya terus bergantung pada keluarga Sam.

"Dasar menantu kurang ajar. Memangnya apa yang bisa kau perbuat? Tidak sadarkah, dirimu itu dengan keadaan yang menimpa keluargamu itu. Apa kau tidak punya otak, dan akan terus membuat Sam hidup luntang-lantung?" tekan Nyonya Lily.

Madelin menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ibu, aku sangat memahami kekhawatiranmu. Namun, aku percaya bahwa aku dapat mencari jalan untuk membantu Sam keluar dari situasi ini. Aku tidak ingin terus bergantung pada keluarga Ibu karena aku ingin menjadi mandiri dan bangga dengan kemampuan yang bisa aku usahakan," jawab Madelin bijak.

Nyonya Lily terdengar mendencak pelan, "Tetapi bagaimana caranya? Apa yang bisa kau lakukan?" Nyonya Lily sengaja meragukan  Madelin.

Madelin berusaha sabar sembari menjaga suaranya agar tetap terdengar tenang. "Aku akan mencari cara yang lebih baik dan akan terus mencoba cari peluang sembari tetap memprioritaskan Sam," ujar Madelin tegas.

Nyonya Lily terdiam sejenak, kemudian ia berkata, "Baiklah, aku akan memberimu kesempatan untuk membuktikan dirimu. Tapi, ingatlah buktikan semua ucapanmu dalam waktu secepatnya, jika kau tidak bisa membuktikan apa pun, maka kau harus menerima bantuanku dan membiarkan Sam kembali ke rumahnya, lalu menceraikanmu!" ancam Nyonya.

Madelin menggigit bibirnya, ia merasa resah namun sepertinya Nyonya Lily, tidak main-main dengan ucapannya, meski begitu ia tidak bisa memperlihatkan sisi rentannya pada wanita itu, "Terima kasih, Nyonya Lily. Aku akan berusaha semaksimal mungkin."

Tanpa berlama-lama, Nyonya Lily langsung memutuskan sambungan secara sepihak. Bahkan, saat Madelin hendak mengucapkan salam, ia sudah terlebih dahulu mematikan panggilannya. Wanita berusia 50 tahun itu, terlihat sangat marah dan jengkel.

"Apa-apaan dia ... hebat sekali cara bicaranya seolah-olah dia bisa mewujudkan kata-katanya itu," omel wanita itu kesal.

2. Rencana Busuk Ibu Mertua

Nyonya Lily benar-benar membenci Madelin. Baginya pernikahan Sam yang sempat tidak ia restui tersebut, hanya membuat darah tingginya semakin naik.

"Wanita yang berasal dari kampung seperti itu, apa bagusnya dirinya? Mengapa Sam sangat buta dalam memilih wanita? Bahkan gadis-gadis pilihanku selalu saja ditolak olehnya," keluh Nyonya Lily. Dia merasa muak dengan pilihan Sam.

Rasa kebencian Nyonya Lily pada Madelin, juga semakin kian menjadi. Wanita itu lantas berusaha memikirkan cara yang tepat untuk membuat Madelin hancur. Ketika ia sibuk, memikirkan sesuatu maka munculah ide jahat dari pikirannya yang licik.

Wanita itu tersenyum licik, lalu mengambil ponsel pintarnya. Ia lalu mencari kontak seorang laki-laki yang dulunya memiliki hubungan sangat dekat dengan Madelin. Terlihat kontak yang tersimpan itu memiliki nama Jonatan.

"Madelin aku akan menghancurkanmu," gumamnya senang. Dia ingin menggunakan laki-laki itu untuk menuduh Madelin berselingkuh dan membuat Sam kecewa pada istrinya itu.

Nyonya Lily merancang rencana liciknya dengan seksama. Ia mengirim pesan manipulatif kepada Jonatan, memainkan perasaan masa lalu mereka. Jonatan yang nantinya akan terjebak dalam jaring tipuannya, tergoda untuk bertemu dengan Madelin. Pertemuan itu menjadi luka lama yang terbuka. Kehadiran Jonatan di tengah-tengah masalah, akan membuat hubungan di antara Madelin dan Sam semakin renggang.

Apalagi, Nyonya Lily tahu bahwa Jonatan masih menyimpan perasaan pada Madelin. Bahkan meski, Madelin sudah menikah, Jonatan masih saja berusaha untuk mendekati wanita tersebut.

***

Jonatan tersenyum cerah. Dia baru saja keluar dari toko bunga untuk membeli buket bunga mawar merah. Jonatan, tahu bahwa mawar merah merupakan kesukaan Madelin.

Laki-laki itu kemudian segera masuk ke dalam mobilnya, dan tidak sabar pergi ke kafe tempat di mana mereka akan bertemu setelah sekian lama.

***

"Madelin!" panggil Jonatan begitu melihat Madelin berada tidak jauh darinya.

Madelin tersenyum kecut. Ia terkejut dengan kehadiran Jonatan. Ia tidak mengira akan bertemu dengan laki-laki tersebut. Padahal tujuan ia datang kemari adalah untuk bertemu dengan Nyonya Lily.

Madelin terkejut melihat Jonatan di hadapannya. Kenangan masa lalu dengan Jonatan tiba-tiba memenuhi pikirannya, mengingatkannya pada saat-saat yang pernah mereka bagikan. Dia merasa canggung, tidak tahu bagaimana seharusnya merespons.

Jonatan mengulurkan buket bunga mawar merah, senyumnya penuh arti. "Aku tahu ini adalah bunga kesukaanmu. Aku tidak pernah melupakanmu, Madelin."

Madelin terkejut dan tidak tahu bagaimana harus merespon. Dalam kerumunan perasaan yang rumit, tiba-tiba Nyonya Lily muncul di antara mereka dengan senyuman penuh kedustaan.

"Oh, coba lihat, apa ada sepasang kekasih yang muncul di sini?" tanyanya dengan nada merendah. "Jonatan, kau memang tidak bisa melepaskan Madelin, kan?"

Jonatan memandang bingung dari Madelin ke Nyonya Lily. Madelin merasa dirinya seperti tengah dipermainkan dalam permainan licik Nyonya Lily.

"Astaga, bagaimana aku mengatakannya ya, tapi aku merasa semakin kasihan pada keadaan putraku sekarang. Terutama saat melihat istrinya berselingkuh," sambung Nyonya Lily dengan nada sinis. "Dia tidak tahu bahwa istrinya masih menyimpan perasaan khusus dengan laki-laki lain di belakangnya."

Madelin terguncang. Ia segera mencoba membantah, "Tidak ada yang salah di sini, Bu. Jonatan dan aku hanya tidak sengaja bertemu." Madelin berusaha untuk membela dirnya.

Namun, Jonatan terlihat ragu. Raut wajahnya terasa tidak menentu, menciptakan keraguan dalam benak Madelin. Dalam kerumunan kebingungan dan ketegangan, Madelin merasa dunianya runtuh. Kehadiran Jonatan dalam situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kepercayaannya pada pria yang dulu pernah ia cintai. Dia ingin tahu, apakah Jonatan benar-benar mempertahankan perasaan yang ia duga.

Sementara Madelin berusaha menjelaskan situasinya kepada Nyonya Lily, Jonatan tampaknya tertekan oleh konflik internalnya. Terpapar rencana jahat Nyonya Lily, Jonatan merasa dilema. Ia masih memiliki perasaan untuk Madelin, tetapi juga merasa bahwa ia seperti terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia inginkan.

"Tunggu apa kau memang sengaja menemuinya. Aish ... kau seharusnya tidak perlu mengelak. Bahkan saat aku, memintamu memilih tempat untuk bertemu kau memilih kafe ini. Dan jelas, sepertinya laki-laki ini memang datang ke tempat ini juga. Apa kau sengaja merencanakan sesuatu di belakangku?" tuduh Nyonya Lily.

"Maaf Ibu ... tapi sungguh aku tidak berniat sedikit pun untuk menemui Jonatan. Sepertinya ini hanya salah paham." Madelin berusaha untuk tidak tinggal diam. Dia merasa janggal, dan jelas menaruh rasa curiga pada ibu mertuanya tersebut.

"Sudahlah kau hanya pandai membuat alasan. Aku tahu kau memang menantu yang tidak baik. Aku tahu, bahwa situasi keuanganmu yang buruk itu, bisa saja membuatmu meninggalkan Sam sewaktu-waktu bukan?" tuduh Nyonya Lily tidak ada habis-habisnya. "Aku akan menghubungi Sam dan membuatnya melihat semua ini secara langsung." Nyonya Lily mengambil ponsel pintarnya dan bersiap memanggil Sam.

"Tunggu!" cegah Jonatan cepat.

Nyonya Lily menurunkan ponsel pintarnya. "Ada apa?" tanyanya ketus.

Jonatan tersenyum masam. Dia lalu menunjukkan ponsel pintarnya dan di sana, terlihat sebuah pesan dari seseorang bernama Micel. "Sepertinya Anda salah sangka Nyonya. Ah begini, tujuanku kemari adalah untuk menemui teman kencanku karena itu aku membawa buket bunga. Tolong jangan salah paham. Sepertinya Anda salah paham." Jonatan tahu bahwa dia dipermainkan oleh Nyonya Lily maka ia juga tidak ingin kalah.

"Itu hanya menjadi alasanmu saja bukan? Lagi pula, tadi aku melihatmu ingin memberikan buket bunga pada Madelin," balas Nyonya Lily terlihat acuh tak acuh.

Jonatan menggeleng. "Itu sebenarnya ... aku hanya ingin mencoba berlatih saja di depan Madelin. Aku terlalu gugup untuk bertemu dengan teman kencanku secara langsung. Kebetulan aku bertemu dengan Madelin di sini, dan tidak ada salahnya aku mencoba latihan secara langsung padanya. Oh ya, jika kau tidak percaya, aku bisa memanggil Micel teman kencanku untuk datang kemari secepat mungkin. Tolong beri aku waktu sepuluh menit," ujar Jonatan sembari mengeluarkan ponsel pintarnya. Dia lalu melakukan panggilan pada Micel.

Nyonya Lily mendecak. "Apa sekarang aku akan membuang waktuku selama sepuluh menit?"

"Aku akan mentraktrir Nyonya makanan dan minuman terbaik di sini. Anda harus bersabar sedikit saja aku mohon. Karena sepertinya, Micel akan datang kemari dan aku ingin menunjukkan pada Nyonya dan meluruskan salah paham ini!" Jonatan sengaja memberi kata-kata penegasan di akhir, diiringi ekspresi wajah yang sedikit mengerikan.

Nyonya Lily tersenyum masam. Ia ingin mengelak, namun sepertinya cukup sadar diri untuk tidak melawan karena Jonatan bukanlah tipe laki-laki sembarangan. Dirinya tahu persis bagaimana seorang Jonatan dulu, pernah hampir menghancurkan perusahaan Sam karena Madelin lebih memilih menikah dengan putranya itu.

"Baiklah. Aku harap uangmu cukup untuk membayar semua itu," sindir Nyonya Lily arogan.

Jonatan mengeluarkan kartu hitamnya lalu memamerkannya di depan Nyonya Lily, dengan gaya tidak kalah sombong. "Bahkan jika Anda ingin, aku bisa membeli kafe ini untuk Anda, bagaimana?" Dia memamerkan senyum kudanya.

Terdengar suara decakan cukup keras. Tidak ingin berdebat maka Nyonya Lily memilih untuk pergi ke kursi, dan menghindari Jonatan.

Sementara itu Jonatan tersenyum melirik Madelin dengan lirikan usil. "Sepertinya wanita itu mempermainkan kita berdua. Tapi lihat bagaimana aku bisa melewatinya dengan mudah," ucapnya bangga.

Madelin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Jonatan memang usil meski seringkali ia, bisa saja keterlaluan dalam mempermainkan orang lain. Namun kemampuannya dalam urusan mengelak sudah tidak bisa diragukan lagi.

3. Tawaran Jonatan

Sementara itu, Jonatan sibuk berbicara dengan Micel melalui ponsel pintarnya. Ia menyampaikan situasi yang sedang terjadi dan memohon  meminta Micel untuk segera datang. Micel yang awalnya bingung, akhirnya setuju untuk datang dan memberi penjelasan.

Setelah menunggu beberapa saat yang tampaknya berlalu dengan lambat, Micel tiba di kafe. Wajahnya terkejut melihat Jonatan dan Madelin duduk di sana dengan ekspresi tegang, sementara Nyonya Lily duduk di sisi lain dengan ekspresi jengkel. Wanita itu terlihat seperti tengah menahan sembelit.

"Astaga, apa yang sedang terjadi di sini?" Micel berkata sambil mencoba menahan tawanya melihat situasi kacau ini.

Jonatan tersenyum lega melihat Micel. "Oh hai, Micel! Bagus kamu datang di saat yang tepat. Begini situasinya saat ini aku dianggap memiliki 'hubungan khusus' dengan Madelin oleh Nyonya Lily. Aku ingin membuktikan bahwa ini hanya salah paham."

Micel tertawa. "Ini benar-benar seperti sinetron, ya? Oke, berikan aku beberapa menit untuk menjelaskan."

Micel mengambil tempat duduk dan memberikan penjelasan bahwa dia adalah teman kencan Jonatan yang sebenarnya. Dia menyebutkan bahwa rencana bertemu di kafe ini sudah diatur sebelumnya, dan buket bunga adalah hadiah karena Jonatan ingin mempraktikkan memberikan bunga kepada seorang perempuan.

Nyonya Lily merasa canggung dan sedikit malu atas kejadian ini. Dia termakan rencananya sendiri. Namun ia tidak mau kalah, jadi ia memutuskan untuk pergi begitu saja, namun sebelum benar-benar pergi ia melirik ke arah wanita bernama Micel tersebut dengan lirikan sombong.

"Oh jadi kau ya rupanya teman kencan Jonatan. Tapi sepertinya, wajahmu tidak terlalu cantik karena seingatku Jonatan ini sangat tergila-gila dengan wanita cantik," sindir Nyonya Lily. Ia sengaja melakukan itu dengan maksud mempermalukan Jonatan sesungguhnya.

Jonatan tersenyum. Ia merangkul Micel erat. Lalu memamerkannya dengan rasa bangga. "Cantik dia sangaaat cantik. Tapi sepertinya seseorang yang terbiasa melihat sesuatu, hanya dengan mengetahui keindahan luarnya saja, hanyalah orang yang tidak memiliki hati sebagai manusia," sindir Jonatan.

Tampak muncul kerutan jelas di kening Nyonya Lily, ia merasa tersindir sampai akhirnya ia benar-benar pergi begitu saja.

"Nyonya Lily sebaiknya kau pergi ke klinik kecantikan milikku. Sepertinya keriputmu sudah banyak bermunculan. Aku akan memberikan diskon padamu nanti." Bahkan Jonatan masih tidak berhenti menyuarakan sindirannya, meski Nyonya Lily telah pergi.

***

"Sungguh, apa yang aku lakukan?" Nyonya Lily mengelus pelipisnya dengan tangan, merasa malu atas perbuatannya sendiri.

Madelin melangkah mendekatinya dan tersenyum. "Ibu, apakah ini rencana dari Ibu untuk mempertemukanku dengan Jonatan?"

"Diam!" bentak Nyonya Lily geram. Dia mempercepat langkahnya, rasa malu juga marahnya telah mencapai ubun-ubun, ia lalu meninggalkan Madelin begitu saja ketika mobil jemputannya sudah sampai di depan mata.

Madelin hanya tersenyum. "Hati-hati Ibu, tolong jangan terlalu mengingat kejadian hari ini," ucapnya sopan dan lemah lembut.

Nyonya Lily tidak menggubris, ia mengabaikannya dan pura-pura seperti tidak melihat.

Sepeninggalan Nyonya Lily, Madelin menghela nafas berat. "Syukurlah ... tidak terjadi apa-apa," gumamnya.

Madelin kemudian berbalik dan hendak berpamitan dengan Jonatan. Meski pertemuannya dengan Jonatan cukup mengejutkan, setidaknya ia bisa sedikit bersyukur bahwa berkat laki-laki itu dia bisa menghindari rencana busuk Nyonya Lily.

***

"Kau tidak ingin, aku mengantarmu pulang?" tawar Jonatan.

Madelin menggeleng. "Tidak terima kasih. Nikmati kencanmu saat ini. Aku benar-benar berterima kasih untuk bantuanmu." Madelin hendak pergi, namun begitu ia berbalik, ia merasa tangannya ditahan oleh Jonatan.

"Sebentar saja. Aku mohon ... beri aku kesempatan bicara." Tiba-tiba saja Jonatan terlihat serius.

"Aku tidak sepantasnya mengusik waktumu. Selain itu juga, Micel sepertinya tidak nyaman jika aku berlama-lama di sini." Madelin menatap Micel dengan tatapan sedih.

Micel menggeleng. "Tidak apa-apa. Nona, biarkan Tuan Jo bicara, saya rasa jika Tuan sampai seperti ini, Anda bisa memberi waktu padanya sedikit saja, aku mohon," ucap Micel memohon pada Madelin.

Madelin sedikit terkejut dengan perubahan Micel yang begitu cepat. Jika sebelumnya, Micel terlihat berakting sebagai teman kencan Jonatan, sekarang terlihat dengan jelas dari gaya bicaranya yang berubah formal menunjukkan bahwa sepertinya Jonatan adalah orang yang sangat ia hormati.

Madelin merasa tidak enak hati. Mau tidak mau, ia akhirnya mengalah dan membiarkan Jonatan bicara.

Jonatan tersenyum. "Aku berterima kasih padamu karena mau memberiku kesempatan. Sebelumnya perkenalkan dia adalah Micel. Wanita ini adalah asisten pribadiku, Micel memiliki pekerjaan yang berurusan dengan hal-hal pribadiku. Karena itu, ia harus selalu siap sedia ketika aku meminta bantuannya. Dan mengenai kejadian tadi, sepertinya kau sendiri peka dengan sikap Nyonya Lily tadi?"

"Tentu saja. Terlepas meski, aku merasa tidak nyaman denganmu, aku tetap berterima kasih atas bantuanmu barusan." Madelin sejujurnya tidak ingin terlalu membahas hal ini dan berusaha menghindari topik. "Jika, tidak ada yang ingin kau bicarakan dengan penting, izinkan aku untuk pulang."

"Tunggu sebentar Madelin. Ah maafkan aku, jika terlalu bertele-tele. Aku ingin membicarakan ini padamu, karena kita sudah bertemu, aku sangat ingin membantu Sam untuk memperbaiki bisnisnya." Jonatan menatap Madelin lekat-lekat.

"Sam tidak menyukaimu, itu pasti akan sulit terjadi." Madelin pesimis.

Jonatan menggeleng. "Aku tidak akan ikut campur. Aku, akan mengenalkan Sam pada seorang pria bernama Mark, dia sangat berpengalaman di dalam dunia bisnis dan aku rasa, dia dapat membantu Sam. Kau pasti mengenal Mark  Zen, dia sangat terkenal bukan?"

"Mark Zen tentu saja aku mengenalnya. Dia dikenal sebagai sosok yang seringkali dicari oleh para pengusaha, ketika usaha yang mereka bangun hancur dan berada di dalam krisis. Seperti kata rumor, dia dapat memulihkan sebuah perusahaan yang bangkrut kembali berjaya dengan cepat," ujar Madelin.

Jonatan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Benar. Aku akan mengenalkan orang itu pada Sam. Dan aku tidak akan ikut campur dan hanya mengawasi dari jauh. Bahkan jika, Mark gagal membantu Sam, aku akan memberikan kalian dana pengganti, bagaimana Madelin?" tawar Jonatan.

Madelin berpikir sejenak. "Kenapa kau sampai melakukan hal sejauh ini?"

"Kau tidak perlu berpikir rumit Madelin, kau hanya cukup mengatakan ya atau tidak. Tapi jika kau mengatakan ya, aku akan membantu dan juga memberitahumu mengenai sebuah rahasia menarik yang berhubungan dengan Sam. Bagaimana?"

"Tolong jangan bermain-main Jonatan!"

"Aku sedang tidak bermain-main Madelin. Kalau kau tidak percaya, kau bisa lihat ini." Jonatan tersenyum miring, ia lalu mengeluarkan  dua lembar foto di mana, di dalam foto yang pertama terlihat, foto Sam yang masih anak-anak bersama dengan seorang gadis kecil  yang terlihat seusia dengannya sedang bergandengan tangan. Dan di foto kedua terlihat Sam yang sekarang, sedang memeluk seorang wanita yang terlihat masih muda, namun di foto kedua itu tidak terlalu nampak jelas wajah wanita itu.

"Kau mendapatkan ini di mana?" tanya Madelin curiga.

"Tidak penting aku mendapatkannya dari mana, namun foto kedua ini aku dapatkan baru-baru ini. Asal kau tahu saja Madelin, Sam yang di foto ini adalah saat keadaannya sudah bangkrut. Terserah kau percaya atau tidak. Tapi aku akan memberitahumu sesuatu yang menarik, jika kau mau menerima bantuanku. Bagaimana Madelin?"

Madelin menggigit bibirnya sendiri, ia merasa bingung juga khawatir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!