DEVIRA SINDI ALICIA, seorang gadis yang memiliki senyum menawan, ia tidak menganggap dirinya cantik melainkan manis karena ia memiliki daya tarik tersendiri terutama dari senyumnya, ayahnya seorang Direktur disebuah perusahaan turun temurun bernama HERU CHANDRA PURNAMA dan mamanya seorang Ahli Gizi di rumah sakit milik keluarga ayah Sindi, yang bernama DEWI ANGGRAINI.
Singkat cerita pertemuan pertama ayah dan mama itu dirumah sakit, mereka terlibat masalah yang membuat mereka selalu bertemu hingga muncullah benih benih di antara mereka.
Sejak kecil Sindi sudah mewarisi sifat kepemimpinan dari sang ayah, ia ingin sekolah tidak hanya berangkat, jajan lalu pulang tapi juga ingin menambah pengalaman, jadi ia memilih mengembangkan sifatnya dengan berkecimpung di dunia keorganisasian.
Sindi akrab sama kak Fira, kak Fira adalah seorang aktivis wanita seperti Sindi, ia menjabat sebagai ketua OSIS, jangan tanya mengapa ketua OSIS perempuan, zaman SMP adalah zaman dimana anak anak berada di fase labil labilnya dan bucin bucinnya, sang jantan jantan lebih mementingkan cinta monyet di bandingkan terjun di dunia keorganisasian, mereka menghasut para betina, mungkin untuk memecahkan rekor 'ayah bunda', maybe.
Tak banyak laki laki yang mengikuti organisasi ini padahal merekalah yang kelak menjadi kepala rumah tangga bukan?, persepsi yang melenceng juga mempengaruhi mereka.
OSIS \= kerja tanpa di bayar \= babu
Kata itu yang tertanam di benak mereka tanpa melihat manfaat yang kita dapat demi masa depan.
Sindi di beri amanat langsung dari kak Fira untuk menggantikan posisinya, ya walaupun harus melalui tahap seleksi, karena kak Fira sekarang kelas 9 saatnya ia untuk fokus ujian.
Sebelum menerima amanat yang cukup besar Sindi meminta pendapat dan ridho orangtuanya terlebih dahulu, karena ridho orangtua adalah ridho Allah.
Sindi mendapat respon yang baik, mereka mengizinkan anaknya untuk maju mengembangkan sayapnya.
"kalo kamu merasa mampu dan bisa bertanggung jawab kenapa enggak? mama sama ayah dukung kok, yang penting jujur, amanah dan jangan sampai besar kepala." itu yang mama bilang, Sindi juga mendapat wejangan wejangan dari sang ayah.
Sindi memiliki satu orang sahabat, namanya Chika, hubungan persahabatan mereka sudah terjalin dari SD, mereka tinggal di perumahan yang sama tapi berbeda komplek.
Chika sudah mengetahui soal ketua OSIS dan dia mensupport pilihan sahabatnya itu.
Chika lebih ke fisik jadi ia memilih pasus kalo Sindi lebih ke organisasi, kalo cuma langkah tegap mah Sindi bisa tapi kalo pasus haduh angkat tangan udah tinggi aja cuma se telinga Chika, bukan berarti Sindi pendek cuma kurang tinggi aja, hehehe.
Sindi bertekad untuk membentuk para jantan untuk menjadi jantan yang sesungguhnya, gimanapun caranya ketua setelahnya harus laki laki, Sindi yakin pasti ada yang berkompeten hanya saja terprovokasi oleh jantan yang bucin, bayangkan tiga tahun berturut turut perempuan yang jadi ketua.
Padahal di luar sana namanya ketua OSIS biasanya cowo yang tampan, putih, tinggi, cool, dingin, berwibawa, dada bidang aduhhhh membayangkannya membuat lumer hati ini, jangan lupa ABS aduhhhh lengkap sudah.
"Cek oke Assalamualaikum wr wb. Selamat pagi, perkenalkan nama saya Devira Sindi Alice da_" ucapnya terpotong.
"CIA... CEMUNGUT..." teriak Chika di memecahkan keheningan.
Sindi juga sering di panggil Cia oleh orang orang terdekatnya yang di ambil dari nama belakangnya 'Alicia'
Sindi menghela nafas panjang, ia sudah terbiasa dengan temannya yang bar bar itu. "Saya dari kelas 8A, disini saya menjadi kandidat ketua OSIS, jujur saya tidak memiliki visi dan misi, karena menurut saya visi dan misa adalah suatu ucapan yang di tulis, di tempel dan di lupakan, terkadang yang membuat visi dan misi tersebut tidak tau dan tidak faham dengan visi misi yang mereka buat, disini saya hanya ingin mengajak teman teman menjadi siswa siswi yang aktif, kreatif dan inovatif sehingga dapat mengharumkan dan memajukan nama sekolah yang kita cintai ini. Selain itu marilah kita menjalankan peran, hak dan kewajiban kita sebagai sebagai seorang pelajar dengan berperan serta pada organisasi dan Ekstra yang sudah di fasilitasi oleh sekolah. Seandainya saya terpilih menjadi ketua mohon kerjasamanya karena saya tidak akan bisa bekerja tanpa dukungan dari teman teman semua. Sekian dari saya, terimakasih atas perhatiannya, wassalamualaikum wr wb." Suara riuh tepuk tangan terdengar dimana mana, Sindi bernafas lega berhasil menyampaikan visi dan misinya dengan baik.
"GO CIA GO CIA GO." teriak Chika lagi membuat yang lain terprovokasi ikut berteriak.
"Awas lu Chika, di pikir gue tanding voli apa." gerutu Sindi menahan gemas, bukannya malu si doi malah cengengesan menunjukkan muka watadosnya padahal semua pandangan menuju ke arahnya.
-----------------
Di dunia ini tidak ada yang mustahil tetap bermimpi, tetapi jangan hanya bermimpi, wujudkan apa yang kalian impikan, dengan berusaha dan jangan lupa berdoa.
Nothing is impossible!
-----------------
{\_/}
( •.•)
/>❤
Ini masih cerita awal, jadi belom ada konfliknya.
Semilir angin masih terlalu dingin untuk dirasakan. Pantulan cahaya yang berasal dari ufuk timur masih belum terlalu menyilaukan, setiap pagi Sindi selalu berangkat sekolah bersama Chika, pasti tau lah, best friend.
Kring kring kring
Suara lonceng sepeda chika yang sudah nangkring di depan rumah Sindi, sekolah mereka dekat jadi biasanya mereka berangkat sekolah dengan dua pilihan, denga bersepeda atau jalan kaki.
Sindi memutuskan menyembunyikan latar belakang keluarganya dan memilih untuk tidak memakai fasilitas yang berlebihan, ia ingin mengetahui siapa saja yang mau berteman dengannya tanpa harus tau latar belakang keluarganya, pasti banyak belut di balik lumpur, hanya saja ayah Sindi meminta agar anaknya tetep di ikuti oleh bodyguard dari kejauhan semua itu demi keamanan putri semata wayangnya.
Kring kring kring
" Cia buruan... ntar telat kita." Chika terus membunyikan loceng sepedanya.
"iya iya... Bentar lagi pakek sepatu rusuh banget sihhh masih jam segini juga nggak bakal telat." Ucap Sindi dengan santainya mengikat tali sepatu.
"Lu tu kaya putri solo tau nggak." Chika mulai geram.
"Iya iya udah ayo berangkat." Sindi menghampiri Chika.
"Lu bonceng gue?" Tanya Chika.
"Iya sepeda gue di pinjem pak Wawan katanya anaknya mau lomba sepeda sedangkan beliau belom ada rejeki." Ucap Sindi sambil memposisikan diri duduk di depan.
"Ouhhhh... ya udah kuy berangkat." Chika mulai melajukan sepedanya.
"Ci pegang setangnya gue yang goes." Langsung di turuti oleh Sindi.
"Ci sebagai sahabat yang baik nih ya gue mau tanya, lu ngga mau pacaran apa?" Tanya Chika.
"Sebagai sahabat yang baik apa karena kepo?" Jawab Sindi balik bertanya.
" hehehe kepo juga sih, kan lu banyak tuh dapet surat ataupun coklat bahkan yang nembak lu langsung juga banyak."
"Jijik gue lihat cara pacaran temen temen yang sok soan romantis eh jatuhnya malah alay, ayah bunda, papa mama, belum juga ada buntut dah berlaga punya buntut, bun suapin dong sumpah najis parah, geli dengernya, kenapa nggak sekalian mak'e pak'e aja." Sindi mengingat cara pacaran temen temanya.
"Hahaha bener bener geli juga dengernya." Chika ketawa.
"Eh eh jangan gerak gerak oneng, eh eh gue susah belok." Chika tetep ketawa.
"Woy udah jangan goes lagi udah kelewat gerbang tuh." Chika langsung berhenti ketawa plus berhenti goes.
"Kenapa lu nggak belo ganteng."
"Lu goyang goyang gue berusaha nyeimbangin jadi susah buat belok, udah ah ayo dorong." Sindi mendorong sepeda di ikuti Chika yang mendorong di belakang.
"Eh neng kenapa di dorong?" Tanya pak satpam.
"Eh iya ya pak kenapa di dorong." Sindi menaiki sepeda dan langsung menggoesnya.
"WOY TUNGGUIN CIA, SEPEDA GUE TUH." Teriak Chika membuat Sindi langsung berbalik.
"Eh iya lupa kuy naik." Tanpa babibu Chika langsung naik, mereka pun menuju parkiran sepeda.
"Ngapain lu di sini tong?" Tanya Chika ke Rafi yang berada di parkiran kelas 8A padahal dia kelas 8D.
"Gue mau ngomong sama Sindi." Jawab Rafi sedikit gugup.
"Ngomong apa? To the point gih mau bel" Tanya Sindi langsung.
"Lu mau nggak jadi pacaran gue?" Rafi memilin tangannya.
"Apaan lu udah punya Dewi ya kok nembak Cia." Chika sewot.
"Gue udah putus sama dia demi Sindi."
"Maaf ya Fi, bocah kaya gue belom pantes pacaran, gue sadar gue masih bocah nggak tau deh kalo lu bocah gede belom waktunya, nggak perduli lu mau mutusin berapa orang gue tetep nggak bakal terima lu atau siapapun." Ucapan Sindi santai tapi tajem.
"Sekolah yang bener aja Raf kalo udah ngehasilin duit baru tuh pilih, kita tetep temen, lupain kejadian ini anggap lu nggak pernah ngomong gitu ke gue, ya udah gue sama Chika masuk dulu ya udah bel." Lanjut Sindi.
Sindi dan Chika pergi meninggalkan Rafi yang masih diam di tempat mencerna ucapan Sindi, dia disuruh cari duit dulu? itu pikirnya.
"Noh kan lu di dor lagi, kenapa nggak coba pacaran gitu."
"Gini ya Chik, pacaran itu nggak ada gunanya dan dari keluarga juga nggak ngijinin buat pacaran, menghambat kebebasan, kalo lu pacaran pasti temenmu cuma dia, lu care ke cowo lain dia cemburu ah nggak enak kalo lu jomblo kan enak bebas berteman sama siapa aja dan yang penting kita bisa meminimalisir sakit hati, mending ta'aruf langsung nikah, pacaran pas halal, inget ya Chik gue nggak bakal pacaran sebelum umur 17tahun, jadi inget baik baik dan tolong bantu gue ngingetin kalo lupa!"
"Mantap kali bahasa lu, oke lah gue bantu, gue bakal jadi rambu rambu lu."
"Ngga rambu rambu juga kali perumpamaannya tapi makasih lu udah ada di samping gue."
"Ya iya lah kitakan sahabat untuk selamanya atasi semua perbedaan kau dan aku sahabat selama lamanya selama lamanya... setia..." Chika nyanyi.
"Eh malah nyanyi nih bangsul, udah ayo masuk kelas."
{\_/}
( •.•)
/>❤
"Chik gue deg deg kan nih, parah banget jantung gue ngedugemnya." Sindi berkeringat dingin.
"Tenang, tarik nafas... buang..." Sindi mengikuti intruksi Chika, mereka kali ini sedang menunggu pengumuman hasil penghitungan suara kemarin.
"Tapi kayaknya yang jadi si Dinda deh, secara dia kan vokal, suaranya bagus, cantik, pas orasi juga nggak ada nerfes nerfesnya biasa pegang mikrofon kali ya." Sindi mulai pesimis.
"Optimis oke, seperfect apapun seseorang di mata orang lain nggak bakal ngaruh kalo Allah percayanya sama lu." Chika meyakinkan.
"Eh ini nih calon ketua babu, tampangnya pantessi emang jadi babu." Ucap seseorang yang berdiri di depan Sindi.
"Jaga ya mulut lemes lu." Chika tersulut emosi.
"Eh temennya si babu ngebelain hahaha..." ganti orang yang berada di depan Chika yang ngomong.
"Lu juga lemes diem!" Gertak Chika.
"Kalo gue ketua babu emang kenapa? Gini gini cowo lu nganter gue pulang, gue tau lu dendam sama gue gara gara pacar lu nganter gue pulang, perlu lu tau kalo gw nolak ajakan pacar lu dan milih jalan kaki, garis bawahi gue nolak terus masalahnya apa lagi?"
"Halah lu nolak gara gara dia pacaran sama gue dan akhirnya dia mutusin gue, awas ya lu gue bales suatu saat nanti." Ucap Aknes lalu pergi.
"Dasar pelakor." Ucap Okta lalu mengikuti Aknes.
"Mereka putus? Astaga astaga pantes si Aknes kelihatan benci banget sama lu." Chika geleng geleng kepala.
"Bodo amat gue, harusnya dia bersyukur karena gue dia bisa lihat mana yang setia mana yang nggak, terlalu di butakan oleh cinta hah." Sindi tersenyum sinis.
"Eh eh eh udah di buka tuh madingnya." Chika menunjuk ke arah mading yang tadinya tertutup kain.
Di mading itu terpampang jelas bahwa bahwa ketua OSIS periode ini adalah DEVIRA SINDI ALICIA.
"Woaaahhhh selamat Cia..." Chika memeluk sahabatnya erat.
"Makasih..." Sindi membalas pelukan Chika, orang orang yang berada di sekitarnya memberikan selama kepada Sindi.
Sindi senang sekaligus takut, ia senang mereka telah percaya dengannya juga takut kalo ia tidak bisa menjaga kepercayaan mereka.
"Chik gue tinggal rapat dulu ya."
"Yoi gue juga mau kumpul bahas event di provinsi."
" Good luck, gue duluan." Sindi menepuk bahu Chika lalu pergi.
"Lu juga good luck, semangat." Chika mengepalkan tangannya ke udara yang di balas juga oleh Sindi.
Ini kali pertama Sindi memimpin rapat, nerfes, gerogi, deg degkan, panas dingin, campur aduk lah rasanya, tapi ia berusaha menyembunyikan semuanya dengan wajah santainya, ia berjalan tenang menuju lantai 3 dimana ruang OSIS sekaligus rapat berada.
"Selamat ya." Seseorang mengagetkan Sindi.
"Eh kaget, eh iya makasih." Sindi menepuk mulutnya sendiri lantaran malu karena kaget.
Seseorang itu senyum lalu pergi meninggalkannya.
"Aneh tu orang dateng dateng ngagetin turus pergi ninggal senyum, manis lagi senyumnya, eh apaan sih lu Cia baru aja kemaren nadzar, Astagfirullah..." Sindi melanjutkan jalannya yang tertunda.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
"Udah di buka?" Tanya Sindi ke Aini.
"Udah."
"Oke, Rapat saya ambil alih, pertama tama saya mengucapkan terimakasih telah menaruh kepercayaan kepada saya, saya minta kerjasamanya karena saya yakin saya tidak akan bisa kerja sendiri disini, ayo kita tunjukkan bahwa kita itu bisa, bahwa kita bukan hanya seorang babu seperti yang mereka pikir tapi kita di atas mereka, ingat semua murid sekolah ini adalah anggota OSIS sedangkan kita adalah pengurus OSIS, anggota makmur karena pengurusnya berhasil ingat itu, biakan celotehan di luar sana berkumandang karena mereka tidak bisa seperti kita, siap mengabdi di sini?"
"Siap"
"KURANG KERAS"
"SIAP"
"Siap, saya juga siap, oke rapat kali ini membahas struktur dan program kerja, selamat datang bagi anggota baru, anggap kita adalah keluarga, tidak ada perbedaan bagi senior dan junior tapi tetap yang muda menghormati yang tua, jangan sungkan untuk bertanya daripada keteteran, buat struktur bisa kak Aini catat di papan tulis sambil saya jelaskan program kerjanya."
Aini maju menulis struktur, karena ia adalah sekertaris tetap OSIS.
"Besok senin pelantikan, tahun ini setiap pengurus OSIS mendapatkan pin, untuk tanda pengenal dan kalian juga bisa mendapatkan bed di setiap event yang ada, siapa yang paling giat, siapa yang paling semangat nanti dan masih banyak lagi, bed itu bisa kalian pasang di lengan kiri. Buat program kerja nanti silahkan setiap seksi bidang untuk membuat program kerja dalam setahun sesuai dengan bidang yang kalian pegang, kalian bisa melihat program kerja tahun lalu, data datanya lengkap di lemari belakang, kalo sudah nanti kita ajukan ke pembina, ya walaupun semua keputusan ada di beliau beliau kita tetap harus mengusahakan yang terbaik, oh iya buat bidang kerohanian nanti setiap ada siswa atau siswi yang terkena bencana bisa kalian meminta dana sosial langsung dari siswa dan siswi, kalau kemarin kemarin kita mengambil dari kas OSIS dan sekarang kita meminta dansos dari murid, itu bisa menjadi sebuah amalan sedekah untuk mereka dan pastinya mengurangi pengeluaran kas karena rencana saya dan pembina akan mengundang bintang tamu untuk disnatalis tahun ini, saya sudah bilang ke pembina dan di setujui, untuk yang menarik tidak hanya bidang kerohanian tapi giliran dari pengurus OSIS tugas bidang kerohanian hanya memantau jalannya kegiatan, sampai sini ada yang ditanyakan?" Sindi membuka sesi tanya jawab, dari pojok belakang ada yang mengangkat tangannya.
Sindi kaget, bukannya itu yang tadi mengagetkannya, setahunnya ia bukan pengurus OSIS.
"Oh iya silahkan." Mempersilahkan.
"Bukannya memberatkan bagi siswa siswi yang bahkan untuk jajan saja pas pasan." Pandangan Sindi terkunci di mata orang itu, sedetik kemudian mereka sama sama mengalihkan pandangan.
"Insyaallah tidak, kita tidak mematok banyaknya yang harus mereka sumbangkan, kita ambil seikhlasnya saja, nanti kita mematok banyaknya yang kita berika ke korban, jika uang lebih bisa di simpan jika kurang ambil dari kas atau simpanan dansos, ada yang mau di tanyakan lagi?." Semua menggeleng, terdengar bisik bisik dari para laki laki yang tengah senang mendengarnya.
"Sepertinya sangat senang bisa TP TP ya... apa lagi pada adek kelas hahaha... Semoga kalian tambah semangat jangan malah sibuk pacaran sendiri sendiri, oke kak Aini selesai mencatat kalian bisa bergabung pada bidangnya masing masing, saling mengenal dan di cicil buat program kerjanya, masih ada waktu 20 menit sebelum rapat berakhir."
Sindi duduk bergabung dengan tim inti yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekertaris satu dan dua juga bendahara satu dan dua, mereka membicarakan tentang latihan upacara dan pelantikan besok senin sedangkan ini sudah hari sabtu.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..." Sindi keluar menemui Chika.
"Kenapa Chik?"
"Kata bu Ayu upacara besok senin yang hendel anak pasus dulu OSIS fokus ke pelantikan." Upacara adalah tanggung jawab OSIS yang di pegang oleh bidang upacara, petugas upacara dari kelas kelas yang sudah di tunjuk seminggu sebelumnya.
"Ouh gitu, oke lah satu beban tuntas, eh besok pasus latihan upacara?"
"Iya"
"Bilang yang lain ya OSIS sekalian ikut latihan pelantikan."
"Oke gampang itu kan pelantikannya di tengah tengah upacara jadi sekalian, ya udah gue ke bawah dulu, gue tunggu di depan TU."
"Oke ini mau gue tutup rapatnya."
Sindi kembali masuk.
"Aini udah di tutup aja rapatnya titip bilang besok pagi latihan upacara pelantikan jam 8 pakaian bebas sopan udah gitu aja." Yang bertugas membuka dan menutup rapat adalah sekertaris nanti bilang ada event yang menyampaikan materi adalah ketua panitianya.
Semua orang menunggu giliran keluar dari ruang rapat hingga tersisa Sindi, Aini, Dinda dan seorang yang duduk di pojok memainkan kunci motor, Sindi berjalan kebelakang menuju ke lemari dokumen menaruh selebaran selebaran yang berisi data data anggota OSIS baru.
"Sindi gue sama Dinda pamit dulu ya ada kerkom." Ucap Aini setelah membereskan bukunya.
"Yoi hati hati." Sindi masih sibuk mengurutkan selebaran yang ada di tangannya.
"Maaf nggak bisa nunggu." Ucap Dinda.
"Sans Din." Mereka berdua meninggalkan ruangan.
"Ekhem.."
"Astagfirullah... " Sindi kaget mendengar sebuah deheman, ia pikir itu adalah penghuni ruangan ini.
"Ekhem.." suara deheman lagi, Sindi tidak berani berbalik.
"Mau pulang kagak." Mendengar itu Sindi langsung berbalik.
"Astaga... gue kira siapa... ngapain lu disini, pulang gih."
"Nunggu lu udah cepet taruh tu berkas." Orang itu berdiri dari duduknya lalu mendekati Sindi dan duduk di atas meja depan Sindi berdiri.
Tak mau berdebat Sindi memilih melanjutkan pekerjaannya.
"Oh jadi lu Dava yang mengajukan diri ke bu Ayu..." Sindi melihat selebaran yang ada foto dan bertuliskan data diri orang yang saat ini duduk di belakangnya.
"Apa motivasi lu buat gabung ke OSIS? Kenapa nggak dari kelas 1?" Tanya Sindi.
"Karena lu, gue baru tau lue setelah event class meeting kemarin dan gue tertarik sama lu." Ucap Dava santai.
"Apaan, jangan campurin urusan pribadi sama urusan organisasi! dan jangan berharap karena itu nggak mungkin, udah ah keluar kagak lu apa mau gue kunci di dalem." Sindi melangkah menuju pintu keluar di ikuti Dava.
"Gue pengen deket sama lu, pengen kenal lu lebih jauh."
"Aneh lu, kita bisa deket karena kita patner organisasi tapi kalo lebih jangan harap." Sindi mengunci pintu.
"Kita lihat aja nanti."
"Bodo amat nggak perduli gue yang penting lu udah gue ingetin jangan berharap lebih, gue pulang by." Sindi pergi meninggalkan Dava yang tersenyum miring ke arahnya.
{\_/}
( •.•)
/>❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!