Zara memandang neneknya yang sedang dipandu oleh seorang suster menuju ruang untuk
mencuci darah. Perlahan-lahan sosok keduanya menghilang di balik pintu dan ketika itu juga,
wajah cantik Zara yang sebelumnya dihiasi sebuah senyum sirna. Hanya hembusan nafas berat yang terdengar.
“Ibu Zara?”
Seorang dokter wanita dengan jas putihnya dan sebuah laporan di tangan menyambut Zara
ketika ia berbalik. “Dokter Tessa.”
“Mari ikut ke ruangan saya. Saya akan menjelaskan perkembangan kondisi nenek anda.”
Zara mengangguk dan mengikuti dokter tersebut ke ruangannya.
Kurang lebih dua puluh menit berlalu sebelum Zara keluar dengan raut wajah seperti biasanya. Tidak ada yang baru, hanya laporan sama yang didengarnya. Entah ia harus senang atau bersedih.
Stabil.
Itu intinya. Biasa kata itu berarti bagus, tapi tidak untuk situasi Zara yang berharap neneknya bisa sembuh. Namun, ia tahu, hanya satu cara yang dapat menyembuhkan neneknya.
Donor ginjal.
“Hah…”
Di saat yang sama, seseorang juga menghembuskan nafas. Zara pun langsung memalingkan tatapannya ke samping dan menangkap sosok seorang nenek dengan pria yang memunggunginya.
“Kenapa sih, Oma? Emangnya gak ada topik lain apa selain pacaran atau nikah?” Terlihat dari
belakang, pria itu seperti memijit pelipisnya.
“Kalau sekarang posisinya kamu pernah pacaran, nenek juga gak akan khawatir seperti ini. Dua
puluh tujuh tahun dan yang pernah kamu bawa hanya tas gym atau asistenmu, Genta,” jelas
sang nenek dengan nada curiga yang terselubung.
Tapi, hanya orang bodoh yang tidak mengerti maksud dari nenek itu setelah mendengar dua
kalimat yang ia pasangkan begitu jelas.
“Oma!! Aku gak gay!”
Mendengar itu, Zara hampir tidak bisa menahan tawanya. Alhasil, dia buru-buru pergi dari
tempat itu menuju resepsionis untuk mengurus tagihan rumah sakit neneknya. Namun, kejadian
kecil tadi berhasil mengembalikan sedikit senyuman di wajahnya.
‘Padahal pria itu terlihat gagah dari punggungnya yang tegap dan postur tubuhnya tinggi,’ batin
Zara. Hanya melihatnya dari belakang saja, Zara sudah sedikit terpesona. Sayang sekali kalau
sampai gay. Namun, Zara cepat-cepat menggelengkan kepalanya. Ia tidak ada waktu untuk hal seperti ini.
Benar saja, rasa bahagia itu hanya bertahan sepersekian detik sampai Zara menatap nanar
nominal yang harus dibayarnya.
"Aku harus cari kemana lagi, ya Allah ..." bisik gadis itu. Zara hanya bisa tersenyum ke bagian
administrasi dan mulai memberikan kartu debit miliknya yang saldonya cukup untuk cuci darah
hari ini. Entah bagaimana Minggu depan.
Dengan pikirannya yang kalut, Zara menghampiri taman rumah sakit dimana ia menghabiskan
waktunya menunggu neneknya dengan sebuah bekal. Namun, kekhawatirannya perlahan
menghapus nafsu makannya hingga pergerakan tangannya terhenti. Setetes demi setetes air
mata membasahi pipi sang gadis itu.
Dalam hati, ia ingin mencegah perasaan lemah ini tapi dirinya tak henti-hentinya menyalahkan
dirinya yang gagal dalam mengasuh neneknya, satu - satunya anggota keluarga yang dia miliki
setelah kedua orangtuanya meninggal akibat kecelakaan lalu lintas saat hendak berangkat
bekerja ke pabrik tempat mereka mencari nafkah.
Sekarang, Zara hanya bekerja di mini market lantaran dirinya harus berhenti kuliah demi
merawat sang nenek dan mengurangi pengeluaran. Meski, pendapatan Zara masih cukupuntuk kehidupan sehari-hari mereka, namun uang pesangon dan jasa Raharja kedua
orangtuanya sudah habis terpakai ketika sang nenek divonis menderita gagal ginjal yang
mengharuskannya cuci darah.
BPJS miliknya pun sudah melebihi kuota apalagi neneknya harus seminggu tiga kali. Zara memang tidak mau berhutang karena dirinya tahu bahwa untuk mengembalikan pasti sulit karena kebutuhan neneknya akan terus menerus.
"Ya Allah, berikan lah jalanMu yang diridhai bukan yang haram agar aku bisa mendapatkan
dana pengobatan nenek. Semoga lamaran ku di kantor - kantor besar diterima agar bisa
membantu nenek. Aamiin...." Zara berdoa dengan khusyuk.
***
Setelah hampir satu jam menunggu, Zara kembali menarik nafas dan mulai mengatur
pikirannya. Sudah waktunya untuk membeli nasi bungkus kesukaan neneknya agar beliau langsung makan setelah perawatan. Namun, Zara yang kurang fokus saat itu karena pikirannya, tidak menyadari uang lima puluh ribu yang terjatuh dari saku celananya.
Awalnya Zara merasa trauma soal rumah sakit karena mengingatkan akan kedua orangtuanya
tapi rasa itu harus dikubur dalam-dalam demi neneknya yang harus melakukan cuci darah.
Dengan langkah tergesa, Zara berjalan masuk ke kantin rumah sakit. Zara segera mengambil
nasi bungkus sebelum antri untuk membayar.
Saat tiba gilirannya, Zara panik ketika tidak menemukan uangnya. Sementara itu, penjaga kasir mulai tidak sabar, apalagi melihat antrian yang masih panjang di belakang.
"Mbak, jadi ambil nggak ini nasinya?" tanya penjaga kasir dengan nada yang tidak mengenakan dan tatapan sinis. Zara yang tidak enakan langsung memutuskan untuk mundur dulu agar tidak menghambat yang lain.
"Maaf, Mbak, nanti dulu deh,” ucap Zara.
"Dasar! Kalau nggak punya duit, nggak usah belanja disini. Habisin waktu orang aja!” Omel
penjaga kasir membuat wajah Zara memucat seketika sebelum rasa malu menyelimuti dirinya.
Di samping itu, amarah juga membakar hatinya.
"Lho, Mbak, kok malah hina saya? Saya bukannya gak mau beli, tapi lagi nyari uangnya dulu
makanya saya minggir dari antrian. Dari mana saya menghabisi waktu orang? Jangan
menghakimi orang seperti itu dong!” balas Zara tidak terima dihina seperti itu.
"Halah, gayamu bilang nyari uang dulu! Paling juga nanti bohong bilang uangnya jatuh terus
ngemis minta hutang dulu lalu gak bayar, tapi saya yang disalahin kalau nagih” ejek wanita itu.
Saat itu, seorang pria terlihat baru saja memasuki kantin rumah sakit dan langsung mendengar perkataan sang kasir. Perhatiannya pun dengan cepat berpaling ke adegan tersebut.
Dahinya berkerut dan rahangnya mengetat, menunjukkan ekspresi tidak sukanya. Tanpa ragu,Pramudya segera menuju kasir tersebut.
Lalu, sebelum Zara bisa membalas perkataan mengejek itu, sebuah suara yang lantang dengan nada yang menekan membuatnya terkejut.
"Jadi begitu caranya kamu melayani pembeli? Mana manajer kamu?" Suara berwibawa itu
spontan membuat Zara mendongak. Seketika, mata indahnya membulat. Dua pasang mata
bertemu dan rasa kagum memukul hati Zara.
Ya Allah, tampannya.
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa
Hai hai... Ketemu lagi dengan author Membagongkan yang kali ini dengan cerita berbeda ... Pertama kalinya Eike mengikuti lomba Noveltoon.
Semoga kalian semua suka ceritanya
Buat para fans readers Membagongkan sudah tidak asing dengan keluarga Hadiyanto kan?
Oke deh. Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Pramudya menatap ke arah petugas kasir dengan tatapan tajam. Dirinya paling tidak suka ada orang yang menghina orang lain padahal dirinya sendiri sama-sama dari orang biasa.
Kalau mau sombong, harus lihat-lihat juga !
"Mana manajer kamu?" Bentak Pramudya dengan wajah dingin.
"Eeerrr... Maaf pak..." Ucap wanita itu dengan nada gemetaran.
"Jangan minta maaf sama saya ! Minta maaf sama nona ini ! Kamu juga belum tentu lebih baik
dari nona ... Eh siapa namamu ?" Pramudya menoleh ke arah Zara. Ya Allah ternyata gadis ini cantik banget! Meskipun pakaiannya sederhana tanpa make-up tapi kulitnya mulus dan halus.
"Za... Zara, Pak..." Jawab Zara tergagap ke arah Pramudya yang bertubuh jangkung.
"Minta maaf pada nona Zara dan itu berlaku ke semua orang yang kamu layani. Nama kantin
jadi jelek karena ulah kamu !" Ucap Pramudya dingin.
"Maaf mbak Zara..." Petugas kasir itu meminta maaf dengan mengatupkan kedua tangannya.
"Iya mbak. Sama-sama" jawab Zara. "Permisi..." Namun langkah Zara terhenti saat sebuah
tangan kekar memegang lengannya.
"Kamu nggak jadi beli nasi bungkus nya?" Tanya Pramudya.
"Nggak jadi pak. Uang saya tadi jatuh entah kemana..." Jawab Zara sambil melirik ke arah
lengannya yang dipegang oleh Pramudya.
"Beli saja. Aku yang bayar !" Jawab Pramudya tegas.
"Tapi pak..."
Pramudya melepaskan cengkraman nya dan membalikkan tubuh Zara. "Beli saja! Buat siapa
memang?"
"Nenek saya. Setiap nenek habis cuci darah, pasti minta nasi bungkus sini..." Jawab Zara
membuat Pramudya terkejut.
"Sudah beli sana ! Buat nenek kamu kok."
Zara menatap Pramudya dengan tatapan bingung.
"Sudah ambil. Aku juga sekalian ambil minum nih !" Pramudya mengambil dua teh botol less
sugar, dua air mineral dingin dan lima roti donat.
"Ambil nasi bungkus nya sekalian. Mau minum
apa?"
Zara hanya terdiam membuat Pramudya tidak sabar lalu mengambil dua botol teh biasa.
"Ditotal mbak!" Perintah Pramudya ke petugas kasir yang tadi sempat dibentak olehnya.
"I...iya pak. Totalnya ...."
Pramudya mengambil uang seratus ribu dan menerima kembalian nya. "Ayo kembali ke ruang
cuci darah. Nenekmu pasti nunggu kamu."
"Terima kasih pak..." Zara menatap Pramudya yang berjalan di sebelahnya.
"Pramudya. Kamu panggil saya Pram..."
Zara menggelengkan kepalanya. "Nggak sopan. Saya tetap memanggil pak Pram."
"So, kamu kenapa tadi nggak jadi beli nasinya?"
"Uang saya yang lima puluh ribu jatuh entah dimana pak" jawab Zara.
"Apa kamu masih ada uang untuk pulang?" Tanya Pramudya.
"Masih kok pak. Hanya saja kan sekalian mecah tadi maksudnya..."
Keduanya pun masuk ke dalam bangunan induk rumah sakit.
"Pak Pram, terimakasih sudah membantu saya tadi" ucap Zara sambil mengangguk hormat.
"Kalau bapak minta ganti..."
"Astaghfirullah... Nggak Zara. Saya tahu biaya cuci darah itu mahal. Kamu pakai BPJS?" Tanya
Pramudya.
"Pakai tapi sudah maksimal pak. Jadi biaya sendiri sekarang..."
"Kamu kerja?"
"Kerja pak. Di minimarket dekat rumah."
"Rumah kamu di daerah mana?" Tanya Pramudya.
Zara menyebutkan daerahnya yang Pramudya tahu disana tempat padat penduduk.
"Yakin kamu ada uang pulang?" Tanya Pramudya yang melihat wajah cantik Zara tampak
sendu.
"Ada pak. Bapak tidak usah khawatir."
"Ya sudah. Saya harus kesana, Zara. Oma saya sedang berobat di sana" ucap Pramudya.
Zara mengangguk karena tahu disana adalah tempat periksa mandiri yang biasanya
orang-orang berduit yang memilih dokter terbaik.
"Sekali lagi, terima kasih pak Pram." Zara sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Hati-hati kamu pulangnya" ucap Pramudya sebelum Zara masuk ke ruang tunggu tempat para pengantar menunggu pasien di ruang Hemodialisa.
Pramudya pun berjalan menuju ruang praktek dokter Sari sambil membawa minuman pesanan
Omanya.
Suster Dina yang melihat Pramudya datang langsung menghampiri pria itu. "Mas Pramudya, Bu Angela di dalam ruang praktek dokter Sari sekarang.
"Oh. Biarin saja." Pramudya pun memilih berjalan menuju kursi yang agak jauh dari meja
tempat suster Dina bekerja. Dasar Ganjen !
***
"Jadi kita nanti pulangnya naik bis, Ra?" Tanya nenek Aisyah usai melakukan cuci darah.
"Iya nek. Maaf, Zara menghilangkan uang buat naik ojek online" jawab Zara sambil
menggandeng tangan neneknya.
"Zara, uang di ATM kamu sudah habis kan? Minggu depan, nenek tidak usah cuci darah ya..."
Ucap nenek Aisyah. "Seminggu sekali saja."
"Tapi nek... "
"Nenek tahu kamu kesulitan keuangan ... Uang dari almarhum orang tua mu juga sudah tinggal
sedikit... Cukup untuk kita hidup sehari-hari. Nenek tidak apa-apa, Zara." Nenek Aisyah
menepuk pelan tangan cucunya. Jika perlu, ambil saja nyawaku, ya Allah. Kasihan cucuku
harus menanggung semua biayanya perawatan diriku...
"Aku pikirkan nanti nek, yang penting kita pulang dulu. Untung ini hari Sabtu jadi bis tidak
penuh" senyum Zara saat melihat bis jurusan rumah mereka datang.
Pramudya tidak dapat menghilangkan wajah Zara dari pikirannya. Di jaman sekarang, wanita
secantik Zara sudah pasti akan mendapatkan tawaran menjadi model atau apalah tapi gadis itu tampaknya mengacuhkan kecantikan wajahnya yang natural. Kulit kuning Langsat, hidungnya yang mancungnya pas, bibirnya yang diberikan lipstik tipis dan matanya.
Ya Tuhan, matanya cantik sekali. Bening dan polos.
"Kamu kenapa lagi Pram? Habis teh botol nya?" Tanya Oma Angela.
"Nggak papa. Ini Oma, teh botol less sugar pesanan Oma" jawab Pramudya sambil
menyerahkan botol teh bewarna abu-abu itu.
"Yuk pulang. Aku malas dilihatin suster ngesot..."
Bisik Pramudya ke Omanya sambil melirik ke arah suster Dina membuat Oma Angela memukul bahu cucunya.
"Kamu tuh ! Asal kalau ngomong ... Ayo pulang. Suruh Ilham bawa mobilnya depan lobby."
Pramudya pun menggandeng tangan Oma Angela berjalan menuju lobby rumah sakit usai pria itu menelpon sopirnya untuk memarkir mobil mereka disana.
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Oma Angela menoleh ke arah cucunya yang tampak melamun dan sepertinya bukan soal
pekerjaan. Apalagi ini hari Sabtu, tidak ada pekerjaan yang harus dihandle Pramudya.
Sebagai salah satu pewaris kerajaan bisnis Bank Arta Jaya dan Pramudya adalah salah satu CEO disana bersama dengan sepupunya Dewananda Hadiyanto, hari Sabtu adalah hari libur dan waktunya menemani Angela kontrol rutin.
"Kamu kenapa?" Tanya Oma Angela.
"Nggak papa. Hanya memikirkan cabang di daerah Cikini" jawab Pramudya.
"Bukannya sudah kamu bereskan?" Tanya Oma Angela.
"Sudah sih Oma. Hanya saja kan aku masih dongkol kecolongan 250 juta."
"Anggap saja pelajaran buat kamu, Pram untuk lebih waspada" ucap Omanya.
"Iya Oma."
"Oh, Minggu depan ada undangan ulang tahun Tamara, anaknya pak Hamid. Kamu datang ya"
pinta Oma Angela.
"Ogah ! Tamara itu sudah ngejar-ngejar aku sedemikian rupa sampai aku jijik sendiri lihatnya !"
"Tapi kamu harus datang, Pram. Bagaimana pun kan ayahnya rekan bisnis keluarga
Hadiyanto."
Pramudya cemberut karena dirinya tidak mungkin mengatakan pada Omanya kalau dirinya
hampir dijebak oleh Tamara di dalam kamar hotel. Beruntung Genta menolongnya dan
mengancam Tamara yang sudah setengah telan*Jang untuk menjebak dirinya.
"Makanya tho Pram, punya lah pacar. Biar bisa dibawa kemana-mana dan cewek-cewek ganjen
itu nggak bakalan deketin kamu!"
Entah mengapa, wajah Zara yang terlintas di benak Pramudya untuk menjadi kekasih sementara demi terlepas dari rayuan gombal Tamara. Akan aku cari tahu dimana rumahnya
Zara.
"Oma benar. Sudah waktunya aku mencari pacar."
***
Kantor Pramudya Hari Senin
Pramudya melihat undangan pesta ulang tahun Tamara sudah ada di meja kerjanya. Pria itu
mengambil undangan yang tampak mewah itu dan menatap nya sebal. Suara ketukan di pintu
kerjanya, membuat pria itu menoleh dan tampak asisten nya Genta, masuk ke dalam sambil membawa iPad untuk jadwal hari ini.
"Pagi Pram" sapa Genta kalau hanya berdua.
"Pagi Genta" balas Pramudya sambil melemparkan undangan itu ke atas meja.
"Lu mau datang?" Tanya Genta.
"Terpaksa kan? Bokap nya kan rekan bisnis kita. Sebenarnya gue malas... Kudu bawa pasangan tapi siapa.... Nggak mungkin kan gue pinjem Alina. Bisa dihajar sama Dewa tar..." Gerutu Pramudya. Alina adalah tunangan Dewa Hadiyanto, sepupu Pramudya.
"Janganlah. Mantan playboy itu bisa ngereog nanti..." Ucap Genta.
"Kasih ide dong Gen... Cari wanita yang bisa gue pakai semalam saja buat dampingi...."
"Lha pakailah artis atau model. Susah amat !"
"Ogah gue ! Yang ada gue jadi korban gosip dan Julid. Secara gue paling malas kena kepo."
Genta tampak berpikir. "Gimana kalau lu cari orang biasa tapi yang butuh duit? Kontrak
semalam gitu tapi cuma dampingi elu selama pesta. Mumpung masih ada waktu jadi elu bisa
training dia sebentar... Gimana? Orang biasa yang bisa di upgrade menjadi luar biasa..."
Pramudya bersandar di meja kerjanya yang mahal. Entah kenapa yang terlintas diwajahnya
adalah wajah Zara. Gadis itu kan butuh uang jadi dia pasti tidak akan menolak. Toh hanya
menemani gue pesta semalam saja, tidak perlu tidur bersamaku.
"Pram... Lu kenapa?" Genta melihat perubahan wajah sahabatnya.
"Gen, gue minta elu cari info soal gadis bernama Zara Aulia. Elu kan bisa cari orang. Nah, ini alamat kerjanya seperti yang dia bilang" pinta Pramudya sambil menuliskan nama mini market
tempat Zara bekerja.
"Memang elu kenal dimana?" Tanya Genta sambil menerima memo dari Pramudya.
"Rumah sakit waktu antar Oma kemarin. Anaknya butuh dana buat biaya cuci darah neneknya."
Genta mengangguk. "Gue cariin info soal dia. Tar gue kabari."
"Thanks Gen. Acara gue hari ini apa?"
***
Usai makan siang, Genta berhasil mendapatkan alamat rumah dan alamat mini market tempat
Zara bekerja termasuk data keuangan gadis itu.
Pramudya lalu menghubungi pengacara pribadinya untuk membuatkan surat kontrak yang berisikan perjanjian bahwa Zara akan menjadi pendamping pria itu selama pesta ulang tahun Tamara. Semuanya murni hubungan saling menguntungkan.
Pramudya akan memfasilitasi semua kebutuhan Zara untuk datang ke pesta itu. Garis besarnya, Zara hanya bawa badan saja sebagai tameng Pramudya.
***
Zara kembali bekerja di mini market dekat rumahnya tapi dirinya tampak tidak konsentrasi
karena neneknya menolak untuk melakukan cuci darah Minggu ini. Zara memang tidak ada uang sebanyak yang dibutuhkan neneknya tapi dia akan tetap berusaha bisa mendapatkan uang sejumlah itu.
"Zara, kamu kenapa?" Tanya Martina melihat rekan kerjanya tampak melamun.
"Uang aku sudah tinggal sedikit, BPJS sudah habis, nenek aku harus cuci darah besok
jadwalnya."
"Kuota BPJS kamu sudah habis? Padahal bayar terus kan?"
"Tapi tahun ini sudah habis. Aku harus menunggu tahun depan... Padahal masih dua bulan
lagi... "
"Bagaimana dengan donor ginjal?"
"Sudah aku ajukan dan nenek masuk dalam antrian panjang... Padahal aku ingin nenek dapat
donor ginjal supaya tidak Hemodialisa terus." Zara tampak pusing memikirkan biayanya.
"Uang kamu tinggal berapa di ATM?" Tanya Martina.
"Tinggal 600ribu. Masih kurang paling tidak satu juta..."
"Aku pinjami, kamu bayar pas gajian Minggu depan. Bagaimana?" Tawar Martina.
"Jangan Tina, kamu masih ada adikmu yang sekolah. Sudah nggak usah. Aku pikirkan cara lain
saja" tolak Zara.
"Tidak apa-apa. Nenekmu lebih penting, Zara."
Suara pintu masuk mini market berbunyi dan kedua gadis itu memberikan ucapan selamat
datang seperti SOP nya. Namun saat tahu siapa yang datang, mata Zara terbelalak. "Pak Pram?"
***
Pramudya dan Zara akhirnya berbicara di gudang mini market karena kantor dikunci pemilik nya. Gadis itu tampak bingung melihat gaya Pramudya yang tampak seperti pengusaha besar meskipun masih muda. Di tangan Pramudya, terdapat map yang terbuat dari kulit.
"Ada apa pak Pram kemari?" Tanya Zara yang bingung dari mana pria itu tahu tempatnya
bekerja.
"Aku tanya lah. Punya mulut kok nggak dipakai..." Jawab Pram cuek.
"Oohh... Pak Pram mau nagih hutang saya?"
Tanya Zara polos membuat Pram mendelik.
"Ish nggak lah ! Aku kemari mau mengajukan permintaan sama kamu."
"Permintaan apa pak?"
"Kamu mau kan jadi kekasih sementara aku? Aku sudah buat surat perjanjiannya dan yang
jelas, kamu akan mendapatkan bayaran yang cukup untuk biaya cuci darah nenek kamu...
Bahkan berlebih !" Pramudya menatap Zara dengan wajah serius.
Tapi pak... Saya kan tidak tahu bapak..."
"Hanya sementara Zara. Saya butuh pendamping untuk acara ulang tahun anak rekan bisnis
saya.”
"Kok bapak tidak mencari wanita lain yang lebih pengalaman. Saya hanya orang kampung pak,
tidak paham dunia seperti bapak..."
"Zara. Hanya satu malam saja... Kamu hanya cukup menggandeng tangan saya. Semuanya
saya yang urus ! Mau ya?"
"Maaf bapak... Nilai kontraknya berapa? Supaya saya bisa membagi biaya cuci darah nenek ..."
Pramudya menyebutkan angka yang membuat Zara melongo tidak percaya. "Pak Pram...
Serius?"
"Serius lah!"
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!