NovelToon NovelToon

MENGEJAR CINTA BINTANG

AWAL

SEQUEL dari novel MENIKAHI KAKEK TUA. Sebelum baca ini, di sarankan baca novel induknya dulu ya ges..

HAPPY READING..😉😉

Hari masih sangat pagi ketika gadis cantik berambut sebahu itu berlari menuju kelas. Bukan kelasnya, melainkan kelas seorang pemuda yang menjadi idamannya sejak ia duduk di kelas 10.

Rutinitasnya setiap pagi memang seperti itu, datang ketika sekolah masih sepi menuju kelas sebelah untuk menyimpan sekotak makanan di bawah meja.

Anehnya, meski beribu kali mendapat penolakan, tapi gadis itu tetap gigih mengejar cinta tambatan hatinya itu.

"Selamat sarapan Bintang, sayang.." gumamnya, lalu ia terkikik geli dengan tingkahnya sendiri.

Kemudian ia segera pergi sebelum ada yang lain datang dan memergokinya. Padahal memang bukan rahasia umum lagi Bulan mengejar Bintang, bukan rahasia umum juga bahwa Bintang kerap menolak Bulan.

BRUG

"Aw.." pekiknya, karena terburu-buru, gadis itu menabrak dada seseorang.

"Lo gak papa?"

Bulan mengusap keningnya, "Gak papa gimana? Kepala aku sakit tahu!"

"Ngapain jalan buru-buru? Bintang lagi?" sindir pemuda itu, sebelah tangannya menyugar rambut hitamnya, sebelah tangannya yang lain memegang tali ransel yang tersampir di bahunya.

"Kok tahu? Hahah.." Bulan tertawa, memukul pelan lengan Angkasa, sepupu dari Bintang.

"Bukan rahasia umum kali, Lo gak bosen terus ngejar Bintang? Gak mau move on aja? Ke gue misalnya?" Angkasa menaik turunkan alisnya, menggoda Bulan sangat menyenangkan untuknya.

"Gak! Dimana-mana itu pasangan Bulan ya Bintang. Mana ada Bulan dan Angkasa, gak cocok kan? Udah ah aku males, awas aja kalau makanan itu kamu yang makan lagi, itu khusus buat Bintang," ancam Bulan. Karena biasanya memang seperti itu, makanan yang dia khususkan untuk Bintang, kerap di makan Angkasa. Entah Bintang yang menyuruhnya, atau Angkasa sendiri yang menginginkannya.

"Heh, tempat Bulan itu ya di angkasa. Itu artinya Lo gak akan bisa tinggal dimana pun kecuali di angkasa. Gue bakalan jadi rumah ternyaman buat Lo, gimana?" Angkasa masih menggoda Bulan, ia menarik keras baju Bulan saat gadis itu hendak pergi tanpa menjawabnya. "Jangan kabur dulu, gue belum selesai ngomong."

"Ih apa sih Sa? Lepasin baju aku, kalau aku berantakan nanti Bintang tambah gak suka. Aku rapi aja Bintang gak pernah liat aku apalagi aku berantakan," omel Bulan.

"Itu Lo sadar, harusnya Lo mundur aja Lan.." ia menatap Bulan dengan tatapan entah, mungkin iba karena kegigihan gadis itu tak pernah mendapat tanggapan dari sepupunya.

Bulan menoleh, menatap Angkasa yang entah mengapa menjadi tampak serius. Ia jadi bingung harus berkata apa.

"Dengerin gue Lan, secinta-cintanya Lo sama orang, jangan sampai Lo melukai harga diri Lo sendiri. Hargai diri Lo, jangan merendahkan diri Lo sendiri kaya gini.."

"Apa urusannya sama kamu? Kamu gak berhak ngatur aku, apalagi ngatur hati aku harus suka sama siapa. Kamu tahu Sa? Kalau aku boleh milih, aku juga gak mau kaya gini. Andai aku bisa cinta sama orang lain yang juga bisa cinta sama aku, aku pasti bahagia banget. Sayangnya aku juga gak bisa ngatur hati aku sendiri untuk cinta sama siapa.."

"Sorry, Lan. Bukan gitu maksud gue, gue cuma.."

"Aku permisi." Potong Bulan, ia terburu-buru keluar kelas, namun langkahnya kembali terhenti saat Bintang baru saja hendak memasuki kelas.

Tatapan mereka bertemu, namun Bintang memutusnya lebih dulu. Ia melanjutkan langkahnya melewati Bulan yang masih berdiri.

Bulan lalu menoleh, "Bintang, aku buatin sarapan special buat kamu. Itu aku yang buat sendiri, di makan yah! Jam pertama kamu pelajaran olahraga kan? Jangan sampai kamu sakit," ucapnya.

"Aku udah sarapan, lain kali gak usah repot-repot." ucap Bintang, ia duduk di bangkunya tanpa menoleh pada Bulan.

Bulan menghela nafas panjang, selalu seperti ini. Tapi anehnya ia tak pernah mau menyerah. "Buat makan siang aja kalau gitu, atau enggak, kamu buang aja."

Setelah mengatakan kalimat itu, Bulan pergi ke kelasnya. Mereka memang sama-sama kelas 12, tapi jurusan yang mereka ambil berbeda, tentu kelas mereka pun berbeda.

"Lo gak ada hati sedikit pun sama dia?" Tanya Angkasa. "Kasian anak orang, ngejar dari kelas 10 tapi gak pernah lo terima."

"Apa sih Sa, nih dari mami.." Bintang memberikan sekotak sandwich pada Angkasa, titipan dari Jingga untuk pemuda itu.

"Wuaaah, mami Ji emang the best. Bilang sama mami makasih, salam sayang dari gue.." ucap Angkasa, ia membuka kotak bekal berwarna biru itu, lalu mengeluarkan sandwich keju dari dalamnya dan ia santap dengan lahap.

"Dih, bilang aja sendiri. Kata mami bapperwarenya jangan sampai hilang lagi, aku yang kena omel." Bintang memang kerap terkena omelan sang mami karena sepupunya itu menghilangkan bapperware koleksinya. Bahkan hanya tutupnya yang hilang saja, Jingga bisa mengomel sangat panjang.

Angkasa tertawa, ia tak perduli dengan gerutuan Bintang.

IKLAN

Ges, semoga suka yah. Cerita Anak-anak Jingga dan Langit aku pindahin kesini. Kemaren emang sempet mau aku lanjut di lapak LangitJingga, tapi karena ada satu dan lain hal, jadi aku pindahin ke lapak baru. Jan marah Loh ges, aku padamu pokonya..

PURA-PURA

Jam mata pelajaran pertama sudah di mulai, tapi lihatlah Bulan, gadis itu justru keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi. Padahal Bulan ingin melihat Bintang yang tengah bermain basket di lapangan.

Sibuk bersembunyi di balik tiang, matanya tak lepas menatap pemuda pujaannya. Rasanya dunia seperti miliknya sendiri, waktu seolah hanya berputar untuknya, semilir angin berhembus menerpa wajah cantiknya yang tengah tersenyum dengan tatapan terfokus pada gerak gerik Bintang. Dunianya berpusat hanya pada Bintang.

Pemuda tampan mantan ketua OSIS yang kecerdasannya di atas rata-rata itu memang bak mempunyai sihir yang mampu menghipnotis siapa saja yang menatapnya. Pesona Bintang memang sulit di abaikan, buktinya saja, bukan hanya Bulan yang mengidolakan pemuda itu, tapi nyaris semua siswi Merah Putih mendambakannya. Meski ketampanan Angkasa juga tak di ragukan, tapi entah mengapa pesona Bintang seolah menjadi magnet tersendiri untuk semua orang.

Tapi hanya Bulan saja yang berani secara terang-terangan menyatakan perasaanya, menunjukan perhatiannya secara langsung pada Bintang. Gadis itu mempunyai motto, 'Hidupnya untuk Bintang, dunianya adalah Bintang.'

Lihatlah, Bulan semakin di buat terpesona oleh Bintang yang tengah tertawa di tengah lapangan.

"Sama teman-teman kamu, kamu bisa tertawa lepas. Kenapa sama aku senyum aja susah?" gumamnya.

"Bintang ooooh Bintaaang.."

Bulan terkejut mendengar suara persis di belakang telinganya. Perlahan ia berbalik, matanya membulat saat ternyata guru di kelasnya berdiri tepat di belakangnya. "Bu Risma? Ibu ngapain disini?" Tanyanya seraya tersenyum kikuk.

"Dan Bulan, kamu ngapain disini? Bukannya harusnya kamu mengikuti jam pelajaran ibu?"

Bulan tertawa garing, "Hahah, itu Bu anu emmm.."

"Anu anu, masuk!" pinta Bu Risma dengan ketus. Ia menarik tangan Bulan, sedikit menyeret murid nakalnya itu untuk memasuki kelas.

Keributan kecil itu menyita perhatian Bintang, pemuda itu menoleh dan menatap Bulan yang juga masih saja menatapnya. Keningnya berkerut, berbeda dengan Bulan yang justru tersenyum dan melambaikan tangan padanya.

"I LOVE YOU.." ucap Bulan tanpa suara, bibirnya bergerak mengutarakan perasaannya.

"Ck, gadis aneh.." ucap Bintang seraya mengalihkan pandangannya.

"Kenapa Lo? Bulan lagi?" Tanya Angkasa yang baru saja menghampirinya.

Bintang mengangguk, "Tuh.." ucapnya dengan menggerakan kepalanya menunjuk Bulan.

Angkasa menoleh mengikuti arah pandang Bintang. Pemuda itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah Bulan, "Nekad banget tuh anak. Lo beneran gak suka sama dia?"

"Apa sih Sa," Bintang memberikan bola basket yang sedari tadi ia pegang, lalu berlalu dari lapangan yang kemudian di ikuti oleh Angkasa.

"Yaelah, tibang jawab iya atau enggak susah amat Lo. Kalau gak suka buat gue aja, kayanya si Bulan tipe-tipe cewek setia dan penyabar, gue butuh banget sosok yang begitu."

Bintang tak menjawab, ia sibuk membuka tutup botol air mineral lalu meneguknya hingga tandas.

Mungkin bagi Bintang, Bulan memang sedikit aneh. Sebegitu terobsesinya gadis itu padanya, hingga di meja kelasnya saja di penuhi dengan nama Bintang yang akhirnya membuat Bulan terkena teguran.

Entahlah, Bulan juga tak tahu mengapa ia begitu menyukai Bintang. Padahal Bintang sangat dingin dan cuek, tapi justru karena alasan itu juga lah Bulan semakin penasaran dan semakin bersemangat mendekati Bintang.

Satu kalimat yang masih terngiang-ngiang di telinga Bintang hingga sekarang, Bulan pernah menyatakan perasaanya dengan kata-kata yang menurutnya sangat aneh dan konyol.

"******Kamu tahu gak kenapa aku jatuh cinta sama kamu?" tanya Bulan.******

******Bintang menggeleng, ia memang tak mengerti kenapa Bulan begitu menyukainya. "Kenapa?"******

******Bulan tertawa, "Aku juga gak tahu, kenapa yah aku bisa suka banget sama kamu. Mata kamu, alis kamu, hidung kamu, bibir kamu, pipi kamu, semuanya aku suka. Keringat kamu aja aku suka, bahkan saat kamu pakai baju kotor berantakan aja aku tetap suka. Kayanya kalau kamu dandan kaya gembel juga aku tetap suka. Gila kan aku?"******

******Bintang menatap Bulan dengan tatapan terheran-heran, "Mungkin itu cuma obsesi doang Bulan. Stop ganggu aku dan belajar yang benar."******

******"Enggak, itu bukan obsesi Bintang. Itu cinta, mau yah terima aku jadi pacar kamu?"******

******Bintang semakin menatap Bulan dengan tatapan aneh, "Enggak******!"

Bintang kira setelah penolakan itu Bulan akan mundur. Nyatanya gadis itu justru semakin gencar mengejarnya.

Terkadang Bintang memang merasa terganggu dengan tingkah dan perhatian Bulan yang menurutnya berlebihan. Apalagi setiap hari Bulan membawakan bekal untuknya, ia hanya tak mau merepotkan siapapun termasuk Bulan.

***

Jam mata pelajaran pertama habis, tapi Bintang dan teman-temannya masih asik bermain basket di lapangan.

Kesempatan itu Bulan gunakan untuk kembali melihat Bintang. Apalagi guru mata pelajaran kedua belum datang, ia menyeret Cici sahabatnya untuk keluar kelas hendak mendekati lapangan agar bisa lebih dekat melihat Bintang.

Tapi ada kejadian tak terduga.

BUG

"Aw.." pekik Bulan, ia memegang keningnya, bola basket yang di lemparkan Bintang tanpa sengaja menci*m kepalanya. Melihat Bintang berlari ke arahnya, Bulan tiba-tiba lemas. Beruntung Cici menahan tubuhnya hingga tubuh gadis itu tak tergeletak di atas lantai.

"Lan, kamu gak papa? Bangun Lan," ucap Bintang. Raut wajahnya tampak cemas, mungkin merasa bersalah karena ia yang melakukannya tanpa sengaja.

"Kepalanya pasti sakit, kepalanya kena bola Lo," Cici mulai bersuara, padahal ia tahu Bulan sepertinya hanya pura-pura.

Angkasa dan yang lainnya mulai mendekat, mengerumuni Bulan yang tampak memejamkan matanya.

"Dia pingsan?" tanya Angkasa.

Cici mengangguk, "Mungkin."

"Palingan pura-pura doang, udah lah gak usah ribet. Mending kita ke kantin yu Bin," Zeni yang merupakan sahabat Bintang dan Angkasa juga tahu tentang Bulan yang terus berusaha mendekati Bintang bahkan sejak mereka duduk di bangku kelas 10. Dan ia tak suka.

"Aku bawa dia ke UKS dulu," ucap Bintang. Ia menggendong Bulan dan membawanya ke UKS, di ikuti Cici dan Angkasa. Sedangkan Zeni memilih pergi ke kantin. Ia malas mengurusi Bulan.

Sampai di UKS, Bintang membaringkan Bulan dengan pelan, ia duduk di sebelah ranjang pasien menunggu dokter UKS yang katanya tengah keluar.

Bulan tak tahan lagi, apalagi ia sangat bahagia saat Bintang menggendongnya. Rasanya, ia sangat ingin memeluk Bintang meski tubuh pria itu di penuhi keringat.

"Bintang.." bisik Bulan. Membuat Bintang terkejut dan sontak berdiri saat ia melihat Bulan membuka matanya.

"Kamu pura-pura?" Tanya Bintang.

Bulan terkikik, "Hebat kan aku? Akhirnya aku bisa ngerasain kamu gendong. Kamu cemas yah?"

Bintang berdecak, sekilas ia mengalihkan pandangan dengan kesal, lalu kembali menatap Bulan, "Lo keterlaluan, candaan Lo gak lucu Bulan!"

Bulan terkejut dengan reaksi Bintang, pemuda itu terlihat marah. Bahkan panggilan GUE ELO yang sangat jarang Bintang gunakan kini pemuda itu ucapkan. "Bintang, aku cuma.."

Tak menunggu Bulan meneruskan kalimatnya, Bintang beranjak dan keluar dari UKS. Melewati Angkasa dan Cici yang saling menatap heran.

Bulan menangis di dalam UKS, ia tak menyangka Bintang akan marah padanya.

"Kenapa Lan?" tanya Cici yang baru saja masuk bersama Angkasa.

"Bintang marah Ci, dia marah ke gue.." ucapnya seraya terisak.

"Jadi Lo cuma pura-pura doang Lan?" Tanya Angkasa, "Astaga Bulan, buat nyari perhatian Bintang Lo sampe bohong kaya gini. Gak harus gini juga, Lan. Wajar lah kalau Bintang marah, dia tadi panik liat Lo pingsan gara-gara dia. Kalau gue jadi dia, gue juga pasti kesel."

"Maaf Sa, kamu bisa bantuin aku gak? Aku mau minta maaf sama dia. Please.."

Angkasa menghela nafas panjang, mengalihkan pandangannya sejenak lalu kembali menatap Bulan, "Menurut gue jangan dulu, dia pasti masih kesel."

"Tapi Sa, aku gak mau di marah.." Bulan menghapus air matanya dengan punggung tangan, dia benar-benar takut Bintang akan semakin menjauhinya.

"Udah Lo nurut aja. Kalau dia udah tenang, Lo bisa minta maaf."

Bulan akhirnya mengangguk, "Aku keterlaluan banget yah?" lirihnya. Sisa isak tangisnya masih terdengar.

"Banget," ucap Angkasa.

"Ish, Lo bisa diem gak? udah jangan mojokin Bulan lagi, sana susul sepupu kamu," usir Cici.

Angkasa berdecak, kemudian pergi dari UKS. "Gue juga cemas banget tadi liat Lo, tapi kali ini gue tahu satu hal, kalau Bintang juga mungkin punya perasaan ke Lo Lan," Angkasa membatin.

Angkasa dan Bintang sebenarnya berbeda usia. Bintang satu tahun di bawahnya, namun saat mereka kecil dulu, Bintang bersikeras ingin ikut Angkasa bersekolah. Kemampuan Bintang yang di atas rata-rata juga membuat Bintang dapat di terima di sekolah dengan mudah. Akhirnya mereka bisa satu angkatan.

IKLAN

Gimana-gimana? Suka gak sama BulanBintang? Atau Bulan aku kasih ke Angkasa aja?

SAKIT

Bel istirahat baru saja berdering, di sambut riuh para siswa yang mulai berhamburan keluar kelas. Waktu istirahat menjadi waktu favorit untuk mereka mengistirahatkan otak yang sedari pagi terus dipakai berfikir.

Termasuk Bintang, Angkasa dan Zeni. Mereka sama-sama keluar kelas untuk menuju kantin. Namun langkah ketiganya terhenti saat di depan pintu Bulan sudah tampak menunggu.

"Bintang, aku mau ngomong, bisa kan?" Tanya Bulan, ia tampak murung.

"Ck, ngapain sih Lo? Bisa gak, gak usah ganggu Bintang sehariii aja. Lo tuh kebangetan ya Lan, gak tahu malu. Padahal Bintang udah bosen nolak Lo, tapi muka tembok Lo masih aja muncul. Pake nipu segala lagi.."

"Zen, udah lah. Jangan campuri urusan mereka, kita ke kantin duluan aja," Angkasa menarik tangan Zeni, meski gadis itu terus mengomel dan memberontak.

Mendengar ucapan Zeni, Bulan hanya bisa menunduk. Ia tahu ia salah, dan mungkin kali ini ia memang keterlaluan. Karena itu Bulan ingin meminta maaf pada Bintang.

Melihat keterdiaman Bulan, Bintang menghela nafas panjang lalu menarik tangan gadis itu menuju taman belakang sekolah. Tempat yang nyaman untuk mereka bicara.

"Ada apa?" Tanya Bintang, karena beberapa saat mereka duduk di sebuah bangku, Bulan masih saja bungkam.

"Bintang, aku minta maaf. Aku tahu aku keterlaluan, aku salah. Maafin aku.." lirih Bulan, gadis itu masih saja menunduk tak berani menatap Bintang yang kini duduk miring menatapnya.

"Untuk apa kamu lakuin itu?" Tanya Bintang aura pemuda itu benar-benar membuat perasaan Bulan campur aduk, antara takut, malu, segan, menyesal dan cinta.

"Untuk menarik perhatian kamu, untuk bisa lebih dekat sama kamu, aku lakuin semuanya karena kamu Bintang," jawab Bulan dengan jujur.

Bintang menghela nafas panjang, kembali duduk lurus menatap bunga-bunga yang tumbuh di sisi taman. "Gak harus gitu Bulan," Bintang mengusap wajahnya dengan gusar, lalu menoleh pada Bulan, "Aku bisa minta sesuatu?" tanyanya.

Bulan mengangguk, ia memberanikan diri menatap mata elang Bintang, "Apa?"

"Hentikan semuanya, stop ngejar-ngejar aku. Kamu bisa cari cowok lain, banyak cowok lain di sekolah ini."

Bulan menelan ludahnya dengan susah payah, Bintang memang sering menolaknya dan meminta Bulan berhenti mengejarnya. Tapi entah mengapa kali ini terasa lain, tatapan pemuda itu berbeda, apa selama ini ia benar-benar mengganggunya?

"Kalau aku bilang gak bisa, apa yang mau kamu lakuin?" tanya Bulan, kedua matanya tampak berembun, rasanya ia sangat ingin menangis.

"Bisa Bulan, kamu harus bisa. Sebentar lagi ujian, lebih baik gunakan waktu yang kamu punya untuk hal yang lebih berguna. Belajar untuk persiapan ujian, sibukkan diri kamu dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, selain ngejar-ngejar aku."

"Apa kamu merasa terganggu?" lirih Bulan, air matanya tumpah sudah.

"Jujur, iya." Jawab Bintang dengan tegas, ia juga tak tega mengatakan hal itu, tapi ia harus tegas agar Bulan mengerti.

Bulan mengangguk-anggukkan kepalanya, menghapus air matanya dengan asal lalu kembali duduk lurus, "Ok, kalau kamu maunya begitu, aku akan usahain. Itu pun kalau aku bisa," ucap Bulan. Tapi hati kecilnya menolak gagal, ia tak mau menyerah mendapatkan hati Bintang.

"Terima kasih, aku harap kamu benar-benar berusaha."

Bulan tak menjawab juga tak mengangguk. Ia membiarkan Bintang pergi, meninggalkannya yang semakin terisak. Dari banyaknya penolakan yang pemuda itu lontarkan padanya, hanya kali ini yang benar-benar mengena dan membuat hatinya sakit. Tapi ia tak mau menyerah begitu saja, entah mengapa ia begitu yakin kalau ia bisa mendapatkan hati Bintang dan membuat pemuda itu membalas perasaannya.

"Aku gak bisa Bintang, aku gak bisa nyerah gitu aja. Kamu duniaku, kalau aku nyerah, itu artinya duniaku akan berhenti berputar.." gumamnya seraya terisak. Entah obsesi atau cinta, yang jelas Bulan begitu menyayangi Bintang. Perasaannya pada pemuda itu tulus, rasa pertama yang membuatnya tahu bahwa jatuh cinta itu indah. Sayangnya, ia jatuh cinta sendiri.

"Gak kapok juga ya Lo!"

Kalimat itu membuat Bulan menoleh, ia menghapus air matanya saat mendapati Zeni berdiri di belakangnya, entah sejak kapan gadis itu disana.

"Bukan urusan Lo," ucap Bulan. Ia lalu melangkah pergi, namun Zeni menahan lengannya dengan kuat.

"Aw, sakit Zen. Lepasin tangan gue!" Bulan mencoba menarik tangannya, tapi Zeni semakin kuat menahannya.

"Gue bisa lakuin lebih kasar lagi dari ini kalau Lo terus ngejar-ngejar Bintang!" ancam Zeni.

"Apa hak Lo larang gue? Lo pacarnya Bintang? Bukan kan? Kalian itu cuma sahabatan, setahu gue gak ada tuh sahabat yang posesif kaya Lo!"

Zeni semakin tersulut emosi, dengan kuat ia menekan kuku-kuku tangannya di lengan Bulan. Membuat Bulan meringis dan mendorong Zeni hingga gadis itu jatuh terduduk.

Belum sempat Bulan bicara, dua orang pemuda menghampiri mereka.

"Ada apa ini?" Bintang menatap Bulan dan Zeni bergantian, begitu juga dengan Angkasa.

"Dia dorong gue.." ucap Zeni seraya menunjuk Bulan.

Bulan menggeleng, "Aku gak sengaja, dia duluan yang mulai," elak Bulan.

"Mau Lo apa sih Lan? Lo marah ke gue? Kalau Lo gak terima gue suruh Lo ngejauh, Lo dorong aja gue. Jangan dia!" Sentak Bintang, ia tersulit emosi, pemuda itu termakan ucapan Zeni.

"Tang udah," Angkasa menarik Bintang agar sepupunya itu menjauh dari Bulan yang tampak memejamkan mata menerima sentakan dari Bintang.

Baru kali ini Bulan melihat Bintang semarah itu padanya, tatapan tajam pemuda itu berhasil menusuk relung hatinya. "A-aku gak sengaja.." ucap Bulan.

Angkasa sedikit mendorong Bintang, lalu menatap tajam Zeni yang tampak tersenyum menang.

"Lo urus dia," ucapnya pada Bintang seraya menunjuk Zeni dengan gerak kepalanya.

"Lo gak papa kan Lan?" Angkasa menuntun Bulan duduk, ia melihat lengan Bulan memerah bekas tancapan kuku-kuku Zeni, "Tangan Lo luka, gue obatin. Lo tunggu disini," ucapnya.

Bulan menggeleng, ia menghapus air matanya dengan asal, "Gak usah so perduli sama aku, aku tahu kamu juga kesel kan? Kamu juga mau nuduh aku kan? Iya aku dorong Zeni, tapi aku gak sengaja. Tangan aku sakit, aku dorong dia supaya dia lepasin tangan aku." Bulan menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia menangis sejadi-jadinya. Bukan karena rasa sakit di tangannya, melainkan sakit di hatinya karena bentakan dari Bintang. Ia bahkan tak perduli tangisannya mencuri perhatian orang lain.

Angkasa menghela nafas panjang, sedikit menarik bahu Bulan dan mendekapnya, "Gue percaya sama Lo. Lo gak mungkin lakuin itu tanpa sebab, jangan nangis lagi. Tunggu disini, gue ambil obat buat tangan Lo.."

Tak menunggu jawaban dari Bulan, Angkasa beranjak ke ruang UKS untuk meminta obat luka agar luka bekas kuku itu tak infeksi.

IKLAN

Ges, aku sengaja bikin cerita ini dari mereka SMA dulu. Terus nanti kuliah, kerja dan seterusnya.. Jangan bosen ya ges ya..kalian tau kan aku orangnya suka pundungan..hahahha

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!