NovelToon NovelToon

I'M Not A Savior

01| Perpindahan jiwa

...SELAMAT MEMBACA...

Femina Saeva adalah Ratu iblis yang mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk mengurus Diabolus, dunia para iblis. Akan tetapi, apa yang ia dapat setelah semuanya? Pengkhianatan.

Iblis selalu digambarkan sebagai ras dari segala niat buruk. Tidak sangka keserakahan kaumnya akan menghancurkan Femina sampai seperti ini. Ras iblis adalah yang terkuat dari segala ras di dunia oleh karena itu tidak menutup kemungkinan bahwa mereka berkeinginan menguasai seluruh benua, tapi selama Femina masih memimpin Diabolus, itu tidak akan terjadi.

Femina sudah hidup selama 1500 tahun dan menyaksikan perang sejak kecil. Para leluhurnya terus memberi kekacauan pada dunia luar, seperti menciptakan banyak monster, memerintah bawahan terkuat untuk menjarah wilayah dan sebagainya. Femina selalu berpikir untuk apa semua itu? Bukankah mereka sudah memiliki banyak hal dan hidup damai saja selain itu, Femina berharap bisa menjalin hubungan baik dengan ras lain, tapi setiap kali orang tahu bahwa Femina seorang iblis, mereka langsung memandang penuh kebencian. Maka dari itu, Femina memutuskan saat jadi penguasa selanjutnya, tidak ada lagi kekacauan yang diberikan dari ras iblis dan akan menjalin hubungan baik dengan seluruh ras.

Apa itu pemikiran naif bagi Ratu Iblis? Ya, maka dari itu pengkhianatan terjadi. Adik angkatnya, Algrus memimpin kudeta karena Femina menolak untuk menurunkan perintah menundukkan semua ras di bawah kaki ras iblis. Ditemani para rekan yang amat Femina percayai, Algrus dengan berani membenamkan pedang kuno leluhur iblis untuk membuatnya tidur abadi.

"Sial! Padahal aku menyelamatkannya dari amukan manusia yang hendak membakarnya hidup-hidup lalu aku membesarkannya penuh kasih sayang karena bagiku hanya Algrus satu-satunya keluarga yang kumiliki." Femina membatin ketika rasa sakit menggerogoti seluruh tubuhnya.

“Seharusnya kamu lebih serakah, Kakak. Jika kamu tidak mau melakukannya, biarkan kami yang menundukkan semua ras di bawah kakimu. Selama itu, tidurlah dulu untuk waktu yang lama.” Algrus berujar penuh penekanan.

Napas Femina tercekat di kerongkongan ketika Algrus mencabut kasar pedang dari dada kirinya. Femina limbung, terkapar tak berdaya bersama darah yang terus meleleh dari celah besar di dada kiri. Dari genangan darah itu ia bisa melihat para bawahan di belakang Algrus menyaksikan detik-detik hembusan napas terakhirnya.

Jika aku dibuat tidur abadi disini, berapa besar kekacauan yang akan mereka ciptakan? Tidak! Aku tidak akan membiarkan itu makanya dengan kekuatan terakhir, kugunakan itu untuk memisahkan jiwaku dari raga lalu pergi untuk mencari tubuh baru tanpa satu pun yang menyadari.

Oleh karena itu, kini Femina mendiami tubuh anak bernama Seana Salvatrice. Gadis berusia 12 tahun yang merupakan anak bungsu kaisar, latar belakang yang menakjubkan. Seharusnya Femina bangga tapi kenyataannya ia hanya seorang aib bagi keluarga kekaisaran karena lahir dari hubungan gelap kaisar bersama wanita penghibur yang tak jelas asal usulnya.

Pemilik tubuh sebelumnya bunuh diri dengan menggores nadi di pergelangan tangan. Keputusasaannya menarik jiwa Femina secara paksa. Karena dianggap aib dan tidak diberkati kehebatan seperti saudara lainnya, Seana hidup di kediaman tua jauh dari istana utama keluarga kekaisaran.

Apa yang harus kulakukan? Saat ini kekuatanku belum pulih, bisa dibilang nyaris hilang. Ditambah penampilan anak ini menyedihkan. Rambut perak panjang yang tergerai amat lengket dan kusut, tubuh kurus nyaris tulang dan kulit saja, sepasang mata biru cekung tanpa gairah hidup, bibir pucat yang pecah-pecah, lalu wajah tirus yang tampak begitu lelah dengan kehidupan.

“Hei, anak haram!”

Seana menoleh ketika pintu kamar kumuh dibuka kasar tanpa diketuk dan seorang wanita muda masuk sambil melempari wajahnya dengan gumpalan besar pakaian kotor dan bau. Tubuh lemahnya langsung tersungkur di lantai kasar berdebu sementara pakaian tadi telah berserakan.

“Cepat keluar dan cuci pakaian! Jangan lupa kamu juga harus membersihkan kediaman jelek ini!”

“Tidak mau. Itu, kan tugasmu.”

Jawaban Seana berhasil mengejutkannya. Anak itu sebelumnya hanya menurut dalam diam, tapi Femina tidak tahu apakah akan diam setelah pelayan tidak tahu diri ini menarik kerah gaun tidur lusuhnya lalu mendaratkan satu tamparan keras sebelum akhirnya mendorong ia hingga nyaris membentur meja bundar kayu yang di atasnya terdapat ketel dan gelas tembikar retak.

“Beraninya beban sepertimu tidak mendengarkanku. Apa kamu jadi gila pada akhirnya?”

Pelayan itu tersenyum sarkas. Hah, ini membuat Seana kesal setengah mati jadi tanpa banyak bicara lagi ia ambil gelas tembikar dan menghantamkannya ke kepala pelayan. Pelipis pelayan itu sobek dan mengucurkan darah hingga melewati mata, berakhir menetes dari ujung dagu.

Sekarang Seana yang mengangkat kepala lebih tinggi dan menatap sarkas saat pelayan bersimpuh di lantai sambil mengeluhkan rasa sakit. Sungguh, Seana tidak bisa menahan seringai lalu tertawa senang dan tentu saja reaksi tiba-tiba itu membuat pelayan gemetar ketakutan. Pupil si pelayan yang semula membesar saat memerintah kini mengecil karena rasa ngeri yang Seana tunjukkan.

“Apa yang terjad—“

Muncul wajah asing lagi, tapi mengingat bahwa jiwa Seana meninggalkan kenangannya di dalam kepala, Femina jadi tahu siapa pria lanjut usia berseragam pelayan. Dia adalah Douglas, kepala pelayan di kediaman tua ini.

“Hei, kamu.”

Seana menunjuk Douglas dengan sisa serpihan gelas di tangan sembari mengulum senyum melihat pelayan muda tadi masih merintih karena pelipisnya memiliki sobekan cukup dalam dan panjang. “Jika sekali lagi aku mendapat perlakuan seperti ini, semua orang di kediaman ini akan berakhir lebih buruk.”

Douglas bergidik ngeri dan berpikir mungkin Seana sudah hilang kewarasan. Tapi saat kesadarannya sudah terkumpul, Douglas memanggil pelayan lain untuk membawa wanita kurang ajar di hadapan Seana agar segera menerima perawatan.

“Apa yang harus saya lakukan, Nona muda?” Douglas bertanya sambil menundukkan kepala.

“Aku adalah majikanmu maka perlakukan aku demikian. Lalu, aku ingin kamu mendisiplinkan semua pekerja di kediaman ini. Jika mereka masih membangkang setelah kamu disiplinkan, biar aku yang mengajari mereka.”

Dahi Douglas memunculkan peluh sebesar biji jagung. Ini karena Femina memaksakan diri untuk mengeluarkan energi tekanan penguasa iblis, tapi ia yakin hanya dengan segini, manusia biasa seperti Douglas jadi sulit bernapas.

“S-sesuai perintahmu, Nona muda.”

Setelah insiden pagi itu, Seana keluar dari kamar dan berjalan menyusuri kediaman. Semua pelayan sibuk membersihkan bagian dalam kediaman lalu para tukang kebun memangkas seluruh tanaman liar dan merapikan taman yang tadinya seperti ladang semak belukar raksasa. Mereka pasti makan banyak gaji buta karena merawat putri tak berguna seperti Seana.

Douglas bekerja cukup baik, tapi sepertinya tidak semua orang mendengarkannya karena sekarang seorang kesatria yang bertugas menjaga kediaman ini datang pada Seana tanpa menunjukkan rasa hormat bahkan yang paling menyebalkan mata mengantuknya seolah menghina Seana.

“Apa kamu melukai pelayan pagi ini? Jangan berpikir hanya karena itu kami akan tunduk dan takut padamu. Kami tidak akan melayani aib sepertimu.”

Ya ampun, kini muncul beberapa pekerja di belakang kesatria itu termasuk korban Seana tadi pagi, kepalanya diperban begitu tebal seolah itu luka yang hampir membelah separuh kepala.

Jadi, bagaimana lagi aku mengajari seorang bawahan yang membangkang pada majikannya? Aku sangat berdebar.

...BERSAMBUNG ......

02| Dipanggil Kaisar

...SELAMAT MEMBACA...

“Jadi, bagaimana lagi aku mengajari seorang bawahan yang membangkang pada majikannya? Aku sangat berdebar.”

Seana diam sambil menyentuh dagu, berpikir keras bagaimana cara membalikkan keadaan lalu dalam sekedip mata birunya menangkap pedang tersampir di pinggang kesatria. Mengetahui apa yang selanjutnya akan ia lakukan, Seana tersenyum angkuh pada si kesatria, ia tidak akan melakukan sesuatu sebelum diserang lebih dulu.

“Aku hanya memberi hukuman terhadap bawahan yang bersikap kurang ajar pada majikannya. Mau kamu mengatakan aku aib, pada kenyataannya kamu sudah melayaniku sejak kaisar memerintahkanmu berada disini.”

Kesatria tersentak, perkataan itu benar tapi harga dirinya sebagai kesatria tercoreng karena harus melayani keturunan yang dibuang. Melihat betapa angkuhnya Seana membuat si Kesatria mendorong Seana hingga terjerembab lalu tanpa rasa kemanusiaan menaruh kaki di atas tangan kurus Seana.

“Lihatlah, kamu saja tidak bisa melawan. Jika kamu masih mau hidup maka bersikaplah seperti sebelumnya, patuh dan berlagak seperti budak!”

Kesatria itu lantas tergelak panjang disusul kekehan kecil pendukung di balik punggungnya. Di sisi lain, Douglas yang melihat pemandangan tersebut bergegas untuk menyelamatkan sang nona dari penindasan namun belum sempat buka suara untuk menegur si kesatria, darah bersimbur dari kepala kesatria yang terpisah dari tubuh.

Dalam sekejap, Seana menarik pedang di pinggang kesatria dan menebas tanpa keraguan setelah itu ubin mengilap menjadi kotor oleh darah disusul pekikan para penghuni kediaman. Seana berdiri masih dengan pedang berlumur darah di tangannya lalu menoleh ke arah Douglas.

“Tangkap orang-orang yang mendukung tindakan kesatria ini, aku akan mendisiplinkan mereka.” Seana memberi perintah.

Douglas membeku, sekujur tubuhnya merasakan kengerian luar biasa pada sosok Seana.

“Mohon ampuni kami, Nona!”

“Kami bersumpah tidak akan mengulangi hal yang sama!”

“Kami berjanji untuk melayani Anda bahkan jika nyawa bayarannya!”

Orang-orang di belakang kesatria tadi langsung bersimpuh, menyembah pengampunan. Seana menutup mulut dengan sebelah tangan demi menyembunyikan senyum penuh kemenangan lalu saat Douglas mendekat dan hendak memberi perintah penangkapan, Seana mengangkat telapak tangan sebagai tanda berhenti.

“Biarkan mereka kembali bekerja, Douglas. Lebih baik bereskan jasad pembangkang itu."

...***...

Kabar tentang Seana yang membunuh kesatria telah menyebar di seluruh istana kekaisaran, namun banyak orang tidak percaya hal tersebut kecuali kakak-kakaknya yang memang melihat jasad si kesatria dengan kepala dan tubuh terpisah diangkut.

“Apa? Yang Mulia ingin aku menemuinya?”

Ini sudah tiga hari berlalu sejak menjadi putri bungsu kaisar lalu tiba-tiba ajudan dari istana utama datang untuk menyampaikan perintah kaisar. Seana tidak terlalu terkejut jika semua orang tahu kegilaannya beberapa hari lalu tapi, tidak disangka itu mencuri perhatian seorang ayah yang bahkan tak menganggap keberadaannya.

“Benar, Putri. Maka dari itu, Saya datang untuk menjemput Anda.”

Sekarang, Seana sudah berada di ruang takhta. Ruang itu pencahayaannya hanya berasal dari atap kerucut yang tersumpal kaca jadi ruangan cukup gelap karena pencahayaan yang minim. Namun bukan itu yang menarik perhatian, melainkan sisi kanan kiri jalan setapak menuju singgasana diisi oleh anak-anak tertua kaisar, mereka adalah orang-orang terkuat yang memiliki kemampuan hebat dan telah diakui langsung oleh kaisar.

“Apa benar kamu mengeksekusi mati seorang kesatria yang kupercayakan untuk menjagamu?”

Suara berat bergaung dalam ruangan. Energi membunuh amat besar membuat napas Seana tercekat di kerongkongan namun, jika terjatuh sekarang karena memanjakan tubuh lemahnya maka pria paruh baya bertubuh besar penuh luka itu akan meremehkannya lagi.

“Ya, saya melakukannya.” Seana menjawab dengan kepala terangkat lebih tinggi.

Hah!

Energi membunuh kaisar hilang dalam sekejap setelah melihat kilat penuh kebencian di mata putri bungsunya. Ini mengejutkan, sebelumnya tidak ada anak seusia itu yang berani menjawab sambil menatap matanya tapi Seana melakukannya bahkan berusaha bertahan dari energi membunuh yang dikerahkan pada tubuh ringkih yang bisa hancur kapan saja tersebut.

“Kenapa kamu melakukannya?”

“Sebelumnya seorang pelayan memperlakukan saya seperti budak, menyuruh saya membersihkan seluruh kediaman kemudian seorang kesatria datang dan menginjak tangan saya sambil memberi saran tentang bagaimana seharusnya saya hidup jika tidak ingin mati. Walaupun saya disebut sebagai aib keluarga kekaisaran, bagaimana pun juga saya seorang Zalmitic jadi saya hanya mempertahankan harga diri sebagai majikan mereka.”

Saudaranya tertegun, mata mereka membeliak melihat sorot mata Seana tak goyah saat membeberkan fakta tersebut dan tentu beberapa dari mereka menahan amarah setelah tahu bahwa kesatria dan pelayan disana memperlakukan keturunan Zalmitic demikian.

“Tapi kenapa kamu harus membunuhnya di tempat terbuka?” Kaisar menatap Seana begitu dingin.

Seana melebarkan mata sambil menunjukkan sedikit senyum. “Kenapa saya harus menahan diri lagi? Tidak ada cara lain untuk membuat mereka tunduk pada orang yang dianggap tidak berguna sebelumnya. Saya tidak mau direndahkan lebih jauh karena mulai sekarang saya akan hidup seperti yang saya inginkan.”

Eh?

Semua perhatian langsung terpusat ke Seana kemudian tak lama setelahnya kaisar berdiri dan membelakangi semua orang. “Kalau begitu kembalilah.”

Seana menunduk rendah dengan tangan kanan menyilang ke dada kiri. “Kalau begitu saya undur diri, Yang Mulia.”

Setelah kepergian Seana, tawa kaisar menggelegar dalam ruangan namun sebagian dari anak-anaknya merasa tidak senang dengan perubahan anak haram tersebut.

“Akan ada angin baru di Zalmitic,” batin Kaisar.

...***...

“Haah, rasanya aku mau mati.”

Seana sudah kembali ke kediaman dan disambut oleh pelayan dengan luka jahit di pelipis, namanya Frena, korban pertamanya.

“Apakah Yang Mulia memarahi Anda?”

Seana melirik Frena menuang teh earl grey dalam cangkir porselen di atas meja. “Tidak sama sekali tapi, aura permusuhan dari saudara lain membuatku sesak.”

“Anda harus berhati-hati. Walau penerus sudah dipilih, mereka semua saling bersaing di belakang kaisar karena tidak menutup kemungkinan penerus dipilih ulang berdasarkan kemampuan yang dimiliki.”

Seana menyesap teh sambil mendengarkan, ternyata Frena cukup pandai dan tahu banyak hal jadi Seana cukup senang karena tidak membunuh Frena saat itu.

“Siapa penerus yang telah dipilih saat ini?”

“Putri Zielda Hamiera, anak tertua kaisar.”

“Apa dia cukup hebat?”

Frena langsung menegapkan tubuh, matanya bahkan penuh semangat. “Sangat luar biasa! Putri mahkota bisa membelah gunung hanya dengan satu ayuban pedang dan tidak berhenti disitu, saya dengar beliau berhasil membunuh monster tingkat malapetaka!”

“Apa kamu tidak berlebihan?” Seana menatap Frena skeptis.

“Apa yang dikatakannya itu benar. Apa kamu mau melihatnya, Sayangku?”

Sekujur tubuh Seana meremang saat tiba-tiba muncul wanita berambut merah bak api dari jendela sayap yang terbuka lebar di sisinya.

Apa dia Zielda Hamiera? tapi kenapa dia muncul disini?!" 

Seana melotot sementara Zielda sudah masuk sambil menatap Seana dengan lapar.

...BERSAMBUNG ......

03| Sumpah Kesatria

...SELAMAT MEMBACA...

Zielda menatap lekat Seana dari atas kepala hingga kaki, padahal anak itu berusia 12 tahun namun tubuhnya terlihat pendek dan kecil, seperti anak usia delapa tahun. Mau dipikir berulangkali juga, Zielda masih terkejut bahwa tangan kecil yang bisa patah kapan saja itu mampu mengayunkan pedang untuk memenggal kepala seorang kesatria.

Sekujur tubuh Seana meremang melihat jumlah Mana Zielda. “Wanita ini kuat! Sial, apakah dia akan mencelakaiku karena berpikir aku ingin ikut dalam perebutan takhta?”

Melihat adik terkecilnya tampak tegang dan waspada membuat Zielda tertawa pelan lalu mencubit sepasang pipi tirus Seana. “Kalau kamu makan lebih banyak, pasti akan terlihat seperti buntalan kapas.”

Hah? Kenapa, sih, orang ini? Seana membatin.

“Omong-omong, kenapa adikku bisa sekurus ini? Kupikir uang yang diberikan untuk mengurusnya tidaklah sedikit.”

Zielda mendelik tajam ke arah Frena. Tidak langsung menjawab, Frena justru bersujud sampai kepala menempel kuat di lantai. “M-maafkan kelalaian kami dalam mengurus Nona Muda, Putri Mahkota!”

Tangan Zielda dalam posisi hendak memotong sesuatu dan diliputi aura biru pekat. Seana yakin Frena tidak akan berakhir baik jika ia hanya diam saja jadi Seana berdiri di depan kepala Frena sambil merentangkan tangan di hadapab Zielda. “Jangan menyakitinya. Aku sudah mengurus permasalahan secara internal maupun eksternal di kediamanku.”

“Oho~anak ini melindungi bawahan yang pernah mengkhianatinya?”

Seolah mengerti apa yang dipikirkan Zielda, Seana mengembuskan napas. “Dia masih memiliki nilai guna, jadi aku belum membunuhnya.”

“Lebih dari itu, kenapa kamu datang kemari?” lanjut Seana.

Zielda lantas tersenyum lalu menyodorkan sebuah belati bersepuh emas dengan permata ruby terbenam di bagian gagang. “Tindakan yang kamu ambil baru-baru ini telah memicu perhatian saudara lain dan Kakak baikmu ini berpikir mungkin kamu membutuhkan sesuatu untuk melindungi diri.”

“Kenapa? Bukankah sebelumnya kamu tidak pernah menyapa atau menemuiku? Apa sekarang kamu datang karena sudah melihat nilaiku?”

Sejak Seana lahir, Zielda-lah yang mengamankan anak itu dari tangan para bangsawan. Bukan tanpa alasan, Zielda merasa perlu melindungi Seana yang tidak memiliki siapapun di istana sama sepertinya. Jika bukan karena kemampuan dari usaha mati-matiannya untuk berada di puncak, mungkin Zielda tidak yakin masih hidup hingga saat ini karena dari sekian banyaknya kandidat, dialah yang paling diharapkan kejatuhannya.

Menyadari perubahan ekspresi Zielda membuat Seana mengembuskan napas lelah. Yah, mungkin ini karena dia terlalu sensitif setelah dikhianati sehingga tidak bisa melihat niat baik seseorang. Tapi ... bisakah dirinya mempercayai manusia?

“Terima kasih, Ka-kakak.”

Wajah Seana merah padam saat menyebut ‘kakak’ bayangkan saja seorang iblis berusia 1500 tahun berlagak seperti anak kecil pada manusia yang bisa dibilang masih berkulit merah. Sedangkan Zielda sudah merasa jantungnya akan meledak ketika dengan wajah malu-malu, Seana menyebutnya kakak.

“Ekhem! Kalau begitu jaga dirimu baik-baik.”

Setelah berkata demikian, Zielda berkelebat sementara Seana dikejutkan lagi dengan kehadiran Douglas yang datang membawa pesan dari kaisar.

“Maaf, Nona. Besok beberapa kesatria akan datang kemari dan Anda diminta untuk memilih salah satu dari mereka.”

...***...

Keesokan harinya, di halaman luas di kediaman Seana sudah berdiri sekumpulan kesatria. Mereka terlihat menjanjikan tapi banyak dari mereka enggan datang. Jika itu anak pertama hingga ke sebelas, mereka akan antusias karena dari 12 keturunan kaisar, hanya Seana-lah yang tidak diberkati berkat kekuatan sementara saudara lainnya memiliki afinitas mana unggul bahkan ada pula yang diberkati langsung oleh dewa. Seperti Zielda yang diberkati dewa perang yakni Tyr.

“Aku dengar Putri bungsu membunuh seorang kesatria. Apa kalian percaya itu?”

“Apa akhirnya kekuatannya bangkit?”

“Katanya dia dipanggil Yang Mulia kemarin.”

“Sungguh, aku tidak mau dipilih olehnya. Kamu tahu sendiri, kan, bahwa Putri bungsu bahkan tidak punya pendukung. Jika mengikutinya, kita hanya akan menjadi kesatria rendahan.”

Para kesatria terus mengoceh sampai akhirnya Seana keluar ditemani Frena dan Douglas. Bisikan tersebut raib bagai ditelan bumi dan mata mereka memutar malas melihat anak kecil kurus dan pendek muncul disana sebagai Putri bungsu kaisar.

Mata Seana bergerilya untuk mencari kesatria yang pas untuknya selama Douglas memberi salam pembuka pada para kandidat. Lalu, senyum Seana terulas saat melihat pemuda berkantung mata besar dan hitam seperti orang kurang tidur menatap bosan kerumunan di sekitar. Kalau saja penglihatan iblisnya tidak berfungsi, mungkin ia tidak akan bisa menemukan berlian ditumpukan serasah depan mata.

“Aku menginginkan pria itu.” Seana mengarahkan telunjuk padahal Douglas belum membuka tahap pemilihan.

Namun, detik berikutnya hanya tawa tertahan yang didapat Seana. Kesatria pilihannya berasal dari kalangan rakyat miskin dan masuk kemari dengan susah payah serta mengalami diskriminasi yang berlebihan. Maka dari itu, semua kandidat beranggapan bahwa Seana bodoh dalam pemilihan.

“Hei.”

Seana menghardik semua kesatria di depan mata, memancarkan energi membunuh hingga beberapa dari mereka terjatuh di tanah sambil memegang leher.

“Beraninya kalian bersikap kurang ajar di hadapanku!” Seana meninggikan suara.

Menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan besar, kata-kata penuh permohonan agar bisa bernapas leluasa terus terlontar dan akhirnya Seana menghentikan intimidasi tersebut dan meminta kesatria pilihan tersebut segera berdiri di hadapannya.

“Siapa namamu?” tanya Seana.

Pemuda itu bersimpuh dengan satu lutut tegap yang ditekuk, menghadap penuh hormat pada Seana.

“Choris Eleos, Anda bisa memanggil saya Eleos, Putri.”

Seana lantas mengangkat tangan, meminta Douglas menyerahkan pedang yang telah disiapkan untuk sumpah kesatria. Kini, Seana mengeluarkan pedang dari wadah, meletakkannya di sebelah bahu Eleos.

“Sir Choris Eleos, bersediakah kamu menjadi Kesatriaku?”

Sambil menunduk dan meletakkan tangan kanan pada dada kiri, Eleos menjawab, “Saya adalah senjata sekaligus perisai yang akan menahan segala bahaya yang mengancam nyawa Anda. Tidak akan ada satupun dari mereka mampu melewati saya karena dengan daging, darah, keringat, emosi dan nyawa saya sendiri, saya akan menghancurkan mereka. Dengan ini, Saya Choris Eleos akan mempertaruhkan segalanya untuk melindungi Anda, Yang Mulia Putri Seana Salvatrice, Keturunan ke 12 Sang Matahari Kekaisaran Zalmitic.”

Sumpah yang dilontarkan Eleos membuat bulu kuduk semua orang tanpa terkecuali Seana bergidik ngeri dan kagum. Bagaimana bisa kesatria ini langsung memancarkan kengerian yang pekat setelah terpilih, namun Seana tidak mau memikirkannya lebih jauh karena setidaknya ia memiliki sebuah senjata terkuat untuk menghadapi orang-orang yang hendak menyentuhnya sebelum menjadi lebih gila.

Seana lantas mencetak seringai mengerikan yang seharusnya tidak pantas terpatri di wajah anak-anaknya. “Kalau begitu ikutlah denganku, Sir Eleos.”

Seana menyarungkan kembali pedang lalu melirik Douglas untuk menutup acara pemilihan. Eleos sendiri mengusap tengkuk sambil menatap punggung mungil Seana yang jalan lebih dulu di depan, entah mau dibawa kemana dia.

Sejujurnya, Eleos tidak berharap tinggi bisa dipilih karena ia hanyalah kesatria dari kelas rendah karena seharusnya kesatria berasal dari keluarga bangsawan. Ini berkat kemampuan dan pengalamannya sebagai pembunuh bayaran sejak kecil sehingga bisa masuk karena memiliki kemampuan unggul dari kesatria pemula lainnya.

“Baiklah, Sir Eleos. Mulai hari ini kamu harus menjaga keamananku di dalam ruangan ini. Apapun yang kamu lihat nantinya cukup dipendam saja.”

Sekujur tubuh Eleos menegang saat mereka telah masuk ke ruang hampa nan gelap, hanya ada cahaya temaram dari nyala api obor yang tersemat di dinding lalu nona mudanya itu berujar penuh penekanan sambil meletakkan telunjuk di depan bibir, menyeringai seperti sosok iblis.

...BERSAMBUNG ......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!