Praankk
"Dasar,sialan kali ini dia benar-benar membuat ku malu."
Senyap.Beberapa kali Baron mengusap tengkuk lehernya demi mengurai rasa kesal yang kini menjalari dirinya.
"Ada apa ini pak?" Tanya Maria istri Baron yang muncul dari arah belakang.
Mata Maria terbelalak melihat kamar yang sudah acak-acakkan.
"Dimana, dimana kamu simpan berkas-berkas itu?" Tanya Baron menatap tajam kearah istrinya.
"Jangan berpura-pura tidak mengetahuinya, kamu sudah tahu yang ku maksud."
"Bukankah sudah kukatakan aku tidak mengetahuinya bahkan aku tidak menyimpannya."
Maria berusaha menjelaskan kepada suaminya .
"Bohong!" Baron mengepalkan tangannya rahangnya mengeras menahan marah yang sejak tadi dia simpan.
"Kalau aku bohong kamu geledah saja rumah ini tentu kamu tahu di mana aku menyimpanya."
jawab Maria menantang suaminya.
Maria tahu jika suaminya adalah orang yang gila judi menginginkan berkas itu untuk di salah gunakan.
"Dimana anak sialan itu?" Baron mencengkram tangan istrinya matanya yang merah menandakan dia sedang marah besar.
Alya yang sejak tadi di dalam kamar tersentak kaget karena mendengarkan Baron sejak tadi marah -marah bahkan mengatakan dirinya anak sialan .umpatan demi umpatan yang keluar dari mulut Baron membuatnya takut.
"Aaargh..lepaskan."
Bugh..
Baron menghempaskan Maria keranjang dengan kasar.
"Jika kamu masih bungkam aku tahu bagaimana caranya agar kau bicara!"
Baron menatap sinis ke arah Maria.
Baron mengeluarkan ponsel nya memencet beberapa kali nomor hingga teleponnya tersambung.
"Halo,Bondan katakan dengan bos Marco,malam ini aku akan datang sesuai dengan pesanan"
Bondan pun berlalu pergi meninggalkan rumahnya seiring bunyi mesin sepeda motor yang digunakannya .
**
**
Alya perlahan membuka pintu kamarnya memastikan bahwa bapak nya sudah pergi meninggalkan rumah .
Perlahan kakinya berjalan melangkah mendekati kamar orang tua nya, di sana dia melihat ibunya sedang menangis .
"Bu..," Alya mendekati ibunya .
"Ibu baik -baik saja?"
"Katakan bu, apa yang sebenarnya ibu sembunyikan dari Alya.? Alya bertanya dengan nada lirih .
"Alya ,mungkin sudah waktu nya kamu tahu" Maria menjeda ucapanya menatap nanar ke Alya.
Maria berjalan ke arah lemari pakain.Tangan nya sibuk mencari di laci lemari.setelah mendapatkan apa yang dia cari , dia pun menghampiri Alya .
"Alya pergilah, Bawa ini bersama mu karena kamu akan tahu jawabannya nanti."
Maria memberikan kotak kecil seukuran kotak perhiasan cincin.
Alya menerima pemberian ibunya menatap kotak itu dengan seksama.
"Apa ini bu,?"
Alya yang tidak mengerti maksud ibunya mencoba bertanya mencari tahu .
"Pergilah nak, bawa kotak itu sebagai tanda bukti , siapa dirimu?"
"Ibu tidak bisa menjelaskan ,apapun kepadamu."
"Dan , tidak bisa melindungimu selamanya."
Ucapan ibu Maria tersendat -sendat diiringi tangis yang memilukan .
Alya membeku mendengarkan ucapan ibu nya. Mencoba mencerna perkataan ibunya seolah dia adalah beban bagi ibunya.
Sejenak Alya berpikir kemana dia akan membawa badan ini pergi tidak ada tempat yang akan dituju.
Alya memberanikan diri menghampiri ibunya yang sejak tadi menangis. Dia duduk di samping ibunya yang duduk di tepi ranjang.
"Kemana Alya, harus pergi bu?"
"Alya, ingin bersama ibu."
Tangan Alya dilingkarkan ke pinggang ibunya, kepalanya bersandar di punggung ibu Maria yang duduk membelakangi Alya.
Sejenak Maria merasakan kedamaian merasakan kehangatan pelukan Alya.
Tatapannya jauh melayang mengingat kejadian dua puluh tahun yang lalu.
**
**
Maria mengingat dua puluh tahun yang lalu . Dimana dia dan suaminya Bondan bekerja dengan orang kaya yang baik hati . Kemanapun majikannya berlibur akhir pekan mengajaknya jalan-jalan.
Hingga hari naas itu tiba dimana, kejadian insiden kecelakaan mobil yang ditumpangi orang tua Alya mengalami rem nya blong .
Mobil yang ditumpangi orang tua Alya menabrak pembatas jalan hingga mengalami kecelakaan yang tak terduga.
Anita ibu nya Alya berusaha sekuat tenaga meraih tangan Maria yang sedang menggendong Alya kecil balita berusia dua tahun itu.
"Bi,Maria tolong jaga Alya baik-baik ya,aku titip Alya."
" Tolong berikan ini untuk Alya."
Terdengar suara serak menahan sakit Anita mengulurkan tangan nya kebelakang.
Matanya terasa gelap bahkan tidak bisa menggerakkan badannya perlahan matanya tertutup.
Perlahan hilang kesadaran dengan nafas tersengal.
"Bu,bangun bu.."
Beberapa kali Maria mencoba menggerak - gerak kan tubuh Anita berharap masih ada harapan majikanya masih hidup.
Dengan tangan terkulai masih menggenggam kotak kecil.
Tak lama bantuan pun berdatangan dari mulai polisi yang sibuk olah TKP, dan awak media yang mencari informasi.
**
**
"Di mana Alya"
Maria mendongakkan kepalanya terdengar suara nyonya besar mencari cucu nya.
"Di ruang perawatan Oma"
jawab Maria dengan suara serak.
"Bagaimana, keadaan Bram dan Anita.?" Tanya oma Yana kepada seluruh keluarga besar yang sedang berkumpul.
Hening.tidak ada jawaban semua orang terdiam membeku.semua orang sibuk dengan pemikiran nya masing-masing.
"Kenapa diam.?"
"Jawab!" Bentak oma Yana.
Oma Yana menatap kerabat nya
Mereka semua hanya bisa menangis.
Perlahan oma Yana berjalan mendekati Anton.
"Katakan, Anton apa yang terjadi.?" Terdengar suara tegas dari oma Yana.
Anton orang kepercayaan keluarga Sudirja dia sudah bertahun-tahun bekerja di keluarga ini dari masalah yang kecil hingga masalah yang rumit ia mampu mengatasinya.
Anton hanya bergeming ingin menjawab pertanyaan nyonya besar lidah nya terasa kelu.
"Keluarga Alya Pitaloka"
Seorang perawat yang berseragam serba putih muncul dari ruang perawatan poli anak.
"Saya, saya oma nya suster"
Oma Yana mempercepat langkah kakinya mendekati perawat sedang berdiri di depan pintu ruang perawatan anak.
"Bagaimana, keadaan cucu saya suster?"
"Pasien bernama Alya Pitaloka hanya
mengalami luka ringan ibu."
Suster itu memberi penjelasan bahwa Alya baik -baik saja.
" Lalu bagaimana dengan anak dan menantu saya suster." Oma Yana menanyakan keadaan Bram dan Anita.
"Mereka ada di ruangan ICU bu "
Suster itu memberikan jawaban sembari menunjuk ruangan yang dimaksud.
Dengan langkah pelan oma Yana melangkahkan kakinya di iringi Anton dan beberapa orang di belakangnya. Tatapan pilu melihat anak dan menantu berbaring di tempat tidur, dengan peralatan medis di tempel di dada dan dan pernapasan dibantu oksigen.
Senyap.hanya terdengar isak tangis di lorong rumah sakit.
Tak beberapa lama berjalan dokter dan tim medis menuju ruangan dimana Bram dan Anita di rawat
Semua mata tertuju ke arah ruangan tersebut .
"Apakah sudah ada hasil dari penyelidikan polisi Anton" oma Yana bertanya kepada Anton yang duduk di seberangnya.
"Belum, oma." Jawab Anton
"Jika sudah keluar , berikan hasilnya kepadaku." Ucap oma Yana menatap tajam ke arah Anton.
"Baik, oma." Jawab Anton mengangguk kan kepala.
Tak beberapa lama menunggu akhirnya keluarlah dokter yang masuk ke ruangan tersebut .
Oma Yana melihat itu bangkit dari duduknya berjalan menghampiri .
"Apakah pasien, sudah sadar dokter?"
Oma bertanya kepada dokter Arkand. Dokter Arkand adalah orang kepercayaan keluarga Sudirja untuk merawat keluarganya.
"Maafkan aku, oma." Dokter Arkand menatap lesu ke arah oma Yana.
"Bram dan Anita tidak bisa melewati masa kritis, akibat benturan di kepala , dan banyak kehilangan darah dia …." Dokter Arkand tidak bisa melanjutkan perkataannya.
Mendengar perkataan dokter Arkand oma Yana langsung merasakan seluruh tubuhnya tidak bertulang jatuh pingsan.
Anton menangkap tubuh oma Yana dibantu beberapa ajudan langsung membawanya ke ruangan perawatan.
Di depan rumah yang mewah dan megah di desain bak istana itu dipenuhi mobil pelayat yang datang dari tetangga, keluarga , kerabat dekat dan rekan- rekan bisnis keluarga Sudirja Corporation.
Kabar meninggal nya keluarga Sudirja menyebar dengan cepat.
"Pastikan penjagaan yang ketat dan jangan sampai awak media meliput ."
Anton memberikan perintah kepada anak buahnya, beberapa orang yang diperintahkan menganggukkan kepala tanda mengerti.
Setelah pemakaman Bram dan Anita semua pelayat meninggalkan tempat tersebut satu persatu berpamitan dengan oma Yana .
Oma Yana mematung memandangi dua onggokan tanah merah yang diatas ya bertaburkan bunga.
Terdengar tangisan Alya kecil meronta di gendongan Maria, yang ikut ke pemakaman orang tuanya.
"Ayo , kita pulang ma, biarkan Bram dan Anita beristirahat dengan tenang." Burhan membujuk ibunya yang masih berdiri di onggokan tanah kuburan Bram dan Anita.
Burhan adalah kakaknya Bram dia anak angkat di keluarga Sudirja.
"Kasihan Alya ma." Burhan masih membujuk ibunya.
Akhirnya oma Yana luluh juga melihat Alya yang menangis.
Beranjak pergi meninggalkan pemakaman di iringi mobil pengawal di belakangnya.
***
***
Kematian Bram dan Anita membuat oma Yana tidak bisa memejamkan mata. Membuka album photo dimana Bram yang masih kecil berpose sangat manja di gendongan Yana.
Tatapan Yana jauh melayang bayangan dimana dia menikah dengan Angga Wijaya Sudirja.
Di perjalanan pulang bulan madu dari puncak , disaat mobil berhenti di lampu merah tatapan Yana tertuju dengan bocah yang menangis dibawah tiang lampu merah .
"Mas, aku turun ya.." Tangan Yana menunjuk ke arah bocah menangis itu.
"Hati -hati sayang" Angga menganggukkan kepala tanda setuju kepada istrinya.
Yana membawa masuk ke dalam mobil anak tersebut . Mobil melaju membelah keramaian kota.
" Kita, berhenti disini mas." Tangan Yana menunjuk ke arah taman kota.
Mobil pun menepi di parkiran taman kota.Setelah memastikan aman dan menutup dan mengunci pintu mobil.Mereka berjalan mendekati penjual makanan .
Yana memesan beberapa makanan.Tak lama menunggu makanan pun tersaji di hadapannya.
Dengan lahap bocah itu memakan makanan yang di depannya. Yana memandangi anak itu memindai dari atas sampai kebawah, tubuh yang dekil dan compang camping benar - benar tidak terurus.
" Tante antar pulang, ya" Tawar Yana ke bocah itu.
Anak itu hanya menggelengkan kepala.
"Kenapa.?" Tanya Yana lagi.
"Takut tante, takut di pukuli." Jawab bocah itu.
Jauh di lubuk hati Yana sangat kasihan melihat bocah itu. Sedang dia sendiri sangat mendambakan seorang anak dari hasil pernikahannya dengan Angga Wijaya Sudirja.
Setelah mempertimbangkan Yana dan Angga Wijaya Sudirja ia memutuskan mengadopsi anak tersebut dan memberikan nama Burhan.
Hingga lengkap sudah kebahagian Yana dia juga dikaruniai seorang anak laki-laki.
**
**
Gubrakk….
Terdengar dari kejauhan seseorang sedang membanting pintu.
Oma Yana terperanjat suara keras dari luar mengejutkannya dari lamunan nya.
"Siapa malam - malam begini yang masih belum tidur."
Dia melirik jam dinding tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 02.30 . Bergegas dia bangun dari tempat tidurnya. Meraih gelas untuk minum, akan tetapi gelas di sana hanya berisi seperempat air. Akhirnya oma Yana berjalan menuju dapur.
Langkah nya pun terhenti di saat dia melewati ruang kerja Burhan. Samar-samar terdengar seseorang sedang berbicara.
"Dasar bodoh, kenapa tidak kau lenyapkan sekalian anak itu."
"Dia akan menjadi penghalang ku untuk kedepan nya tolol..!" Burhan berkata dengan nada kesal emosinya meledak-ledak.
" Nyonya," suara Anton lirih
Dia memberi isyarat kepada oma Yana agar tidak bersuara. Lalu berjalan menuju sebuah ruang baca yang dimana biasa mereka membicarakan hal- hal penting.
"Apa.?"
Oma Yana terperangah setelah Anton menceritakan hasil penyelidikan dari kantor polisi bahwa kematian Bram dan Anita adalah kecelakaan rekayasa karena rem blongnya sengaja di putus agar tidak berfungsi. Disini dia menarik kesimpulan bahwa pelakunya adalah orang dalam.
Beberapa kali Anton memergoki Burhan berbicara dengan orang yang tak ia kenal.
Hancur sudah berkeping - keping hati Yana setelah tahu bahwa pelakunya adalah Burhan anak angkat dia besarkan selama ini. Karena belum ada bukti maka polisi tidak bisa menangkapnya.
Anton memberikan saran kepada oma Yana agar menjauhkan Alya dari rumah ini karena tidak aman .
"Jaga dia baik-baik, Maria."
" Dan ini, berikan kepada pak Paris hutapea" oma Yana memberikan tas hitam yang berisi surat -surat penting.
Dengan bercucuran air mata Oma Yana melepaskan kepergian cucunya. Karena pewaris Sudirja harus ia selamatkan dari orang - orang selalu ingin mencelakainya.
***
***
" Apakah kau masih ingin bungkam!"
Dengan nada kesal Baron berkata.
Baron yang sudah berdiri di depan pintu kamar mengejutkan Alya dan Maria seketika mereka menoleh ke arah sumber suara tersebut.
"Pergilah ke kamar mu Alya." Titah Maria menatap ke arah Alya.
Alya pun menuruti perintah ibunya.
"Bukankah sudah ku katakan mas, aku tidak memegang berkas-berkas yang kau pinta, geledah lah rumah ini dimana menurutmu aku menyimpannya." Maria berkata dengan suaminya dengan nada yakin.
" Hah..percuma, bicara dengan mu." Baron berdecak kesal.
"Kau masih mau melindungi anak itu kan!"
"Baiklah kau akan menyesal telah melindunginya selama ini"
"Iya, karena dia amanah bagiku mas,?" Maria menjawab perkataan suaminya dengan nada sinis.
" Kejutan …" aku pulang.."
" Bapak , ibu.." terdengar suara memanggil dari arah luar .
"Itu kan , Puspa" Baron beranjak pergi meninggalkan Maria di kamarnya.
"Wah…anak kesayangan bapak pulang" Baron merentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan putrinya.
Puspa berlari menghambur ke arah Baron dan membenamkan dirinya ke dalam pelukkan bapaknya.
"Kangen.." lirih puspa dalam pelukan bapaknya.
"Kenapa , tidak memberitahu bapak kalau mau pulang." Baron mengusap pucuk kepala putrinya.
" Kalau dikasih tahu nama nya bukan kejutan dong…" puspa mengerucutkan bibirnya.
"Dimana, ibu pak.?" Puspa melepaskan pelukan nya dan menanyakan keberadaan Maria.
Tak lama keluar Maria dari kamarnya setelah menghapus air matanya dia menetralkan napasnya. Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya ke
udara.
"Ibu.."
Puspa menghampiri ibunya yang sudah berdiri tak jauh dari nya dan memeluknya.
" Baron …Baron…"
" keluar kau!"
Terdengar suara teriakan dari luar rumah memanggil .
Baron pun keluar menuju ke arah suara, di mana di sana sudah berdiri empat orang berbadan tegap dan wajah yang sangar menatap Baron dengan tatapan buas .
"Bondan" lirih Baron
"Iya, aku mana janji mu akan melunasi hutang - hutang mu"
Bondan membentak Baron yang berdiri di ambang pintu rumahnya.
Bondan dan antek - anteknya adalah orang suruhan bos Marco untuk menagih janji bahwa hari ini dia akan melunasi hutangnya.
"Tunggu, tunggu disini."
Baron berjalan menuju masuk ke dalam rumah.
Tak lama Baron keluar tanganya mencengkeram lengan Alya.
"Lepaskan, pak "
Alya menangis ketakutan memohon untuk dilepaskan.
"Ini , ini sesuai janji ku "
"Katakan,dengan bos Marco aku menagih balik janji nya "
Baron melepaskan cengkeramannya lalu menghempaskan kasar Alya ke arah Bondan. Dengan sigap anak buah Bondan menangkap tubuh mungil Alya.
" Tidak , tolong jangan bawa dia "
Maria meraung menangis memohon dengan suaminya untuk tidak membawa Alya untuk dijadikan jaminan
"Kamu tega, kamu jahat mas"
" Alya…"
Teriak suara Maria memanggil
Dengan berderaian air mata
suara serak Maria memanggil Alya.
" Kamu kejam, tidak punya hati"
Maria menangis sejadi -jadinya memohon kepada suaminya agar tidak membawa Alya pergi.
"Ibu..tolong Alya.."
Alya merintih menangis meronta dilepaskan .
Dengan kasar anak buah Bondan menyeret Alya memasukkan kedalam mobil .
"Jalan!"
Bondan memerintahkan anak buahnya untuk mengemudikan mobilnya.
"Tolong mas, jangan begini"
Maria menangis pilu memegangi kaki Baron yang berdiri memohon untuk mengembalikan Alya.
"Percuma ,sudah terlambat kau menangisinya."
"Bukankah,sudah kukatakan kau akan menyesalinya."
Baron berlalu pergi tak memperdulikan tangisan Maria mengibaskan kaki yang dipegangi Maria.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!